RATNA KUMARA

"Jangan Berbuat Jahat, Perbanyak Kebajikan, Sucikan Hati dan Pikiran, Inilah Ajaran Para BUDDHA"

MAKNA BER-NAMASKARA

Posted by ratanakumaro pada September 14, 2009

“Araham Sammasambuddho  Bhagava, Buddham bhagavantam abhivademi”

( Sang Bhagava, Yang Mahasuci, Yang telah Mencapai Penerangan Sempurna ;  Aku bersujud di hadapan Sang Buddha, Sang Bhagava )

“Svakkhato bhagavata dhammo, Dhammam namassami”

( Dhamma telah sempurna dibabarkan oleh Sang Bhagava ; Aku bersujud di hadapan Dhamma )

“Supatipanno bhagavato savakasangho ; Sangham namami”

( Sangha Siswa Sang Bhagava telah bertindak sempurna ; Aku bersujud di hadapan Sangha )

____________________________________________________

“Namo tassa bhagavato arahato sammasambuddhassa”

(tikkhattum)

Namatthu Buddhassa,

“Namakara” atau “Namaskara” , dalam bahasa Indonesia artinya adalah “penghormatan” atau “persujudan”.  Sikap namaskara / sujud ini yang benar adalah dengan : 1) lutut , 2) jari kaki , 3) dahi, 4) siku, 5) telapak tangan ; semuanya menyentuh lantai.

Dalam masyarakat Jawa ada sebuah tradisi yang  disebut dengan “sembah-sungkem”. Sungkeman ini mirip dengan Namakara dalam tradisi Buddha-Dhamma. Tujuannya adalah , memberikan penghormatan kepada yang patut dihormat.

Ratana Kumaro : Di hadapan Bhante Khemacaro Nyana Subalo ( Sangha Agung Indonesia )

Ratana Kumaro memberi penghormatan pada Bhante Khemacaro Nyana Subalo ( Sangha Agung Indonesia )

Sebagai seorang siswa Sang Buddha, sesungguhnya kita setiap hari wajib ber-Namakara kepada Buddha-Dhamma-Sangha. Dengan demikian, hati kita, tekad kita, semakin mengarah pada praktik Dhamma yang lebih dalam dan pada akhirnya kelak berhasil merealisasi Jalan-Kesucian ( Magga ) dan Buah dari Jalan-Kesucian ( Phala ) sesuai yang ditunjukkan oleh Sang Ti-Ratana. Selain hal itu, dengan ber-Namakara akar kebajikan di dalam diri kita semakin berkembang.

Bila Namakara ini dilakukan dengan baik dan benar, dengan penuh konsentrasi, keheningan, dengan penuh kesadaran pengembangan spiritual,  setelah meninggal seorang ummat-awam dapat berharap untuk terlahirkan kembali ke alam-alam surga atau setidaknya dilahirkan di dalam keluarga yang ber-Sila  yang beragama Buddha.

Ratana Kumaro didepan Sangha Agung Indonesia

Ratana Kumaro didepan Sangha Agung Indonesia

Mengapa para siswa Sang Buddha bersujud dan menghormat kepada Sang Buddha adalah karena Sang Buddha adalah Guru-Agung bagi para siswa dan ummat-awam, pembimbing  kita semua menuju berakhirnya  penderitaan samsara dan terealisasinya kebahagiaan-sejati : Nibbana.

Mengapa para siswa Sang Buddha bersujud dan menghormat kepada Dhamma adalah karena Dhamma adalah satu-satunya ajaran yang menuntun kita  semua kepada berakhirnya penderitaan samsara. Dhamma Sang Buddha adalah ajaran yang nyata, Dhamma Sang Buddha adalah kebenaran-sejati  yang tidak dapat dibantah oleh siapapun juga kebenarannya dan dapat dibuktikan oleh siapapun.

Mengapa para siswa Sang Buddha bersujud dan menghormat kepada Sangha adalah karena Sangha merupakan pesamuhan-agung dari para suciwan semenjak jaman para Buddha yang pertama ( Buddha-Dipankara ; Buddha yang pertama dari keseluruhan 28 Samma-Sambuddha yang memberi ramalan pasti kepada boddhisatta Sumedha ( calon Buddha Gotama ) akan pencapaian ke-Buddha-an boddhisatta Sumedha ; serta jutaan Buddha lainnya sebelum ke-28 Samma-Sambuddha tersebut ) hingga Sang Buddha Gotama yang menjaga dan mengajarkan Dhamma kepada ummat manusia ;  Sangha adalah pembimbing ummat manusia dalam upaya untuk memahami Dhamma setelah Sang Buddha parinibbana.

