SAMADHI
SAMADHI-BENAR
( Samma-Samadhi )
“ Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa
Salam Damai dan Cinta Kasih … ,
SILA –> SAMADHI –> PANNA
TRITUNGGAL-JALAN-PEMBEBASAN
Ajaran Sang Buddha sesungguhnya terangkum dalam : SILA, SAMADHI, dan PANNA. Tritunggal-Pengetahuan inilah Jalan-Pembebasan, menuju berakhirnya ratap-tangis, berakhirnya dukkha, akhir perjalanan samsara semua makhluk alam semesta, merupakan satu-satunya jalan menuju “Nibbana”.
Ketiga-tiganya ini adalah Satu, artinya kita harus menempuh ketiganya, tidak bisa salah satu diantaranya. Inilah mengapa SILA, SAMADHI, dan PANNA merupakan “TRITUNGGAL”.
SILA yang sempurna, akan menghasilkan Konsentrasi sempurna yang berguna bagi pencapaian kesuksesan (samapati) SAMADHI, yaitu berupa empat Rupa-Jhana dan empat Arupa-Jhana dan vipassanannana ( pandangan-terang ), dan Samadhi-Sempurna ini akan menghasilkan pengetahuan tertinggi, Kebijaksanaan-Sempurna ; PANNA.
Melatih Samadhi tujuan utamanya adalah mengembangkan sifat-sifat mulia dan demi pembebasan dari samsara. Seseorang yang mempraktekkan Samadhi haruslah mempunyai keteguhan hati ( ajjhasaya ), tidak mempunyai sifat kasar serta tanpa ‘kehausan’ ( kehausan akan keindriyaan ).
Seorang yogi harus memiliki SILA / moralitas yang sempurna tanpa noda. SILA ini adalah ‘akar’ bagi kehidupan Samadhi yang benar. Dengan memiliki SILA yang sempurna, batin seorang Yogi akan menjadi tenang dan damai. Ia tidak akan mempunyai peraaan resah-gelisah, pikiran-pikiran yang kacau, takut, dan lain-lain. Apalagi yang harus ditakuti bila kita telah bertindak benar dan bajik ? Tidak akan ada orang yang menghujat kita karena kita menjadi seorang pembohong, tidak akan ada debt-collector yang mengejar-ngejar kita karena kita melarikan sejumlah uang, dan lain-lain ‘mimpi-buruk’. Bagi seorang yang memegang teguh SILA, batinnya akan jauh dari ketakutan-ketakutan tersebut. Bila seseorang tidak memiliki SILA atau mengurangi SILA jangan pernah berharap ia akan berhasil mencapai ‘kesuksesan’ dalam samadhinya.
Seorang yogi yang telah memiliki sila yang sempurna dan belum mencapai tingkat Arahat harus mempraktekkan vipassana-bhavana untuk mencapai pembebasan ; Arahat ( catatan ; tingkat kesucian Arahat hanya bisa dicapai dengan hidup sebagai seorang petapa yang melepaskan keduniawian ( dalam terminology Buddhis disebut : ke-bhikkhu-an ), sedang tiga tingkatan dibawahnya : Sotapanna, Sakadagami, Anagami, bisa dicapai oleh ummat non-Bhikkhu. Saat seseorang mencapai Arahat, tetapi tidak hidup mem-Bhikkhu, maka ia akan ‘meninggal’, karena batin yang ‘halus’ menuntut tubuh / cara hidup yang halus pula ).
Bila seseorang yang baru menempuh ‘kehidupan’ Samadhi dan ingin mempraktekkan ‘vipassana’ ( Samadhi ‘pandangan-terangan’ ), maka ia harus bisa mencapai ketenangan pertama (Jhana I). Kekuatan vipassana ini dapat memotong hawa-nafsu dan segala bentuk kekotoran batin. Jika seorang siswa / yogi belum mencapai Jhana I maka ia belum berhasil dalam Samadhi, ini merupakan hukum mutlak.
Jalan Pembebasan
Ada dua ( 2 ) jalan menuju kesucian, yaitu :
1. Sukha-vipassako.
2. Melalui pencapaian Jhana dari Jhana I hingga Jhana VIII kemudian turun tahap demi tahap sampai Jhana I untuk kemudian masuk ke vipassana bhavana.
Cara yang kedua tersebut dipakai untuk membuktikan adanya ‘kesaktian’, atau ditempuh oleh Yogi yang memang ingin mempunyai kesaktian.
Sukha vipassako adalah ajaran khusus yang diberikan Sang Buddha bagi orang-orang yang kesulitan mencapai Jhana yang disebabkan oleh karena kurangnya atau tidak adanya jasa paramita dari orang tersebut pada kehidupan yang lampau. Tidak semua orang bisa mencapai Jhana hingga Jhana IV ( empat Rupa-Jhana ) apalagi hingga Jhana VIII ( empat Arupa-Jhana ).
Sukha vipassako adalah praktek yang mudah untuk menuju pembebasan dan seorang yogi yang melaksanakan sukha-vipassako tidak tertarik pada ‘kesaktian’. Seandainya ia mencapai Jhana, hanya Jhana I saja.
Dalam mempraktekkan vipassana ( pandangan terang ), sukha-vipassako menggunakan pencapaian ketenangan ( Jhana-samapati ) sebagai dasar untuk mengetahui ketenangan yang muncul dalam batin atau dapat dikembangkan menuju vipassana bila batin (citta) ini menuju Samadhi-tetangga ( upacara-samadhi ).
Hal mendasar yang perlu diketahui dalam praktek sukha-vipassako yaitu :
1. Menjaga sila dengan baik.
2. Melaksanakan ‘vipassana-samadhi’ dengan dasar Jhana pertama.
Orang yang melaksanakan Samadhi ( baik sukha-vipassako maupun yang melalui proses Jhana hingga Jhana VIII ) harus berdisiplin tinggi sehingga ia akan mencapai Kebebasan. Seorang yogi yang mempraktekkan sukha-vipassako akan mencapai kebebasan tanpa ‘kekuatan batin istimewa’. Ia hanya akan menjadi seorang Arahat, orang yang telah sempurna.
Pada kesempatan ini saya akan membahas Jhana-Jhana dan keistimewaan yang dihasilkan olehnya, yaitu yang berupa ‘kekuatan-batin’ / kesaktian.
Enam ( 6 ) Kekuatan Batin ( Abhinna )
Enam kekuatan batin ( abhinna ) merupakan dhamma yang istimewa, bagi para yogi yang melatih diri secara khusus untuk memperolehnya. Lima kekuatan batin yang pertama diperoleh dari hasil praktik ‘Rupa-Jhana’, yaitu Jhana I hingga Jhana IV. Kelima kekuatan batin tersebut adalah sebagai berikut :
1. Iddhividdhi : Berbagai jenis kekuatan batin , seperti : menciptakan diri sendiri menjadi banyak dalam rupa yang sama dan merubah diri kembali dari banyak menjadi satu, berjalan diatas air, berjalan di udara, melayang di udara, melunakkan batu, mendatangkan hujan di daerah tandus / kemarau panjang, menciptakan api, menciptakan sinar untuk melihat dalam gelap, melihat jarak jauh siang maupun malam, menghangatkan cuaca di tempat yang dingin, meringankan tubuh sehingga dapat mengikuti arus angin, mendatangkan angin ditempat yang ‘kurang-angin’, melihat benda-benda yang terhalang oleh sekat seperti tembok, melihat barang-barang yang ditutupi dalam suatu tempat ( penglihatan tembus ruang ), dan lain-lainnya.
2. Dibbasota : Mendengar suara dari jarak jauh, tidak terhalang batas ruang dan waktu, termasuk mendengar suara-suara dari alam lain, baik alam surga maupun neraka.
3. Cutupata Nana : Mengetahui kelahiran dan kematian semua makhluk hidup.
4. Cetopariya
Nana : Dapat membaca pikiran / hati orang dan makhluk lain.
5. Pubbenivasanu
-ssati : Mengingat kehidupan lampau.
Adapun kekuatan batin yang keenam adalah kekuatan ‘pandangan-terang’ ( vipassanannana ), yaitu kemampuan mengikis habis kekotoran batin ( asavakayanana ).
KETEGUHAN HATI ( AJJHASAYA ) =
Seseorang yang mempraktekkan Samadhi-Buddhis, menjadi seorang Yogi-Buddhis, harus mempunyai “Keteguhan-Hati”, dan tidak boleh mempunyai sifat kasar, tanpa ‘kehausan’ terhadap ‘keindriyaan’. Seperti yang sudah diterangkan pada paragraph-paragraf awal/pendahuluan, seseorang harus memiliki SILA, yang terawat sempurna dan tanpa-noda. Teguh dalam pengembangan Sila dan Samadhi, inilah sikap-mental yang harus dijaga, dirawat, dikembangkan. Kita tidak boleh tergoda oleh kesenangan-kesenangan indriya.
Setelah anda bertekun dalam Sila dan Samadhi, anda tidak akan lagi melihat keduniawian dengan penuh kemelekatan, kegiuran, karena, bagi anda, semua hal keduniawian itu tidak berarti lagi. Ini akan terjadi secara alamiah. Mengapa ? Karena anda telah menemukan yang lebih tinggi daripada itu semua.
KETEGUHAN HATI DALAM TIGA PENGETAHUAN ( AJJHASAYA TEVIJJO ) =
Ketika seseorang Yogi telah mampu mencapai Jhana IV, ia akan memiliki keteguhan hati dalam tiga pengetahuan sebagai berikut :
1. Pubbenivasanussati nana ; mengetahui kelahirannya yang lampau.
2. Cutupapata nana ; mengetahui tumimbal lahir dari makhluk2 hidup, darimana sebelum dilahirkan dan akan terlahir dimana setelah kematiannya.
3. Asavakhaya nana, mengetahui jalan melenyapkan nafsu kekotoran batin.
Orang yang memiliki tiga pengetahuan ini dapat melihat / mengetahui sebab-musabab kehidupan yang lalu dan kehidupan yang akan datang dari makhluk hidup. Ia mampu melihat sesosok makhluk ( baik itu manusia atau bukan ) dulunya terlahir dimana sebagai apa, kemudian nanti ketika meninggal akan terlahir dimana dan sebagai apa, seperti membuka dan menutup benda –benda saja, mengetahui isi-isi benda tersebut.
Setelah mengetahui dengan jelas tumimbal-lahir yang berulangkali terjadi tersebut, maka timbul rasa bosan dan jenuh mengenai kelahiran dan kematian yang berulang-ulang. Setelah memahami dan menyadari dan memahaminya, maka ia akan berusaha berhenti dari kelahiran yang berulang-ulang dan berusaha menuju pembebasan.
Seorang Yogi yang memiliki tiga pengetahuan ini dapat mengetahui segala sesuatu dengan alamiah / otomatis, karena ia dapat membuktikannya. Yogi tersebut lebih suka membuktikan bukan HANYA-PERCAYA saja.
DISIPLIN DIRI UNTUK MENCAPAI TIGA PENGETAHUAN ( TEVIJJO )
Bagaimanakah cara untuk mencapai tevijjo ? Berikut adalah langkah-langkah yang perlu diambil untuk bisa memperoleh ‘tevijjo’ tersebut :
1. Menjaga SILA dengan baik ( Bagi ummat perumah-tangga, maka PANCASILA yang harus dijaganya, namun bisa dan alangkah lebih baik jika meningkatkan disiplin dengan mendapatkan, menjaga dan merawat ATTHASILA ( Delapan Sila ). Bagi seorang Yogi Buddhis, prinsip “Lebih baik mati daripada melanggar Sila” sangatlah dijunjung tinggi.
2. Melatih Samadhi sampai memperoleh ketenangan dengan memakai objek kasina ( salah satu dari sepuluh objek kasina. Kasina terdiri dari 10 simbol latihan pemusatan pikiran. Enam Kasina, yang cocok untuk Saddha Carita, yaitu : Pathavi (tanah), apo (air), tejo (api), vayo (udara), akassa (angkasa), dan aloka (symbol-sinar). Empat Kasina, yang cocok bagi dosa carita, yaitu : Nila (biru kehijauan), pita (kuning), lohita (merah), dan odata (putih) ).
DIBBACAKKHU ( Mata-Dewa )
Untuk dapat memiliki “Tiga-Pengetahuan” ( Tevijjo ), anda harus mempunyai “Dibbacakkhu” / “Mata-Dewa”. Cara melatih dan memperoleh “Dibbacakkhu” adalah dengan melatih tiga objek kasina :
1. Tejo Kasina ( Objek Api ), missal nyala lilin.
2. Alo Kasina ( Objek Sinar ), missal Matahari.
3. Odata Kasina ( Objek Warna Putih ).
Diantara ketiga objek ini, yang paling efektif adalah objek-sinar ( Alo-Kasina ), demikian menurut Kitab Visudhi Magga.
