RATNA KUMARA

"Jangan Berbuat Jahat, Perbanyak Kebajikan, Sucikan Hati dan Pikiran, Inilah Ajaran Para BUDDHA"

PENYEMBAH BERHALA ?!

Posted by ratanakumaro pada April 9, 2009

“ Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa”

( tikkhattum ; 3X )

Nammatthu Buddhassa,

Salam Damai dan Cinta Kasih … ,


Artikel ini saya buat untuk menjawab banyak tudingan-tudingan dari masyarakat kebanyakan, yang menyatakan bahwa ummat Buddha adalah penyembah berhala. Artikel ini juga bertujuan mengingatkan, sebelum anda mencap suatu praktik keagamaan, sebaiknya anda pelajari dulu, anda mengerti dulu, apa yang dipraktikkan tersebut.

Bagaimanapun, tudingan-tudingan yang menyudutkan bahwa orang lain mempraktekkan penyembahan berhala, adalah tudingan yang cukup menyakitkan hati bagi orang-orang yang disudutkan tersebut. Semoga, dengan artikel ini, tidak ada lagi yang saling menuding bahwa seseorang penganut kepercayaan yang berbeda dengan dirinya, sebagai penyembah berhala, hanya karena terdapatnya simbol-simbol keagamaan mereka.


MEJA PUJA

Meja Puja di rumah

Meja Puja di rumah

Diatas itu , adalah Meja-Puja yang ada dirumah tempat tinggal saya. Di ruangan tersebut, didepan meja-puja itu, saya biasa menghabiskan waktu selama 3-4 jam, sekitar jam 20.00 WIB s/d 24.00 WIB , untuk melakukan Puja-Bhakti setiap harinya. Rutinitas saya , adalah chanting / membaca Paritta selama satu jam, kemudian melakukan Bhavana ( pengembangan batin ) / samadhi selama 3 jam sisanya. Atau, terkadang tanpa chanting, hanya vandana, namakara-gatha, puja-gatha, Pubbabhaganamakara, dan Tisarana, kemudian saya lanjutkan dengan samadhi selama 3-4 jam.

Buddha-rupam ( Rupam = rupa, wajah, image ; Buddha-rupam = Image Sang Buddha ) yang di meja teratas, adalah Buddha-rupam dari Thailand, berlapis emas. Buddha-rupam itu menggambarkan posisi Sang Buddha sesaat setelah mencapai Pencerahan Sempurna, Beliau berdiam di tepi danau Muccalinda selama tujuh hari dan kemudian Raja Naga yang tinggal di dasar danau tersebut ingin melakukan persembahan yang berharga pada Sang Buddha, dengan melingkari tubuh Sang Buddha sebanyak tujuh lingkaran dan menaungi Sang Buddha dengan tujuh-kepalanya, dengan tujuan melindungi Sang Buddha dari hujan lebat selama tujuh hari berturut-turut ( hujan ini hanya terjadi pada dua peristiwa ; 1. Saat munculnya Raja-Dunia ; 2. Saat munculnya seorang Samma-Sambuddha ).

Bantalan untuk duduk Samadhi di Ruang Puja-'ku' ;)

Bantalan untuk duduk Samadhi di Ruang Puja-'ku' 😉

Buddha-rupam tersebut ( juga yang kecil, yang di meja lebih rendah. Buddha-rupam yang kecil itu berasal dari India ), merupakan pemberian seorang bijak dan bajik, sebagai hadiah untuk saya, sebagai cindera mata Beliau dari negeri Thailand dan India. Yah, semacam oleh-oleh… 😉 Daripada oleh-oleh berupa benda-benda yang tidak bermanfaat, maka saya memilih oleh-oleh berupa Buddha-Rupam yang berguna dan menunjang rutinitas saya berpuja-bhakti dan samadhi setiap harinya. 😉

Pernak-pernik di atas meja Puja itu bukannya tanpa makna, semuanya memiliki makna sendiri-sendiri. Ada tiga elemen utama dalam meja-puja, yaitu : Nyala-api, Bunga, dan Dupa.

1). Nyala api lilin, melambangkan kebijaksanaan, pencerahan, yang melenyapkan kebodohan batin, kegelapan. Sembari menyalakan api lilin, siswa Sang Buddha bertekad dalam hati, untuk mampu melenyapkan kebodohan batin dan mencapai Pencerahan-Sempurna.

2). Bunga ; Bunga melambangkan harta dunia yang diinginkan para makhluk, sebab nampak indah, menyenangkan indera, berbentuk indah, berbau harum, bertekstur halus / lembut, dan mempunyai sari-sari bunga yang manis. Melalui bunga tersebut, siswa merenungkan dalam batin, bahwa meskipun bunga ( keduniawian ) nampak indah dan menyenangkan, namun patut direnungkan dengan bijaksana, bahwa semua hal di dunia ini, sesungguhnya bersifat tidak-kekal ( anicca ), dan karena tidak kekal maka menyebabkan timbulnya derita, kesedihan ( dukkha ), dan tiadanya inti-diri yang abadi disana ( An-atta ). Saat meletakkan bunga-bunga di meja Puja, siswa Sang Buddha merenungkan ketiga hal tersebut, “Anicca, Dukkha, Anatta”.

3). Dupa ; Dupa ini melambangkan harumnya kebajikan, moralitas, pengendalian batin / pikiran, dan kebijaksanaan yang mempesona dan menyebar kemana-mana. Para Bijaksana, dikenal, dikenang, tak terbatas ruang dan waktu, selama berabad-abad, diseluruh penjuru dunia, kebajikan-moralitas-pengendalian batin-kebijaksanaannya, dipuji oleh para makhluk. Mengenai hal ini, Sang Buddha menggambarkannya dalam syair berikut ini :

“ Appamatto ayam gandho,

Yayam tagaracandani

Yo ca silavatam gandho,

Vatti devesu uttamo.

( Dhammapada; IV-13 ; Puppha-Vagga ) “

Arti :

“ Tak seberapa harumnya bunga melati dan kayu cendana,

Jauh lebih harum mereka yang memiliki Sila ( Moralitas, kebajikan ),

Nama harum mereka tersebar diantara para Dewa di alam Surga. “


APAKAH UMMAT BUDDHA PENYEMBAH BERHALA ?

Maggha-Puja di Vihara Watu Gong

Maggha-Puja di Vihara Watu Gong

“Penyembah-Berhala!”, kalimat ini selama berabad-abad telah menjadi senjata yang ampuh untuk mendiskreditkan suatu agama tertentu beserta para penganutnya.  Bukan hanya agama Buddha dan para ummatnya yang sering mendapat ‘tudingan’ kejam seperti ini, tetapi agama-agama yang lainnya pun banyak juga ( misal ; agama Katholik, Hindu, dan lain-lainnya ). Agaknya kita harus dengan kepala dingin dan hati yang terbuka, menelaah secara kritis akan hal ini.

Pemujaan terhadap “berhala” yang dimaksudkan tersebut ( yang sering dituding-tudingkan ) , secara umum berarti, pemujaan terhadap sebuah benda ( patung, tugu-batu, batu-batu bertuah, dan segala bentuk benda yang lainnya ) dalam berbagai bentuk dan ukuran dan berdoa secara langsung terhadap benda-benda tersebut seolah-olah benda tersebut adalah Tuhan Yang-Maha-Kuasa itu sendiri. Doa-doa yang diuncarkan itu berisi permohonan, ratapan, keluh-kesah, yang ditujukan terhadap “Tuhan” yang termanifestasi dalam benda itu, dengan harapan semua permohonan itu dikabulkan.

Nah, apakah Buddha-Rupam adalah berhala ? Melihat pengertian pemujaan berhala tersebut, maka, Buddha-Rupam BUKAN – BERHALA, dan puja kepada Buddha-Rupam, bukanlah suatu bentuk pemujaan kepada Berhala, sebab ;

1. Buddha-Rupam, bukanlah benda / image yang menggambarkan sosok TUHAN.

2. Tidak ada DOA-DOA yang berisi permohonan, ratapan, keluh-kesah, yang ditujukan pada Buddha-Rupam tersebut.

Poster di ruang Puja di rumah saya

Poster di ruang Puja di rumah saya

Mungkin anda ada yang bertanya, “ Lalu, apakah isi Sutta-sutta yang diuncarkan waktu ber-Puja-Bhakti ?”.

