RATNA KUMARA

"Jangan Berbuat Jahat, Perbanyak Kebajikan, Sucikan Hati dan Pikiran, Inilah Ajaran Para BUDDHA"

TUHAN “YANG-MAHA…” DIMATA SEORANG BUDDHA

Posted by ratanakumaro pada Juni 22, 2009

”Dengan mata, seseorang dapat melihat pandangan memilukan; Mengapa Brahma  itu tidak menciptakan secara baik? Bila kekuatannya demikian tak terbatas, mengapa tangannya begitu jarang memberkati? Mengapa dia tidak memberi kebahagiaan semata? Mengapa kejahatan, kebohongan dan ketidak-tahuan merajalela? Mengapa memenangkan kepalsuan, sedangkan kebenaran dan keadilan gagal? SAYA MENGANGGAP, BRAHMA  ADALAH KETIDAK-ADILAN . Yang membuat dunia yang diatur keliru.” [Bhuridatta Jataka, Jataka 543]

Apabila, O para bhikkhu, makhluk-makhluk mengalami penderitaan dan kebahagiaan sebagai hasil atau sebab dari ciptaan Tuhan (Issaranimmanahetu), maka para petapa telanjang ini tentu juga diciptakan oleh satu Tuhan yang jahat/nakal (Papakena Issara), karena mereka kini mengalami penderitaan yang sangat mengerikan.

[Devadaha Sutta, Majjhima Nikaya 101]

Bila ada Sang Maha Kuasa yang dapat mendatangkan bagi setiap mahluk ciptaanya kebahagiaan atau penderitaan, perbuatan baik maupun jahat, maka yang maha kuasa itu diliputi dosa, sedangkan manusia hanya menjalankan perintahnya saja.

( Mahabodhi Jataka No.528 )

___________________________________________________

“Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa“

( tikkhattum (3X) )

Namatthu Buddhassa,


Akhir-akhir ini, saya sering mendapat pernyataan dari orang-orang non-Buddhis, bahwa setelah Sang Buddha Parinibbana, Beliau mencapai suatu tataran spiritual  “Menyatunya-Atman-Dengan-Brahman” ( Jawa : Manunggaling-Kawula-Lan-Gusti), pernyataan masyarakat non-Buddhis itu tidaklah-benar. Tidaklah benar pula bila dinyatakan bahwa Sang Buddha adalah salah satu Nabi utusan Tuhan dari sekian banyak Nabi yang tidak dipopulerkan dalam lingkup tradisi agama-agama theistik tertentu.

Pada kenyataannya, Sang Buddha justru menolak teori / pandangan adanya sosok “Maha-Pencipta” dan “Maha-Kuasa” dalam bentuk apapun;  menolak adanya “Atman” dan menolak ke-Maha-Kuasa-an “Brahman”.  Dan Sang Buddha itu sendiripun bukan seorang Tuhan “Yang-Maha…” sebagaimana anggapan orang-orang non-Buddhis. Sang Buddha adalah “Guru-Agung” yang telah mencapai Pencerahan-Sempurna dan kemudian menunjukkan hakekat segala-sesuatu, serta menunjukkan “Jalan-Keselamatan” bagi semua makhluk supaya bisa terbebas dari samsara.

Alam semesta dan makhluk hidup mengada, karena proses hukum alam semata yang tertutup kabut seiring perjalanan waktu semesta yang memang sebenarnya telah berusia sangat tua, sehingga para makhluk tidak mampu menguak misterinya. Dan misteri hukum alam  ini, kemudian telah disingkapkan dengan kehadiran Sang Buddha Gotama ke muka bumi ini.

Setelah pencerahan-Nya, Sang Buddha kemudian menembus dan memahami, bahwa sosok-sosok “Maha-Dewa-Yang-Maha” yang sebelumnya banyak dipuja-puji oleh banyak aliran spiritual sebelum Beliau hadir dan ketika Beliau masih hidup, ternyata hanyalah sekumpulan Dewa, dari surga Kamadhatu, Rupadhatu, hingga Arupadhatu. Untuk Dewa lingkup Kamadhatu, watak Dewa disana masih memiliki nafsu dan emosi, sehingga pantas beberapa “Maha-Dewa” yang diyakini sebagai pemilik “kuasa” memiliki watak seperti itu ( pendendam, pemarah, pencemburu, suka berperang, bangga akan “kekuatan” dan “kekuasaan ). Dan Dewa-dewa dari lingkup kamadhatu ini, selain dikenali dari wataknya, dapat dikenali dari satuan hitungan waktu ( missal, sehari semalam disana = 800 tahun waktu manusia, atau sehari semalam disana = 1.600 tahun waktu manusia, maka Tuhan tersebut berarti hidup di alam surga Kamadhatu, tepatnya di alam Nimmanarati dan Paranimmittavasavatti ).

Pada alam kamadhatu inilah,  seperti yang dikisahkan dalam banyak kitab-kitab Buddhis, kelak siapapun yang masuk ke surga ini, akan mendapatkan jatah ratusan bidadari cantik berkaki merah muda, mendapatkan istana2 megah, istana2 emas, dan lain2 sebagainya.

Gambaran diatas adalah gambaran alam surga Kamadhatu. Berbeda lagi kondisinya bila yang dibicarakan adalah surga Rupa-Dhatu, disana (Rupa-Dhatu) sudah mulai tidak terdapat nafsu. Tidak ada lagi perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan. Ini adalah alam para Brahma. “Maha-Brahma” yang disembah para Brahmana, hidup dalam alam Rupa-Dhatu tepatnya di alam Jhana I. “Maha-Brahma” adalah pemimpin dari keenam surga kamadhatu dibawahnya, dan juga pemimpin para dewan dan menteri Brahma. Usia Maha-Brahma mencapai 1 Asankkheyya-Kappa ( 100.000.000.000.000 tahun waktu manusia ).

Dengan pembagian surga-surga tersebut, Sang Buddha bertujuan memberikan “pencerahan” kepada semua makhluk, bahwa sesungguhnya, apa yang disebut sebagai “Maha-Kuasa” yang “Tunggal”, sesungguhnya tidak ada. Sebab, yang ada hanyalah kumpulan dari para Dewa yang jumlahnya sangat banyak. Dan Sang Buddha, kemudian menunjukkan, bahwa pembebasan dari lautan samsara, bukanlah untuk terlahir di alam-alam “Tuhan” tersebut, tetapi pelenyapan dari keserakahan/nafsu-indriya ( lobha ), kemarahan/kebencian (dosa), dan kebodohan/kegelapan batin ( moha ), ialah saat kita merealisasi   N I B B A N A.

Karena penolakan terhadap adanya “Maha-Pencipta” dan “Maha-Kuasa” dalam bentuk dan nama apapun, maka banyak masyarakat kemudian memandang Buddhisme sebagai sebuah ajaran “Atheistik”. Oleh ilmuwan barat, dan para filosof, penolakan tersebut justru dipandang sebagai hal yang positif dan dianggap sangat sesuai dengan pemikiran modern dan sangat ilmiah. Namun, untuk orang-orang dan tempat tertentu seperti di Indonesia, hal ini menjadi sesuatu hal yang negative , karena seringkali penolakan terhadap adanya “Tuhan-Yang-Maha…” dikaitkan dengan faham “atheist-materialistisch” dan “komunisme”.

Apa yang lebih tepat disematkan pada Buddhisme adalah suatu ajaran “NON-THEISTIK”. Sang Buddha memang menolak adanya suatu sosok “Maha-Pencipta” dan “Maha-Kuasa”. Alih-alih terjebak dalam pandangan spekulatif tentang sosok “Maha..” tersebut, Sang Buddha menerangkan panca-niyama ( lima-hukum-alam ) yang bekerja dengan sendirinya tanpa ada sosok “Maha-Kuasa” dalam bentuk apapun yang menggerakkan, serta bekerjanya hukum-sebab-musabab-yang-saling-bergantungan ( paticcasamuppada ), yang kesemuanya itu Beliau peroleh sebagai hasil Pencerahan-Nya.

Meskipun Sang Buddha menolak adanya sosok “Pencipta”, “Maha-Kuasa”, namun, Sang Buddha menunjukkan suatu “Tujuan-Sejati” bagi kehidupan spiritual/rohani yang jauh lebih dalam dan luas daripada sekedar menuju “Penyatuan-Atman-Brahman” ( Jawa : “Manunggaling-Kawula-Lan-Gusti” )  sebagaimana banyak ajaran spiritual mengajarkannya . Apa yang menjadi tujuan-sejati dalam Buddha-Dhamma itu, adalah suatu kondisi batin sebagai hasil realisasi-pembebasan sempurna dari proses tumimbal-lahir, pembebasan dari samsara, yaitu :  N I B B A N A.

Realisasi pembebasan dan kesucian tertinggi ini, jelas jauh berbeda dan sangat bertentangan dengan pandangan “Atheis-materialistik”. Sebab, kaum materialis berpendapat, bahwa hidup ini tidak mempunyai tujuan apapun setelah kematian nanti, karena setelah kematian, maka “kemusnahan-total” dari fisik-material-lah yang terjadi, sementara Buddha-Dhamma mengajarkan setelah mati, maka “batin” akan melanjutkan potensi-kamma-nya ke kehidupan selanjutnya (tumimbal-lahir). Sehingga, kehidupan-suci yang merupakan tujuan kehidupan spiritual sangat ditolak oleh kaum materialist, sementara Buddha-Dhamma sangat mengagungkan kehidupan-suci. Kaum materialist juga menolak keberadaan “batin”, sebab bagi kaum materialist, apa yang disebut “batin” hanyalah residu dari kumpulan-material penyusun otak saja, yang disebut “Fosfor”, sementara Buddha-Dhamma menerangkan bahwa selain “Rupa” ( tubuh-materi ) terdapat “Nama” ( batin ).

Kaum materialist memandang tidak ada yang lebih tinggi daripada dunia inderawi ini dan oleh karena itu mementingkan hidup untuk bersenang-senang, memuaskan nafsu indriya, mencari kesejahteraan material. Sedangkan Buddha-Dhamma, justru berkebalikan darinya, karena Buddha-Dhamma mengajarkan ummatnya untuk mengejar suatu kebahagiaan-diatas-duniawi, yaitu kebahagiaan-spiritual, realisasi kesucian-tertinggi demi pembebasan sempurna dari samsara. Dalam hal ini, Buddha-Dhamma mempunyai “benang-merah” dengan pandangan ajaran-ajaran yang lain, yaitu bahwa kebahagiaan-tertinggi tidak terdapat pada kehidupan duniawi ini, meskipun dengan tujuan yang berbeda ( Agama lain menuju “Surga” tempat dimana Tuhan bertahta dan hidup berdiam bersama para malaikat dan ummat-ummat pilihannya, sedangkan Buddha-Dhamma menuju pada pengakhiran, pelepasan-Agung ; N I B B A N A ).