Bila kita sudah mahir melatih Dibbacakkhu dan Manomayiddhi (kekuatan batin, bila seseorang telah mampu memisahkan batin dengan tubuh/jasmani, dan batin dapat ‘diajak’ pergi kemana-mana (kealam-alam lain). Manomayidhi ini termasuk salah satu abhinna pada seseorang yang telah memiliki tiga pengetahuan (tevijjo). Bila seorang Yogi telah mencapai Jhana keempat dalam meditasi dengan memakai salah satu objek kasina, maka ia dapat mencapai Manomayiddhi seperti pencapaian dibbacakkhu ) , akan memperoleh berbagai pengetahuan ( nana ) sebagai berikut :
1. Cutupata Nana : Mengetahui kehidupan dan kematian semua makhluk hidup sesuai dengan karmanya masing-masing.
2. Cetopariya Nana : Membaca pikiran orang lain dan makhluk-makhluk lain.
3. Pubbenivasa Nussati-
Nana : Kehidupan / tumimbal lahir yang lampau.
4. Atitansa Nana : Mengetahui masa yang lalu.
5. Anagatansa Nana : Mengetahui masa yang akan datang.
6. Paccuppannansa Nana : Mengetahui masa sekarang.
7. Yathakammuta Nana : Dapat mengetahui sebab akibat karma suatu makhluk baik itu manusia, dewa, Brahma, dan lain-lain. Karma apa yang menyebabkan mereka bahagia dan menderita.
PATISAMBHIDAPPAPATTO
Seorang Yogi yang telah sempurna pengetahuannya ( patisambhidappapatto ) jauh lebih istimewa dari seorang yogi yang memiliki tevijjo. Keistimewaannya adalah sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui sepenuhnya Dhamma yang sempurna. Pokok-pokok Dhamma dapat diketahui dengan sempurna dan dapat menguraikannya seperti yang diajarkan Sang Buddha, walaupun ia baru sehari saja menjadi pengikut Sang Buddha, ia dapat mengetahui dan menguraikan Dhamma dengan sempurna. Dalam kitab suci dinyatakan bahwa orang seperti ini setelah mendengar ajaran Sang Buddha dengan langsung dapat mencapai tingkatan-tingkatan kesucian, karena mengetahui / menyelami setiap bagian yang Sang Buddha ajarkan.
2. Mahir dalam menguraikan Dhamma, seorang yang telah mencapai patisambhidappapato sanggup mengembangkan Dhamma yang Sang Buddha ajarkan. Walaupun Dhamma itu singkat, ia mampu menguraikannya menjadi panjang dan istimewa serta tidak mengubah isi ajaran tersebut. Ini akan menyebabkan pendengarnya senang dan tidak merasa bosan.
3. Pandai dalam merangkum Dhamma, seseorang yang telah mencapai patisambhidappapatto dapat merangkum ajaran Sang Buddha dengan tidak mengubah makna yang terdapat dalam Dhamma itu sendiri, rangkumannya sangat menarik dan istimewa.
4. Pandai dalam banyak bahasa. Selain dapat menggunakan bahasa manusia juga dapat menggunakan bahasa binatang, Dewa, dan bahasa makhluk-makhluk lainnya.
PATISAMBHIDANANA PATIPATTI
Patisambhidanana merupakan vijja ( pengetahuan ) yang lebih istimewa dari tiga (3) pengetahuan / ‘tevijjo’ dan enam (6) Abhinna. Untuk memperoleh patisambhidanana harus mempraktekkan Samadhi dengan objek sepuluh ( 10 ) Kasina.
Untuk mendapatkan keenam abhinna, Yogi hanya perlu mempraktekkan Samadhi dengan objek kasina hingga Jhana IV saja. Sedangkan untuk mendapatkan patisambhidanana ini bukan hanya tuntas empat ‘rupa-jhana’ saja, tapi harus sampai empat ‘arupa-jhana’ atau sampai Jhana VIII. Keempat arupa Jhana tersebut adalah :
1. Akasanancayatana : Kesadaran moral yang berada di “Ruang-yang-Tidak-Terbatas
2. Vinnanacayatana : Kesadaran moral yang berada di “Kesadaran-yang-Tidak Terbatas”
3. Akincannayatana : Kesadaran moral yang berada di “Kehampaan”
4. N’eva sanna ‘asannayatana : Kesadaran moral dimana “Tidak-ada-Pencerapan bukan pula Ada-Pencerapan “.
LIMA RINTANGAN BATIN ( PANCA-NIVARANA )
Ada lima hal yang merintangi kemajuan samadhi seorang Yogi. Jika kita telah memutuskan untuk menempuh kehidupan ‘samadhi’, demi kesuksesan pencapaian kita, maka kita seyogyanya melenyapkan kelima hal yang merintangi ini. Lima hal tersebut dikenal sebagai “Lima-Rintangan-Batin ( Panca-Nivarana ) “.
Lima rintangan batin ( Panca Nivarana ) merupakan ‘AKUSALA-DHAMMA”, yaitu Dhamma yang dapat melenyapkan Kusala Dhamma ( Dhamma yang Baik ) pencapaian tingkat Samadhi.
Lima rintangan batin ini adalah =
1. Kamacchanda, yaitu nafsu-nafsu indriya, keinginan dan kegiuran terhadap bentuk-bentuk ( tubuh, material ( rupa ) ), suara, bau-bauan, rasa, sentuhan, dan bentuk-bentuk pikiran. Nafsu sexual, kesenangan pada tontonan-tontonan ( seperti acara TV, pertunjukan musik, drama, tari, dan lain-lain termasuk kamacchanda yang seyogyanya dilenyapkan. Jika anda perumah-tangga dan sulit melenyapkan kamacchanda ini, sebaiknya dilemahkan, dikurangi ‘kegiuran’nya ).
2. Byapada, yaitu keinginan jahat atau itikad jahat / dendam. Jika kita membawa dendam dari masa lampau, ini pun akan menghalangi kesuksesan pencapaian samadhi kita. Dendam dan keinginan jahat akan selalu menghalang-halangi pemusatan batin kita pada objek samadhi.
3. Thinamiddha, yaitu kemalasan dan kelambanan. Seringkali kita malas untuk bersamadhi, merasa lebih baik jalan-jalan ke mall, kumpul dengan teman-teman, atau bercumbu dengan kekasih. Kemalasan, dan juga kelambanan kita dalam mempraktekkan samadhi, juga merupakan penghalang tercapainya pemusatan batin pada objek samadhi.
4. Uddhaccakukkucca, yaitu kegelisahan atau kekhawatiran. Sering timbul dalam batin kita perasaan gelisah dan khawatir ketika kita sedang bersamadhi. Apalagi bila kita bersamadhi dalam ketiga tempat yang dianjurkan oleh Sang Buddha = didalam hutan, dibawah pohon besar, atau didalam rumah kosong yang sudah lama tidak ditempati. Maka akan timbul perasaan takut, gelisah, khawatir, yang luar biasa hebatnya. Perasaan-perasaan ini harus kita lenyapkan. Ini akan menghalangi pemusatan batin kita pada objek samadhi.
5. Vicikiccha, yaitu keragu-raguan. Pada tengah perjalanan kita sebagai seorang Yogi, bila kita merasakan tidak menemukan kemajuan-kemajuan yang berarti, terutama dalam pencapaian Jhana I hingga VIII, maka akan mulai timbul keragu-raguan. Apakah aku mampu ? Apakah ini Jalan yang benar ? Keragu-raguan ini merupakan bentuk halus dari kekotoran batin. Karena, hasil dari keragu-raguan yang kuat, anda akan melepaskan kehidupan samadhi anda dan anda akan menempuh jalan lain, atau paling parah anda akan kembali lagi menempuh hidup keduniawian, tanpa seberkas kerohanian sedikitpun.
Kelima rintangan batin ini sesungguhnya merupakan ‘teman-teman’ dekat kita selama rentang pengembaraan kita dalam samsara ini. Jhana akan mengatasi nivarana sementara waktu dan jhana merupakan teman baru bagi kita. Sifat teman baru ini sangat halus dan baik, bertentangan dengan teman lama kita, panca nivarana. Sebagai umumnya teman dekat, ia akan berusaha menghalang-halangi kedekatan kita dengan teman baru kita, Jhana.
Yang menyebabkan kita tidak dapat mencapai ketenangan dan memegang objek adalah karena kita selalu ingin ‘berjumpa’ dengan ‘teman-teman-lama’ kita tadi ; panca-nivarana. Hal ini merupakan corak hukum alam.
Bila kita telah mencapai Jhana I maka kita harus rajin berlatih hingga mahir, supaya batin tidak goyah, jangan mundur dalam melatih Jhana dari latihan satu jam, dua jam, satu hari, dua hari, sampai dapat berlatih selama tujuh hari, dengan demikian kita dapat memegang Jhana dengan kuat.
PENCAPAIAN / KESUKSESAN SAMADHI ( SAMAPATI )
1. Kanika Samadhi
Artinya adalah ‘sedikit-perhatian’. Seringkali seseorang yang praktek samadhi dengan menggunakan salah satu objek, saat batin menjadi tenang, tiba-tiba pikiran mengembara kesana-kemari, kadang-kadang mengkhayal, tidak terlalu lama kemudian tenang kembali. Timbul rasa kegiuran terhadap objek samadhi, timbul kebahagiaan, tapi ia akan mengkhayal lagi, dan seterusnya. Kadang-kadang juga timbul rasa malas, singkatnya batin belum mantap. Kualitas samadhi yang seperti inilah yang disebut kanika-samadhi, bukan samapati, bukan merupakan suatu pencapaian kesuksesan samadhi. Intinya, anda belum mencapai apapun dalam samadhi anda.
2. Jhana
Jhana berarti terpusatnya pikiran dengan objek. Kaitannya dengan samapati, Jhana kesatu disebut Pathama-samapati, Jhana kedua disebut Dutiya-Samapati, Jhana ketiga disebut Tatiya-Samapati, demikian seterusnya sampai dengan Jhana VIII, yang disebut “Nevasannana sannayatana samapati”.
MEMASUKI JHANA
Upacara Samadhi ( Meditasi Tetangga )
Setelah perjuangan hebat kita, kita akan melalui masa-masa anda bergulat dalam ‘kanika-samadhi’. Kemudian anda mulai tenang, mulai bisa mencerap objek samadhi, saat inilah anda mulai memasuki Upacara Samadhi.
Upacara Samadhi ini disebut juga Upacara Jhana. Upacara Jhana adalah samadhi yang sudah mantap karena mendekati Jhana Pertama. Dalam tingkat Upacara Jhana ini seseorang sudah dapat memegang objek dalam waktu cukup lama, batin tenang dan merupakan dasar untuk melatih dibbacakkhu ( mata-dewa ). Ciri-ciri Upacara samadhi adalah terdapatnya unsur-unsur berikut ini :
1. Vitaka, yaitu saat dimana batin kita berusaha memegang objek meditasi. Bila objek meditasi kita adalah napas, misalnya, maka kita dapat memegang objek ini cukup lama dan pikiran tidak mengembara lagi kesana dan kesini.
2. Vicara, yaitu saat batin kita semakin dalam memegang / mencerap objek meditasi. Biasanya disini muncul gambaran-gambaran batin ( nimitta ) dari objek meditasi kita. Nimitta berubah-ubah atau muncul warna yang dapat menjadi besar atau kecil dan sebagainya tergantung dari nimitta kita. Bagaimana bentuk nimitta itu, tinggi atau rendahnya gambaran nimitta, batin tetap mengetahuinya, dan tidak terlepas dari kesadaran meditasi. Pada saat kita mengetahui dalam kasina atau mengetahui napas panjang dan napas pendek itulah yang disebut vitaka.
3. Piti, atau kegiuran batin. Batin tergiur dalam kesenangan, kegembiraan, batin kita merasa tenang dan menemukan kepuasan, seolah-olah batin menjadi terang, tubuh terasa ringan dan gembira. Kadang-kadang kita melihat warna yang muncul sepintas-sepintas atau kilat yang tidak begitu lama. Tanda-tanda ‘piti’ ada lima (5) macam =
1. Bulu roma kita berdiri ( merinding )
2. Keluar air mata tanpa sebab.
3. Tubuh menjadi seperti bergoncang.
4. Tubuh seperti melayang-layang terangkat naik, bahkan kadang-kadang bisa benar-benar terbang / melayang.
5. Kadang-kadang tubuh serasa menjadi besar, kecil, tinggi dan tubuh terasa ‘kosong’.
Salah satu dari kelima tanda tersebut dapat menjadi ciri-ciri piti. Saat muncul piti, meditasi kita akan semakin mantap.