Bersujud kepada Buddha ~ Dhamma ~ dan Sangha adalah yang terbaik ; sebab merupakan wujud penghormatan dan penghargaan yang tertinggi kepada yang memang patut dihormat dan dihargai. Bersujud kepada Buddha~ Dhamma ~ dan Sangha adalah perbuatan luhur yang akan membuahkan kebahagiaan, umur panjang, kesehatan dan kekuatan jasmani maupun rohani. Ketulusan dalam ber-Namakara, merupakan salah satu ciri fisik yang dapat dilihat yang menunjukkan telah lenyapnya keragu-raguan skeptis terhadap Sang Ti-Ratana.

Foto Kiriman Bp.Karim-Jakarta (DPSS) : Buddha-Rupam di Ayuthaya ( Thailand )

Foto Kiriman Bp.Karim-Jakarta (DPSS) : Buddha-Rupam di Ayuthaya ( Thailand )

REFLEKSI NAMAKARA BAGI KEHIDUPAN SEHARI-HARI

Refleksi dari Namakara ini dalam kehidupan sehari-hari adalah sikap kerendah-hatian, kelemah-lembutan, melenyapnya “ego” yang menjadi sumber dari banyak penderitaan.

Selain itu, ummat Buddha juga diharapkan dapat memberikan penghormatan kepada kedua-orang tua dengan sedalam-dalamnya / setinggi-tingginya. Sang Buddha senantiasa menganjurkan para ummat untuk berbakti kepada kedua-orang tuanya. Sebab, tanpa kedua-orang tua kita, kita tidak akan mungkin menjadi seperti yang sekarang ini ; terlahir ke alam manusia, tumbuh dan berkembang menjadi dewasa, mendapat kasih-sayang, menikmati pendidikan formal dengan baik, dan lain-sebagainya. Mengenai kewajiban kita berbakti kepada kedua orang-tua kita, Sang Buddha pernah bersabda sebagai berikut :

Kunyatakan, O para bhikkhu, ada dua orang yang tidak pernah dapat dibalas budinya oleh seseorang. Apakah yang dua itu?

Ibu dan Ayah

Bahkan seandainya saja seseorang memikul ibunya ke mana-mana di satu bahunya dan memikul ayahnya di bahu yang lain, dan ketika melakukan ini dia hidup seratus tahun, mencapai usia seratus tahun; dan seandainya saja dia melayani ibu dan ayahnya dengan meminyaki mereka, memijit, memandikan, dan menggosok kaki tangan mereka, serta membersihkan kotoran mereka di sana—bahkan perbuatan itu pun belum cukup, dia belum dapat membalas budi ibu dan ayahnya. Bahkan seandainya saja dia mengangkat orang tuanya sebagai raja dan penguasa besar di bumi ini, yang sangat kaya dalam tujuh macam harta, dia belum berbuat cukup untuk mereka, dia belum dapat membalas budi mereka. Apakah alasan untuk hal ini? Orang tua berbuat banyak untuk anak mereka: mereka membesarkannya , memberi makan dan membimbingnya melalui dunia ini.
….”

(Anguttara Nikaya II, iv,2)

Di dalam Sigalaka Sutta, Digha Nikaya 31.28 , Sang Buddha juga menguraikan kewajiban anak kepada orang tuanya sebagai berikut :
1. Menyokong mereka
2. Menjalankan kewajiban mereka
3. Menjaga tradisi keluarga
4. Berupaya melakukan sesuatu yang berharga bagi keluarga
5. Melakukan penghormatan terhadap mereka ketika meninggal (penghormatan terhadap leluhur)

Nah, marilah, saudara-saudari se-Dhamma, kita praktikkan Namakara dan menguncarkan Namakara-Patha ( kalimat-persujudan ) kepada Buddha-Dhamma-Sangha, demi pengembangan spiritual kita masing-masing, demi berkah-berkah kebahagiaan bagi hidup kita masing-masing. Juga, tidak ketinggalan, kita wajib memberikan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada kedua orang-tua kita, sebagaimana Sang Buddha telah mengajarkannya kepada kita semua.