Sehingga, menilik hal-hal tersebut diatas, jelas Buddha-Dhamma jauh berbeda dan bahkan sangat bertentangan dengan “Atheisme” kaum materialist, dan oleh karenanya, sangat tidak tepat bila Buddha-Dhamma disebut ajaran yang “Atheistik”.

Diatas dua pandangan : Atheisme-materialistisch dan Theisme-idealistisch, disitulah Buddha-Dhamma berada; mengatasi kedua pandangan “keliru” tersebut. Dan inilah puncak dari semua pengetahuan dan pencarian manusia.

PIKIRAN ITU SENDIRILAH “SANG-MAHA-PENCIPTA”

Menurut Sang Buddha, tidak ada siapapun juga yang menjadi “Creator” atas diri kita, kecuali itu adalah pikiran kita sendiri.

“1. Pikiran mendahului semua kondisi batin, pikiran adalah pemimpin, SEGALANYA DICIPTAKAN OLEH PIKIRAN. Apabila dengan pikiran yang jahat seseorang berbicara  atau berbuat dengan jasmani, maka penderitaan akan mengikuti si pelaku karenanya, seperti roda kereta yang mengikuti jejak kaki lembu jantan yang menariknya.

2. Pikiran mendahului semua kondisi batin, pikiran adalah pemimpin, SEGALANYA DICIPTAKAN OLEH PIKIRAN. Apabila dengan pikiran yang bersih/suci seseorang berbicara atau berbuat dengan jasmani, maka kebahagiaan akan mengikuti si pelaku karenanya, seperti bayangan yang tidak pernah meninggalkan tubuh seseorang.

[ Dhammapada 1; Yamaka-Vagga ; 1-2 ]

Salah satu dari Mahayana Sutra, yaitu Lankavatara Sutra, menyatakan konsep Tuhan yang berdaulat, ataupun atman adalah imajinasi belaka atau perwujudan dari pikiran dan bisa menjadi halangan menuju kesempurnaan karena ini membuat kita menjadi terikat dengan konsep Tuhan Maha Pencipta:

“ Semua konsep seperti sebab, pelanjutan, atom, unsur-unsur dasar, yang membuat kepribadian, jiwa pribadi, roh sakti, Tuhan yang berdaulat, pencipta, adalah imajinasi belaka dan perwujudan dari pemikiran manusia. “

Tidak, Mahamati, doktrin Tathágata dari rahim ke-Tathágata-an tidaklah sama dengan filosofi Atman.

[ Dikutip dari :

http://id.wikipedia.org/wiki/Tuhan_dalam_agama_Buddha ]


HUKUM SEBAB-MUSABAB YANG SALING BERGANTUNGAN (PATICCASAMUPPADA )

DAN LIMA-HUKUM-ALAM ( PANCA-NIYAMA )

Untuk menerangkan terjadinya semua makhluk, Sang Buddha menerangkan bekerjanya “hukum-sebab-akibat-yang-saling-bergantungan” ( Paticcasamuppada ; untuk lebih jelasnya, klik tautan ini ). Sebelum kemunculan seorang Samma-Sambuddha, hukum Paticcasamuppada belum pernah terdengar , dalam system-ajaran manapun juga . Paticcasamuppada adalah hukum yang dilihat Sang Buddha pada detik-detik menjelang Beliau mencapai Pencerahan-Sempurna.

Secara singkat, hukum paticcasamuppada dapat dirumuskan sebagai berikut :

“ Imasming Sati Idang Hoti,

Imassuppada Idang Uppajjati,

Imasming Asati Idang Na Hoti,

Imassa Nirodha Idang Nirsujjati “

Artinya =

“ Dengan adanya ini, maka adalah itu,

Dengan timbulnya ini, maka timbullah itu,

Dengan tidak adanya ini, maka tidak adalah itu,

Dengan padamnya ini, maka padamlah itu.”

Disamping itu, untuk menerangkan segala fenomena alam, maka Sang Buddha menyatakan bahwa hal tersebut semuanya berjalan sesuai hukum-alam yang bekerja dengan sendirinya, tanpa ada campur tangan siapapun juga yang bisa disebut sebagai “Maha-Kuasa”.

“Sesuai dengan benih yang kita tabur, begitulah buah yang akan kita petik. Pembuat kebajikan akan memperoleh kebahagiaan dan pembuat kejahatan akan memperoleh penderitaan.” [Samyutta Nikaya I, 227]

Di dalam Abhidhamma Vatara 54, dan Digha Nikaya Atthakatha II-432 dijelaskan bahwa Hukum Kamma hanya merupakan satu dari dua puluh empat sebab (paccaya 24) atau salah satu dari Panca Niyama (Lima Hukum) yang bekerja di alam Semesta ini, dan masing-masing merupakan hukum sendiri yang saling berhubungan.

Dalam Abhidhamma diterangkan adanya lima jenis hukum-alam ( panca-niyama ) yang mengatur semua fenomena alam-semesta ini , yaitu :

  1. Utu-niyama : hukum energi menyangkut tatanan fisik inorganic, seperti cuaca, angin, dan hujan. Tatanan musim, sifat panas, perubahan iklim yang menyertai perubahan musim, termasuk dalam kelompok ini.
  2. Bija-niyama : hukum hereditas menyangkut tatanan biologi atau alam organic, seperti beras yang diproduksi dari padi, rasa manis dari tebu atau madu, karakteristik dari buah-buahan tertentu, dll. Teori sel, gen dan kemiripan kembar juga termasuk dalam kelompok ini.
  3. Kamma-niyama : hukum karma menyangkut tatanan sebab dan akibat.
  4. Citta-niyama : hukum keteraturan alam batiniah menyangkut tatanan pikiran, seperti proses kesadaran, kemunculan dan kemusnahan kesadaran, komponen kesadaran, dan kekuatan pikiran. Telepati, kemampuan membaca pikiran orang lain, kemampuan memprediksi, dan hal-hal lain yang tak bisa dijelaskan dalam sains, termasuk dalam kelompok ini.
  5. Dhamma-niyama : hukum kodrat menyangkut tatanan sifat-dasar fenomena, seperti naluri, gaya gravitasi dan hukum fisika lainnya.

Kelima niyama tersebut tidak terpisahkan satu sama lain. Istilah niyama hanya bertujuan untuk membantu manusia memahami aturan yang bekerja di alam semesta ini. Panca-niyama secara integrative menunjuk satu realitas, beroperasi dalam satu kesatuan, terkait dan saling bergantungan satu sama lainnya. Terminologi yang diberikan untuk menunjuk keterkaitan tersebut adalah ; interdependensi. Konsep interdependensi menempati peranan sentral dalam Avatamsaka-sutra, yang merupakan salah satu teks utama Buddhisme mazhab Mahayana.

PANDANGAN  SANG BUDDHA TENTANG “SANG-MAHA-PENCIPTA/KUASA”

Berbagai literature Buddhis yang pernah ada semenjak pertama kali Sang Buddha memutar roda-Dhamma hingga sekarang, tidak pernah menyatakan sebuah kepercayaan terhadap adanya “Sang-Maha-Pencipta/Kuasa” seperti yang diusung-usung dalam system ajaran yang lain ( dimana mereka (selain Buddha-Dhamma) lebih bersifat pada sebuah sistem-kepercayaan ). Dan justru inilah hal terutama yang menyebabkan Buddhisme menjadi ajaran yang “UNIQUE”, dan jauh berbeda dengan system ajaran yang lain.

Jikalau Tuhan adalah penyebab dari semua yang terjadi, apalah gunanya usaha keras/pengorbanan manusia? [Asvaghosa, Buddha-carita 9, 53] .

Dewa / “Tuhan” , memang ada, namun “Dewa-Yang-Maha…”, tidak pernah ada. Sebagaimana bahwa “Brahma”, memang ada, dan dia hidup di alam Rupa-Dhatu, namun “Brahma” , dan siapapun yang dinyatakan dan menyatakan dirinya “Tuhan”, bukanlah “Maha…”, karena “Maha…” tersebut tidak pernah ada.

Untuk memahami ajaran Sang Buddha berkaitan dengan penolakan terhadap kepercayaan masyarakat kepada “Sang-Maha…”, tentunya kita harus merujuk kepada sutta-sutta ( khotbah-khotbah ) yang diucapkan oleh Sang Buddha sendiri dan telah dirawat dan diwariskan secara turun-temurun, dalam sebuah kitab yang disebut : Ti-Pitaka ( Pali-Pitaka ; kitab suci bagi ummat Buddha-Theravada ). Sutra-sutra yang tersebar dalam Tri-Pitaka ( Kitab suci ummat Buddha-Mahayana ) juga patut kita perhatikan. Sebab selama ini orang-orang yang tidak mengerti Buddhisme banyak keliru mengartikan, bahwa Buddhisme mazhab Mahayana berseberangan dengan Buddhisme mazhab Theravada dalam memandang kepercayaan kepada “Sang-Maha…” ; dalam kenyataannya, kedua mazhab bersumber dari ajaran yang sama, ialah ajaran Sakyamuni-Buddha sebagai Buddha-historis.

Dari khotbah-khotbah Sang Buddha sendiri, maka kita bisa temukan bahwa Sang Buddha menolak sebuah kepercayaan kepada “Sang-Maha…”. “Maha-Dewa”  yang ditolak Sang Buddha dan dengan begitu tidak di-”imani” oleh ummat Buddha adalah :

–    “Yang-Maha-Pencipta” yang merujuk pada “Makhluk-Adi-Kuasa-Personal” yang dianggap “Kekal-Abadi” dan memiliki kuasa yang “Maha-Tak-Terbatas”

–    “Tuhan-Impersonal” ( Tuhan yang bukan makhluk, tidak terpersonifikasikan ) dengan berbagai deskripsi / atribut seperti : “Roh-Kekal”, “Asal-Muasal-Semesta”, “Sangkan-Paraning-Dumadi”, “Absolut-Idea”, “Roh-Dunia”, “Roh-Absolut”, dan lain sebagainya. Tuhan-impersonal ini sering dipersamakan dengan “Anatta” dalam ajaran Buddha, padahal antara “Roh-Absolut” sebagai “Tuhan-Impersonal” dengan “Anatta” ( Tidak-Ada-Roh ; Ke-Tanpa-Diri-an ) jelas-jelas hal yang sangat bertentangan.

Dalam teks-teks Buddhis, kepercayaan akan seorang “Tuhan-Yang-Maha-Pencipta”, “The-Creator-God” ( issaranimmana-vada ) sering dibahas dan sekaligus ditolak secara bersamaan dalam usaha pembahasan mengenai asal-muasal-dunia, “roh-dunia” (pradhana), waktu ( time ), alam ( nature ), dan sebagainya.