4. Sukha, yaitu kebahagiaan yang dalam , kebahagiaan yang halus dan sukar ditemukan dalam kehidupan biasa dan tidak menimbulkan penderitaan. Kebahagiaan ini tidak disebabkan oleh sesuatu yang pernah kita alami, seperti misalnya kenangan-kenangan bersama orang yang dicintai, melainkan kebahagiaan tanpa penderitaan yang merupakan hasil dari meditasi, hasil dari tenang dan damainya batin kita yang telah mencerap objek samadhi dengan mantap.
Keempat hal diatas tersebut merupakan ciri bahwa kita telah mencapai ‘upacara-samadhi’.
Tingkat upacara samadhi ini adalah tingkat sebelum kita memasuki Jhana pertama. Dalam upacara-samadhi, kita hampir memasuki Jhana, telah tiba di pintu gerbang Jhana. Namun ini belum bisa disebut Jhana, karena belum lengkap untuk memenuhi syarat-syarat Jhana.
PATHAMA JHANA / PATHAMA SAMAPATI
Jhana I / Pathama-Jhana dapat kita ketahui dari tanda-tandanya sebagai berikut :
1. Vitaka, berusaha memegang objek. Semisal objek kita adalah napas, maka kita berusaha mencerap objek. Kita menyadari ‘ana’ dan ‘apana’; ‘nafas-masuk’ dan ‘nafas-keluar’.
2. Vicara, telah memegang objek dengan kuat. Adalah saat kita telah benar-benar memegang objek samadhi kita dengan kuat. Batin tidak lagi lari kesana-kemari. Anda telah menyadari ‘nafas-yang-indah’. Saat ini mulai muncul nimitta, atau ‘lambang’ dalam batin, berupa sinar-sinar, dan lain-lain. Tapi lambang itu bukan hasil pikiran yang melamun, tetapi karena kita semakin mantap berdiam dalam objek.
3. Piti, kegiuran. Yaitu perasaan senang pada objek, tergiur untuk lebih dalam mencerap objek. Batin kita tidak mau pergi kemana-mana, selain mencerap objek.
4. Sukha, kebahagiaan yang dalam. Ini adalah perasaan kebahagiaan yang timbul dari ketiga langkah pertama. Setelah muncul kegiuran batin, akan muncul kebahagiaan yang sangat dalam.
5. Ekagatta, pikiran yang telah terpusat. Batin kita telah terpusat sepenuhnya, mutlak, tidak bergeming sedetikpun dari objek samadhi kita. Tidak ada lagi lamunan-lamunan, tidak lagi memikirkan posisi duduk samadhi, kaki yang ngilu, punggung yang kaku, kejadian-kejadian di kantor, di kampung, dan lain-lain hal diluar objek samadhi kita.
Pada waktu memasuki Jhana Pertama kita masih dapat mendengar suara dari luar tetapi tetap masih dapat memegang objek dengan mantap, tidak goyah. Suara tersebut tidak dapat mengganggu meditasi sekalipun kita mendengarnya, batin bekerja dengan wajar seperti biasa.
Bila meditasi telah mencapai tingkat ini disebut telah mencapai Jhana I, yang artinya telah dapat memegang objek dengan kuat dan tidak terpengaruh suara-suara dari luar. Guru-guru meditasi menyatakan hal itu berarti bahwa batin dan jasmani telah mulai dapat dipisahkan.
Kebiasaan batin adalah menganalisa tubuh, misalnya pada waktu kita mendengar suara, maka batin ini ingin mengetahui suara apakah itu dan dari manakah suara itu. Pada tingkat Jhana I ini batin tidak ingin mengetahui tubuh, tetapi batin menjadi diam, batin hanya memegang satu objek, inilah yang disebut Jhana Pertama.
Kelima tanda-tanda / ciri-ciri Jhana I tersebut diatas muncul bersama-sama dalam pikiran atau batin kita, tetapi batin kita tetap dapat menguasainya. Apa saja yangmuncul dari kelima ciri-ciri tersebut dapat kita ketahui. Misal muncul vitaka, kita mengetahuinya sebagai vitaka, muncul vicara, kita mengetahuinya sebagai vicara, dan seterusnya.
RINTANGAN JHANA PERTAMA
Rintangan atau musuh yang berbahaya dalam Jhana pertama atau pathama samapati adalah suara, bila seseorang yang praktek meditasi dapat memegang objek, suara dari luar masih dapat didengar tetapi suara itu tidak dapat mengganggu konsentrasinya, maka ia telah masuk Jhana Pertama.
Tetapi kita jangan lupa, bahwa Jhana pertama ini adalah Jhana yang masih rendah, yang baru tahap awal berhasil kita capai. Jhana pertama ini mudah merosot atau hilang, bila batin kita dimabukkan oleh salah satu nivarana. Bila kita dapat menghalau nivarana maka Jhana akan muncul kembali.
Berkembang dan merosotnya Jhana tergantung bagaimana kita menghadapi rintangan batin (nivarana). Bila nivarana tidak muncul, maka batin menjadi sunyi dan tenang, sebaliknya jika nivarana muncul, maka Jhana akan lenyap.
Keadaan semacam ini juga berlaku bagi Jhana-jhana yang lain, yaitu dari Jhana kedua hingga Jhana kedelapan. Bila nivarana itu muncul dalam salah satu tingkat Jhana maka Jhana itu akan turun dan lenyap, oleh karena itu kita harus senantiasa penuh perhatian (sati) bilamana nivarana itu muncul dan menggoyahkan kemantapan samadhi kita.
DUTIYA JHANA / DUTIYA SAMAPATI
Jhana kedua ini memiliki tiga tanda-tanda sebagai berikut :
1. Piti, atau Kegiuran.
2. Sukha, atau Kegembiraan yang amat dalam.
3. Ekagatta, atau pikiran yang terpusat, batin seimbang.
Jhana kedua ini lanjutan Jhana pertama. Dalam Jhana ini telah dihilangkan vitaka dan vicara, yang ada hanyalah piti, sukha, dan ekagatta.
Seorang yogi yang telah memasuki Jhana kedua tidak dapat lagi merenungkan vitakka dan vicara. Bila ia masih dapat merenungkan vitakka dan vicara berarti masih pada Jhana kesatu.
Beberapa guru meditasi menyatakan untuk masuk Jhana kedua kita harus memotong vitaka dan vicara, tapi ini teorinya. Prakteknya sepertinya berbeda-beda, tergantung kemampuan masing-masing.
LENYAPNYA VITAKKA DAN VICARA
Menurut para yogi yang telah berpraktek, lenyapnya vitakka dan vicara yang benar bukanlah dilupakan atau tidak dipikirkan, tetapi yang memotong adalah hasil praktek hingga mencapai dutiya Jhana. Jika vitakka dan vicara ini lenyap tapi pikiran kita ‘mengembara’ kesana-kemari, itu bukannya telah mencapai Jhana II, tapi justru kita telah turun dari Jhana I ke ‘Kanika-Samadhi’,yaitu saat kita belum pula mencapai ‘upacara-samadhi’.
Para guru meditasi mengatakan bahwa orang yang akan meditasi hendaknya memilih salah satu objek. Objek itu sebagai batin kita agar batin kita menjadi pulau bagi pikiran, supaya pikiran tidak kemana-mana. Seperti melafalkan “ Bud – Dha “ disebut sebagai “PARIKAMMABHAVANA” ( pengembangan batin tingkat pendahuluan ), pada waktu melafalkan itu batin kita diikat oleh lafal “Bud – Dha”, hal ini dinamakan : VITAKKA. Bila batin kita mulai merenungkan lafal “Bud – Dha” yang kita ucapkan itu sudah benar atau masih salah, sudah sesuaikah dengan yang diajarkan Guru meditasi kita, maka hal ini disebut : VICARA.
Sedangkan dutiya Jhana ini memotong vitakka dan vicara dari Jhana pertama secara otomatis, sehingga yang ada adalah piti, sukha, dan ekagatta. Pikiran jadi terpusat dan tidak lari kemana-mana, melainkan merasa piti, sukha, dan menjaga objek dengan mantap. Jadi, objek meditasi masih tetap ada! Bedanya, kita sudah tidak berusaha mencerap dan mencerap terus-menerus, tapi sudah mantap tercerap dalam batin kita, sudah tidak ada usaha lagi. Nafas akan terasa pelan sekali, halus dan jelas tidak lagi mendengar suara dari luar, seperti sunyi kadang-kadang seseorang tidak lagi merasa bernafas atau tidak memiliki nafas padahal ia masih bernafas. Itulah ciri-ciri atau corak dari Jhana kedua.
RINTANGAN JHANA KEDUA ( DUTIYA JHANA )
Rintangan dalam Jhana kedua adalah vitaka dan vicara. Pada saat batin kita dalam samadhi tingkat dutiya Jhana itu, kadang2 kita merasa khawatir apakah sudah masuk dutiya Jhana atau belum, dengan demikian batin akan turun dan masuk Jhana kesatu yang masih merenungkan objek ( vicara ). Jangan melepaskan perhatian ( sati ). Kita harus memegang dutiya Jhana dengan mantap. Berlatihlah memegang Jhana dengan kuat hingga ahli betul.
HASIL DARI JHANA KEDUA
Semua Jhana diatas merupakan hasil dari meditasi, menjadikan pikiran kita memiliki sati sampajanna dengan sempurna. Disaat bekerja kita jadi memiliki ingatan yang baik, tidak ada keragu-raguan lagi dalam batin, merupakan objek yang terbaik untuk memeriksa saraf. Selain itu pada waktu hampir meninggal dunia masih memiliki sati sampajanna yang baik tidak akan merasa bingung.
Bila seorang Yogi meninggal didalam Jhana ia akan memperoleh hasil sebagai berikut :
1. Dutiya Jhana yang masih Kasar, bila meninggal dunia akan terlahir kembali dialam Brahma tingkat IV.
2. Dutiya Jhana menengah, bila meninggal dunia ia akan terlahir dialam Brahma tingkat V.
3. Dutiya Jhana yang halus / tinggi, bila meninggal dunia ia akan terlahir di alam Brahma tingkat VI.
Bila dapat memegang objek dutiya Jhana itu maka akan dapat digunakan dalam vipassana Jhana, dapat menghancurkan nafsu dengan lebih cepat dibanding dengan Jhana pertama yang masih mudah ‘goyah’. Bila dikembangkan dapat diharapkan menjadi seorang Brahmacari dalam kehidupan sekarang, tentunya kalau memiliki semangat yang baik mempraktekkan ajaran Sang Buddha dengan benar dan mempraktekkan Jalan-Tengah.
JHANA KETIGA ( TATIYA-JHANA / TATIYA SAMAPATI )
Ciri-ciri Jhana ketiga yaitu terdapatnya ( dan hanya terdapatnya ) faktor-faktor berikut ini :
1. Sukha, atau kegembiraan yang dalam tanpa kegiuran.
2. Ekagatta, pikiran yang terpusat kuat, batin dan jasmani dapat dibedakan.
Corak Jhana ketiga ini adalah batin yang sudah melepaskan piti dari Jhana kedua. Bila batin sudah masuk Jhana ketiga ini sudah tidak lagi merasakan bulu roma berdiri, mengeluarkan air mata, tubuh terasa ringan, tubuh bergoyang tetapi rasanya seperti diikat dengan kuat, seperti kayu yang ditancapkan ke tanah dengan kuat dan tidak tergoyahkan. Kita harus ahli dalam Jhana kedua, dengan tanpa merenungkan lagi.
Bila kita masih mendengar suara dari luar dan terpengaruh maka kita belum mencapai Jhana ketiga, melainkan masih dalam Jhana kesatu.
Dalam Jhana kedua suara hampir tidak kedengaran lagi, karena batin tidak menerima suara itu dan nafas terasa halus sekali.
Dalam Jhana ketiga kita masih mengetahui nafas tapi nafas itu halus sekali hampir tidak ada nafas, objek yang ada lebih mantap dari Jhana kedua. Ciri-ciri seperti ini adalah ciri-ciri Jhana ketiga.
Setelah kita berhasil sampai pada Jhana ketiga kita harus berlatih terus-menerus sehingga menjadi ahli dalam keluar-masuknya Jhana.