Yang harus diketahui, Sutta, BUKANKAH DOA. Sutta, berbeda dengan DOA.

Sutta, artinya adalah “Khotbah”, ia merupakan Sabda Sang Buddha yang berisi ajaran-ajaran Sang Buddha selama 45 tahun Beliau mengabdi pada semua makhluk demi menunjukkan jalan untuk terbebas dari ( minimal ) empat-alam menyedihkan ( yaitu ; neraka, binatang, alam para hantu ( peta ), dan alam para Jin dan raksasa ( Asura ) ) , dan ( maksimal ) demi tercapainya realisasi Nibbana, pembebasan sempurna dari samsara, terbebas dari arus tumimbal lahir di alam manapun juga. Pembacaan Sutta ini, mempunyai tujuan, untuk semakin menghayati ajaran Sang Buddha, bukan untuk meratap dan memohon permohonan-permohonan seperti rejeki, jodoh, dan lain-lain hal duniawi.

Misalkan saja, Karaniyametta-Sutta. Ini adalah Khotbah tentang Kewajiban dan Cinta Kasih. Berisi anjuran-anjuran Sang Buddha tentang apa yang harus dikerjakan oleh mereka yang tangkas dalam kebaikan, untuk mencapai ketenangan. Anjuran ini sangat jelas terlihat dari awal khotbah tentang kewajiban dan cinta-kasih ini :

“ Inilah yang harus dikerjakan,

Oleh ia yang tangkas, dalam hal yang berguna,

Yang mengantar ke jalan pencapaian ketenangan,

Ia harus mampu, jujur, sungguh jujur,

Rendah hati, lemah-lembut, tiada sombong… ,

Merasa puas, mudah dilayani,

Tiada sibuk, sederhana hidupnya,

Tenang inderanya, berhati-hati,

Tahu malu, tak melekat pada keluarga-keluarga.

Tak berbuat kesalahan walaupun kecil,

Yang dapat dicela oleh Para Bijaksana,

Hendaklah ia berpikir :

“Semoga Semua Makhluk Berbahagia dan Tenteram,

Semoga Semua Makhluk Berbahagia!”

Nah, dari cuplikan Karaniyametta-Sutta tersebut, jelas terlihat tidak ada ratapan-ratapan dan permohonan yang ditujukan kepada Buddha-rupam dan Sang Buddha, bukan ? Demikian pula dengan semua Sutta-sutta dalam kitab agama Buddha. Semua berisi ajaran-ajaran Sang Buddha, dalam bahasa Pali, dibaca untuk diresapi, dihayati, ditemukan manfaat sari pati ajarannya untuk dipraktekkan.

Sekarang, mari kita bandingkan isi SUTTA tersebut dengan DOA, yang umumnya masyarakat non-Buddhis mengenalnya. Umumnya, doa akan berbunyi dan berisi hal-hal seperti dibawah ini :

“ Ya Tuhan Yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang… ,

Segala Puji Bagi – Mu , Tuhan, Penguasa Alam Semesta,

Hanya pada-Mu kami menyembah, dan hanya padamu kami MEMOHON PERTOLONGAN, Ya Tuhan Yang Maha Perkasa..,

Ya, Tuhan, Yang Maha Agung..,

Tunjukkanlah kami Jalan kenikmatan yang engkau berikan pada mereka yang Engkau kasihi, bukan jalan kecelakaan yang Engkau berikan terhadap mereka yang Engkau MURKAI… .

Ya Tuhan, bukakanlah pintu Rejeki untuk Kami,

Pertemukanlah kami dengan jodoh-jodoh kami

Yang telah Engkau siapkan, Ya Tuhan…,

Ampunilah kesalahan kami,

Terimalah seluruh amal perbuatan baik kami, Ya Tuhan..,

dst.”

Doa, selalu didahului dengan puja dan puji kepada Tuhan, lalu diikuti oleh berbagai bentuk ratapan dan permohonan, permintaan tolong, harapan untuk dibantu memperoleh jalan keluar, dan lain-lain sebagainya. Sedangkan Sutta , yang diuncarkan para siswa Sang Buddha, berisi tentang pokok-pokok pelajaran yang diberikan oleh Sang Buddha, untuk dihayati, semakin diperdalam, demi tercapainya kemajuan spiritual.

Karena masyarakat umumnya terbiasa diajari doa-doa, yang isinya adalah ratapan-ratapan kepada Tuhan, lantas menyamaratakan bahwa apa yang dibaca dalam Paritta / Kitab-Kitab agama Buddha [terutama ketika ber-Puja Bhakti di depan meja Puja ] adalah sama dengan apa yang mereka baca.


FUNGSI BUDDHA-RUPAM

Meja Puja Bhakti di Rumah

Meja Puja Bhakti di Rumah

Buddha-Rupam, atau image-Buddha, berfungsi sebagai alat bantu visual yang membantu seseorang mengingat Sang Buddha dan sifat-sifat luhur-Nya yang menginspirasi milyaran makhluk dari generasi ke generasi berikutnya sepanjang sejarah peradaban dunia.

Buddha-Rupam juga berfungsi sebagai objek-samadhi, yaitu saat melakukan samadhi dengan objek Buddhanussati. Meditasi dengan objek keluhuran dan sifat serta Guna dari Sang Buddha, akan semakin memperteguh semangat untuk menempuh kehidupan suci, dengan meneladani Sang Guru Agung itu sendiri, yang menunjukkan Jalan menuju kesucian dan pembebasan.


PATUNG-PATUNG DALAM AGAMA-AGAMA DILUAR BUDDHA-DHAMMA

Sesungguhnya, diluar agama Buddha, semua agama menggunakan suatu objek benda sebagai suatu sarana visual dan material untuk ber-religi, termasuk untuk melakukan ritual penguncaran doa-doa. Dan hal ini, menurut hemat kami, adalah wajar-wajar saja. Sebab, manusia mempunyai akal-pikiran, dan objek-objek tersebut merupakan bentuk ekspresi manusia terhadap sesuatu yang ia sebut “sakral”.

Di dalam agama Hindu, banyak terdapat patung Dewa, baik Dewa Brahma, Wisnu, maupun Siwa. Dan masih banyak lagi patung-patung. Semua patung-patung itu, merupakan simbol dari Tuhan, manifestasi dari Tuhan itu sendiri.

Di dalam agama Katholik, banyak terdapat patung-patung, seperti patung Tuhan Yesus Kristus, patung Bunda Maria, serta patung para suciwan lainnya.

Didalam agama Kristen, meskipun di”haram”kan adanya patung-patung, namun mereka mempunyai lambang “Salib” , sebagai objek / image dari kekudusan, kerohanian, atau sesuatu yang “absolut” itu sendiri.

Di dalam Islam, agama yang sangat mengharamkan adanya objek-objek pemujaan, mempunyai sebuah objek lambang-suci mereka , yaitu Ka’Bah, atau rumah-Tuhan. Menurut sejarahnya, di dalam Ka’Bah dulunya terdapat tiga ratus enam puluh (360 ) patung, dan sudah disingkirkan semua oleh Nabi Muhammad SAW.  Diluar Ka’Bah terdapat Batu Hajar Aswat , yang dipercaya sebagai batu bertuah dari surga. Hingga kini, ummat Islam sedunia, bila sholat , dan juga saat-saat berdoa, memohon suatu berkah, selalu menghadap KIBLAT, yaitu arah menuju rumah-Tuhan itu, Ka’Bah, di Mekah di tanah-Arab. Selain itu, juga terdapat seni Kaligrafi yang menggambarkan religiusitas mereka, dan seni ini sangat terkenal dan digemari karena keelokannya.

Di dalam Agama TAO, terdapat patung-patung Dewa, seperti Dewa Bumi, Dewa Langit, Dewa Naga, Dewa Kekayaan, Dewa Kesehatan, dan lain-lain patung Dewa, yang kesemuanya berfungsi sebagai sarana untuk mengajukan permohonan kepadanya.

Di dalam Kejawen, terdapat Keris-Keris, batu-batu bertuah, jimat-jimat, beberapa jenis patung, lukisan-lukisan Dewa tertentu, seperti Semar, Ratu Kidul, dan lain-lain. Ummat Kejawen, juga melakukan doa-doa serta ritual-ritual kepada Tuhan , karena mereka merupakan “Aliran Kepercayaan Kepada Tuhan YME ” . ( Misal, dengan doa-doa seperti, “Duh Gusti Ingkang Maha Agung, Ingkang Murbeng Dumadi, Ingkang Maha Kuwaos…, Kula Nyuwun Gunging Pangapunten, Gunging Pangaksami… , Nyuwun Sih Pitulungan Panjenengan , duh Gusti Pengeran…dst.” ).