Ajaran Buddha disatu sisi menolak anggapan bahwa kehidupan manusia dan keberadaan alam adalah suatu kebetulan belaka ( Adhiccasamuppanika ; pandangan yang mengajarkan bahwa  asal mula sesuatu terjadi secara kebetulan) , dipihak lain juga menolak ajaran “Absolute-determinisme” ( ajaran yang mengajarkan bahwa hidup manusia sudah ditentukan secara absolute, tidak bisa diubah-ubah lagi ). Pandangan-pandangan seperti ini dinyatakan sebagai pandangan yang bersifat merusak, mempunyai akibat-akibat yang buruk ( niyata-micchaditthi ) yang disebabkan karena efeknya atas tindakan-tindakan moral etika.

Dalam sistem kepercayaan terhadap “Tuhan-Yang-Maha…”, meskipun juga meyakini adanya kelahiran-kembali dalam hal tertentu ( yakni, setelah manusia mati, maka manusia akan dihadapkan pada dua pilihan, surga-kekal-abadi, atau sebaliknya, neraka-jahanam-kekal-abadi ) namun kepercayaan ini jauh berbeda dengan Dhamma yang diajarkan Sang Buddha. Kelahiran kembali yang didasarkan atas kepercayaan pada “Tuhan Yang Maha…” seperti tersebut diatas adalah termasuk jenis pandangan eternalisme ( sassata-ditthi ) dimana pandangan eternalisme ini  dalam Brahmajala-Sutta telah ditolak oleh Sang Buddha. Eternalisme seperti ini adalah penghalang bagi pembebasan-sejati dari samsara. Eternalisme, adalah ekspresi dari keterikatan akan keberlangsungan kehidupan ( bhava-tanha ; nafsu keinginan untuk hidup ), dan eternalisme ini juga merupakan salah satu dari sepuluh-belunggu ( dasa-samyojana ) yang mengikat makhluk-makhluk dalam samsara, sebab ;

–     Theisme ( faham Ke-Tuhan-an ), secara khusus tunduk pada kepercayaan akan adanya “Diri” ( “Diri-sejati”, “Atman” )

–     Theisme, menuntut keterikatan pada Ritual dan Upacara keagamaan

–     Theisme, mendasari pembenaran terhadap nafsu-keinginan untuk kehidupan Materi-Halus ( yaitu, alam-alam surga lingkup keindriyaan ( kamadhatu ) sebagaimana yang sering dijanjikan oleh “Tuhan” sendiri )


AWAL-MULA MUNCULNYA KONSEP “SANG-MAHA-PENCIPTA/KUASA”

“Yang-Maha-Kuasa” dan “Maha-Pencipta”, dalam jaman Sang Buddha, oleh para Brahmana dikenal dengan sebutan Maha-Brahma. Maha-Brahma ini mempunyai pandangan-salah, karena ia secara keliru menganggap dirinya sebagai “Bapa-Alam-Semesta” ( dalam kenyataannya, tidak ada siapapun yang disebut “Bapa-Alam-Semesta”, tidak Maha-Brahma, tidak pula “Tuhan”2 yang lain ). Pandangan-salah ini ditunjang dengan kenyataan bahwa Maha-Brahma ini adalah makhluk-mulia, pemimpin para Dewa dari seluruh surga Kammadhatu ( keenam lapisan surga diatas alam manusia ) dan pemimpin para Dewan dan Menteri Brahma.

Brahmajala Sutta didalam Digha Nikaya mengisahkan mengapa Maha-Brahma sampai memiliki pandangan-salah semacam itu.

Para bhikkhu, pada suatu masa yang lampau setelah berlangsungnya suatu masa yang lama sekali, ‘bumi ini belum ada’. Ketika itu umumnya makhluk-makhluk hidup di alam dewa Abhassara, di situ mereka hidup ditunjang oleh kekuatan pikiran, diliputi kegiuran, dengan tubuh yang bercahaya dan melayang-layang di angkasa hidup diliputi kemegahan, mereka hidup demikian dalam masa yang lama sekali.

Demikianlah, pada suatu waktu yang lampau ketika berakhirnya suatu yang lama sekali, bumi ini mulai berevolusi dalam pembentuk, ketika hal ini terjadi alam Brahma  kelihatan dan masih kosong. Ada makhluk dari alam dewa Abhassara yang ‘masa hidupnya atau ‘pahala kamma baiknya’  untuk hidup di alam itu telah habis, ia meninggal dari alam Abhassara itu dan terlahir kembali di alam Brahma. Disini, ia hidup ditunjang pula oleh kekuatan pikirannya diliputi kegiuran, dengan tubuh yang bercahaya-cahaya yang melayang-layang di angkasa, hidup diliputi kemegahan, ia hidup demikian dalam masa yang lama sekali.

Karena terlalu lama ia hidup sendirian di situ, maka dalam dirinya muncullah rasa ketidak puasan, juga muncul suatu keinginan, ‘O, semoga ada makhluk lain yang datang dan hidup bersama saya di sini! Pada saat itu ada makhluk lain yang disebabkan oleh masa usianya atau pahala kamma baiknya telah habis, mereka meninggal di alam Abhassara dan terlahir kembali di alam Brahma sebagai pengikutnya, tetapi dalam banyak hal sama dengan dia.

Para bhikkhu, berdasarkan itu, maka makhluk pertama yang terlahir di alam Brahma berpendapat : “Saya Brahma, Maha Brahma, Maha Agung, Maha Kuasa, Maha Tahu, Penguasa, Tuan Dari Semua, Pembuat, Pencipta, Maha Tinggi, Penentu tempat bagi semua makhluk, asal mula kehidupan, Bapa dari yang telah ada dan yang akan ada). Semua makhluk ini adalah ciptaanku”. Mengapa demikian? Baru saja saya berpikir, ‘semoga mereka datang’, dan berdasarkan pada keinginanku itu maka makhluk-makhluk ini muncul. Makhluk-makhluk itu pun berpikir, ‘dia Brahma, Maha Brahma, Maha Agung, Maha Kuasa, Maha Tahu, Penguasa, Tuan dari semua, Pembuat, Pencipta, Maha Tinggi, penentu tempat bagi semua makhluk, asal mula kehidupan, Bapa dari yang telah ada dan yang akan ada. Kita semua adalah ciptaannya. Mengapa? Sebab, setahu kita, dialah yang lebih dahulu berada di sini, sedangkan kita muncul sesudahnya”.

“Para bhikkhu, dalam hal ini makhluk pertama yang berada di situ memiliki usia yang lebih panjang, lebih mulia, lebih berkuasa daripada makhluk-makhluk yang datang sesudahnya.
Para bhikkhu, selanjutnya ada beberapa makhluk yang meninggal di alam tersebut dan terlahir kembali di bumi. Setelah berada di bumi ia meninggalkan kehidupan berumah tangga dan menjadi pertapa. Karena hidup sebagai pertapa, maka dengan bersemangat, tekad, waspada dan kesungguhan bermeditasi, pikirannya terpusat, batinnya menjadi tenang dan memiliki kemampuan untuk mengingat kembali satu kehidupannya yang lampau, tetapi tidak lebih dari itu.

Mereka berkata : “Dia Brahma, Maha Brahma, Maha Agung, Masa Kuasa, Penguasa, Tuan dari semua, Pembuat, Pencipta, Maha Tinggi, Penentu tempat bagi semua makhluk, asal mula kehidupan, Bapa dari yang telah ada dan yang akan ada. Dialah yang menciptakan kami, ia tetap kekal dan keadaannya tidak berubah, ia akan tetap kekal selamanya, tetapi kami yang diciptakannya dan datang ke sini adalah tidak kekal, berubah dan memiliki usia yang terbatas.”

Dikutip dari  :

http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=167&hal=3&path=tipitaka/sutta/digha&hmid=


Dari sutta tersebut, kita bisa memetik apa yang diajarkan Sang Buddha. Sang Buddha mengajarkan bahwa dunia yang kita tempati sekarang ini beserta surga-surga kammadhatu akan mengalami pembentukan dan kehancuran secara berkala.  Pada saat terjadinya kehancuran bumi kita ini , yang oleh ajaran agama-agama samawi disebut sebagai “kiamat”, para makhluk yang berdiam di alam yang lebih rendah akan terlahir kembali di alam Surga Abhassara ( Sanskrit : Abhasvara ), surga tertinggi di Jhana II ( surga ke-12 bila dihitung dari surga tingkat pertama di alam Kammadhatu ).

Setelah berlalunya waktu yang sangat lama sekali, tiga surga di alam Jhana I muncul kembali, dan seorang dewa Abhassara mati serta terlahir kembali di alam ini sebagai Maha-Brahma ( surga ke-9 bila dihitung dari surga tingkat pertama di alam Kammadhatu ).

Karena lamanya ia sendirian disana, ia merasa kesepian dan menginginkan kehadiran makhluk lain. Tak lama kemudian, harapannya terpenuhi, semata-mata hanya karena para dewa Abhassara lainnya mati dan terlahir kembali di alam Brahma, karena karma-karma mereka sendiri, dan kemudian menjadi para Menteri dan Dewan Brahma.

Karena Maha-Brahma tidak mengingat kehidupannya yang sebelumnya, maka ia berpikir, “ Aku adalah Brahma, Maha-Brahma,… Maha-Tahu, Pengendali, Tuhan, Pembuat, Pencipta… makhluk lainnya yang ada disini adalah ciptaan-Ku.”. Para Menteri dan Dewan Brahma serta para  pengikutnya setuju dengan kesimpulan yang keliru ini.

Dan ketika beberapa di antara mereka mati dan terlahir kembali sebagai manusia, ada beberapa banyak dari mereka yang meninggalkan kehidupan perumah tangga, dan menempuh hidup sebagai Petapa / seorang Brahmana, lalu mereka mengembangkan kemampuannya untuk mengingat kehidupan sebelumnya, dan karenanya mengajarkan bahwa Maha-Brahma adalah Pencipta yang kekal dari semua makhluk.