RINTANGAN DALAM JHANA KETIGA
Kegiuran pada objek (piti) adalah musuh yang berbahaya bagi Jhana ketiga, karena pada Jhana ketiga piti ini harus sudah tidak ada. Bila kita masih merasakan piti berarti batin turun pada Jhana kedua. Dalam Jhana ketiga kita harus memegang sati-sampajanna dengan kuat, jangan sampai tergoyah oleh Jhana lain karena hal ini membahayakan Jhana ketiga.
HASIL JHANA KETIGA
Bila kita bisa memegang Jhana ketiga sampai saat kematian tubuh kita, kita tidak akan lagi merasakan kebingungan, ingatan kita menjadi kuat, kita tidak akan pernah lagi menjadi pelupa.
Kita akan selalu bergembira setiap saat seakan tidak ada lagi penderitaan dalam hidup kita, dan wajah kita akan senantiasa terlihat cerah. Sesudah mati Jhana ini akan menolong kelahiran kembali di alam Brahma.
1. Jhana ketiga yang masih kasar, bila meninggal dunia akan terlahir kembali di alam Brahma tingkat tujuh.
2. Jhana ketiga ‘tingkat-menengah’, yang semakin halus, bila kita meninggal dunia akan bertumimbal lahir di alam Brahma tingkat delapan.
3. Jhana ketiga yang sudah halus, bila kita meninggal dunia akan terlahir kembali di alam Brahma tingkat sembilan.
Jhana ketiga ini masih merupakan lokiya-Jhana, juga dapat digunakan untuk vipassanannana. Jhana ketiga ini akan menjadi kekuatan dalam vipassanannana untuk menghancurkan nafsu, dapat mencapai kesuksesan tertinggi dalam hidup ini. Ini adalah hasil dari Jhana ketiga yang kita terima baik dalam kehidupan sekarang maupun dalam kehidupan mendatang.
JHANA KEEMPAT ( CATUTTHA JHANA / CATUTTHA SAMAPATI )
Jhana keempat memiliki dua ciri, yaitu :
1. Ekagatta, batin yang terpusat penuh pada objek.
2. Upekkha, Batin yang seimbang, tidak lagi goyah akan perasaan senang tidak senang, suka dan dukkha, tidak resah, gelisah, tidak takut juga tidak gembira yang meluap-luap.
CIRI-CIRI YOGI YANG MENCAPAI JHANA KEEMPAT
Bila seseorang yang mempraktekkan meditasi telah mencapai Jhana keempat maka akan muncul tanda-tanda yang dapat dirasakan sebagai berikut :
1. Tidak lagi merasakan munculnya nafas seperti keadaan dalam Jhana-Jhana lain. Dalam Jhana-jhana lain selain Jhana IV, nafas sangat halus ( semakin meningkat Jhana kita, semakin halus nafas kita ), tapi dalam Jhana IV, nafas mutlak berhenti. Dalam Visudhi Magga dikatakan bahwa tidak ada nafas, tetapi kadang-kadang para guru meditasi mengatakan masih ada nafas hanya saja nafas itu sangat halus sehingga kita tidak dapat merasakan adanya nafas. Dalam Visuddhi Magga dikatakan empat jenis orang yang tanpa nafas :
a. Orang Mati.
b. Orang yang menyelam kedalam air ( tanpa bantuan alat pernapasan ).
c. Bayi yang Masih dalam kandungan.
d. Seorang Yogi yang telah masuk dalam Jhana IV.
Dalam Jhana IV kita mutlak tidak bernapas. Bila kita merasakan telah tidak bernapas, berarti kita telah masuk dalam Jhana IV. Pada saat memegang objek dalam Jhana IV, seorang yogi tidak lagi merasakan munculnya napas. Dalam keadaan seperti ini biasanya seorang Yogi pemula akan merasa takut dan gelisah menyangka dirinya sudah mati karena tidak bernafas. Kemudian ia akan mencari nafas. Bila kita mencari nafas maka kita akan turun sedikit dari Jhana keempat kemudian kita akan merasakan nafas yang sangat halus pada hidung kita.
2. Bila kita masuk Jhana IV kita akan merasakan ketenangan yang amat dalam yang tidak disebabkan dari luar, tanpa suara, dan lepas dari sukha, telah memadamkan dukha tubuh (tidak merasa kesulitan lagi). Jhana IV ini lebih tenang dari Jhana yang lain, merasa tanpa tubuh (kaya) artinya batin seperti terpisah dengan tubuh, tetapi tetap mengetahui seandainya tubuh ini digigit nyamuk, dimakan binatang atau bahkan tubuhnya dihancurkan tetapi batin tetap pada Jhana keempat, kaya (tubuh) dan citta (batin) telah sungguh-sungguh dipisahkan. Sesungguhnya napas masih ada, tubuh ini masih bekerja sebagaimana mestinya, tubuh ini masih dapat berjalan dan sebagainya, tetapi citta tidak lagi menanggapi aktivitas tubuh ( segala rangsangan dari tubuh ).
RINTANGAN JHANA KEEMPAT
Rintangan yang paling berbahaya bagi kemantapan samadhi kita dalam Jhana IV adalah napas. Bila kita masih mengetahui atau merasa bernafas sewaktu berada dalam Jhana keempat berarti kita sudah turun dari Jhana keempat. Sebaiknya kita tidak perlu memperhatikan napas ada atau tidak ada.
HASIL JHANA KEEMPAT
Seorang Yogi yang telah berhasil mencapai Jhana keempat dalam hidupnya akan selalu berbahagia sepanjang hari. Bila ada problem dalam diri sendiri, ia akan menyelesaikannya dengan cara yang aneh atau cara yang luar biasa.
Bila kita memiliki Jhana IV kita akan memperoleh tiga ilmu, yaitu :
a. Enam Kekuatan batin ( Chalabhinna ).
b. Abhisembhidanana.
c. Patisambhidanana.
Bila kita menghendakinya akan mudah untuk mencapainya. Jhana keempat ini dapat dijadikan kekuatan dalam vipassanananna dan dapat untuk mengikis habis kekotoran batin atau nafsu-nafsu paling lama dalam waktu tujuh hari.
Bila kita mengembangkan vipassanannana, kemudian memegang Jhana IV ini dengan baik, sampai saat-saat kematiannya, akan terlahir di alam Brahma tingkat ke-10 atau tingkat ke-11.
RUPA JHANA DAN ARUPA JHANA
Jhana-Jhana tersebut diatas adalah RUPA-JHANA atau RUPA-SAMAPATI. Bila belum mencapai Magga atau Phala, maka disebut LOKIYA-JHANA atau LOKIYA-SAMAPATI. Bila kita mengembangkan vipassanannana sampai mencapai kesuksesan ( dari tingkat sotapana sampai arahat ) disebut LOKUTTARA JHANA atau LOKUTTARA SAMAPATI. Kata Lokuttara terdiri dari dua suku kata, yaitu Loka ( dunia ) dan Uttara ( mengatasi, terbebas ). Jadi, lokuttara berarti mengatasi/terbebas dari keduniawian, orang yang telah mencapai lokuttaranana berarti orang yang telah terbebas dari/mengatasi keduniawian.
Semua itu merupakan RUPA-JHANA karena ada bentuk yang menjadi objek, sesuai dengan namanya kesuksesan (samapati) maka dikatakan RUPA-SAMAPATI. Untuk ARUPA-JHANA dapat dibagi menjadi empat, yaitu :
1. Akasanancayatana-Jhana, adalah keadaan dari konsepsi ruang tanpa batas.
2. Vinnananancayatana-Jhana, adalah keadaan dari konsepsi kesadaran-tanpa-batas.
3. Akincannayatana-Jhana, adalah keadaan dari konsepsi kekosongan.
4. Nevasannanasannayatana-Jhana adalah keadaan dari konsepsi pencerapan bukan pula tanpa-pencerapan.
Empat macam Jhana ini disebut ARUPA-JHANA atau ARUPA-SAMAPATI karena dikembangkan dengan tanpa bentuk atau RUPA. Maka Jhana atau samapati ada delapan, yaitu empat Rupa-Jhana / Rupa-Samapati dan empat Arupa-Jhana / Arupa-Samapati.
HASIL SAMAPATI :
1. NIRODHA SAMAPATI
Ini merupakan kesuksesan yang sangat sulit diraih. Kita harus memiliki waktu yang tepat untuk melaksanakannya, sebab untuk masuk berdiam dalam nirodha-samapati paling sedikit selama tujuh (7) hari dan maksimal lima belas (15) hari.
Siapa saja yang memberikan dana pada seseorang yang telah keluar dari Nirodha-Samapati, hasilnya akan diterima pada saat itu juga. Misalnya yang berdana orang miskin, dalam waktu dekat akan menjadi orang kaya. Bila yang berdana adalah seseorang yang sedang dalam kesulitan atau mempunyai problem yang sulit dipecahkan, maka hari itu juga persoalan atau kesulitan dapat dipecahkan/diselesaikan.
2. BALA SAMAPATI
Khusus bagi orang suci dapat keluar dan masuk bala samapati setiap saat, tidak memerlukan waktu yang lama, siapa saja yang berdana pada orang yang baru keluar dari bala samapati akan hidup dengan lancar, artinya memperoleh berkah dalam hidupnya.
Jhana samapati, bagi orang yang berdana atau berbuat baik pada orang yang baru keluar dari Jhana samapati, maka ia akan maju atau mendapat kemajuan dalam hidupnya, tidak mengalamai kemunduran atau kemerosotan dalam hidupnya yang sekarang.
KEKUATAN (BALA) KESUKSESESAN / PENCAPAIAN (SAMAPATI)
Bala Samapati berati mencapai kesuksesan sesuai dengan hasil yang diterima dalam kesuksesan. Bala Samapati ini hanya diperuntukkan khusus bagi orang suci (ariya) dari tingkat sotapana sampai arahat. Bagi seorang ariya yang belum mencapai delapan kesuksesan, ia tidak dapat masuk berdiam dalam NIRODHA SAMAPATI. Tetapi ia dapat mencapai BALA SAMAPATI sesuai dengan tingkat kesuciannya, tetapi bukan mencapai delapan kesuksesan. Seorang Sotapana,Sakadagami, Anagami, Arahat, bila masuk/mencapai Jhana tersebut dapat diakatakan masuk/mencapai Bala Samapati.
Seorang yang bukan suci (ariya) bila mencapai / masuk Jhana atau samapati tersebut dikatakan masuk/mencapai Jhana saja.
Karena tanpa mencapai hasil, kesucian (Magga, Phala), hasil yang diperoleh orang-orang suci tidaklah sama dengan yang diperoleh orang biasa, yang belum suci. Tetapi dilihat dari sifatnya (kesucian) tetap sama. Sedangkan yang membedakan hanyalah antara “Yang-Ariya” dan bukan-Ariya.
NIRODHA SAMAPATI
Seorang yang masuk/berdiam dalam Nirodha-Samapati adalah orang yang telah mencapai kesucian ( Ariya-Puggala ) pada tingkat kesucian anagami atau arahat dan ia harus memiliki delapan tingkatan samapati (kesuksesan) dalam lokiya Jhana. Bagi orang yang telah mencapai tingkatan kesucian yang lebih rendah dari anagami tidak dapat masuk/berdiam dalam nirodha samapati, sekalipun telah mencapai delapan tingkatan samapati. Hal ini sudah merupakan hukum alam. Seseorang yang telah mencapai kesucian dan yang dapat masuk/berdiam dalam NIRODHA SAMAPATI adalah orang suci tingkat ANAGAMI dan ARAHAT, tetapi yang tingkat kesuciannya lebih rendah dari tingkat kesucian ANAGAMI adalah yang tidak dapat berdiam dalam Nirodha Samapati.
Demikian wacana Samadhi-Benar ini telah saya paparkan. Semoga membawa manfaat bagi anda semua, yang tertarik melatih diri , menempa diri dalam ‘samadhi’.
SEMOGA SEMUA MAKHLUK BERBAHAGIA DAN TERBEBAS…
Salam Damai dan Cinta Kasih.
– RATNA KUMARA / RATYA MARDIKA –
Semarang-Barat, Jumat 08 Agustus 2008
ratanakumaro said
Salam Damai dan Cinta Kasih… ,
Komentar “Lare-Dusun” saya pindah kesini, karena tulisan “Samadhi-Benar” sekarang saya ubah jadi halaman tersendiri :
” Mas Ratna…,
Ijin ngopy yang bagian ini nggih… .”