______________________________________________

Oh iya, ini saya ada tambahan foto menarik yang diambil di SUngai Mekong ~ Thailand, kiriman dari Bp.Karim ( PT. DPSS ) ~ Jakarta ,  dikirim sekitar  bulan-bulan akhir tahun  2008.

Foto sungai Mekong ini menarik, karena meskipun diambil dengan kamera yang berbeda ( tentunya jauh lebih canggih daripada kamera digital saya yang hanya sekitar 7,2  megapixel ), diambil dari lokasi yang berbeda ( foto saya saat bernamakara kepada Bhikkhu Sangha diambil di Vihara Mahabodhi Seroja, Semarang, sedangkan foto Bp. Karim diambil di Thailand  ) , dan dalam waktu yang berbeda ( foto saya diambil 06 September 2009, sedang foto Bp.Karim diambil sekitar tahun 2008 ) , namun foto-foto tersebut sama-sama menangkap fenomena alamiah ; yakni adanya “bola-bola-bercahaya” ; fenomena alamiah ini tidak perlu dimaknai dengan “aneh-aneh”, karena mungkin saja bola-bola bercahaya  itu maenannya si Dora-Emon, Nobita dan Giant, he he he… ^_^

Kiriman Bp.Karim~Jakarta (DPSS) : Sungai Mekong di malam hari

Kiriman Bp.Karim~Jakarta (DPSS) : Sungai Mekong di malam hari

_______________________________________________________

“ Sabbe Satta Sukhita Hontu, Nidukkha Hontu, Avera Hontu, Abyapajjha Hontu, Anigha Hontu, Sukhi Attanam Pariharantu”

( Semoga Semua Makhluk Berbahagia, Bebas dari Penderitaan, Bebas dari Kebencian, Bebas dari Kesakitan, Bebas dari Kesukaran, Semoga Mereka dapat Mempertahankan Kebahagiaan Mereka masing-masing )

– RATANA-KUMARO –

Semarang-Barat,Senin, 14 September  2009

13 Tanggapan to “MAKNA BER-NAMASKARA”

  1. lovepassword said

    Memang sejuta makna. Hi Hi Hi. Tetapi yang aku bingung kok malah ada foto sungai ya ???

  2. Dear Lovepassword,

    Nah itu dia, justru karena ada foto sungai Mekong, maknanya bisa jadi genap sejuta.. , kalau tanpa sungai Mekong, kurang lebih hanya bermakna 950.000 saja.. ^_^

    May Happiness Always b With U,
    Sadhu3x

  3. ENIH~Re said

    Gambar seperti bola2 , terutama yang agak banyak di Sungai Mekong itu khan gambar para dewa yach ???
    ____________________________________
    Dear Enih,

    Hah.., masa’ sih .. ^_^ 😉

    May All Beings b Happy and Well,
    Sadhu,Sadhu,Sadhu.

    • yohan hutama said

      keterangan yang pernah saya pelajari, bola2 cahaya itu adalah para Dewa alam Brahma yang turut hadir dalam perayaan-perayaan suci seperti waisak, kathina, magga, dsb… yah itu bagi yang percaya saja yah…. yang karena kalo para fotografer yang berkomentar ada jutaan alih2 yang ada di otak mereka, seperti efek cahaya, efek lensa, dll dll dll…
      jadi bagi yang berpendapat lain ya boleh2 saja deh…

  4. Karim~RE said

    Namobudhaya Bro ratana,
    _________________________________________
    Namo Buddhaya Bp. Karim yang saya hormati
    _________________________________________
    Terima kasih udah berkenan menampilkan foto kiriman saya di Blog anda ini.
    _________________________________________
    Terimakasih juga atas izin anda ini..
    Maaf saya kemarin baru hendak mengirim email permohonan ijin pada anda untuk memasang foto kiriman Bapak tahun 2008 yang lalu, tapi sudah keburu Bapak memberi komentar ini, he he.. Untungnya diijinkan..