TEGURAN SANG BUDDHA TERHADAP “SANG-MAHA-PENCIPTA/KUASA”

Dalam sutta-sutta Buddha ditunjukkan bahwa Sang Buddha pernah memberi “teguran”, menunjukkan kekeliruan para Brahma yang keliru memahami dirinya sebagai “Awal-Mula, Pencipta-Langit-dan-Bumi, Yang-Maha-Kuasa “. Dalam Samyutta-Nikaya, Bab Buku dengan Syair ( Sagathavagga ), bagian Brahmasamyutta, dikisahkan Sang Buddha mengingatkan kekeliruan pandangan salah seorang Brahma yang menganggap bahwa alam Brahma sebagai “ Yang-Kekal-Abadi, Yang-Mutlak, Tiada-Kematian, dll. “. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Savatthi di Hutan Jeta, Taman Anathapindika. Pada saat itu, muncul suatu pandangan-salah , pandangan spekulatif dalam benak salah seorang Brahma, yang bernama Brahma-Baka ;

“ Ini adalah kekal, Ini adalah stabil, ini abadi, ini Mutlak, ini tidak bisa hancur. Sungguh, inilah tempat orang tidak terlahir, tidak menjadi tua, tidak mati, tidak berlalu, dan tidak terlahir kembali ;  dan tidak ada jalan keluar yang lebih tinggi daripada ini. “


Setelah mengetahui isi hati Brahma Baka dan pandangan-salah yang muncul tersebut, dalam sekejap mata Sang Buddha lenyap dari hutan Jeta dan muncul kembali di alam Brahma. Brahma-Baka melihat Sang Buddha datang dari kejauhan dan berkata kepada Beliau ;

“ Mari Yang Mulia ! Selamat datang, Yang Mulia ! Sudah lama sekali, Yang Mulia, sejak engkau menyempatkan datang kemari. Sungguh, Yang Mulia, INI ADALAH KEKAL, INI STABIL, INI ABADI, INI LENGKAP, INI TIDAK BISA HANCUR. SUNGGUH , INILAH TEMPAT ORANG TIDAK-TERLAHIR, TIDAK MENJADI TUA, TIDAK MATI , TIDAK BERLALU, DAN TIDAK TERLAHIR KEMBALI ; DAN TIDAK ADA JALAN KELUAR YANG LEBIH TINGGI DARIPADA INI. “

“ Sayang, tuan, Brahma Baka terbenam di dalam ketidak-tahuan ! Sayang, tuan, Brahma Baka terbenam di dalam ketidak-tahuan !  Sepanjang dia akan mengatakan apa yang sebenarnya tidak kekal sebagai kekal , dan akan mengatakan apa yang sebenarnya tidak stabil sebagai stabil , dan akan mengatakan apa yang sebenarnya tidak abadi sebagai abadi ,  dan akan mengatakan apa yang sebenarnya tidak lengkap sebagai lengkap , dan akan mengatakan apa yang sebenarnya bisa hancur sebagai tidak bisa hancur , dan dengan mengacu pada [suatu alam] di mana orang terlahir, menjadi tua, mati, berlalu, dan terlahir kembali, akan mengatakan demikian : “ Sungguh, inilah tempat orang tidak terlahir, tidak menjadi tua, tidak mati, tidak berlalu, dan tidak terlahir kembali” ;  dan ketika ada jalan keluar yang lebih tinggi dari ini, akan mengatakan , “ Tidak ada jalan keluar yang lebih tinggi daripada ini. “


Lalu terjadilah dialog panjang antara Brahma-Baka dengan Sang-Buddha. Brahma-Baka meminta Sang Buddha untuk menjelaskan duduk perkaranya, dan menjelaskan bagaimana hal-ihwal Brahma-Baka bisa sampai di alam itu, yang ia anggap sebagai alam “Yang-Kekal-Abadi, Tanpa-Kematian , Yang-Mutlak “. Sang Buddha lalu menjelaskan semuanya dengan mendetail, sebab-sebab apa Brahma-Baka kini terlahir dialam “Ketuhanan” tersebut, dan akan berapa lama ia tinggal disitu, siapakah dulunya Brahma-Baka ini, dan apa hubungannya Brahma-Baka ini dengan Sang Buddha pada kehidupan lampaunya, Sang Buddha juga mampu mengetahui kehidupan masa kini Brahma Baka tersebut. Karena penjelasan Sang Buddha yang sangat dalam dan luas , mendetail itu, Brahma-Baka akhirnya mengakui kebenaran Sang Buddha dan berkata :

“ Pastilah Engkau tahu rentang kehidupanku ini ; Yang lain-lain engkau pun tahu, jadi Engkau adalah  SANG-BUDDHA. Demikianlah keagunganmu yang terang benderang ini menyinari bahkan  alam Brahma. “


Kemudian, kisah yang lain adalah kisah dimana Sang Buddha beserta keempat muridnya, Y.M. Mahamoggallana, Y.M. Mahakassapa, Y.M. Mahakappina, Y.M. Anuruddha, menaklukan satu Brahma yang lain yang penuh kesombongan karena menganggap dirinya lebih tinggi daripada yang lain. Di Savatthi, pada waktu itu muncul pandangan-salah yang sangat spekulatif pada satu Brahma :

“ Tidak ada petapa atau Brahmana yang bisa datang kemari ! “


Dengan kekuatan batinnya Sang Buddha mengerti isi hati satu Brahma itu, dan dalam sekejap Sang Buddha lenyap dari hutan Jeta dan muncul kembali di alam Brahma. Sang Buddha duduk bersila di udara diatas Brahma itu, setelah masuk kedalam samadhi dengan pokok-pemusatan perhatian ; api.

Pada saat itu Y.M. Mahamoggallana bertanya-tanya, “ Dimanakah Sang Buddha berdiam pada saat ini ? “ Dengan kemampuan mata-dewa, Y.M. Mahamoggallana melihat Sang Buddha sedang duduk bersila di udara di atas Brahma itu, setelah masuk ke dalam samadhi objek api. Mengetahui hal ini, Y.M. Mahamoggallana segera menyusul Sang Buddha, lenyap dari hutan Jeta, dan muncul di alam Brahma, kemudian menempatkan diri di bagian timur dan duduk bersila di udara di atas Brahma itu – walaupun lebih rendah dari Sang Buddha -, setelah sebelumnya masuk samadhi dengan objek api juga.

Selanjutnya disusul oleh Y.M. Mahakassapa yang menempatkan diri di bagian selatan, Y.M. Mahakappina yang menempatkan diri di bagian barat, Y.M. Anuruddha yang menempatkan diri di bagian utara. Kesemuanya duduk bersila lebih rendah dari Sang Buddha.

Y.M. Magamoggallana pun lalu menegur Brahma tersebut dengan syair berikut :

“ Hari ini , sahabat, apakah engkau masih memegang pandangan itu, Pandangan yang tadinya kamu pegang ? Apakah engkau melihat kecermelangan Yang Melampaui kecemerlangan di alam Brahma ? “


Brahma tersebut menjawab :

“ Saya tidak lagi memegang pandangan itu Yang Mulia, Pandangan yang tadinya saya pegang. Memang saya melihat kecemerlangan yang melampaui kecemerlangan di alam Brahma. Hari ini bagaimana munkin saya mempertahankan, “ AKU ADALAH KEKAL ABADI ? “


Setelah membangkitkan rasa kemendesakan pada Brahma itu, kemudian dalam sekejap Sang Buddha lenyap dari alam Brahma tersebut dan kembali di hutan Jeta.

Lalu Brahma itu berbicara kepada satu anggota kelompoknya ;

“ Ayo, tuan, datangilah Y.M. Mahamoggallana dan katakan kepadanya : “ Tuan Mahamoggallana , adakah siswa Sang Buddha lainnya yang sekuat dan sehebat Tuan Moggallana, Kassapa, Kappina dan Anuruddha ? “


Anggota kelompok Brahma itu menurutinya dan lalu mendatangi Y.M. Mahamoggallana. Y.M. Mahamoggallana kemudian berkata kepada anggota kelompok Brahma itu dengan syair :

“ Sungguh banyak siswa Sang Buddha yang merupakan Arahat dengan noda-noda yang telah hancur, pemilik tiga-pengetahuan dengan kekuatan-kekuatan batin, yang terampil dalam jalan pikiran orang lain. “


Mendengar jawaban tersebut, para Brahma itu terkagum-kagum dan turut bersuka-cita karenanya.

Dan sesungguhnya, disamping kisah-kisah dalam sutta-sutta tersebut, masih banyak lagi kisah-kisah bagaimana Sang Buddha membimbing para Brahma yang memiliki pandangan salah yang menganggap dirinya adalah “Yang-Mutlak, Pencipta-Alam-Semesta, Yang-Maha-Kuasa “. Dan atas bimbingan Sang Buddha, para Brahma yang berpandangan-salah itupun akhirnya memahami kekeliruannya.

KISAH KONYOL TENTANG “SANG-MAHA-PENCIPTA”

Didalam Kevaddha Sutta ( Sutta ke-11 dari Digha Nikaya ), Sang Buddha menceritakan sebuah kisah kepada Upasaka Kevaddha yang memberikan gambaran tentang keterbatasan-keterbatasan “Sang-Maha-Pencipta” yang oleh kaum Brahmana disebut “Maha-Brahma” ini.

Pada suatu ketika di antara para bhikkhu sangha terdapat seorang bhikkhu yang menjadi ragu-ragu sebagai berikut:

“Kemanakah empat unsure (mahabhutarupa) padat, cair, panas dan udara pergi, mengapa tanpa meninggalkan bekas.”

Bhikkhu itu mengembangkan batinnya dengan melakukan meditasi hingga ia memiliki kemampuan batin untuk mengunjungi dan berkomunikasi dengan para dewa.

Kemudian bhikkhu itu pergi ke alam dewa Catumaharajika menanyakan tentang kemana perginya empat unsur itu, namun para dewa tak dapat memberikan jawaban dan menyuruh bhikkhu itu untuk bertemu dengan Empat Raja Dewa yang lebih tinggi dan berkuasa daripada mereka.

Ia pergi menghadap Empat Raja Dewa dan menanyakan pertanyaan itu, namun Empat Raja Dewa tidak dapat menjawabnya dan menyuruhnya untuk pergi ke alam Tavatimsa.

Di alam Tavatimsa para dewa tak dapat menjawab pertanyaannya dan ia disuruh menghadap Sakka / Dewa Indra, raja alam dewa Tavatimsa. Sakka / Dewa Indra, juga tak dapat menjawab pertanyaannya.

Sakka menyuruhnya ke alam Yama, tapi para dewa alam Yama menyuruhnya menghadap Suyama, raja alam dewa Yama. Suyama tak dapat menjawab juga, maka ia ke alam dewa Tusita, menghadap Santusita; ke alam dewa Nimmanarati, menghadap Sunimmita, raja alam Nimmanarati; ke alam Parinimmita Vasavatti, menghadap Vasavatti, raja alam Parinimmita Vasavatti, yang tak dapat menjawab pertanyaannya juga.

Kemudian Ia disuruh pergi ke alam dewa Brahma, tetapi para dewa pengikut Brahma tak dapat menjawab pertanyaannya itu. Lalu para dewa pengikut Brahma ini menyuruhnya untuk menghadap dewa Maha Brahma “Yang Maha Kuasa”, “Maha Tinggi”, “Maha Tahu”, junjungan dari semua, “Pencipta”, “Pengatur”, “Asal Mula Segala Sesuatu” ( Sangkan-Paraning-Dumadi ), “Ayah dari Semua yang Ada dan yang akan Ada”.  Oleh para dewa Brhama, Maha-Brahma dinyatakan lebih tinggi dan berkuasa daripada mereka.
Ia pergi menghadap “Tuhan” / “Maha Brahma” dan bertanya:

“Kemanakah empat unsur (mahabhuta), padat, cair, panas dan udara- pergi, mengapa tanpa bekas?”


Setelah Bhikkhu itu berkata, Maha Brahma menjawab:

“Bhikkhu, saya adalah dewa brahma yang maha kuasa, maha tinggi, maha tahu, junjungan dari semua, pencipta, pengatur, asal mula segala sesuatu, ayah dari yang ada dan yang akan ada.”