( Lare Dusun, 27 November 2008 )
———————————
Komentar saya : Silakan Mas, memang tujuan tulisan2 disini untuk dibagi2kan kepada siapapun yang membaca dan memetik manfaat darinya… .
Salam Damai dan Cinta Kasih… ,
“Semoga Semua Makhluk Berbahagia dan Terbebas dari Semua Penderitaan!”
Guh said
yang dimaksud “samatha” yang mana ya? maaf saya pake fitur search dan di halaman yang panjang ini tidak menemukannya.
RATNA KUMARA said
Salam Sdr.Guh…,
Samatha = Ketenangan… , meditasi untuk mencapai “Jhana”…,
Ya halaman inilah petunjuk praktisnya… Selamat berlatih!!
“Semoga Semua Makhluk Berbahagia!”
Guh said
Oooow… seperti agama saya juga ternyata, banyak istilah religius asing yang bikin kehilangan arah 😛 *becanda*
terimakasih, ntar saya baca-baca.
Andi Kusnadi said
Saya ingin bertanya tentang pencapaian kebebasan.
Di bagian 1 dikatakan…harus punya jhana 1
Di bagian 2 dikatakan…bisa langsung melakukan vipassana.
Hal ini membuat saya bingung, tak mungkin kedua pernyataan ini benar. Sepengetahuan saya dalam vipassana hanya diperlukan konsentrasi sesaat (khanika-samadhi), sedangkan jhana harus dicapai dengan appana-samadhi. Bila hal ini benar maka untuk berlatih mdts vipassana guna mencapai kebebasan tidak harus memiliki jhana.
Mohon penjelasannya. Salam metta untuk semua…
———————————————–
Namo Buddhaya… ,
Memang , ada dua pendapat :
1. untuk mempraktekkan Vipassana-Bhavana , tidak memerlukan pencapaian Jhana.
2. Untuk mempraktekkan vipassana-bhvana, tetap memerlukan pencapaian Jhana.
Menurut yang saya pelajari, praktek Sukha-vipassako, dilakukan dengan terlebih dulu memiliki pencapaian Jhana I.
Metoda ini diajarkan Sang Buddha bagi para siswanya yang kesulitan mencapai Jhana lebih dari Jhana I.
Pentingnya Jhana I dalam praktek Sukha-vipassako adalah =
1. Dengan kekuatan Jhana I ini, kita dapat memotong / membersihkan batin dari “Panca-Nivarana” ( lima rintangan2 batin ) : seperti keserakahan, kemarahan, dendam , dll ( sudah saya jelaskan diatas, dan pastinya anda sudah mengetahui hal ini ).
Bila seseorang belum mencapai Jhana I, maka sedikit banyak , kondisi batinnya masih terombang-ambingkan oleh “Panca-Nivarana” ini. Ketika kita masih dalam taraf Kanika-Samadhi, maka batin kita masih sangat mudah digoyahkan oleh Panca-Nivarana ini. Jhana I mengambil peran yang sangat besar dalam memotong nivarana ini.
2. Seseorang yang belum mencapai Jhana I, ketika ia mempraktekkan vipassana-bhavana, penembusan terhadap tilakkhana ( tiga karakteristik ; anicca,dukkha, anatta ), pada dasaranya, masih bersifat pada “kulit”-nya saja. Sedangkan seseorang yang telah mencapai Jhana, ia mampu menembus tilakhana ini dengan lebih jelas. Apalagi jika seseorang telah mahir dalam Rupa-Jhana, maka ia akan mampu menembus anicca-dukkha-anatta ini lebih dalam lagi, karena ia telah melihat bahwa dalam alam semesta ini, termasuk dirinya sendiri, tidak ada sesuatu yang disebut “mutlak”, karena bahkan tubuhnya sendiri merupakan paduan dari unsur2 terkecil ( rupa-kalapa ) , yang tidak stabil, yang dalam ilmu pengetahuan modern disebut “atom”.
Mungkin dalam tulisan saya diatas ada kurang penjelasan, sehingga terkesan “membingungkan”. Maaf, akan saya perbaiki.
Demikian, jadi, pendapat saya ( yang saya peroleh dari hasil belajar dan juga praktek ), pencapaian Jhana I tetap merupakan syarat minimal bagi keberhasilan praktek vipassana-bhavana. Dengan kekuatan konsentrasi / ketenangan yang kita peroleh, kita jadi lebih bisa melihat dengan “jernih” semuanya apa adanya, batin lebih kuat, lebih kokoh.
—————————————————————–
Andi Kusnadi
======================================
Saya kutip dari tulisan di atas.
Bagian 1.
“Bila seseorang yang baru menempuh ‘kehidupan’ Samadhi dan ingin mempraktekkan ‘vipassana’ ( Samadhi ‘pandangan-terangan’ ), maka ia harus bisa mencapai ketenangan pertama (Jhana I)… ini merupakan HUKUM MUTLAK.”
Bagian 2.
“Jalan Pembebasan
Ada dua ( 2 ) jalan menuju kesucian, yaitu :
1. Sukha-vipassako.
2. Melalui pencapaian Jhana dari Jhana I hingga Jhana VIII kemudian turun tahap demi tahap sampai Jhana I untuk kemudian masuk ke vipassana bhavana.”
Sukha vipassako adalah ajaran khusus yang diberikan Sang Buddha bagi orang-orang yang kesulitan mencapai Jhana .
——————————————
Ya, mungkin kekeliruan pada kalimat terakhir. Seharusnya saya menuliskan sbb. =
Sukha vipassako adalah ajaran khusus yang diberikan Sang Buddha bagi orang2 yang kesulitan menyempurnakan latihan keempat Rupa-Jhana, sehingga, Jhana yang dibutuhkan hanyalah Jhana I.
Beberapa pendapat, mengatakan, bahwa vipassana-bhavana hanya memerlukan tingkat ketenangan “upacara-samadhi”. Namun pendapat saya pribadi, sebagai hasil belajar dan praktek, tetaplah diperlukan pencapaian Jhana I demi kesuksesan meditasi vipassana kita. Kita harus mengingat ajaran Sang Buddha, “Ariya Athangika Magga”, dimana didalamnya, bahwa selain “Samma-Sati” (Ruas ketujuh), yang terdiri dari latihan2 vipassana-bhavana, juga terdapat “Samma-Samadhi” ( Ruas kedelapan ) yang merupakan latihan pencapaian Jhana-Jhana ( Rupa-Jhana dan Arupa-Jhana ).
Sekian penjelasan dari saya, semoga bermanfaat… .Mohon maaf jika ada kekeliruan… .
Terimakasih atas kunjungan dan sharingnya serta masukan2nya… .
Salam Damai dan Cinta Kasih… ,
“May All Beings be Well,
May All Beings be Free,
May All Beings Attain Enlightenment!”
“Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta!”
tomyarjunanto said
Dalam meditasi & kontemplasi,
Dengan menggunakan fantasi seperti anak kecil,
Kita mencapai kenyataan-kenyataan jauh melampaui fantasi
Kenyataan misteri…..
Kenyataan mistik…….
Love me & you will see my beauty
———————————
Salam Damai dan Cinta Kasih…,
Wah Mas Tommy, sepertinya yang anda ungkapkan ini sudut pandang menarik tentang meditasi… .
Sebab, kalau dalam Buddhisme, ber-samadhi justru tidak menggunakan “fantasi”…,
Kalau samatha-bhavana, kita melatih ketenangan, dengan memusatkan perhatian pada satu objek.
Kalau dalam vipassana-bhavana, kita melatih “pandangan-cerah”, mengenali ketiga karakteristik dunia : tidak-kekal, duka, tanpa-aku… .
Mungkin mas Tommy bisa memaparkan / berbagi mengenai meditasi yang panjenengan singgung diatas ? Pasti akan menjadi tambahan wawasan yang menarik bagi kami disini… .
Salam Damai dan Cinta Kasih… .
“May All Beings Attain Enlightenmet!”
phang said
dear Bro Ratna Kumara,
—————————-
Salam Damai dan Cinta Kasih… ,
—————————-
Saya mau nanya tentang meditasi mencapai jhana…kita ambil objek meditasi anapannasati….apakah dg anapannasati kita bisa mengolah nimitta yang muncul?..terus biasanya butuh wkt berapa lama untuk bisa sampai jhana?..
—————————–
Dengan anapanassati kita bisa mengolah nimitta yang muncul.
Nimitta yang muncul berupa sinar-sinar / cahaya ( mungkin ada beberapa yang merasa mempunyai nimitta seperti “bintang” ), kemudian bisa kita mampatkan, kita ubah ukurannya, kita ubah warnanya sekehendak kita, hingga menjadi bening… .
Mengenai berapa lama melewati upacara samadhi dan mencapai Jhana I, tergantung pribadi masing-masing.
Pada beberapa orang, untuk sampai pada titik pencapaian Jhana I ada yang membutuhkan waktu 2-3 jam.
Mungkin menurut pendapat saya, ini tergantung kamma kita, paramitha kita, tergantung latihan2 kita… .
———————————
Thanks,
Phang
———————————
Terimakasih kembali, sudah sudi mengunjungi rumah sederhana ini yang belumlah layak disebut “rumah-Buddhis” sejati, karena saya juga seorang siswa, yang hanya ber-citta membagi-bagikan dhamma yang saya pelajari dan yang saya pahami dengan segala keterbatasan saya… .
Salam Damai dan Cinta Kasih…,
“May All Beings Be Well and Attain Enlightenmet!”
tomy said
ada banyak cara meditasi Kangmas 😀
melalui penyadaran tubuh, kontemplasi dengan kisah dalam kitab suci, juga dengan fantasi
saya mengambil kisah dari India kalau tidak salah, tentang seorang anak yang harus melewati hutan untuk sampai ke sekolah. agar tidak takut orangtuanya menyuruh anak itu untuk minta perlindungan kepada kakak Khrisna. Kangmas pasti sudah tahu ceritanya khan. nah keajaiban sering datang kepada diri kita namun tak pernah kita sadari, perlu cara pandang seorang anak kecil ketakjuban anak kecil ketika melihat hidup ini tanpa dibelenggu oleh berbagai konsep dan persepsi
phang said
Anumodana atas jawabannya..
Saya baru mulai meditasi lagi setiap pagi…dan sktr 1.5 jam.. biasanya cuma muncul cahaya2 tetapi ketika saya fokus ke cahaya tersebut cahaya terang tersebut berubah warna kadang jd merah..terus hijau…dan setelah itu hilang.. terus fokus ke napas lagi…tidak lama kemudian muncul lagi tetapi cepat hilang.. apakah state ini di upacara samadhi?…
Saya masih bisa merasakan napas saya cuma rasanya wkt muncul cahaya…apakah cahaya yg muncul itu ilusi saja?…wkt muncul cahaya terang biasa rasanya agak kaget sehingga napas jd cepat rasanya…
Salam Metta,
Semua semua makhluk mencapai pencerahan..
ratanakumaro said
Salam Damai dan Cinta Kasih…,
@ mas Tommy ;
Mm.., paham… Temen saya yang mantan Frater, pernah bercerita kepada saya bagaimana ia dulu berkontemplasi selama masih menjadi seorang Frater.
@ Phang ;
1. Yang anda paparkan pada paragraf pertama adalah state “kanika-samadhi”.
2. Cahaya2 yang muncul ( nimitta ), merupakan refleksi batin kita sendiri. Itulah sebabnya mengapa pengalaman meditator berbeda-beda, nimitta yang muncul berbeda-beda, meskipun sama-sama berlatih anapanassati.
Salam Metta,
Semoga Semua makhluk Berbahagia.. .
LUKMAN said
Ada pendapat bahwa untuk mencapai Jhana harus merupakan makhluk tihetuka.Bagaimana jika belum mencapai itu , apakah tidak mungkin untuk mencapai Jhana 1 ???
——————————————–
Pattanumodana atas komentar Sdr. Lukman…,
Sungguh ini merupakan komentar yang sangat berbobot. Saya yakin, ketika anda memulai berniat mengajukan komentar ini telah timbul kusala-mano-kamma (perbuatan
melalui pintu indera pikiran yang bermanfaat/baik) — kemudian dilanjutkan dengan timbulnya
kusala-kaya-kamma, yaitu ketika Sdr.Lukman mulai mengetik kata demi kata pada keyboard saudara…
Komentar luar biasa dari Saudara ini menginspirasi bagi saya, agar suatu kali nanti menuliskan mengenai kedua-belas (12) jenis Puggala ( makhluk ), dari Putthujjana ( awam, yang masih dikendalikan oleh kilesa/kotoran batin ), hinga Ariya ( yang telah merealisasi kesucian ).