    _________________________________________
    Foto di tepian sungai Mekong ini saya ambil di daerah Nong Khai di perbatasan Thailand dengan Laos tapi saya saat itu berada di daerah Thailand. Kita bisa melihat keseberang yang merupakan wilayah Laos. Seperti mungkin Bro dan teman2 lainnya pernah dengar bahwa setiap tahun persis saat detik-detik Kathina di daerah tepian sungai Mekong ini akan muncul bola api naga dari dasar sungai Mekong ini, tetapi gak semua orang yang berada di situ dapat menyaksikannya jadi utk dapat menyaksikannya kita harus benar2 beradithana dan menjaga niat dan pikiran kita senantiasa baik.
    __________________________________________
    Terimakasih atas pemaparan menarik mengenai foto Sungai Mekong tersebut, sangat bermanfaat bagi kita semua disini.. .
    __________________________________________
    Saya tanggal 24 September akan ke Thailand dan ingin menyaksikan bola api naga ini (Bak Fai Festival) pada tgl 4 Oktober.
    Doakan saya berhasil melihat dan mengabadikan bola api naga ini dan saya akan kirim hasil jepretan saya ini ke Bro agar bisa disharing dengan yang lainnya.
    __________________________________________
    Saya ikut berharap semoga Bp.Karim berhasil melihat dan mengabadikan bola api naga tersebut, sehingga bisa di sharing kepada kami semua disini.. , yang pastinya akan membawa manfaat tak terkira..
    __________________________________________
    Demikian sedikit info dari saya.
    Semoga semua makhluk berbahagia.

    Salam Metta, Karim
    __________________________________________

    Anumodana atas kebaikan Anda, Bp. Karim,

    Semoga Semua Makhluk Hidup Berbahagia,
    Sadhu 3x.

    Salam Metta,
    Ratana Kumaro.

  5. Tedy said

    NAMO TASSA BHAGAVATO ARAHATO SAMMASAMBUDDHASSA

    Iya, yah. Setelah sy perhatikan dgn seksama ternyata pada foto Bro Ratana sedang bernamaskara kepada Bhante terdapat “bola2 cahaya” juga. Hmm… berarti ada yg turut bergembira atas penghormatan anda kepada sangha.

    Semoga anda sehat dan bahagia…

    • Lyta Liem said

      Setelah Tedy mengatakan bola2 cahaya di foto Mas Ratana, saya baru “ngeh” memang ada bola2 cahaya di foto itu. Sebelumnya saya bingung kenapa fotonya dibandingkan dengan foto sungai. Btw itu betulan bola api naga ya, Mas Ratana?

      • Dear Lyta Liem,

        Bukan, bulatan2-cahaya itu bukan “bola-api-naga” sebagaimana dimaksudkan oleh Bp. Karim.. .

        Kalau begitu, bulatan2-cahaya itu apa yah.. ^_^ 😉
        He he.., maen tebak2an.. ,

        Yah, fenomena alamiah saja lah.. ,
        Bukankah makhluk hidup seperti kita para manusia itupun sebuah fenomena alamiah semata.. ^_^

        Mettacittena,
        May All Beings b Happy and Well,
        Sadhu,Sadhu,Sadhu.

  6. Putra said

    Sukhi Hotu

    bernamaskara merupakan salah satu cara untuk merefleksikan batin ke arah rendah hati yaitu dimana gudangnya knowledge (otak) turun ke bawah, sehingga hadayavatthu (tempat batin) lebih tinggi dibandingkan kepala yang katanya memiliki HARGA DIRI.

    Hancurlah kesombongan, ketinggian hati, dan kecongkakan.

    Terealisasinya anatta walaupun cuma beberapa detik, di barengi dengan pengetahuan nyanasampayutta. Selamat mempraktikkan namaskara 🙂

    Sadhu.

  7. pri said

    Pak Ratna,
    Namo Budhaya,
    Sikap bagaimana saat bertemu seorang bhiku dijalan?
    Sikap bagaimana saat saya bertemu dikantor vihara saat bhiku junior sedang duduk dimeja kantor ,saya itu bermaksud menyerahkan dana?
    Sikap namaskara diatas pada saat apa saja dilakukan?
    Terimakasih
    salam metta

  8. dipa said

    kayaknya bola2 cahaya itu adl orbs…
    Coba cek di google…

  9. sidhi said

    Om Swastiastu,
    Om namo buddhaya,

    Salam sejahtera Bpk. Ratana Kumara,

    Saya sangat mengagumi ajaran agung Sang Buddha walaupun saya bukan seorang budhist. Saya adalah orang Bali yg beragama Hindu. Di sini jalinan Hindu dan Buddha masih terjalin dengan sangat bagus. Bahkan mampu berakulturasi dengan budaya setempat.

    Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa,Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen,Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal, Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.

    Terjemahan:

    Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.
    Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali?
    Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal
    Terpecah belahlah itu, tetapi satu jualah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran

    Om canti canti canti om
    Sadhu sadhu sadhu

Tinggalkan komentar