Melihat betapa universalnya tradisi patung-patung / objek-objek suci bagi ritual sebuah agama di berbagai agama tersebut , lalu, adakah yang salah ? Tentu tidak. Adakah yang paling benar ? Artinya, bahwa hanya ada satu patung saja yang boleh disembah, sedang yang lain harus dihancurkan ? Egois sekali bila begitu.

Jika ada ummat Buddha yang melakukan hal memalukan tersebut ( menghancurkan patung-patung diluar Buddha-Rupam ), maka ia bukanlah seorang pengikut Sang Buddha, karena ia ‘egois’, ‘biadab’, menghancurkan suatu ‘keindahan’ , keelokan, ragam budaya dari pihak lain ( agama lain ) , yang sesungguhnya memperkaya khazanah peradaban dunia. Orang-orang seperti ini, ( yang suka  menghancurkan patung-patung dari agama lain, dan menganggap hanya patung dalam agamanya sajalah yang boleh ada dan boleh disembah ) layaknya disadarkan, bahwa patung miliknya ( bagi ummat Buddha, tentu saja yang dimaksud adalah Buddha-Rupam ), bukanlah satu-satunya patung yang boleh ada, yang boleh dipuja, dan yang harus menjadi satu-satunya didunia yang di”sakral”kan. 😉


SIAPA YANG SELAMA INI MENYEMBAH BERHALA ??

Persiapan Magha Puja di Vihara Watugong

Persiapan Magha Puja di Vihara Watugong

Dengan menelaah hal-hal diatas, lalu, kita sekarang bisa bertanya,  “Siapakah sesungguhnya yang selama ini MENYEMBAH BERHALA ?? “ Predikat “pemuja-berhala” sangatlah tidak tepat diberikan kepada ummat Buddha, dan tidak tepat pula diberikan pada ummat agama apapun. Pemberian predikat seperti itu sangatlah kejam, tidak manusiawi, melukai hati nurani setiap ummat yang memegang teguh kepercayaannya.

Sesungguhnya, semua agama sama-sama mempunyai objek / simbol religinya masing-masing, bahkan hampir semuanya memiliki suatu “objek” visual pemujaannya sendiri-sendiri, yang patut dihormati oleh semua pihak, baik ummat agama tersebut maupun ummat agama lainnya. Bagi kami, ummat Buddha, itu semua bukanlah masalah, dan bukan hak kami untuk menghakimi dengan tudingan-tudingan yang menyakitkan seperti yang umumnya dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Semoga dengan artikel ini, tidak ada lagi tuding-menuding yang berjudul “Penyembah-Berhala” tersebut,sadhu…sadhu…sadhu… .


“ Sabbe Satta Sukhita Hontu, Nidukkha Hontu, Avera Hontu, Abyapajjha Hontu, Anigha Hontu, Sukhi Attanam Pariharantu”

( Semoga Semua Makhluk Berbahagia, Bebas dari Penderitaan, Bebas dari Kebencian, Bebas dari Kesakitan, Bebas dari Kesukaran, Semoga Mereka dapat Mempertahankan Kebahagiaan Mereka masing-masing )

RATANA-KUMARO ( Ratna Kumara )

Semarang-Barat,Kamis, 09 April 2009

41 Tanggapan to “PENYEMBAH BERHALA ?!”

  1. Hayooo, jika sudah menyimak uraian diatas, lalu, siapakah yang selama ini menyembah Berhala ?? Jangan-jangan anda sendiri! 😀 :mrgreen: 😛 😉

    Salam Damai dan Cinta Kasih… ,
    “Semoga Semua Makhluk Hidup Berbahagia!”

    • 6666 said

      semua bangsa mempunyai allah’y masing2.
      dengan nama yg berbeda beda.
      dan dgn kedatangan’y UNIK.

      1 budha
      2 hindu
      3 islam
      4 katolik
      5 protestan

      masing2 penganut mangatakan hanya 1 yg benar…!!
      DIBUKTIKAN oleh mereka hanya dr tulisan,debat,perang mulut…? yaaah menurut sy aneh bngt.
      apa mungkin di dunia ini ada 5 TUHAN.
      tuhan manakah yg benar2 hidup…
      untuk membuktikan’y gampang aja koo, coba deeh kalian ber’5’lima berpikir dan melihat isi kitab masinng2
      apakah di antara tuhanmu ada yg mempunyai ”MUJIJAT”
      yaaaahh…contoh’y

      orag buta bisa di pulihkan
      orag mati bisa di bagkitkan
      orag lumpuh bisa berdiri
      badai besar bisa dijinak’kan
      orag tuli bisa mendengar
      sampai dy matipun bisa bangkit dan naik k SORGA dan masi banyak lg mujijat yg hebat

      APA ITU TIDAK CUKUP UNTUK MEMBUKTIKAN KETUHANAN
      sy yakin bgt. tdk ada di antara tuhan km yg seperti itu
      kalo ada kirimin dong ayatnya : by injil

  2. bhayhu said

    Ya… betul.
    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Dear Bhayhu…,
    Selamat Datang saya ucapkan kepada anda 😉
    Salam Damai dan Cinta Kasih… ,

    Emmm…,”Ya… betul”,
    Yang betul, pernyataan siapa dan yang mana ? 😀 :mrgreen: 😛
    Hehehe…. ,supaya lebih jelas saja… 😉

    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Saat kita meminta tolong dan kadang meratap kepada teman / kenalan kita, maka kita tidak dianggap sebagai menyembah orang tersebut. Saya menganggap semua agama / ajaran adalah menuju pada yang Satu. pendekatannya yang berbeda yang berakibat pada salah penafsiran orang diluar agama / ajarannya.
    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Yak, anda benar, saudara Bhayhu… ,
    “SALAH PENAFSIRAN”… ,inilah yang sering terjadi, tepat seperti apa yang anda utarakan… .

    Sebaiknya kita semua selalu ingat ‘pepatah’ yang berbunyi “DON’T JUDGE A BOOK BY ITS COVER”… , Jangan terburu-buru menghakimi dan mengambil kesimpulan atas sesuatu hal, jika kita belum benar-benar mengerti… .
    Dan ini kesalahan umum yang sangat banyak dilakukan orang-orang… .

    Selain ummat Buddha, sesungguhnya masih banyak ummat agama lain yang juga didiskreditkan dengan kalimat “Penyembah Berhala”. Sebut saja, ummat Katholik, Hindu, dll. Saya rasa, untuk yang non agama-agama ini, memahami dulu, apa makna dari sesuatu di dalam agama-agama tersebut, dan sebelum menuding, lihat dulu dalam praktik agamanya, apakah benar dalam agamanya sendiri tidak terdapat “patung” ? Tidak terdapat suatu tempat dan benda yang ia sebut sebagai “Tuhan” ?? Sebagai “RUmah-TUhan” ?? Berhala ??
    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Tapi itulah pada diri manusia ada sisi negatif dan positif. Ketidakmanpuan mengontrol dan mengandalikan positif dan negatif yang berakibat bias dalam upaya mencapai yang Satu. menjadi bercabang atau tidak murni dalam mencapai yang Satu. Beragama itu indah saat mencapai Sang Pemilik Keindahan. Dan jalan untuk itu terbuka lebar untuk semua mahluk.
    Yang menyembah berhala adalah yang tidak mampu mengontrol pada niat mencapai yang Satu. Berhala-berhala dalam hati yang kadang tidak kita sadari.
    Damai Sejahtera.
    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

    Salam Damai Sejahtera Selalu dari Saya untuk Anda… ,
    Semoga Anda Senantiasa Berbahagia, Bebas dari Segala Bentuk Penderitaan, Mampu Meraih dan Mempertahankan Kesejahteraan, Hidup Damai, Sentausa… ,

    Amien 😀 :mrgreen: 😉

  3. bhayhu said

    Ya Betul, untuk artikel anda. Bisa ditangkap maksudnya jika kita tidak dalam kebencian pada agama / aliran kepercayaan tertentu.
    Ya penjelasan anda tentang Ajaran Budha, tidak lain akan hanya menambah keyakinan saya bahwa Tuhan Maha Adil, yang terjadi curiga mencurigai adalah karena belum dapatnya pengertian / informasi yang hakiki tentang agama2 / aliran kepercayaan tertentu.
    Saya tertarik dengan ajaran Buddha setelah menonton Film Kera Sakti, banyak yang menyentuh nurani yang bisa saya pelajari. Dan maaf, jika saya perhatikan foto anda jadi terbayang visual Buddha. Tapi itu terbentuk setelah saya baca dan menyimak tulisan tulisan anda.
    Ya.. Betul . …. untuk tulisan2 anda selanjutnya. Jadi pasti saya tunggu tulisan2 anda yang mencerahkan.
    Damai dihati.
    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Dear Sdr.Bhayhu… 😉

    Terimakasih atas semuanya… 😉

    Damai di Hati… ,
    Damai…damai…damai… 😉

  4. Tedy said

    Salam damai dan sejahtera utk semua makhluk!