Pertama mari kita membahas mengenai kesadaran ( citta ) ;
Kesadaran/citta :
1. tidak baik (akusala citta)
2. baik (kusala citta)
3. Hasil/vipaka
4. Kiriya
Titik utama yang kita bahas disini adalah “Akusala citta” dan “Kusala Citta”.
Akusala citta : kesadaran yang mengandung unsure yang tidak baik (di sebut juga Ahetu ; a= tanpa ; hetu = akar ) yaitu :
1. Lobha (keserakahan)
2. Dosa (Kebencian)
3. Moha (Kegelapan batin)
Kusala Citta : kesadaran yang mengandung akar yang baik ( hetu ), yaitu :
1. Alobha (tidak serakah)
2. Adosa (tidak benci)
3. Amoha (tidak gelap batin/kebijaksanaan/panna)
Berbicara tentang hetu (akar) ~ ada dua jenis :
1. DVIHETUKA ( dvi = dua ; hetu = akar )
Dvihetuka adalah perbuatan yang cetana-cetasika dilandasi dengan: alobha & adosa
(2 hetu/akar).
Makhluk ini terlahir akibat kesadaran tumimbal lahir yang dihasilkan dari perbuatan Alobha dan Adosa (dvihetu). Contoh konkrit perbuatan yang didasarkan oleh dvi-hatu adalah , disaat seseorang berdana, ia hanya sekedar berdana, tanpa didasari oleh kebijaksanaan ( Panna ) dan pengetahuan mengenai kamma-vipaka ( kamma = kehendak / perbuatan ; vipaka = buah ) . Bila terlahir sebagai manusia, maka dvihetuka puggala terlahir sebagai manusia biasa, tanpa menderita cacat.
2. Dan ; TIHETUKA ( ti = tri = tiga ; hetu = akar ) ,merupakan perbuatan yang cetana-cetasika dilandasi dengan: alobha, adosa, & disertai dengan amoha .
Contoh konkrit dari perbuatan yang didasari ti-hetu adalah jika perbuatan itu disertai pengertian benar akan kamma & konsekuensinya (kammasakata-ñana). Ketika ia berdana, ia akan mengawali niatnya dengan penuh kebahagiaan, dan mengakhiri perbuatan bajiknya itu dengan penuh kebahagiaan pula, serta melewatkannya dengan penuh kebahagiaan pula, dan mengerti atas konsekuensi dari setiap bentukan-bentukan mental tersebut.
Dvi-hetuka, tidak akan memiliki potensi untuk mencapai Jhana ; karena pra-syarat pengkondisiannya tidak ada, yaitu : PANNA.
Sedangkan ti-hetuka-puggala, mempunyai energi potensial menjadi makhluk dengan
ñana-sampayutta mahavipaka citta (bermuatan pañña). Dengan kualitas bathin sedemikian; ti-hetuka-puggala berpotensi besar utk menggapai jhana (kusala-garuka-kamma) bahkan magga; tentunya jika senantiasa serius & berkesinambungan praktik Samatha Bhavana (jhana2) & Vipassana Bhavana (ñana2).
Jadi, benar sekali jika dikatakan, bahwa hanya TIHETUKA-PUGGALA saja yang bisa menggapai Jhana, selain jenis makhluk ini, tidak ada yang bisa menggapai Jhana. Berkenaan dengan Panna, maka bukan sekedar pengetahuan intelektual semata, tetapi lebih kepada kematangan batin kita.
Demikian sharing dari saya…,
Anumodana,
Mettacittena… .
_/\_:lotus:
kangBoed said
Mohon Maaf mas Ratna Kumara petunjuk pituduhnya terlalu berat buat saya, otak tambah botol mas, saya belum mampu mengikutinya mas harus dari yang ringan dan mudah dulu kali ya mas, he he he jadi malu
Love & Peace
ratanakumaro said
“Hidup adalah saat ini… ,
Usah risaukan detik demi detik yang telah berlalu,
Usah cemas akan detik demi detik yang akan datang nan tak pasti,
Hiduplah pada saat ini,
Perhatikanlah segala gerak tubuh dan batinmu,
Arahkanlah ke arah yang baik dan benar,
Surga dan neraka, tidak ada di masa lalu,
Surga dan neraka, tidak ada pula di masa depan,
Surga dan neraka ; ADALAH SAAT INI… .
Jika surga ada di masa lalu, maka kita sudah tidak mungkin lagi menggapainya… ,
Jika surga ada di masa depan, kita belum tentu akan menggapainya… ,
Namun, surga adalah saat ini,
Saat hati dan batin ini, senantiasa berbahagia,
Saat pikiran, ucapan , dan perbuatan,
Senantiasa mendendangkan kebajikan, kebenaran, keselamatan… .”
————————-
Puisi ini saya persembahkan untuk anda2 semua, para pengunjung blog ini… .
Mas “kangBoed”…, jangan begitu… .
Inilah gunanya hidup ; hidup untuk latihan memurnikan diri… . Batin kita ini “yogabhumi”, tempat melatih diri.
Jatuh…Bangun…Jatuh…Bangun kembali, begitu seterusnya… .
Inilah latihan mas… .
Terimakasih… ,
Salam Damai dan Cinta Kasih,
“Semoga Semua Makhluk Hidup Berbahagia!”
kangBoed said
he.. he.. he.. nah kalo yang ini sependapat mas, surga ada dalam kedamaian hati ketenteraman jiwa dan kehalusan gelombang rahsa, dalam kesejatian, bukan dari harta benda dan duniawi, banyak yang salah kaprah ya mas, korupsi tumpuk duit wah banyak deh macamnya baru sedikit kurang terus putar otak biar nambah begitu banyak kebingungan mo di simpan dimana, mo di bank takut KPK, mo dikolong tempat tidur takut maling akhirnya belum sempat dinikmati jantungnya dah kumat duluan, belum nikmati dah dipenjara hidup macam apa ya mas ?
kalo disini aja tak pernah merasakan surga apalagi nanti, demikian sebaliknya kurang lebih begitu ya mas ?
Dalam keseharian mas ratna saya mencoba untuk memisahkan lahir dan batin, fisik bagiannya akal pikiran, batin bagiannya Yang Maha Batin,, apapun masalah persoalan lahir yang dihadapi selesaikan dengan pikiran jangan sampai menggetarkan hati biarkan hati kita tetap tenang, hening, heneng ,
Hidup adalah sebuah pemurnian hati penyucian nurani, itulah pemurnian cinta pemurnian iman, mungkin bisa di tambahkan mas…..
Tahun 2004 saya pernah membayangkan terjadinya pertemuan lintas agama membicarakan kesejatian, eh malah disini di internet yang kadang gambaran awam kurang baik saya banyak menemukan Sahabat Sejati Kang Masku yang guanteng mas Sabda Langit, mas PJ, mas Ngabehi dan mas Ratna Kumara, gak nyangka lho mas, he.. he.. botol beneran ini sih gagap teknologi mas…
Love & Peace
ratanakumaro said
Salam Damai dan Cinta Kasih… ,
———————————-
Tahun 2004 saya pernah membayangkan terjadinya pertemuan lintas agama membicarakan kesejatian, eh malah disini di internet yang kadang gambaran awam kurang baik saya banyak menemukan Sahabat Sejati Kang Masku yang guanteng mas Sabda Langit, mas PJ, mas Ngabehi dan mas Ratna Kumara, gak nyangka lho mas, he.. he.. botol beneran ini sih gagap teknologi mas…
———————————
Semoga semuanya hidup rukun, berbahagia, damai, sejahtera, sentausa… .
Maturnuwun mas… .
Wen Lung Shan ~ ( RED ) said
Namo Buddhaya,
~~~~~~~~~~~~~~~
Namo Buddhaya… 😉
~~~~~~~~~~~~~~~
Saya cuma mau tanya tentang Mas Ratanakumara. Anda praktisi Samadhi?
~~~~~~~~~~~~~~~
Emm…, semestinya demikian…,
Semestinya, setiap siswa Sang Buddha senantiasa mengembangkan, merawat, menyempurnakan ; SILA, SAMADHI dan PANNA.
~~~~~~~~~~~~~~~
Bila ya, praktik Samatha dengan obyek apa?
~~~~~~~~~~~~~~~
Anapannasati, juga sesekali Tejo Kasina 😉
~~~~~~~~~~~~~~~
BIla praktik Vipassana, dengan metode Goen Ka atau Mahassi Sayadaw?
~~~~~~~~~~~~~~~
Saya tidak pernah secara khusus mempraktekkan vipassana. Pada awal saya memasuki “sekolah” Buddhisme-Theravada, saya memang seringkali mempelajari tulisan-tulisan Beliau-beliau tersebut, S.N. Goen Ka dan juga Mahassi Sayadaw.
Hanya, setiap saya selesai dari samadhi saya, setelah cukup kuat dan dalam, saya biasa melakukan instruksi Sang Buddha seperti yang tertuang dalam Satipatthana-Sutta, merenungkan tubuh di tubuh, perasaan di perasaan, pikiran di pikiran, dan bentuk-bentuk / objek pikiran.
Dari sana, saya menyadari anicca, dukkha, anatta.
“Mengulas” kembali perjalanan kehidupan, bahwa tidak ada yang lain yang saya temukan, kecuali : anicca, dukkha, anatta.
Dari sini, saya merealisasi “kebahagiaan”, mencicipi secuil kebahagiaan sebagaimana yang Sang Buddha ajarkan… 😉
~~~~~~~~~~~~~~~~~
Sekarang saya mau minta nasehat dari Mas Ratanakumara. Saya suka dengan Mahasi Sayadaw tehniknya. Namun saya juga pernah mencoba latihan di Goen Ka, Gunung Geulis Bogor, Dhammajava, saya juga suka anapannasati di jika latihan di Vihara. Manakah yg harus saya dalami untuk kemajuan kualitas batin guna mengikis lobha, dosa, moha?
~~~~~~~~~~~~~~~~~
Mahassi Sayadaw dan Goen Ka, kedua-duanya menitik-beratkan pada praktek vipassana.
Anapannasati, sebagai “Mula-Kammatthana”, merupakan objek Samatha, namun bisa diarahkan pada vipassana.
Ringkasnya, ini seperti memilih di antara dua pilihan, SAMATHA atau VIPASSANA ?
Sepertinya hal ini merupakan “diskusi” klasik dalam kalangan Buddhis.
Saya pernah baca dalam sebuah buku, bahwa Sang Buddha sendiri tidak pernah memperkenalkan istilah “meditasi-vipassana”. Apa yang Sang Buddha ajarkan adalah “Ariya-Atthangika-Magga” , yang didalamnya terdapat ruas-ruas “Samma-Samadhi” dan “Samma-Sati”.
Samma-Samadhi, merupakan “konsentrasi-yang-benar”, yang mengantar pada pencapaian Jhana-Jhana.
Sedangkan Samma-Sati, merupakan “perhatian-yang-benar”, yang mengantar pada praktik vipassana yang kini sangat terkenal dalam tradisi Buddhis.
Saya, pada tanggal 26 Februari 2009 kemarin, pernah mengajukan suatu pertanyaan kepada AJAHN BRAHMAVAMSO, di Palembang. Begini kurang lebih pertanyaannya ;
” Bhante, saya pernah membaca, bahwa praktik BRAHMA-VIHARA, akan mengantar pada “cettovimuthi”, pembebasan batin yang pada akhirnya akan mengantar pada Nibbana.
Padahal, Bhante, setau saya, BRAHMA-VIHARA merupakan salah satu dari ke-40 Kammatthana yang diajarkan Sang Buddha sebagai pokok landasan pemusatan perhatian untuk melatih batin mencapai tataran Jhana-Jhana… .
Bagaimana mungkin, Brahma-Vihara yang merupakan praktik samatha, bisa mengantar pada Nibbana ?? ”
Ajahn Brahm menjawab :
” Guru Saya, AJAHN CHAH, tidak pernah mengajarkan, bahwa SAMATHA dan VIPASSANA adalah dua hal yang berbeda. Samatha, dan vipassana, bagaikan DUA SISI TELAPAK TANGAN.
Ummat Buddha, yang mempertentangkan keduanya, dan hanya memilih salah satu darinya, telah berpikiran keliru.”
BHAYABERAVA-SUTTA
Dalam Majjhima-Nikaya, Bhayaberava-Sutta, Sang Buddha menguraikan, bahwa proses Beliau mencapai pencerahan, adalah setelah didahului tercapainya Jhana-Jhana.
Dalam Bhayaberava-Sutta ; 23 – 26, Beliau menguraikan bagaimana Beliau mencapai Jhana I s/d IV.