Kemudian bhikkhu itu berkata kepada Brahma:

“Saya tidak bertanya siapa anda, apakah anda itu benar seperti yang anda katakan. Tetapi yang saya tanya adalah kemanakah empat unsur itu pergi, mengapa tanpa bekas?”


Sampai tiga kali bhikkhu itu bertanya, namun Brahma tetap menjawab yang sama. Kemudian Brahma menarik bhikkhu itu ke sampingnya dan berkata:

“Para dewa pengikut Brahma ini berpendapat bahwa tidak ada sesuatu yang tidak saya tidak tahu, saya tahu semua, saya mengerti semua, tidak ada yang saya tidak realisasikan. Maka saya tidak menjawab di depan mereka. Bhikkhu saya tidak tahu jawaban ke mana empat unsur itu pergi, lenyap tanpa bekas. Bhikkhu, anda telah berbuat salah, telah bertindak salah karena anda telah melupakan Sang Buddha, anda telah bersusah payah mencari tahu hal ini, mencari jawaban untuk pertanyaanmu. Pergilah menghadap kepada Sang Bhagava. Terimalah jawaban apa pun yang akan diberikannya.”


Bhikkhu itu dalam sekejap lenyap dari alam Brahma dan muncul di hadapan saya, ia memberi hormat dan duduk. Setelah duduk ia bertanya kepada saya:

“Bhante, ke manakah empat unsur pergi, lenyap tanpa bekas?”

Saya menjawab: “Bhikkhu, pertanyaan itu jangan tanyakan seperti yang kau katakan. Tetapi sebaliknya anda harus bertanya,


‘Di manakah unsur padat, cair, panas dan udara,

Panjang dan pendek, halus dan kasar,

bersih dan tak bersih, tidak di temukan?

Di manakah jasmani dan batin dari orang meninggal,

pergi tanpa bekas?’


Jawabannya:


‘Kebijakan Arahat, yang tak tampak, yang tanpa akhir, yang dapat dicapai dari beberapa sisi Di situlah unsur padat, cair, panas dan udara, Panjang dan pendek, kasar dan halus, bersih dan tak bersih, tidak ditemukan. Di situlah jasmani dan batin dari orang yang meninggal pergi tanpa bekas. Bilamana kesadaran lenyap, hal-hal itu pun lenyap.


Di akhir dari khotbah, Upasaka Kevaddha menjadi senang dan gembira.

PEMBUAL YANG MEMBICARAKAN HAL YANG DIA SENDIRI TIDAK MENGERTI

Dalam Majjhima Nikaya No. 79: Cula Sakuludayi Sutta, terdapat dialog antara Sang Buddha dengan Udayi, dimana Sang Buddha menunjukkan, pembicaraan mengenai “Kemegahan-Tertinggi”,  ” yang tak dapat dipahami”, hanyalah pembicaraan bualan-bualan semata.

“Baiklah kalau begitu, Udayi, apakah doktrin dari gurumu sendiri?”

“Doktrin guru kami sendiri, tuan yang terhormat, berkata demikian:

‘Ini adalah kemegahan tertinggi! Ini adalah kemegahan tertinggi!'”

“Tetapi apakah yang kemegahan tertinggi itu, Udayi, yang mana doktrin   gurumu katakan?”

“Hal itu adalah, tuan yang terhormat, suatu kemegahan yang lebih hebat   dan megah dari segalanya. Hal itu adalah Kemegahan Tertinggi.”

“Tetapi, Udayi, apakah kemegahan yang lebih hebat dan megah dari   segalanya itu?”

“Hal itu, tuan yang terhormat, bahwa Kemegahan Tertinggi lebih hebat   dan megah dari segalanya.”

“Selama waktu yang lama, Udayi, engkau bisa melanjutkan berkata dengan   cara ini, seraya mengatakan,’Suatu kemegahan yang lebih hebat  dan   megah dari segalanya adalah Kemegahan Tertinggi’. Tetapi  tetaplah kau   tidak akan sudah menjelaskan kemegahan itu. Anggaplah seseorang berkata:’Saya mencintai dan mengingini
wanita   tercantik di daratan ini’, dan lantas ia ditanya: ‘Tuan yang  baik,   wanita yang tercantik yang engkau cintai dan ingini itu,
tahukah   engkau apakah ia adalah seorang wanita dari kaum ningrat atau  dari   suatu keluarga Brahmana atau dari kasta pedagang atau Sudra?’ dan ia   menjawab ‘tidak’.—‘Lantas, tuan yang baik, tahukah Anda
namanya dan   nama marganya? Atau apakah ia itu tinggi, pendek, atau  sedang-sedang   tingginya, apakah ia itu berkulit legam, coklat atau keemasan,  atau di   desa atau daerah atau kota  mana ia berdiam?’ dan ia menjawab  ‘tidak’.   Dan lantas ia ditanyai:’Kalau demikian, tuan yang baik, engkau   mencintai dan mengingini sesuatu yang engkau sendiri tidak tahu  pun   melihatnya?’ dan ia menjawab ‘ya’. —Apakah yang kau pikir,  Udayi,   bahwa dengan menjadi demikian, bukankah perkataan orang itu  penuh   dengan bualan (nonsense)?”

“Tentulah, tuan yang terhormat, bahwa dengan menjadi demikian,  perkataan orang itu penuh dengan bualan.”

“Tetapi dengan cara yang sama, kamu, Udayi, berkata, ‘ Suatu kemegahan   yang lebih hebat dan megah daripada segalanya, hal itu adalah   Kemegahan Tertinggi’, dan namun engkau sendiri belumlah  menjelaskan   kemegahan itu.”



KEPERCAYAAN / IMAN MEM-“BUTA”  PARA PENGANUT “MAHA-DEWA” yang  “MAHA-PENCIPTA/KUASA”

Dalam sebuah dialog antara Sang Buddha dengan Vasettha dimana Sang Buddha menunjukkan bahwa kepercayaan / iman  kepada”Maha-Dewa” yang “Maha-Pencipta/Kuasa” hanyalah merupakan khayalan dan kepercayaan / iman “membuta” semata.

“Apakah ada, Vasettha, satu dari para Brahmana yang benar-benar  mengetahui Tiga Veda yang sudah pernah bertemu Brahma muka  dengan   muka?”

“Tidaklah demikian, sesungguhnya, Gotama.”

“Atau adakah kalau begitu, Vasettha, satu dari para guru dari para   Brahmana yang benar-benar mengetahui Tiga Veda, yang sudah  bertemu  Brahma muka dengan muka?”

“Tidaklah demikian, sesungguhnya, Gotama.”

“Atau adakah, Vasettha, satu dari murid-murid dari para guru dari para  Brahmana yang benar-benar mengetahui Tiga Veda yang sudah bertemu Brahma muka dengan muka?”

“Tidaklah demikian, sesungguhnya, Gotama.”

“Atau adakah kalau demikian, Vasettha, satu dari para Brahmana itu  sampai pada tujuh generasi yang sudah bertemu Brahma muka
dengan   muka?”

“Tidaklah demikian, sesungguhnya, Gotama.”

“Baiklah kalau begitu, Vasettha, Rishi-rishi purba dari para  Brahmana   itu yang benar-benar mengetahui Tiga Veda, para penulis dari   syair-syair itu, pengucap-pengucap dari syair-syair itu, yang   kata-kata dalam bentuk kuno/purbanya begitu dilafalkan,  diucapkan atau   digubah, yang mana para Brahmana zaman sekarang melafalkan lagi dan   mengulangi; melagukan atau menghafalpersis seperti apa yang  sudah   dilagukan dandihafalkan—yang dengan lucunya, Atthaka…dan  Bhagu,   lakukan bahkan mereka berkata demikian:”Kami mengetahuinya,  kami sudah   melihatnya, dimana Brahma berada, darimana Brahma adanya,  kemana   Brahma adanya?”

“Tidaklah demikian, sesungguhnya, Gotama.”

“Lantas engkau berkata, Vasettha, bahwa tidak seorangpun dari  para   Brahmana itu, ataupun guru-guru mereka, atau murid-murid
mereka,   bahkan sampai ke generasi ketujuhpun, sudah pernah melihat  Brahma muka   dengan muka. Dan bahkan Rishi-rishi purba, penulis dan para  pengucap   dari syair-syair itu, yang kata-kata dalam bentuk kunonya  begitu   berhati-hatinya dilagukan dan dihafal oleh para Brahmana  sekarang   setepat mungkin seperti yang sudah diturunkan-bahkan mereka  tidak   berpura-pura untuk mengetahui atau sudah melihat dimana atau  darimana   dan kemana Brahma adanya. Jadi para Brahmana yang benar-benar   mengetahui Tiga Veda sudah sesungguhnya mengatakan demikian:
‘Apa yang   kami tidak tahu, apa yang kami belum lihat, atas keselarasan  dengan   itu kami dapat menunjukkan jalan, dan dapat berkata: ‘Ini  adalah jalan   yang lurus, ini adalah jalan yang langsung menuju pada  keselamatan,   dan membimbing mereka yang bertindak sesuai dengannya, pada   persekutuan dengan dengan Brahma.’

“Sekarang apa yang kau pikir, Vasettha? Bukankah hal itu  mengikuti,   hal ini dengan menjadi demikian, bahwa perkataan para Brahmana  yang   benar-benar mengetahui  Tiga Veda, kemudian menjadi suatu  percakapan   yang bodoh/tidak bermanfaat?”

“Sesungguhnya, Gotama, bahwa dengan menjadi demikian, berlanjutbahwa   perkataan dari para Brahmana yang mengetahui dengan benar Tiga  Veda   itu adalah perkataan yang bodoh/tak berguna adanya.”


SEKUMPULAN ORANG BUTA

“Dengan sesungguhnya, Vasettha, para Brahmana yang benar benar   mengetahui Tiga Veda itu seharusnya sanggup untuk menunjukkan  jalan   menuju persekutuan dengan sesuatu yang mereka tidak tahu, pun  belum   melihat—keadaan dari hal-hal demikian itu tidaklah bisa  adanya!

“Sama halnya, Vasettha, seperti ketika sekumpulan orang buta   bergandengan satu sama lain, bukanlah yang terdepan yang bisa
melihat,   pun bukannya yang di tengah, pun bukanlah yang di belakang  tersembunyi   yang bisa melihat — seperti demikianlah, kiranya, Vasettha,  percakapan   para Brahmana yang mengetahui dengan baik Tiga Veda itu adalah   percakapan buta: yang pertama tak melihat apapun, pun yang  ditengah,   pun yang terakhir. Percakapan dari para Brahmana yang  mengetahui   dengan baik Tiga Veda ini lantas menjadi tidak masuk akal,  kata-kata   belaka, suatu hal yang kosong dan gagal!