    Mohon maaf, sy mau koreksi sedikit mas. Yg anda sebut dewi kwan im, ami to fuo, dan lain lain sbg “tokoh” lainnya, mungkin agak keliru.

    Dewi kwan im adalah Avalokitesvara Bodhisatta Mahasatta. Sedangkan Ami to fuo adalah Amitabha Buddha. Dan Buddha Gotama mengakui eksistensi kedua makhluk agung tsb.
    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Dear Teddy… ,

    Sebenarnya tidak keliru 😉
    Hanya, dalam lingkup Buddha-Theravadda, meskipun kami mengakui keberadaan para Boddhisatta ( wow, apalagi saya pribadi , SANGAT MENGAKUI… 😉 ), namun kami tidak menempatkannya dalam posisi sentral, sehingga tidak ada uncaran sutta-sutta terhadap Beliau-beliau ini.

    Namun, tentunya semua ummat Buddha sangat menghormati para Boddhisatta 😉
    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Dan yg membedakan kedua makhluk agung tsb dgn Buddha Gotama yaitu, tingkat ke-Buddha-an. (Buddha Gotama adalah Arahat Sammasambuddha)

    Yg salah persepsi adalah umat buddha itu sendiri yg sembahyang meminta-minta di altar Amitabha Buddha dan Avalokitesvara Bodhisatta. Padahal kedua makhluk agung tsb bukanlah dewa atau dewi yg bisa diminta-minta.

    Semoga semua makhluk berbahagia!
    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Terimakasih atas penjelasannya.

    Nanti suatu saat akan saya bahas juga tentang para Boddhisatta ini 😉

    Sabbe Satta Sada Hontu Avera Sukkhajivino … 😉
    Sadhu…Sadhu…Sadhu… .

  5. Tedy said

    Salam damai dan sejahtera utk semua makhluk!

    Utk sodara lovepassword, sbg sharing dari pengalaman pribadi sy sendiri. Sy sbg umat buddha yg non-sektarian klo sembahyang di depan altar Buddha tdk pernah mengucapkan “DOA-DOA” yg berisi permohonan, ratapan, keluh kesah, yg ditujukan pada Buddha-Rupam tersebut.

    Jadi pendapat anda yg mengatakan tergantung dari alirannya masing2 kurang tepat. Yg lebih tepat adalah tergantung TINGKAT PEMAHAMAN (kebijaksanaan) masing2 orang. Dan itulah sebabnya mengapa masih banyak yg suka meminta-minta di depan altar Buddha-Rupam, karena tingkat pemahaman yg berbeda-beda.

    Semoga semua makhluk berbahagia!

  6. lovepassword said

    Dewi kwan im adalah Avalokitesvara Bodhisatta Mahasatta.

    Kalo DewI KwanIm atau Avalokitesvara, saya rasa lumayan terkenal – karena banyak dipakai sebagai rujukan untuk dimintai tolong. Jadi secara ajaran Budha – itu salah ya?

    Kalo itu dianggap sebagai sekadar tradisi, bagaimana sebenarnya posisi ajaran Budha terhadap tradisi,terutama tradisi semacam itu. APakah itu dianggap positif atau negatif, atau netral-netral saja – jika tidak merugikan ya tidak apa-apa? SALAM

    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Dear Lovepassword… ,

    Sepertinya anda kurang memperhatikan jawaban saya yang terdahulu, yang juga sudah menjelaskan perihal kaitan TRADISI dengan ajaran Buddha.

    Dalam blog ini saya hanya membahas ajaran Sang Buddha Gotama, sebagai Buddha Historis ( Buddha masa ini, yang pernah benar2 hidup sebagai manusia dan nyata2 ada ). Bila harus menjelaskan apa itu BODHISATTA, MAHASATTA, dan Buddha-Buddha yang lain yang ada dalam tradisi ajaran-ajaran di luar Theravadda, maka tentu akan sangat panjang. Dan sebaiknya anda pergi saja ke tempat2 yang menyediakan informasi tentang hal tersebut, karena saya tidak menyediakan informasi tersebut, setidaknya untuk waktu2 sekarang ini.

    Salam… .

  7. Tedy said

    Salam damai dan sejahtera utk semua makhluk!

    Kepada yth sodara lovepassword, mohon maaf apabila komentar saya ada yg keliru atau kurang berkenan.
    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Dear Teddy… ,

    Tidak perlu meminta maaf…,
    Mengapa harus meminta maaf atas kepercayaan anda ? Justru bila ada yang mempertanyakan dan melecehkan kepercayaan anda, dialah yang harus meminta maaf. Baik begitu, Teddy ? 😉

    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Saya mencoba menjelaskan hanya sebatas sejauh pemahaman pribadi. Begini, sebetulnya tdk ada yg salah, boleh2 aja mengagumi “sosok” Buddha atau Boddhisatta, selagi utk tujuan yg mulia, demi perkembangan spiritual dan kebaikan.

    Tradisi semacam itu timbul, dikarenakan umat Buddha yg bersangkutan menganggap bahwa “sosok” Amitabha Buddha atau Avalokitesvara Boddhisatta masih “hidup” dan belum mencapai parinibbana (mangkat, lenyap, padam). Spekulasi ini muncul dikarenakan didalam sutra Amitabha, Semasa Buddha Sakyamuni, Sakyamuni Buddha pernah bersabda bahwa dipenjuru barat terdapat alam sukhavati tempat bersemayam Amitabha Buddha (Avalokitesvara Boddhisatta adalah murid Amitabha Buddha). Karena arti dari Amitabha adalah cahaya tanpa batas (berusia tanpa batas, sangat panjang sekali). Menurut saya pendapat ini cukup relevan, sebab Sakyamuni Buddha tdk pernah mengklaim bahwa Beliau merupakan satu-satunya Buddha di alam semesta. Masih banyak Buddha-Buddha atau Boddhisatta-Boddhisatta di alam semesta, hanya tingkat ke-Buddha-an yg berbeda.
    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Terimakasih atas penjelasan anda mengenai Boddhisatta dan Mahasatta tersebut. Semoga bermanfaat.
    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Semoga semua makhluk berbahagia!
    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Semoga Semua Makhluk Hidup Berbahagia dan Tenteram….
    Sadhu…Sadhu…Sadhu… 😉

  8. kangBoed said

    hihihi… saudara ku sesama endut… broooot..her Ratna Kumara yang lucuuuu… weleh weleeeh… jangan JAIM gitu dunk… saya gak disapa tuh komentarnya… entar nangis looo hehehe…
    Murnikan hati yayaya… karena berhala berhala yang paling dahsyaaaat itu tumbuh di hati kita masing masing… berhala berhala yang tidak terlihat dan kadang tak pernah dirasakan… bahwa diri kita adalah penyembah penyembah berhala…. hmmm… semakin kita menyadari ketiadaan dan kekosongan… semakin kita menghayati bahwa tiada nya sang diri ini meliputi yang lahir dan yang bathin dari ujung rambut sampai ujung kepala… maka akan hadir dan bergeraklah yang ADA… yayaya… buang fikir… buang rasa perasaan… akhirnya buang rasamu… maka ….. hmm… dahsyaaaaaat maaan hidup dalam dunia intuisi… berjalan dan bergerak dan DIAM seperti air yang mengalir…
    Salam Sayaaaaang saudara endutku…
    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Dear KangBoed… ,

    Wah, nanti suatu saat saya tak tunjukin ke anda foto saya seluruh badan ya, nanti kan anda liat, saya ( sudah ) tidak gemuk lagi, hehehehe… 😉

    Nah, itu… buang semua berhala dalam hati… 😉
    “Diri sendiri adalah pelindung bagi diri sendiri”

    Karena pikiran, ucapan dan perbuatan kita sendiri, kita menjadi baik, begitu pula sebaliknya 😉

    “Aku adalah pemilik karmaku sendiri,
    Mewarisi karmaku sendiri,
    Terlahir dari karmaku sendiri,
    Terlindungi oleh karmaku sendiri,
    Berhubungan dengan karmaku sendiri… ,

    Karma ( Pikiran & Perbuatan ) apapun yang akan kulakukan,
    Baik ataupun buruk…,
    Karma itulah yang akan kuwarisi… .