Lalu, pada Bhayaberava-Sutta ; 27 – 33, Sang Buddha menjelaskan, bagaimana “Ketika pikiranku yang terkonsentrasi telah sedemikian termurnikan, terang, tak – ternoda, bebas dari ketidaksempurnaan, dapat diolah, lentur mantap, dan mencapai keadaan tak terganggu” Beliau mengarahkan pada berbagai pengetahuan yang membawa pada “Pencerahan-Sempurna”. Pengetahuan tersebut adalah :
1. Pengetahuan tentang ingatan kehidupan lampau ( Pubbenivasanussatinana ) ; dari satu hingga beratus-ratus ribu tumimbal lahir / kehidupan, berkalpa-kalap pengerutan dunia, berkalpa-kalpa pengembangan dunia, berkalpa-kalpa pengerutan dan pengembangan dunia. Ingatan Beliau akan kehidupan lampau tidak ada yang bisa menandingi, sebab Beliau adalah BUDDHA, untuk manusia biasa, paling bagus hanya beberapa kehidupan saja 😉 .
2. Pengetahuan akan tumimbal lahir dari semua makhluk, dari mana sebelumnya, dan kelak akan kemana, sesuai karma mereka masing-masing ( Cutupapata-Nana ). Ini sebabnya Beliau bisa menguraikan mengenai bekerjanya Hukum-Kamma dengans sangat mendetail.
3. Pengetahuan akan penghancuran noda-noda, penembusan terhadap Empat-Kesunyataan-Mulia ( Asavakhaya-Nana ).
Nah, menilik Sutta tersebut, Sang Buddha sendiri menguraikan, bahwa Pencerahan-Sempurna Beliau terealisasi setelah Beliau mencapai keempat Rupa-Jhana. Dan pencapaian keempat Jhana tersebut, menggunakan metode ANAPANNASATI, yang kemudian Beliau ajarkan sebagai satu dari empat-puluh (40 ) Kammatthana. Serta, yang patut dicatat, setelah tercapainya ketiga-pengetahuan sejati tersebut, Sang Buddha pun berhasil mencabut semua akar dumadi, DOSA ( Kebencian / kemarahan ), LOBBHA ( Keserakahan ) , dan MOHA ( Kegelapan Batin / Kebodohan batin ; Batin yang tanpa Panna )
Dari para Guru tersebut, Sang Buddha, Ajahn-Chah, dan Ajahn-Brahm, maka, saya sendiri semakin teguh untuk tidak mencurahkan seluruh hidup saya pada praktik vipassana “an-sich”, akan tetapi, melalui “Samma-Samadhi”, dan saya berusaha untuk memperoleh ketiga pengetahuan sebagaimana yang Sang Buddha ajarkan tersebut 😉
Namun , saya tidak berani menyatakan, mana yang lebih baik, samatha atau vipassana. Karena, sesungguhnya, keduanya bagaikan dua sisi telapak tangan, tidak terpisahkan ( sebagaimana Ajahn Chah menyatakannya ). Keduanya berjalan beriringan, berjalan pada suatu proses sinambung dalam ruas-ruas Ariya Atthangika Magga.
~~~~~~~~~~~~~~~~
Anumodana sebelum dan sesudahnya.
Ali, SAB.
~~~~~~~~~~~~~~~~
Pattanumodana saya ucapkan kepada anda,
Dengan sukha-citta saya menerima tamu-kehormatan seperti anda, seorang Kalyanamitta yang telah memahami Dhamma dengan baik.
Sukhi attanam Pariharantu…,
RATANA KUMARO ( Ratna Kumara ). 😉
Tedy said
Salam damai dan sejahtera utk semua makhluk!
Samadhi mungkin satu-satunya jalan menuju “Yg tdk dilahirkan, yg tdk menjelma, yg tdk tercipta, yg mutlak”. Bgm Guruku? ehh… maaf mas Ratana Kumaro He..he..
Semoga semua makhluk berbahagia!
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Dear Teddy… 😉
SAMADHI bukan satu-satunya jalan menuju “Nibbana”, namun, yang benar adalah Ariya-Atthangika-Magga ( Jalan Arya Beruas Delapan ) adalah satu-satunya jalan menuju Nibbana 😉
“ Maggan’ atthangiko settho
Saccanam caturo pada
Virago setho dhammanam
Dipadananca cakkhuma
( Dhammapada, Magga Vagga ; 20:1 )
Arti :
Diantara semua Jalan, Jalan Suci yang beruas delapan
adalah yang terbaik.
Diantara semua Kebenaran, Empat Kesunyataan Mulia adalah yang termulia;
Dantara semua keadaan batin, Nibbana adalah yang tertinggi;
Diantara semua makhluk yang berkaki dua dan dapat melihat,
Sang Buddha adalah yang Teragung “
” Eso’va maggo nath’anno
Dassanassa visuddhiya
Etahmhi tumhe patipajjatha
Marass’etam pamohanam
( Dhammapada, Magga Vagga ; 20:2 )
ARTI :
Hanyalah melalui Jalan ini, bukan yang lain,
yang dapat menyucikan seseorang.
Ikutilah Jalan ini dan melenyapkan semua kejahatan
tanpa sisa. “
Tedy said
Salam damai dan sejahtera utk semua makhluk!
Yup, saya setuju bahwa Ariya-Atthangika-Magga sbg satu2nya jalan ke nibbana.
Samma samadhi hanya satu dari delapan ruas tsb. Klo gitu masih ada yg tujuh lg dong…???
ehem…ehem… satu aja susahnya bukan main. He..he..
Semoga semua makhluk berbahagia!
Tedy said
NAMO TASSA BHAGAVATO ARAHATO SAMMASAMBUDDHASSA…
Mas, numpang nanya dong. Bisa dijelaskan ngk kondisi2 yg dialami sewaktu mencapai upacara samadhi-apanna samadhi. Misalnya pada tahap upacara samadhi apakah masih bisa merasakan panca indera (suara, gatal, dll). Yg komplit ya mas, Mmuaaachh… 🙂
Sabbe satta bhavantu sukhitatta!
ratanakumaro said
Oke Teddy…,
Nanti ya, tunggu dulu 😉
Tedy said
NAMO TASSA BHAGAVATO ARAHATO SAMMASAMBUDDHASSA
Mas, menurut buku Ajahn Chah yg saya baca SILA dan SAMADHI saling menunjang, sehingga akan muncul PANNA. Nah, tentang praktik sila, khususnya pancasila, apakah berjudi tidak termasuk dalam pancasila tersebut? Mengapa? Padahal kita sama2 tau bahwa orang2 sering bilang racun dunia ada 3 yaitu, wanita/seks (sila ke 3), miras/narkoba (sila ke 5), dan judi (tidak ada, atau saya yg tidak tau). Bgm pendapat anda? Terima kasih.
Semoga semua makhluk berbahagia!
Wen Lung Shan said
To: Saudara Teddy
Saya akan mencoba menjawabpertanyaan saudara.
Bagi pemula praktisi samadhi, ia harus teguh dan kukuh utk praktik sila minimal 5 setiap moment. Seolah-olah sila itu adalah darah dan sumsum yang merasuk ketulang-tulang dan sanubari sebagai viratti dan hal yg mutlak berlandaskan Panna (kebijaksanaan) porsi anda dan arahkan batin ke obyek. Ini disebut Parikkama (Menapak dalam Samma Samadhi).
Selanjutnya dia akan berhadapan dengan 5 rintangan (lihat di artikelnya mas Ratana) tentu saja rintangan tersebut harus anda hancurkan dengan 5 kekuatan. Sehingga anda mapan di dalam obyek meditasi.
Mapan di dalam obyek meditasi berarti anda sudah mampu melintasi 5 rintangan batin. Berati kondisi batin telah meraih upacara samadhi. Pengalaman ini seperti kita berkaca kepada diri sendiri di depan kaca tanpa sedikitpun ada yg berbeda!
Selanjutnya, dengan mendekatkan sedikit-demi sedikit antara batin dan obyek yg jernih….sehingga manunggalnya antara batin dengan konsep/obyek maka tak ada perbedaan antara batin dan konsep/obyek. Disinilah semua indera akan terserap dan menyatu dengan konsep/obyek yg kita pilih.
Getaran napas yg kadang panjang, kadang pendek, saling berketarikan dengan batin (upacara samadhi) menumpuk menjadi 1 (menyatu dengan obyek = batin + obyek).
Semua energi terkumpul pada kesadaran penuh sesuai dengan obyek!!!
Cuma sekedar share aja….
Best regard
Ali Sasana Putra
Tedy said
To : Saudara Wen Lung Shan
Terima kasih atas nasehat anda. Saya memang bertekad utk menjaga 5 sila sekuat mungkin. Tapi diantara ke 5 sila, yg sulit saya jaga yaitu sila ke 4 (Ucapan benar). Benar2 sulit, bahkan terkesan mulut ini lebih cepat dari pikiran, sangat cepat sekali. Mohon bimbingannya. Anumodana.
Wen Lung Shan said
TO: Bro Tedy
Memang benar sekali ucapan itu sangat sulit dikontrol, cepat seperti peluru yg keluar dari pistol.
Namun cepat dan sulit bukan berarti kita tidak bisa mengendalikannya.
Pernahkah anda mengiktui praktik Vipassana?
Bila pernah akan lebih mudah saya menjelaskannya.
Begini, saat anda bervipassana ada peraturan untuk tidak berbicara. Peraturan tersebut memang dikondisikan agar kita tidak berbicara yg mengandung lobha, dosa, moha.
Bila sudah terbiasa dengan hal demikian maka anda kan mampu mengendalikan perbuatan anda melalui ucapan (Vaci kamma).
Begitu pula bila anda sering bermeditasi Vipassana khususnya, anda akan memiliki tahap Nana Samvara yg artinya Pengendalian Diri berupa pengetahuan spiritual. Maka kita tidak akan mau melakukan perbuatan yg tidak bermanfaat berikut pula ucapan yg tidak berguna.
Demikianlah pengalaman saya tentang cara mengendalikan diri melalui ucapan.
Anumodana
Ali
Tedy said
To : Bro Wen Lung Shan
Salam hormat utk anda. Saya tidak pernah latihan meditasi vipassana, hanya latihan samatha bhavana, itu pun cuma latihan sendiri di rumah.
With metta,
Tedy
Wen Lung Shan said
To: Tedy
Coba anda praktik Vipassana 1 hari aja. Dengan guru pembimbing yg dapat dipercaya. Anda akan terasa cara kerja Dhamma yg begitu alamiah dan rapi.
Dan akan merasa bahwa selama ini anda selalu tertipu oleh hal-hal yg tidak berguna dan selalu terbelenggu oleh pandangan salah duniawi.
Dhamma sulit dikatakan untuk memenuhi semua kebenaran itu sendiri. Namun Dhamma dapat dirasakan oleh pikiran murni yg diakibatkan dari murninya perbuatan yg dilandasi oleh sila sehingga anda dapat terbebas dari pandangan salah sehingga mengalami Ditthi Visudhi (Kesucian Pandangan) yaitu Dhamma yg sesungguhnya itu.
Anumodana
Ali
CY said
Bro Wen Lung Shan,
Pernahkah menjadi guru pembimbing utk Vipassana? 🙂
Wen Lung Shan said
To: CY
Saya pernah menjadi pembimbing Vipassana untuk siswa-siswi saya di kelas agama.
Kalau pelatih Vipassana secara intensif selama 3-10 hari belum pernah, tapi saya akan berusaha meluangkan waktu untuk menjadi peserta saja.
Untuk di cetiya Dhammajala depok setiap hari sabtu ke-2 sebulan sekali saya pasti datang untuk latihan dengan Bhante Gunasiri One Day Mindfullnes, bila gak ada halangan.
Thank you 🙂
Ali
ratanakumaro said
Dear Brother WLS,
Latihan meditasi dengan Bhante Gunasiri ? Samatha atau vipassana Bro ? Durasi berapa lama, kok judulnya “One Day Mindfullness”, apakah seharian ?
Anumodana,
Ratana Kumaro.
Wen Lung Shan said
To: Mas Ratanakumaro
Benar 1 hari full dari jam 7 pagi sampai jam 7 sore setelah itu tanya jawab tentang hal-hal yg kita lalui, dimulai dari yg paling berkesan selama meditasi Vipassana ala Mahassi Sayadaw, kembang kempisnya perut dan proses nama rupa. 1 jam duduk, 1 jam jalan/berdiri.