TANGGA YANG MENUJU KE – TIDAK MANAPUN JUGA

…”Sama halnya, Vasettha, seperti jika seseorang harus membuat
suatu   tangga di dalam suatu tempat dimana 4 jalan bersilangan, untuk  menaiki   suatu rumah yang besar. Dan orang-orang berkata
padanya,’Baiklah,   teman yang baik, rumah yang besar ini, pada mana engkau membuat  tangga   untuk menaikinya, tahukah kamu apakah rumah itu berada di  timur, atau   di selatan, atau di barat, atau di utara? Apakah rumah itu  tinggi atau   rendah atau sedang-sedang saja ukurannya?’

“Dan ketika ditanya demikian dia menjawab: Tidak. — Dan  orang-orang   berkata padanya,’Tetapi kalau begitu, teman yang baik, engkau  sedang   membuat suatu tangga yang menaiki sesuatu — sebagai contoh  sebuah   rumah besar— yang mana, sejenak yang lalu, engkau tidak   mengetahuinya, bahkan pun belum melihatnya.'”…..

BERDOA DEMI ALAM BAKA

“Lagi, Vasettha, jikalau seandainya sungai Aciravati ini penuh
dengan air bahkan sampai ke tepi sungai, dan meluap. Dan seseorang
dengan pekerjaan/bisnis pada tepi yang satunya, dalam perjalanan ke
tepi yang satunya, berusaha menuju ke tepi yang satunya, ingin tiba, dan
mau menyeberang. Dan ia, sambil berdiri pada tepi yang sebelah
sini, memohon dengan khusuk pada tepi yang jauh itu, dan
berkata,’Datanglah kesini, O tepi yang jauh!datanglah ke tepi sini!’

“Sekarang apakah yang engkau pikir, Vasettha?Akankah tepi yang
jauh itu dari sungai Aciravati, oleh sebab permohonan khusuk dari
orang itu dan doanya dan pengharapannya dan pemujaannya, datang ke tepi
yang ini?”

“Tentulah tidak, Gotama.”

“Dengan cara yang sama pula, Vasettha, para Brahmana yang
mengetahui dengan baik Tiga Veda lakukan—menelantarkan praktek-praktek
dengan kualitas yang benar-benar membuat seseorang menjadi seorang
Brahmana, dan mengadopsi praktek-praktek yang kualitasnya membuat
seseorang menjadi Non-Brahmana—berkata demikian: ‘Indra kami memanggil,
Soma kami memanggil, Varuna, Isana, Pajapati, Brahma, Mahiddhi, Yama
kami memanggil.’

“Dengan sesungguhnya, Vasettha, bahwa para Brahmana yang
mengetahui dengan baik Tiga Veda—menelantarkan praktek-praktek dengan
kualitas yang benar-benar membuat orang menjadi seorang Brahmana,
mengadopsi praktek-praktek dengan kualitas yang membuat yang benar-benar
membuat orang Non-Brahmana—boleh, karena alasan  permohonan khusuk
dan doa dan pengharapan dan pemujaan mereka, setelah meninggalkan tubuh
ini, setelah kematian, mencapai persatuan dengan Brahma, kondisi
hal-hal demikian adalah tidak akan bisa.”

[ Digha Nikaya No. 13:Tevijja Sutta (“Tiga Veda”) terjemahan
oleh Prof. Rhys Davids]


KRITIK SANG BUDDHA TERHADAP TIGA PANDANGAN KELIRU ( Anguttara-Nikaya ; III,61 )

Para bhikkhu, ada tiga pendapat sektarian yang, jika sepenuhnya diperiksa, diteliti dan dibahas, akan berakhir pada suatu doktrin tanpa tindakan, sekalipun sudah diterapkan karena tradisi. 36Apakah tiga pendapat ini?

Para bhikkhu, ada beberapa petapa dan brahmana yang mengajar dan memegang pandangan ini: “Apapun yang dialami seseorang, apakah itu perasaan menyenangkan, menyakitkan atau perasaan netral, semua itu disebabkan oleh tindakan lampau.” Ada lainnya yang mengajar dan memegang pandangan ini: “Apapun yang dialami seseorang… semua itu disebabkan oleh ciptaan Tuhan.” Dan masih ada petapa dan brahmana lain yang mengajar dan memegang pandangan ini: “Apapun yang dialami seseorang… tidak ada sebabnya dan tidak dikondisikan.”37

(1) Para bhikkhu, aku telah menemui para petapa dan brahmana ini (yang memegang pandangan pertama) dan berkata kepada mereka: “Apakah benar, seperti kata orang, bahwa yang mulia mengajar dan memegang pandangan bahwa apapun yang dialami seseorang… semua itu disebabkan oleh tindakan lampau?” Ketika mereka mengatakan “Ya”, aku katakan kepada mereka: “Jika demikian halnya, yang mulia, maka tindakan masa lampau (yang dilakukan dalam suatu kehidupan lampau) itulah yang menyebabkan orang membunuh, mencuri, terlibat dalam perilaku seksual yang salah; yang membuat mereka berbohong, mengucapkan kata-kata yang jahat, berbicara kasar dan suka berbicara yang tak ada gunanya; yang menyebabkan mereka menginginkan milik orang lain, dengki, dan jahat serta memiliki pandangan salah.38 Maka mereka yang menganggap tindakan lampau sebagai faktor penentu tidak akan memiliki semangat dan usaha untuk melakukan ini atau tidak melakukan itu. Karena mereka tidak memiliki alasan yang cukup kuat untuk menyatakan bahwa ini atau itu harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan, istilah ‘petapa’ tidak sesuai untuk mereka, karena mereka hidup tanpa kewaspadaan dan pengendalian diri.”

Para bhikkhu, inilah teguran pertamaku – yang diakui kebenarannya – kepada para petapa dan brahmana yang mengajarkan dan memegang pandangan seperti itu.

(2) Sekali lagi, para bhikkhu, aku menemui para petapa dan brahmana (yang memegang pandangan kedua) dan berkata kepada mereka: “Apakah benar, seperti kata orang, bahwa yang mulia mengajar dan memegang pandangan bahwa apapun yang dialami seseorang… semua itu disebabkan oleh ciptaan Tuhan?” Ketika mereka mengatakan “Ya”, kukatakan kepada mereka: “Jika demikian halnya, yang mulia, maka ciptaan Tuhan itulah yang membuat orang-orang membunuh… dan memiliki pandangan salah. Maka mereka yang menganggap ciptaan Tuhan sebagai faktor penentu tidak akan memiliki semangat dan usaha untuk melakukan ini atau tidak melakukan itu. Karena mereka tidak memiliki alasan yang cukup kuat untuk menyatakan bahwa ini atau itu harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan, istilah ‘petapa’ tidak sesuai untuk mereka, karena mereka hidup tanpa kewaspadaan dan pengendalian diri.”

Para bhikkhu, inilah teguran keduaku – yang diakui kebenarannya – kepada para petapa dan brahmana yang mengajar dan memegang pandangan seperti itu.

(3) Sekali lagi, para bhikkhu, aku menemui para petapa dan brahmana (yang memegang pandangan ketiga) dan berkata kepada mereka: “Apakah benar, seperti kata orang, bahwa yang mulia mengajarkan dan memegang pandangan bahwa apapun yang dialami seseorang… semua itu tidak ada sebabnya dan tidak dikondisikan?” Ketika mereka mengatakan “Ya”, kukatakan pada mereka: “Jika demikian halnya, yang mulia, maka tidak ada sebab dan kondisi yang membuat orang membunuh… dan memiliki pandangan salah. Maka mereka yang menganggap bahwa (urutan peristiwa) yang tanpa sebab dan kondisi sebagai faktor penentu tidak akan memiliki semangat dan usaha untuk melakukan ini atau tidak melakukan itu. Karena mereka tidak memiliki alasan yang cukup kuat untuk menyatakan bahwa ini atau itu harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan, istilah ‘petapa’ tidak sesuai untuk mereka, karena mereka hidup tanpa kewaspadaan dan pengendalian diri.”

Para bhikkhu, inilah teguran ketigaku – yang diakui kebenarannya – kepada para petapa dan brahmana yang mengajar dan memegang pandangan seperti itu.

Demikianlah, para bhikkhu, tiga pendapat sektarian yang, jika sepenuhnya diperiksa, diteliti dan dibahas, akan berakhir pada suatu doktrin tanpa-tindakan, sekalipun jika dipakai karena tradisi.

Sumber:

http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=738&hal=2&path=tipitaka/sutta/anguttara/anguttara1&hmid

Lebih jauh, atas pandangan tersebut diatas, Sang  Buddha mengatakan,

Jadi, karena diciptakan oleh seorang Tuhan Yang Maha Tinggi, maka manusia akan menjadi pembunuh, pencuri, penjahat, pembohong, pemfitnah, penghina, pembual, pencemburu, pemarah, pendendam, dan orang yang keras kepala“.

Oleh sebab itu, bagi mereka yang berpandangan segala sesuatu adalah ciptaan seorang Tuhan, maka mereka tidak akan lagi mempunyai keinginan, ikhtiar ataupun keperluan untuk melakukan suatu perbuatan ataupun untuk menghindar dari perbuatan lain.” (Majjhima Nikaya ii, Sutta No.101)


SIFAT KETUHANAN YANG TIDAK KEKAL

Sejauh mana matahari-matahari dan bulan-bulan berevolusi dan
penjuru-penjuru langit bersinar dengan cemerlangnya, sejauh
mencakup Seribu-kali lipat sistem-Dunia. Dalam Seribu-kali lipat Sistem
Dunia itu, ada seribu bulan, seribu matahari, seribu Semeru, gunung
dari gunung-gunung, seribu dari keempat benua, seribu dari keempat
samudera, seribu dari dunia-dunia surgawi dari alam inderawi,
dan seribu dari dunia Brahma. Sejauh mencakup Seribu-kali lipat
Sistem Dunia ini, sejauh itu adalah Maha Brahma dianggap yang
tertinggi disana.

Tetapi bahkan pada Maha Brahma, O para bhikkhu, terdapatlah
transformasi, terdapatlah perubahan. Melihat hal ini, O para
bhikkhu,
seorang murid yang terlatih baik merasa muak bahkan dengan hal
itu.
Dengan menjadi muak dengan hal itu, lunturlah keterikatannya
bahkan
sampai yang tertinggi, apalagi pada yang rendah!

[Anguttara Nikaya, Dasaka Nipata, No. 29]

KEKECEWAAN DARI PARA DEWA

Sekarang muncullah di dunia ini seorang Tathagata, yang Suci,
yang
telah mencapai Penerangan Sempurna, sempurna pengetahuan dan
tindak
tandukNya, yang Mulia/Luhur, Pengenal segenap Alam, Pembimbing
manusia
yang tiada taranya, Guru para dewa dan manusia, yang patut
dimuliakan.

Ia lantas mengajarkan Dhamma:”Ini adalah
kepribadian(personality); ini
adalah asal dari kepribadian; ini adalah akhir dari
kepribadian; ini
adalah jalan menuju akhir dari kepribadian.”