    Demikian hendaknya kerap kali kita renungkan ”
    ( Perenungan Kerap Kali ; Palivacana ).

    Salam Damai dan Penuh Cinta Kasih,
    RATANA KUMARO.

  9. tomy said

    Tuhan adalah konsep yang diberhalakan 😀
    surga adalah damba dari puncak kenikmatan nafsu 😎

    dadya sakciptaningsun, ana sasedyaningsun, teka sakersaningsun, metu saka kodratingsun

    doa adalah moment intens kembali kepada kesejatian diri
    perbuatan adalah jawaban doa
    berkata YA dengan sepenuh hati kepada hidup adalah kesejatian surga
    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Selamat datang mas Tomy 😉

    Terimakasih atas komentarnya 😉

    semoga semua makhluk berbahagia

  10. CY said

    Menurut saya, menyembah berhala atau tidak bukan suatu kesalahan. Tindakan seseoranglah yg menunjukkan kesalahan dirinya sendiri. Bukankah lebih baik menyembah berhala tapi tindakan dan perilakunya penuh kebaikan dan cinta kasih daripada menyembah Tuhan tapi perilakunya bunuh sana-sini, ngebom sana-sini, bakar sana-sini, caci-maki sana-sini.

    Kok malah yg menyembah Tuhan terlihat lebih “ganas” dari yg menyembah berhala?? Buktinya, coba kita bandingkan isi kitab suci yg diklaim “menyembah berhala” dgn yg mengklaim dirinya menyembah Tuhan…

    Mari kita bandingkan 20 Ajaran Welas Asih Dewi Kwan Im dan teladan hidup Beliau dgn kisah dikitab suci penyembah Tuhan, mana yg lebih banyak drama “pancung leher” nya???

    Adakah genosida (pembantaian besar-besaran sistematis terhadap satu suku bangsa atau kelompok) dlm kitab dan sejarah Buddhisme?? Adakah genosida dlm kitab para “penyembah Tuhan”?? Silakan dijawab sendiri berdasarkan bukti sejarah. Sdh ada bukti jadi ga bisa ngeles, hehehe…

    Dari bukti sejarah kok sepertinya “Buddhisme penyembah berhala” lebih manusiawi dari “penyembah Tuhan” ya?? Ada yg bisa menjawab tanpa adhominem dan fallacy??

    @Bro Ratna
    Dlm beberapa pengalaman hidup, saya pribadi memang mendapatkan pertolongan Dewi Kwan Im. Saat bertemu “persimpangan” dan saya bingung memilih mau kemana, saya sering meminta pendapat bijaksana Beliau. Dan jalan yg dipilihkan memang yg terbaik.
    Sayangnya mayoritas umat Buddhis-tradisi malah salah persepsi sehingga meminta kekayaan, jodoh, jabatan dan hal2 enak lainnya tanpa mau berusaha. Dan lebih gawatnya ada bbrp permintaan yg terkabulkan (mungkin krn buah karmanya sdh masak tanpa disadari) sehingga salah persepsi itu makin dalam.
    Tapi tak bisa diabaikan juga bhw dlm bbrp kasus “gaib” memang Beliau bisa membantu.

    **sorry bro, baru sekarang sempet komentar hehehe…** 😀
    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Dear Ko CY… ,

    “Ghaib” tentunya memang ada Ko… ,

    Buddha Dhamma tidak mengingkari hal itu, Sang Buddha sendiri juga mengajarkan adanya alam-alam Dewa dan para Dewa yang selalu melindungi makhluk2 yang baik, yang membimbing diri ke arah yang baik dan benar.

    Terimakasih atas komentnya Ko 😉
    Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta… 😉

  11. CY said

    Wah, kelihatannya lagi senggang nih jadwal bro. Sempet ngebales koment hehehe…
    Terimakasih juga utk postingan klarifikasi ini, memang sdh sejak lama saya juga ingin membuat klarifikasi spt ini rupanya sdh keduluan bro Ratna 😀

    Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta 🙂
    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Dear Ko CY…,

    Enggak senggang juga, tetep banyak kerjaan ( senggang kalau udah tanggal 01 Mei 2009 Ko 😉 ) , cuma lagi di luar kantor aja, jadi bisa nyambi buka blog 😉

    Iya, semoga postingan ini bermanfaat 😉

    Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta 😉
    Sadhu…Sadhu…Sadhu… .

  12. Tedy said

    Salam damai dan sejahtera utk semua makhluk! (walaupun saya bukan simpatisan partai damai sejahtera, PDS, He..he..)

    Mas, sampeyan ngk repot tuh “urus” Buddha-Rupam (2 sekaligus lg)? Apa ada syarat2 tertentu? Saya pengin sih punya Buddha-Rupam di rumah, tapi takut ngk bisa ngurusnya. Walaupun cuma patung, kan kurang sopan klo tdk sungguh2.

    Semoga semua makhluk berbahagia!
    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Dear Teddy…. ,

    Nggak repot…, paling kan cuma bersihin meja Puja, bersihin dari debu-debu, juga memasang bunga-bunga, nyala api, dan dupa. Sederhana kan ? Lalu tinggal berpuja-bhakti dan samadhi.. 😉

    Peace and Love… 😉

  13. 3yoga said

    ehh … dulu sewaktu jalan2 ke borobudur, aku beli patung buddha kecil yang dari batu hitam, tapi sekarang sudah hilang, gak apa2 ya ???

    mas Ratana … kemarin hari sabtu, padahal aku muter2 di simpang lima loh …. yah untung saja enggak mampir ke plaza, padahal anak2 ingin sekali mampir ….

    waktu saya mampir dekat vihara tanah putih … kok panjenengan enggak ada ???

    turut berduka cita atas musibah yang terjadi di palza simpang lima ….

    salam,

  14. Dear mas 3yoga… ,

    ~~~~~~~~~~~~~~~
    ehh … dulu sewaktu jalan2 ke borobudur, aku beli patung buddha kecil yang dari batu hitam, tapi sekarang sudah hilang, gak apa2 ya ???
    ~~~~~~~~~~~~~~~

    Ya gak apa2 to mas… .
    Hilang kan soalnya gak jodoh sama mas 3yoga,
    Kayak pacar kalau gak diurusin ya ngilang 😀 :mrgreen:

    ~~~~~~~~~~~~~~~
    mas Ratana … kemarin hari sabtu, padahal aku muter2 di simpang lima loh …. yah untung saja enggak mampir ke plaza, padahal anak2 ingin sekali mampir ….
    ~~~~~~~~~~~~~~~
    Karma ( kehendak / perbuatan ) baik…
    Karmalah pelindung kita… 😉

    ~~~~~~~~~~~~~~~
    waktu saya mampir dekat vihara tanah putih … kok panjenengan enggak ada ???
    ~~~~~~~~~~~~~~~
    Lhah, lha mampirnya dimana ? Kalo di pinggir jalan ya saya gak ada to mas, masak saya disamakan PKL 😀 :mrgreen:
    ~~~~~~~~~~~~~~~
    turut berduka cita atas musibah yang terjadi di palza simpang lima ….
    ~~~~~~~~~~~~~~~
    Iya, saya juga turut berduka citta,
    ” SABBE SANKHARA ANICCA ”
    ( Semua Paduan unsur2 Tidaklah Kekal )
    Maturnuwun mas…, Semoga Karma Baik anda Berbuah dan Melindungi anda sekeluarga selalu 😉

    ~~~~~~~~~~~~~~~
    salam,
    ~~~~~~~~~~~~~~~
    Salam Damai dan Cinta Kasih
    “Semoga Semua Makhluk Hidup Senantiasa Berbahagia”

  15. Halo Mas Ratana,
    ~~~~~~~~~~~
    Halo juga 😉
    ~~~~~~~~~~~
    maaf, saya mau numpang nanya ^^”

    kalo meditasi di kamar sendiri tanpa Buddha rupang,
    bisa mencapai jhana atau ga ya?
    ~~~~~~~~~~~
    Pertama-tama, saat ini saya agak “takut”2 menyebut tentang “Jhana”…, Mungkin sebaiknya memakai istilah lain yang lebih “tidak-aneh” dan “tidak-wah”, yaitu pakai saja “konsentrasi-tercerap”… .