Saya pernah ikutan SN Goenka, tapi bila ikutan ala Vipassana SN Goenka kita kudu benar-benar full 10 hari di tempat yg ada gurunya, kalo di Bogor di Dhammajava. Dan hari duduk jublek aja stylenya.
Karena Samatha lalu Vipassana.
ommm~RE said
pertanyaan mas, samatha itu apa, vipassana itu apa?
makasih atas jawabannya
::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
Dear Ommm ,
Selamat datang di blog Ratna Kumara ini.. ,
Maaf jika saya terlambat menjawab pertanyaan2 anda ya, karena saya merawat blog ini sambil bekerja.
SAMATHA
Adalah praktik samadhi, yang bertujuan mencapai ketenangan-batin.
Objek praktik samatha ini adalah empat-puluh (40) Kamatthana ( empat puluh pokok landasan pemusatan perhatian ).
Rintangan-rintangan yang akan ditemui oleh seorang Yogi yang berusaha mencapai ketenangan-batin dan pemusatan perhatian adalah berupa “Panca-Nivarana” ( Lima rintangan Batin ) seperti yang sudah diterangkan diatas, dan juga “Dasa Palibodha”. Dasa Palibodha tersebut adalah sbb. :
1. Avasa (tempat tinggal)
2. Kula (pembantu dan orang yang bertanggung jawab)
3. Labha (keuntungan)
4. Gana (murid dan teman)
5. Kamma (pekerjaan)
6. Addhana (perjalanan)
7. Ñati (orangtua, keluarga, dan saudara)
8. Abadha (penyakit)
9. Gantha (pelajaran)
10.Iddhi (kekuatan gaib)
Praktik Samatha ini akan mengantarkan pada “Jhana”, yaitu kondisi batin dalam konsentrasi-tercerap yang sangat kuat. Mengenai Jhana sudah diterangkan diatas.
Sang Buddha dalam merealisasi pencerahan-sempurna, pertama-tama melalui praktik samadhi ini. Setelah mencapai Jhana kedelapan (8) ~ menurut Suttanta ~ atau kesembilan (9) ~ menurut Abhidhamma ~ , lalu Beliau turun menuju Upacara-Samadhi dan mempraktikkan “vipassana” / meditasi pandangan-cerah dan akhirnya merealisasi pencerahan-sempurna.
Seorang yogi yang telah berhasil merealisasi Jhana keempat ( IV ) bisa memperoleh berbagai jenis kekuatan-batin istimewa ( kesaktian ) sbb. :
1. Iddhividhanana : Kekuatan gaib atau kesaktian, yaitu:
2. Dibbasotanana (telinga dewa)
3. Dibbacakkhunana (mata dewa)
4. Cetopariyanana (membaca pikiran orang)
5. Pubbenivasasanussatinana (mengingat kehidupan-kehidupannya yang lampau )
6. Asavakhayanana ( ini disebut sebagai lokuttara abhinna yang merupakan hasil dari praktik Vipassana ).
Namun, pencapaian kelima kemampuan-batin istimewa diatas sebenarnya bukanlah pencerahan, karena kesemuanya ini masih bersifat keduniawian.
Kecuali asavakhayanana diatas, itu adalah pencapaian pencerahan sebagai hasil dari praktik vipassana.
VIPASSANA
Tujuan dari praktik meditasi vipassana ( atau dalam Jalan Ariya Beruas Delapan dikenal sebagai ruas “Samma-Sati” ) adalah untuk meraih “Pandangan-Cerah”.
Vipassana sebaiknya dipraktikkan setelah seseorang secara kontinyu dan dengan baik melaksanakan praktik latihan “SILA” ( moralitas-sempurna ; untuk ummat awam adalah “PANCASILA” , kemudian yang ummat yang tertarik untuk lebih memperdalam praktiknya bisa mengambil latihan “ATTHANGASILA” ( Delapan-Sila ) ; untuk para Samanera/i praktik Silanya adalah “DASASILA”, dan untuk para Bhikkhu adalah “227 SILA PATIMOKHA”. ).
Praktik Sila ini merupakan langkah “Sila-visuddhi”, atau pensucian-sila / moralitas.
Setelah mempraktikkan latihan Sila ini dengan sebaik-baiknya, kemudian seorang siswa mulai mempraktikkan “Samma-Samadhi”, yaitu seperti yang sudah saya terangkan diatas juga seperti yang terurai dalam artikel diatas. Tahap praktik “Samma-Samadhi” ini disebut juga tahap “Citta-Visuddhi” ( Pensucian-Pikiran ).
Setelah melewati tahap latihan “Sila-Visuddhi” dan “Citta-Visuddhi”, barulah kita memasuki tahap latihan “Ditthi-Visuddhi” ( Pensucian-Pandangan ) dimana disini kita benar2 mulai masuk pada praktik vipassana kita.
Pencapaian yang akan diraih seorang siswa melalui praktik vipassana ini adalah keenam-belas pengetahuan pandangan cerah, atau yang dikenal dengan “NANA” ( baca : Nyana ) atau “INSIGHT”.
Realisasi keenambelas “Pengetahuan-Pandangan-Cerah” inilah Pencerahan , yang akan membawa kita pada realisasi “Magga” ( Jalan ) dan “Phala” ( Buah ) kesucian ( Ariya ). Setelah merealisasi keenam-belas pengetahuan pandangan cerah ini, kita telah merealisasi “yang-diatas-duniawi” ; “Kebahagiaan-Sejati” .
Keenam-belas “Pengetahuan-Pandangan-Cerah” ( Nana ) tersebut adalah :
1.Nama-Rupa Pariccheda Nyana , yaitu pengetahuan mengenai perbedaan Nama dan Rupa.(batin dan materi)
2.Paccaya Pariggaha Nyana, yaitu pengetahuan mengenai hubungan sebab dan akibat dari Nama dan Rupa.
3.Sammasana Nyana,yaitu pengetahuan yang menujukkan Nama dan Rupa sebagai Tilakkhana (tiga corak umum) ialah Anicca,Dukkha dan Anatta (berubah-ubah,penderitaan dan tanpa aku yang kekal).
4.Udayabbaya Nyana, yaitu pengetahuan mengenai timbul dan lenyap nya Nama dan Rupa.
5.Bhanga Nyana,yaitu pengetahuan mengenai lebur dan lenyap Nama dan Rupa.
6.Bhaya Nyana,yaitu pengetahuan mengenai ketakutan yang berkenaan dengna sifat Nama dan Rupa.
7.Adinava Nyana,yaitu pengetahuan mengenai kesedihan yang berkenaan dengan Sifat Nama dan Rupa.
8.Nibbida Nyana,yaitu pengetahuan mengenai keengganan yang berkenaan dengan sifat Nama dan Rupa.
9.Muncitukamyata Nyana,yaitu pengetahuan mengenai keinginan untuk mencapai kebebasan.
10.Patisankha Nyana,yaitu pengetahuan mengenai penglihatan tentang jalan menuju kebebasan,yang menimbulkan keputusan untuk berlatih terus dengan semangat.
11.Sankharupekkha Nyana,yaitu pengetahuan mengenai keseimbangan tentang semua bentuk-bentuk kehidupan,
12.Anuloma Nyana,yaitu pengetahuan mengenai penyesuaian diri dengan empat kesunyataan mulia,sebagai persiapan untuk memasuki Magga dan mencapai Phala,melalui Anicca,Dukkha dan Anatta.
13.Gotrabhu Nyana, yaitu pengetahuan yang telah masak mengenai pemotongan atau pemutusan keadaan duniawi,dan nirwana sebagai objek dari pikiran.
14.Magga Nyana,yaitu pengetahuan mengenai penembusan terhadap Magga di mana Kilesa(kekotoran batin) telah dilenyapkan.
15.Phala Nyana,yaitu pengetahuan mengenai pembabaran phala yang merupakan hasil dari penembusan terhadap Magga dan Nirwana sebagai objek batin.
16.Paccavekkhana Nyana,yaitu pengetahuan mengenai peninjauan terhadap sisa-sisa kilessa (kekotoran batin ) yang masih ada.
Demikian sementara , rekann Ommm, penjelasan / jawaban dari saya atas pertanyaan yang anda ajukan.
Semoga bisa membantu menjawab , semoga bermanfaat.
May U Always b Happy and Well 😉
Sadhu,Sadhu,Sadhu.
jo pigken said
Hasan BaSri said
Dear Bpk RatnaKumara
Trpujilah sang bhagava arhat samyaksambuddha gotama
Mngenai sharira apakah bs bertambah banyak??? Dgn cara bagaimanakah relik itu bs brtambah? Ada brapa macam bentuk sharira? Dmnkn mhn penjelasannya, trims
Antoni said
Dear Mas Ratna,
Apakah hanya dengan objek 10 kasina dalam meditasi baru dapat memperoleh “Abhinna” ?
jadi kalo objeknya menggunakan “Anapanasati”, tidak akan memperoleh “Abhinna” ?
Mohon Pencerahannya.., Terima kasih. 🙂
Regards,
bijak tak bijak said
terima kasih saudara yang udah share tulisan ini,..
sanggat bermafaat untuk yang berlatih meditasi agar mengetahui tingkatan dari pelatihan meditasi nya.
dan memilikin lagi lagi…. kebijaksanaan orang suci.
semoga semua makhluk berbahagia… _/’\_
Dicky Gunawan, S.Pd. said
Namo Buddhaya,
Salam Kenal Mas Kumara, terima kasih atas info “Dhamma” yang anda tuliskan di blog ini, saya yakin akan sangat berguna untuk pelestarian dan pengembangan agama Buddha di Indonesia maupun di dunia.
Saya mau tanya nih mas, saat ini kata “Anumodana” sudah dipakai di kalangan umat Buddha sebagai konversi dari kata “Terima kasih”, bagaimana menurut mas Kumara menanggapi hal ini ? Mohon petunjuknya!
Terima kasih, Anumodana. (Kalau double seperti ini boleh ga ???hehehe)
Salam dari Dicky Gunawan di Cibinong, Bogor.
anti bengcu said
Seorang arahat haruslah melampaui perumah tangga mau pun bhikku di dunia ini..jd seorang yg telah mencapai arahat pastilah seorang bhiku..seorang perumah tangga hanyalah bisa sampe sotappana..krn dia masih terikat pd keluarga..
irwansuwardanik said
Saya tertarik dengan blok ini yang membahas tentang samadi.saya ingin mendapatkan seorang guru penuntun yang dapat membimbing saya berlatih samadi yang benar sesuai ajaran budha.mohon petunjuk tempat pelatihan samadi?
Dan juga ingin mendaftar sebagai anggota diblok ini.terimakasih.
Oh ya, saya bertempat tinggal disidoarjo.
Umur saya 66 tahun.
Yenny Sulastri said
Namo Buddhaya kak RATANA KUMARO 🙂 saya ingin bertanya dan berdiskusi lebih detail mengenai abhinna berdasarkan pengalaman saya. boleh saya minta emailnya kak? terima kasih 🙂
dino said
Namo buddhaya.
Dear mas kumara, Saya jadi tertarik dengan meditasi anapanasati setelah membaca artikel ini kemudian saya coba bermeditasi dengan memakai metode anapanasati tapi setelah itu tidak lama pernafasan saya kok jadi cepat yah….Mengapa bisa begitu? Mohon pencerahannya…
Terima kasih…
arif said
berlatih dan berusaha memahami menikmati merasakan beberapa pengalaman yang menemani samadhi,…….terimakasih pencerahannya
panembahan senopati said
Selamat malam.. Maaf boleh saya bertanya???
Bagaimana mengaplikasikan kekuatan jhana tersebut sehingga dapat mencapai titik kesaktian tertentu…saya ambil contoh.. Membuat air menjadi es?
Membuat cahaya dengan kekuatan batin?
Melakukan perjalanan astral ..dll..mohon petunjuknya…salaam cinta kasih…
Mariadi said
Namo Buddhaya. Mengapa setiap kali saya membaca tentang cerita tentang perjalanan hidup Sang Buddha dengan sendirinya saya berlinang air mata. Terutama Buddhavamsa, mohon petunjuknya . Terima kasih.
upa sumedho said
Nammobuddhaya ? saya upa sumedho di 082112563554′ maaf mau nanya apakah Anda masih menjadi pengacara aktif Pak ?
stefanus said
Tulisan (ulasan) yang sangat ber KWALITAS
, ber MANFAAT , dan lain-lain….Hhhhh
Semoga senantiasa dalam lindungan TRIRATNA . . . . sadhu x3
Syaiful Husni said
Saya tertarik utk belajar banyak dari mas Ratna Kumara. Bisakah saya dpt nomer WAnya?
Salam.
Husni.