Dan dewa-dewa itu yang berumur panjang, yang bergemerlapan
dengan
kecantikan, yang berdiam dengan penuh kesenangan dan untuk
waktu yang
lama berada dalam rumah-rumah surgawi yang megah, bahkan
mereka,
setelah mendengar Sang Bhagava  mengajarkan Dhamma, tertimpa
ketakutan, kegelisahan dan tergetar:

“Aduh celaka, kita yang, sebenarnya, tidak permanen, percaya
bahwa
kita adalah permanen! Kita yang, sebenarnya, rapuh, percaya
bahwa kita
berkesinambungan!Kita yang, sebenarnya, tidak kekal, percaya
bahwa
kita kekal adanya!Tetapi, yang benar adalah bahwa, kita adalah
tidak
permanen, rapuh, tidak kekal, terpikat dalam kepribadian!”

[Anguttara Nikaya, Cattuka nipata, No. 33]


PENCIPTAAN DAN SEBAB

Asumsi bahwa suatu Tuhan (isvara) adalah penyebab, dan lain sebagainya,
bersandar atas kepercayaan salah dalam suatu diri yang kekal;
tetapi
kepercayaan itu haruslah ditinggalkan, jikalau seseorang sudah
dengan
jelas mengerti bahwa segala sesuatu adalah  tunduk pada penderitaan.

[Vasubhandu, Abhidharmakosa, 5, 8 (vol. IV, p. 19); Sphutartha
p. 445,
26.]


Sekolah-sekolah tertentu memegang pandangan bahwa ada suatu
Tuhan
Mahesvara yang adalah absolut, ada/hadir dimana-mana, dan
kekal; dan
bahwa ia adalah pencipta dari semua Dharma.

Teori ini adalah tidak logis. Dan mengapa?
(a) Bahwa yang menciptakan tidaklah kekal; yang tidak kekal
tidaklah
hadir dimana-mana; yang tidak hadir dimana-mana tidaklah
absolut.
(b) Oleh karena ia adalah kekal dan hadir dimana-mana, dan
komplet
dengan semua kemampuan; ia seharusnya, dalam segala masa dan di
semua
tempat, menghasilkan secara tiba-tiba semua Dharma (fenomena).
(c) (Jikalau mereka katakan)bahwa ciptaannya bergantung pada
nafsu dan
kondisi-kondisi, kalau begitu mereka bertentangan dengan
doktrin
mereka sendiri tentang “sebab yang unik”. Atau dengan kata
lain, kita
boleh katakan bahwa nafsu dan kondisi-kondisi seharusnya juga
secara
tiba-tiba muncul semua, karena sebab (yang menghasilkan mereka)
selalu
ada disitu.

[Vijnaptimatrata Siddhi Sastra (suatu karya standar dari
sekolah
Buddhis Idealistik) terjemahan dari versi Chinese oleh Wong Mow
Lam
(“The Chinese Buddhist”, Vol. II, No. 2; Shanghai 1932) ]


Demikianlah, saudara-saudari, bagaimana Sang Buddha memandang ajaran tentang adanya sosok “Maha-Dewa” yang disebut sebagai “Yang-Maha…”  tersebut. Adalah salah jika dikatakan bahwa Buddha-Dhamma agama yang Theistik, namun juga keliru besar jika Buddha-Dhamma adalah agama yang bersifat “Atheis-Materialistik”. “Tujuan-Sejati” dalam kehidupan spiritual Buddha-Dhamma adalah menuju pada apa yang dalam bahasa Pali disebut dengan :

“Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang”


Yang artinya  :

“Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak”.


Dan itu adalah : N I B B A N A, pemadaman dari ketiga api : keserakahan / nafsu-indriya ( lobha ), kemarahan/kebencian ( dosa ), dan kebodohan/kegelapan batin ( moha ). Nibbana ini lepas dari “Tuhan”, Nibbana ini pun bukan “Tuhan-Yang-Maha” .

Nibbana ini, sering dipersamakan dengan Tuhan dalam agama2 lain. Padahal, sesungguhnya jauh berbeda. Sebab, Nibbana ini bukanlah pencipta alam-semesta seisinya ( termasuk pencipta semua makhluk ).

Nibbana adalah KONDISI-BATIN, yang telah bebas dari kekotoran batin, bebas dari keserakahan / nafsu-indriya (lobha), bebas dari kemarahan/kebencian (dosa), dan bebas dari kebodohan-batin (moha).

Dalam bahasa Sanskerta, NIBBANA ini disebut dengan NIRVANA. Nirvana, berasal dari dua kata, yaitu ; 1). NIR , yang artinya = TANPA ( sifat negasi ), dan, 2). VANA , yang artinya jalinan nafsu keinginan. Sehingga, Nirvana adalah kondisi batin yang telah terbebas dari ikatan/jeratan jalinan nafsu keinginan sebagai penyebab semua makhluk bertumimbal lahir, mengarungi alam sangsara.

Nibbana ini pun  lepas dari alam surga, bukan surga tempat para bidadari-bidadari cantik yang telah tersediakan bagi para ummat-soleh ( ber-Sila ) dan para “pejuang” agama-agama tertentu.  Surga yang termaksud , yang berisi bidadari-bidadari cantik dan istana2 megah tersebut,  barulah lingkup “Kamadhatu”, yaitu “alam-kesenangan-lingkup-keindriyaan” dan ini masih dalam lingkup keberadaan dan duniawi (lokiya). Sedangkan Nibbana, adalah diatas-duniawi ( lokuttara ), tidak dalam lingkup-keindriyaan, tidak dalam lingkup alam Rupa-Jhana, tidak pula dalam lingkup Arupa-Jhana. Tak terjejaki lagi, akhir dari samsara.

_________________________________________________

“ Sabbe Satta Sukhita Hontu, Nidukkha Hontu, Avera Hontu, Abyapajjha Hontu, Anigha Hontu, Sukhi Attanam Pariharantu”

( Semoga Semua Makhluk Berbahagia, Bebas dari Penderitaan, Bebas dari Kebencian, Bebas dari Kesakitan, Bebas dari Kesukaran, Semoga Mereka dapat Mempertahankan Kebahagiaan Mereka masing-masing )

RATANA-KUMARO

Semarang-Barat,Minggu, 21 Juni 2009

182 Tanggapan to “TUHAN “YANG-MAHA…” DIMATA SEORANG BUDDHA”

  1. Terimakasih banyak atas Dhamma yang mas Rあtana babarkan 🙂

    salam,

    卓俊樺
    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Namo Buddhaya,

    Sama-sama, terimakasih kembali…,

    Semoga, Dhamma semakin tersebar luas di muka bumi ini, demi manfaat sebesar-besarnya untuk semua makhluk…

    Sotthi te hotu sabbada,
    Sadhu..sadhu…sadhu… .

  2. bhayhu~RE said

    Hukum alam bekerja dengan sendirinya ; Utu-niyama, Bija-niyama, Kamma-niyama, Citta-niyama,Dhamma-niyama, jika kita meyakini, merasakan dan sampai pada pengalaman ini maka tentu kita tidak butuh lagi pemahaman bahwa ada penggerak / pengatur / pencipta dari semua ini dan tentu kita tidak butuh lagi yang namanya Tuhan Yang Esa dari semua mahluk.
    Perjuangan berat untuk mencapai pemahaman ini. Tapi menjadi smangat agar tidak mnjd stagnan pada pemahaman yg tlah didapat. Terus bergerak, mencari pencerahan.
    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Namo Buddhaya,

    Iya , benar sekali Sdr. Bhayhu…,

    Sedikit menambahkan.. ;

    Itulah kekeliruan pandangan umumnya manusia,
    Bahwa alam semesta dan para makhluk, berjalan sesuai suatu hukum alam yang berjalan dengan sendirinya, tanpa digerakkan oleh “Tangan”2 “Yang-Maha-Kuasa”.. .
    Hukum alam ini pun bersifat “delusif”, hanya “mengada” dalam “alam-kehidupan” yang sifatnya delusif semata.
    Tidak diciptakan oleh siapapun, tidak ada siapapun yang menjadi “Maha-Pencipta”, “Maha-Kuasa”.

    Oleh karena itu, “Pencerahan” tidaklah semudah yang dilamunkan orang-orang…,
    Dan untuk itulah kehadiran seorang Buddha didunia, menunjukkan ke”sejati”an dari segala hal.
    Membongkar dogma, membongkar ilusi, menunjukkan jalan pembebasan dari samsara… .

    Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta,
    Sadhu…sadhu…sadhu… .

    • Ibrahim Dharma Saputra said

      Namo Buddhaya
      Terima Kasih atas bimbingan Dhamma nya,
      Semoga Semua Makhluk Berbahagia
      Sabbe Satta Bhavantu Sukhitata

  3. Kisah Sang Buddha Menaklukkan Kesombongan “Tuhan” ( Brahma-Baka )

    Duggahaditthi bhujagena sudattha hattham
    Brahmam visudhi jutimiddhi bakabhidhanam
    Nanagadena vidhina jitava munindo
    Tan tejasa bhavatu te jayamangalani

    Bagaikan ular yang melilit pada lengan,
    Demikian pandangan salah dimiliki oleh Baka, Dewa Brahma yang memiliki sinar dan kekuatan
    Raja Para Bijaksana menaklukkannya dengan obat pengetahuan
    Dengan kekuatan ini semoga engkau mendapat kemenangan sempurna

    Ketika Sang Buddha sedang bersemayam di Vihara Jetavana, Beliau mengetahui bahwa Dewa Brahma Baka, mempunyai pandangan yang salah. Ia berpendapat bahwa Brahma-loka (=Alam Brahma) adalah kekal, tetap untuk selama-lamanya, abadi, tidak berubah; selain di alam Brahma tidak ada penyelamatan atau pembebasan secara menyeluruh.

    Di dalam kelahirannya yang terdahulu, Dewa Brahma Baka yang berlatih meditasi, terlahir kembali di Surga Vehapphala. Beliau berada di sana selama lima ratus kalpa, lalu terlahir kembali di Surga Subhakinna. Sesudah berada di sana selama enam puluh empat kalpa, ia terlahir kembali di Surga Abhassara, di sana ia berada selama delapan kalpa. Di Surga Abhassara inilah ia mempunyai pandangan salah. Ia lupa bahwa ia pindah dari Alam Brahma yang tertinggi dan terlahir di Alam Surga yang lebih rendah yaitu Surga Abhassara.

    Sang Buddha mengetahui pandangan yang salah ini. Beliau lalu menghilang dari Vihara Jetavana dan muncul di Alam Brahma. Vasavatti Mara mengetahui maksud Sang Guru Agung ini; dan ia berniat untuk menghalangi, ia lalu pergi ke Alam Brahma yang sama.