    Ada atau tidak adanya Buddha-Rupang, tidak mempengaruhi kemampuan batin mencapai “konsentrasi-tercerap”.

    Fungsi Buddha-Rupang, suda saya jelaskan pada artikel diatas 😉
    Okey ? 😉

    ~~~~~~~~~~
    btw, layout blog mas Ratana jadi makin keren 😀
    ~~~~~~~~~~
    Terimakasih … 😉

    Sering2 mampir yak!

    Sukkhi attanam pariharantu 😉
    Mettacittena… 😉

  16. Budhi~(Red) said

    kalo buat ogut sih berhala itu kalo menggantungkan dan mempercayakan hidup kepada sesuatu yg berasal dan berada di luar diri kita sendiri……kiblatnya ke luar………gitu boss he he he…
    beda boleh kan??

    salam 😀
    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Dear mas Budhi… 😉

    Wah, lama tak nampak , kemana aja ni ? 😉

    Yak, pendapat anda benar.. 😉

    Salam Damai 😉

  17. 3yoga~(Red) said

    berhala …. apa harus berupa patung, tugu – batu ???, kalau lebih ditelaah lagi maka wujud yang kita angankan pun bisa jadi berhala … misalnya harta … jabatan ??? dan yang paling ekstrem adalah …. Tuhan (fanatisme).

    (untuk menyebut Tuhan dalam hal ini diperlukan keberanian yang luar biasa, karena mencoba lepas dari pemahaman pada umumnya).

    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Dear mas 3yoga… ,

    Telaahan yang sangat bagus sekali 😉

    Ya, benar… .

    Berhala, baik berwujud maupun tidak berwujud, pada prinsipnya adalah kepada “nya” kita menggantungkan diri, kita tidak percaya pada potensi diri kita sendiri.

    Saat kita tidak menjadi HUMANOSENTRIS, tetapi memiliki “SENTRIS”2 yang lain, baik berwujud maupun tidak berwujud, sehingga kita menjadi makhluk2 yang ‘lemah’, menggantungkan diri terhadap ‘sesuatu’ itu, “ngabdi”, maka saat itulah kita sudah memberhalakan ‘sesuatu’, memberhalakan’nya’.
    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

    jadi menurutku semua sudah menyembah berhala …. yang tampak maupun yang tidak tampak, bahkan seorang yang mengaku atheis sekalipun … dia tetap menyembah berhala “ketiadaannya” itu sendiri.

    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Wah, kalau untuk orang2 “atheis”, kami tidak tahu…, Karena kami bukan orang2 Atheis seperti yang dianut kaum materialis, baik kaum Komunis maupun kaum kapitalis-liberal. Kaum komunis memberhalakan “komunal”, “massal” ( Masyarakat-komunal adalah TUHAN ) , sedangkan kaum kapitalis memberhalakan “kapital”, “modal”, ( Modal / Uang adalah TUhan! )

    Disisi lain ( selain hal tersebut diatas ), Atheis, menurut pemahaman kami adalah, bahwa seBENARnya Tuhan itu ada, tapi orang tersebut anti kepada keberadaannya. Atheis, suatu penyangkalan akan keberadaan Tuhan dimana sebenarnya Tuhan itu “ADA”.

    Sedangkan kami…, wah, susah kalau dijelaskan, akan membutuhkan bertahun-tahun mungkin berjuta tahun kehidupan 😉 , buktinya saya sering berdiskusi dengan mas 3yoga tetapi belum tentu juga mas 3yoga menangkap ‘esensi’ dari “penembusan”, esensi dari “pencerahan” ( kalau dianggap “atheis” adalah esensi dari pencerahan, maka berarti mas 3yoga belum mencapai pemahaman yang kami maksud ) yang menyibak segala pertanyaan, menemukan jawaban atas semua pertanyaan, tiadanya lagi “misteri” yang menjadi ranah abu-abu dan ditabukan untuk disentuh…, terutama mengenai Tuhan tersebut.
    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

    hehehe … maaf mas Ratana, aku juga punya pandangan yang berbeda juga ….

    salam,
    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Tidak apa2 mas 3yoga…,
    Inilah tujuan kita sharing disini… 😉

    Proses dialektis itu harus terjadi, ada thesis, lalu ada anti-thesis, kemudian terjadilan sinthesis , agree ?? 😉

    Salam Damai dan Cinta Kasih… .

  18. 3yoga said

    iya betul mas ….. saya justru merasa pikiran saya menjadi semakin liar …. tidak mau menuruti pakem2 yang ada ….. dan tidak mau menganut suatu apapun …. makanya saya susah payah mengendalikan pikiran liar saya ini.

    mungkin orang lain bilang saya sedang mabuk karena terlalu banyak minuman berwarna warni ….. tapi bila diambil positifnya … maka saya mulai berani untuk melangkah sendiri dengan pengertian sendiri.
    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Dear mas 3yoga… ,

    Sang Buddha, saat masih sebagai Boddhisatta dan belum mencapai Pencerahan Sempurna, juga berjuang setengah mati, dengan sangat keras ( menjalani pertapaan yang keras, sampai tubuhnya kering-kerontang, tinggal kulit menutupi tulang, bola matanya hampir lepas, rambut2 di tubuhnya bila digosok hancur bagai debu, mencabuti rambut-rambut janggutnya, tidak makan, tidak bernapas, dan lain-lain ).

    Namun, ketika Beliau mencapai Samadhi yang tertinggi ( Jhana-jhana ) dan melalui kekuatan samadhi tersebut Beliau menembus semuanya, akhirnya Beliau mendapat semua jawaban atas pertanyaan-pertanyaan hakiki, dan menemukan jalan untuk terbebas dari samsara lalu mengabdi pada semua makhluk demi menunjukkan jalan ini 😉

    Jadi, selamat berjuang mas 3yoga, semoga berhasil mencapai Pencerahan Sempurna.
    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    salam,
    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Salam kembali mas 😉

  19. CY said

    Bro, ada yg mau saya tanyakan. Sutra2 tersebut kalau diterjemahkan ke bahasa yg dimengerti baru dilakukan pembacaan apakah bisa?? Minimal kan kita mengerti apa yg kita baca, kalo yg dibaca bahasa pali atau tibet kan lebih ke hapal doang tanpa pengertian maksimal.
    ~~~~~~~~~~~~~~~
    Dear Ko CY… ,

    Sutta-sutta tersebut sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia, namun alangkah baiknya tetap dibaca dalam bahasa Pali ( bahasa yang digunakan Sang Buddha kala mengucapkannya ). Terjemahannya itu berfungsi untuk memahami apa yang disabdakan Sang Buddha.

    Salam,

  20. CY said

    Ups… sorry ketularan salah ketik, maksudnya Sutta :mrgreen:

  21. Tedy said

    Mas, anda bilang sehari-hari menghabiskan waktu sekitar 3-4 jam utk samadhi. Koq anda tau sih…? Apakah anda pakai timer yak…?
    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Dear Teddy… ,

    Teddy…, suatu saat, jika kita sudah biasa melatih diri dalam samadhi, dan kita sudah mampu memiliki tingkat ketenangan yang cukup kuat dan dalam, sebelum samadhi, kita bisa mengafirmasikan, ” Aku akan berdiam dalam ‘ketenangan’-ku selama 3 jam, dan aku akan terbangun sesudahnya”.
    Tentunya , saat itu kita harus melihat jam terlebih dahulu, untuk membuktikan apakah afirmasi kita berhasil atau tidak. Jika dimulai jam 20.00 WIB, kalau berhasil, ya berarti tepat jam 23.00 WIB kita akan bangkit dari samadhi kita.

    Begitu Teddy..,
    “May All Beings Attain Enlightenment”

  22. 卓俊樺 said

    Halo Mas Ratana,

    kenapa sutta lebih baik dibaca dalam bahasa Pali ?
    di negara2 asia timur, Sutta dibaca dalam bahasa penduduk setempat lho ><
    ~~~~~~~~~~~~~~~~
    Selamat datang kembali , saudara.. ,

    Yah, dibaca dalam bahasa penduduk setempat juga bisa… .

    Kedua-duanya ada alasan yang mendasarinya.

    Untuk mazhab Theravada, diajarkan untuk dibaca dalam bahasa Pali karena bahasa itulah yang digunakan Sang Buddha saat itu, untuk mengucapkan sabda-sabda-Nya.

    Untuk mazhab-mazhab yang lain, diucapkan dengan bahasa penduduk setempat, dengan alasan untuk memudahkan penghayatan akan sabda-sabda Sang Buddha tersebut.

    Tidak masalah… 😉

    Salam,
    Sukkhi attanam pariharantu… 😉

  23. bhayhu said

    Mas Ratanakumaro, sedang menghidangkan masakan yang lezat, mari kita santap bersama bagi yang suka menunya, bagi yang kurang suka gak dipaksa, tapi pelan-pelan nanti keselek, hati-hati ada duri ikan, disingkirkan biar dapat dagingnya yang lezat. Terakhir jangan lupa minum, biar lancar masuk keperut mengenyangkan dan dicerna menjadi daging.
    Dalam diri ada api, damai dihati padamkan api.

  24. CY said

    Setuju sekali dengan anda berdua KangBoed dan bro Ratna. Walaupun semua penduduk dunia bilang bumi tidak berotasi, tetap saja bumi akan berotasi. Salut dgn “pandangan jauh” KangBoed. 🙂

  25. CY said

    @KangBoed
    ngomong2, saya belum sanggup menyandang gelar bijaksana. Nanti jadi malu2in kang hehehe…

  26. galeter said

    ..Wow..

    Fantastis…

    Salam kenal ..Saya Moslem..

    Saya Hanya Mo Tanya ama Pemilik Blog..!!

    Diluar sana saya pernah mengetahui beberapa wawasan tentang budha atau Ke-budha-an..
    ada beberapa tokoh (tolong saya diluruskan kalo salah)
    yang saya kagumi pandanga-nya..

    Sri Yuktesvar dan Paramhansa Yogananda ..
    kepribadian mereka sungguh bijak

    Sependek pengetahuan saya mereka itu Yogi (yogi-is)

    Apakah yogi itu serta merta adalah budha, ??
    maksud kami agama mereka budha … begitu ??

    Saya Mohon maaf atas keterbatasan pengetahuan saya

    Saya juga mengundang anda,
    kiranya sudi mampir di blog
    saya juga yang masih Cupu

    Salam,

    http://www.galeter.wordpress.com

  27. galeter said

    oya hampir lupa
    kalo boleh anda singgung
    sedikit di reply komment ini ..

    tolong terangkan siapa itu master Lu Seng Yen ?

    salam lagi

    Maaf banyak tanya.

  28. Budhi said

    i tu di blog mas behi sama mas hidayat lagi pada tengkar yah?.wah payah itu,udah lama ogut ga lelana di dunia maya kok sekalinya balik ke dunia maya,yang tadinya udah adem2 kok jadi pada ribut lagi sih?
    sesuai dengan keadaan dunia ini,semakin hari semakin kacau dan bergejolak,sayang.

    kapan mau dolanan ke tlatah pasundan?.
    btw,wajah ente mirip2 loh sama wajah ogut,terutama dahi,cuma badan ogut kurus ga segendut ente,sama wajah sekalipun mempunyai karakter yang sama dengan ente mas ratana tapi karakter wajah,mata hidung serta bibir ogut lebih kaya perempuan kalo kata temen2 sih,tapi asli men,bukan homo loh he he he …..laki2 normal, wujud luar boleh selembut wanita,yg penting dalemannya 😀

    Salam

  29. Dear All Brother and sisters… ,

    @Ngabehi K.M. ,
    Hehehe… saya jadi pengin manggil sampeyan “MBAH KUPLUK” lagi *hahahahahahahaha* 😀 :mrgreen:
    Hush…, gak usah diinget-inget ding mas, hehehehe… 😉
    Peace mas Ngabehi 😉

    @ Galeter, salam kenal… ,
    Sesungguhnya, dulu, sudah lama sekali, saya pernah berkunjung ke blog anda kok 😉
    By the way, jawaban untuk pertanyaan2 anda, nanti dulu ya mas, tapi nanti pasti saya jawab 😉

    @Budhi,
    Iya , gak apa2 lah, yang penting kan bagaimana kita bisa mengademkannya, kita sendiri adem, semua adem, tidak saling menyinggung, tidak saling memusuhi 😉

    Sepertinya suatu waktu nanti saya akan beberapa kali ke Bandung, cuman belum tau realisasinya mas. Semoga bisa ketemu disana.

    Terimakasih atas kunjungannya mas 😉

    Peace & Love

  30. gambuh said

    salam damai…. sekedar sharing aja kalau anda bilang bahwa suatu benda adalah obyek “pemujaan” saya kira kurang tepat dan khususnya untuk kejawen cara berdoa bukan melalui benda2 tsb tetapi melalui olah semedi heneng-hening-henong dan pada tahap henong saat kita melepaskan keduniawian kita pasrahkan segala sesuatunya pada GUSTI matur nuwun dan mohon koreksinya

  31. To: Bro Gambuh

    Saya jadi ingin bertanya pada anda.
    Pada saat anda melakukan semedi dengan kondisi heneng-hening-henong itu, apakah anda mengaharpkan sesuatu?

    Apabila anda mengharapkan keselamatan, keberkahan, rejeki berlimpah, maka anda termasuk orang yg berhala menurut saya. Maaf bila ketikan saya membuat anda tersinggung.

    Saya juga akan menyinggung semua orang yg menganut pandangan/ajaran agama yg:

    MENYERAHKAN KESELAMATAN, REJEKI, KEBERKAHAN KEPADA TUHAN/GUSTI/ALLAH/APAPUN NAMANYA

    Mereka itu termasuk berhala. Hanya pada makhluk yg tidak pernah melekat pada apapun juga, barulah mereka itu disebut makhluk yg bukan penganut BERHALA.

    Berhala menurut saya, kemelekatan terhadap obyek yg dianggap menyenagkan.

    Apabila ada umat Buddha yg berdana lalu mengaharapkan lahir di alam surga maka dia dapat disebut manusia BERHALA.

    Bagaimana menurut pendapat anda??

  32. suprayitno said

    atheis dan theis sebenarnya sama. atheis adalah person who believers that there are no God (bener gak nulisnya nih), maksudnya atheis sebenarnya adalah orang yang beriman juga, bedanya kalau atheis beriman/percaya bahwa tuhan itu tidak ada, Sedangkan theisme adalah orang yang percaya bahwa tuhan itu ada.

    Dua-duanya percaya. Jadi sangat berbeda pengertiananya antara tidak percaya adanya tuhan dan percaya bahwa tuhan tidak ada.

    Masalah menyembah berhala, mana sih yang lebih baik menyembah khayalannya sendiri yang dikonstruksi menjadi sosok imajiner yang kemudian dinamai/disebut sebagai “tuhan” ataukah lebih baik menyembah batu yang telah diberi ruh oleh daya cipta dan karsanya sendiri?

    Jika kita masih mempersoalkan sesembahan dan cara menyembahnya, berarti kita belum bisa memaknai arti spiritualisme. Spirit itu kan sebuah semangat, jika kita lebih bersemngat dengan perantaraan menyembah batu masak iya harus disalahkan?

    Menurut aku sih dua-duanya absurd, baik penyembah batu/patung atau yang menyembah khayalannya sendiri. Tuhan kan gak perlu disembah-sembah atau dipuja-puji, buktinya aku gak pernah nyembah-nyembah juga tuhan gak pernah memarahi dan menghukum aku.

    Paling-paling yang menghukum lingkungan dengan berbagai cibiran dan hujatan “wah anda kafir, kelak jika mati menjadi intipnya neraka”. Aku sih gak mikirin, mau masuk neraka kek atau surga kek. sebab jika mati masih bisa mikir dan merasakan sungguh ini suatu cerita yang sangat absurd.

  33. lovepassword said

    atheis dan theis sebenarnya sama. atheis adalah person who believers that there are no God (bener gak nulisnya nih), maksudnya atheis sebenarnya adalah orang yang beriman juga, bedanya kalau atheis beriman/percaya bahwa tuhan itu tidak ada, Sedangkan theisme adalah orang yang percaya bahwa tuhan itu ada.

    Dua-duanya percaya. Jadi sangat berbeda pengertiananya antara tidak percaya adanya tuhan dan percaya bahwa tuhan tidak ada.

    ===> Meskipun tulisan anda ini kemungkinan besar bahkan ditolak oleh para atheis itu sendiri tetapi yah dalam hal ini aku setuju sama anda, mas Prayit.

    Sama seperti theis yang tidak terlalu hepi jika dianggap sama dengan atheis begicu atheis juga pasti sok tampil beda dong. hi hi hi. Salah satunya bisa anda lihat dari pendapat dua ateis senior Indonesia :
    DF : Mengatakan ateisme sama dengan agama-agama yang ada sama saja dengan mengatakan Tidak Suka Berenang adalah suatu hobi.
    KK : Mengatakan ateisme identik dengan kepercayaan sama saja dengan mengatakan kebotakan adalah salah satu model rambut.

    Salah satu penolakan ateis yang paling keras adalah jika mereka dianggap percaya. Atheis kebanyakan paling anti dengan kata percaya dan iman, bahkan termasuk percaya jika Tuhan tidak ada. Mereka menolak jika mereka dianggap percaya terhadap ketidakberadaan Tuhan. Mereka tidak senang dengan kata percaya. Menurut mereka itu masalah pembuktian, bukan masalah percaya dan tidak percaya. Menurut standard pembuktian : Pihak yang membuat klaim positif yang harus membuktikan. Selama tidak terbukti posisinya nol alias dianggap tidak ada.

    Tetapi Meskipun mereka ngomel-ngomel kayak gicu sih kalo menurutku sih yah itu memang masalah percaya. Nyatanya yah atheis memang ya butuh spiritualitas. Malah ada bukunya Spiritulitas Atheis kalo nggak salah penerbitnya Alvabed. Jadi yah ini memang soal percaya.

    Jadi yah gimana ya ? Anda itu tampaknya manusia luar biasa dengan jenis aliran baru. Hi hi hi. Umat beragama secara umum mungkin ngomel melihat tulisan anda, tetapi pada sisi lain : atheis juga kebanyakan pasti nggak setuju omongan anda. Tetapi yah Berhubung saya menyukai yang tidak umum, I lap yu.

    ============================================
    MENYERAHKAN KESELAMATAN, REJEKI, KEBERKAHAN KEPADA TUHAN/GUSTI/ALLAH/APAPUN NAMANYA

    Mereka itu termasuk berhala. Hanya pada makhluk yg tidak pernah melekat pada apapun juga, barulah mereka itu disebut makhluk yg bukan penganut BERHALA.

    =========++=================================

    Melekat pada makhluk yang melekat katanya
    Melekat pada yang tidak melekat hi hi hi
    Apa bedanya melekat dengan melekat ?

    Berharap pada yang makhluk yang masih melekat, katanya
    Berharap pada yang tidak melekat
    Apa bedanya berharap dengan berharap ? Ho ho ho

    Ada penyair meratapi hujan
    Ada orang gila menari dalam dingin

    Tao yang bisa dikatakan bukanlah Tao yang sesungguhnya
    Tuhan yang bisa diceritakan jelas bukan Tuhan yang sesungguhnya
    Nibbana yang bisa diomongkan bukanlah Nibbana yang sesungguhnya
    Ini juga katanya lho…-

    Katak-katak gurun asyik bercerita mengenai samudra
    Aku mendengar celotehannya

    Ketika kujumpai hiu botol di ujung jauh di sana.
    Kutanya saja dia :
    Dimanakah samudra itu wahai penguasa ?
    Aku tak tahu jawabnya, kata sang hiu muda.

    Aku berpikir menatap pelangi :
    Bukankah para katak lebih pintar dari ikan hiu ?
    Ya Ya Ya.
    Tetapi siapa yang tinggal dalam samudra ???
    Astaganaga… Kutu Kuda …..?!-

    Ada penyair terluka
    Ya sudah, kuambil betadine saja

    Hidup ini sungguh ajaib bukan ?
    Anak-anak TK berkelahi
    Orang tua mereka asik bermain catur

    Di pinggir kolam pancing kulihat lele dumbo
    Andai aku jadi lele pasti aku senang pikirku
    Wahai teman : kau bukan lele darimana kau tahu dia senang.
    Aku sedang bercerita soal harapan kita.
    Bukan perasaan sang lele itu

    Yah dunia ini memang sungguh indah.
    Seindah pelangi yang menatap lele dumbo.
    Apakah lele dumbo telah memanggil pelangi
    atau justru pelangi memanggil lele dumbo ?

    Pelangi tetap pelangi
    Lele dumbo tetap saja lele dumbo
    Tetapi mereka bersua dalam satu waktu yang sama.
    Hoiiiiiii…..! – tapi darimana kamu tahu mereka tidak janjian lebih dulu ???

    Hush diamlah.
    Diam dan dengarkanlah :
    pelangi itu mulai lagi bernyanyi.

  34. ilmu kalian semua terlalu tingi di atas saya….sehingga saya belu mampu untuk menjejagi nya

  35. Budi Setiyarso said

    jangan-jangan penyembah berhala seperti dalam cerita2 agama samawi memang tak pernah ada?

  36. anton said

    artikel yang bagus. blog yang berisi…. berisi tentang pembelaan kaum yang salah dalam mengenal tuhan. bukan batu segi 4 yang ku sembah tetapi tuhan pencipta langit dan bumi yang ku puja. yang menciptakan alam semesta, yang menciptakan jin dan manusia, yang menciptakan dewa dewa yang kalian puja. dia adalah tuhan semesta alam dia yang maha awal dan maha akhir tidak ada yang menyerupainya. tuhanku berkata “apabila ada yang bertanya mengenaiku, maka katakanlah bahwa aku dekat bahkan lebih dekat dari urat nadimu maka berdoalah padaku akan ku kabulkan permintaanmu..

    kita hidup di dunia hanya sekali bukan berulang kali.. dan kitalah yang menanggung dosa kita sendiri bukan orang lain walau siapapun dia….

  37. dery said

    Namo Buddhaya _/\_
    Mas ratanakumaro, izin copas ke FB ya

  38. MeConfuse said

    Salam Damai.

    Tulisan mengenai kalimat yang sangat mengganggu ‘Penyembah Berhala’ ini sangat menarik. Kesimpulannya apakah agama Buddha penyembah berhala? Setelah membaca dari awal sampai akhir, saya masih bingung juga.

    Dari mana sebenarnya kalimat ‘Penyembah Berhala’ ini berasal. Mengapa orang-orang mengakui asal kalimat ini adalah sesuatu yang benar, dan ‘Penyembah Berhala’ adalah salah.

    Jika kesimpulan dari Tulisan ini adalah Alinea berikut :

    Nah, apakah Buddha-Rupam adalah berhala ? Melihat pengertian pemujaan berhala tersebut, maka, Buddha-Rupam BUKAN – BERHALA, dan puja kepada Buddha-Rupam, bukanlah suatu bentuk pemujaan kepada Berhala, sebab ;

    1. Buddha-Rupam, bukanlah benda / image yang menggambarkan sosok TUHAN.

    2. Tidak ada DOA-DOA yang berisi permohonan, ratapan, keluh-kesah, yang ditujukan pada Buddha-Rupam tersebut.

    Maka ‘saya’ yang menurut saya adalah menganut agama Buddha telah melakukan kesalahan. Saya pada saat beribadah, datang sujud menyembah Buddha Rupam, dan saya kadang berdoa dengan menghadap ke Buddha Rupang menyampaikan permohonan saya, kadang ratapan dan keluh kesah.

    Bagi yang beragama Buddha mengerti Buddha-Rupam bukan sosok Tuhan, apakah agama lain mengerti itu bukan sosok Tuhan?

    Mohon penjelasannya.

    Salam

  39. Buddha dua said

    Ya jangan baperlah, sudah jelas itu berhala, baca surat Al-kafirun ayat 6 .

Tinggalkan Balasan ke gambuh Batalkan balasan