    Ketika Sang Buddha mulai berbicara dengan Dewa Brahma Baka, Mara menyela pembicaraan dengan mengatakan bahwa Dewa Brahma Baka amat bijaksana dan mempunyai kekuatan terhadap Dewa Brahma lainnya. Bahwa ialah yang menciptakan dunia ini, menciptakan Gunung Maha Meru (nama gunung tertinggi di dunia ini), dan menciptakan dunia-dunia lain; ia pula yang menentukan kasta atau tingkatan suatu mahluk; ia pula yang menciptakan bermacam-macam binatang.

    Mara berkata kepada Sang Buddha :

    “Tidak ada seorang pertapapun sebelum Kamu yang berpikir bahwa dunia ini tidak abadi. Dan sesudah mempelajari bahwa segala sesuatu itu tidak abadi, mereka langsung masuk ke neraka. Ada beberapa Dewa Brahma yang menyangkal hal ini, mereka menyatakan bahwa segala sesuatu adalah abadi, maka mereka terlahir kembali di Alam Brahma. Karena itu, lebih baik Kamu mengajarkan hal yang sama, seperti yang para Dewa Brahma lakukan. Saya memberiMu nasehat ini, kalau Kamu mengajarkan doktrin yang sama, maka Kamu akan memperoleh hadiah yang sama pula; tetapi kalau Kamu menyangkalnya maka Kamu akan hancur.”

    Tetapi Sang Buddha menjawab :

    “Saya tahu siapa kamu ini. Kamu adalah Mara si Penggoda, janganlah kamu berpikir kamu dapat mengelabuiKu.”

    Kemudian Dewa Brahma Baka berkata bahwa Alam Brahma selalu ada, di mana tidak ada kehancuran ataupun kematian. Tidak ada perpindahan dari satu alam ke alam lain; segala sesuatunya selalu kekal, tetap, abadi, mutlak dan tidak berubah; selain di Alam Brahma tidak ada keselamatan.

    Dan banyak Para Buddha sebelum Buddha Gotama, kemanakah mereka lenyap? Tidak ada seorangpun yang dapat mengatakan mereka pergi kemana; dan akan lebih baik apabila Buddha Gotama merasa malu dengan doktrinNya, dan lebih baik menerima doktrin yang sama dengan para Dewa Brahma.

    Tetapi Sang Buddha Gotama memperlihatkan kemampuanNya yang luar biasa kepada Dewa Brahma Baka, dengan menjelaskan tentang enam kelahiran Dewa Brahma Baka yang terdahulu, dimana Beliau sendiri menghilang tanpa diketahui berada di mana.

    Sang Buddha lalu menjelaskan :

    Dalam salah satu kelahirannya, Dewa Brahma Baka adalah seorang pertapa yang bertempat tinggal di tepi sungai. Pada waktu itu, ada lima ratus orang pedagang datang dengan membawa keretanya ke tempat yang sama pula, mereka amat sopan dan ramah. Tidak lama kemudian, sapi jantan pertama yang menarik kereta, pulang kembali ke rumah dan diikuti sapi-sapi jantan lainnya. Keesokan paginya, para pedagang itu tidak mempunyai minyak, makanan ataupun air minum, mereka amat kelaparan dan kehausan. Mereka amat lemas, hanya berbaring saja dengan berpikir mereka akan mati di sana. Tetapi pertapa yang melihat mereka dalam kesulitan membawakan air minum, sehingga para pedagang itu selamat dari kematian.

    Pada lain waktu, beberapa pencuri mencuri di suatu desa, mereka mengambil barang yang mereka sukai. Si Pertapa yang mengetahui perbuatan para pencuri itu, lalu menciptakan suara-suara dari barang-barang yang mereka curi itu, dalam lima tangga nada yang cukup keras, sehingga para pencuri itu terkejut dan membuang barang-barang yang mereka curi. Dengan ketakutan mereka melarikan diri, karena mengira raja datang.

    Pada kesempatan lain, penduduk dari dua desa yang bersisian di tepi sebuah sungai setuju pergi bersama-sama naik sebuah kapal untuk berdagang. Kepergian mereka diketahui oleh Naga jahat yang berniat ingin menghancurkan mereka, tetapi pertapa yang mengetahui niat jahat Naga itu lalu menampakkan dirinya sebagai garuda raksasa. Garuda itu menakut-nakuti dan menyerang Naga jahat itu, sehingga Naga tersebut terbang ketakutan tanpa menyentuh para pedagang. Mereka selamat dari mara bahaya.

    Karena tindakan-tindakannya yang penuh dengan cinta kasih kepada mahluk lain inilah, yang menyebabkan pertapa itu terlahir kembali di Alam Brahma.

    Sang Buddha Gotama menunjukkan kemampuanNya yang luar biasa sebagai seorang Buddha dalam membabarkan Dhamma, menjelaskan tentang Empat Kesunyataan Mulia. Sehingga pada akhirnya pikiran dari seribu dewa di Alam Brahma terbebas dari kemelekatan dan pandangan keliru.

    Dewa Brahma Baka mengakui bahwa apa yang Sang Buddha Gotama katakan adalah benar, dan mengakui pengetahuan Sang Guru Agung yang luar biasa, sehingga ia menyatakan diri berlindung kepada Sang Tri Ratna ( Tri=tiga ; Ratna=Permata,Berlian ; yaitu : BUDDHA,DHAMMA, dan, SANGHA ) , demikian pula para Dewa Brahma lainnya. Sang Buddha lalu pulang kembali dari Alam Brahma ke Vihara Jetavana.

    SEMOGA BERMANFAAT… 😉

  4. Tedy~RE said

    Dear Bro Ratana,

    Suatu ketika, saat sedang dalam waktu yg senggang, tanpa aba2, tanpa direncanakan, tiba2 Ibu bertanya kepada saya, “Sebenarnya Tuhan itu ada atau tidak ya”??? Namun tidak dalam nada, situasi, atau kondisi yg serius. Yah, boleh dibilang agak santai lah. Kontan saja saya kaget dan tertawa kecil. Maklum Ibu saya bukan Buddhis. Lalu saya jawab, “TIDAK ADA”. Jawaban meluncur spontan, sesuai dengan konsep Ketuhanan Agama Buddha yg saya ketahui.

    Setelah mendengar jawaban saya yg ringkas namun tegas, Ibu terlihat bengong. Kemudian saya mencoba menjelaskan, mengapa saya menjawab “TIDAK ADA”. Saya berikan contoh, jika Tuhan itu ada mengapa banyak ketidakadilan, kecelakaan, kekacauan, dll. Lalu saya sambung lagi dengan memberikan contoh berikutnya, jika Tuhan itu ada mengapa Paman X (sekeluarga menganut agama yg sama dengan Ibu saya) deritanya seolah2 bertambah, bukannya berkurang. Kebetulan Paman saya menderita suatu penyakit yg berkembang menjadi penderitaan ekonomi. Padahal tiap minggu, mereka sekeluarga selalu menyembah, memuji, dan penuh keyakinan terhadap Tuhan.

    Ibu terdiam, namun terlihat bingung. Saya jadinya tertular bingung juga. Diskusi selesai, tidak ada pembicaraan lagi. Namun dalam hati, saya senang sekali. Oh, ternyata kegelapan batin Ibu tidak gelap2 amat. Buktinya Ibu masih “meragukan” doktrin yg selama ini digenggam.
    :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
    Dear Bro Tedy,

    Istilah “TUHAN”, hanya dikenal di Indonesia, karena itu asal kata dari bahasa Indonesia.
    Dalam bahasa-bahasa di luar bahasa Indonesia, maka akan dikenal “Illah”, “Dei”, “Deva”, “Gods”, “Goddess”.

    Menurut Sang Buddha,Tuhan itu sesungguhnya memang tidak hanya ada “Satu”, tidak “Tunggal”, sebagaimana Sang Buddha kemudian menerangkannya melalui pembabaran Ti-Loka ( kamadhatu, rupadhatu, arupadhatu ).

    Konsep Tuhan yang ada pada berbagai ajaran Theistik umumnya, itu kalau dalam Buddha-Dhamma adalah “Dewa”. Tinggal tergantung, kita lihat karakteristik Dewa tersebut ; bila pemarah, pencemburu, mempunyai emosi, dll., maka berarti Dewa tersebut adalah Dewa dalam lingkup “Kamadhatu”.

    Namun bila Dewa tersebut sudah tidak memiliki emosi, penuh cinta-kasih (metta), kasih-sayang (karuna), simpati (mudita), dan keseimbangan (upekkha), maka Dewa tersebut adalah sama dengan “Tuhan” bagi ummat Hindu, yaitu “Maha-Brahma”. Namun, seperti yang Sang Buddha telah ajarkan, sesungguhnya mereka itu tidaklah “Maha-Pencipta”, “Maha-Kuasa”, tidak pula “Tunggal”.

    Jadi, kalau mau menjelaskan, yah, “Tuhan” itu ada, tapi kalau disebut “Maha-Segalanya” jelas tidak-ada. Karena alam-semesta ini bekerja sesuai hukum-hukum alam yang bekerja dengan sendirinya tanpa ada campur-tangan sosok “Adi-Kuasa” seperti apapun juga.

    Begitu Tedy, tambahan dari saya. Semoga cukup membantu. 😉

    :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
    Setelah itu, saya baru menyadari bahwa saya belum menembus An-atta. Pengetahuan saya hanya sebatas konsep. Buktinya saya ikut-ikutan bingung, penjelasan saya mentok hanya dalam hafalan teoritis. Pertanyaan saya :

    1. Bagaimana cara yg efektif utk dapat menembus An-atta secara total, tidak hanya sebatas konsep?

    JAWAB =
    Tidak terelakkan, Tedy harus menjalankan “Jalan Ariya Beruas Delapan” dengan sepenuhnya, dengan sungguh-sungguh. Terutama ketika kita berpraktik vipassana sesuai yang diajarkan Sang Buddha, dan kita mampu “menembus” ke-16 Nyana.

    Seperti ini kita harus melatih diri =

    1. Pengertian Benar ( Samma-ditthi )

    Yaitu sebuah pengertian yang menembus arti dari :

    a. Empat Kesunyataan Mulia

    b. Ti-Lakkhana ( Tiga Corak Umum )

    c. Hukum Paticca-Samuppada

    d. Kamma-Niyama ( Hukum Karma )

    2. Pikiran Benar ( Samma-Sankappa )

    a. Pikiran yang bebas dari nafsu-nafsu keduniawian ( nekkhama-sankappa ).

    b. Pikiran yang bebas dari kebencian ( avyapada-sankappa ).

    c. Pikiran yang bebas dari kekejaman ( avihimsa-sankappa ).

    3. Ucapan Benar ( Samma-Vaca ) :

    Dapat disebut sebagai “Ucapan-Benar”, jika dapat memenuhi empat syarat dibawah ini :

    a. Ucapan itu BENAR / SESUAI KENYATAAN.

    b. Ucapan itu BERALASAN.

    c. Ucapan itu BERMANFAAT / BERFAEDAH.

    d. Ucapan itu TEPAT PADA WAKTUNYA.

    4. Perbuatan Benar ( Samma-Kammanta )

    a. Menghindari pembunuhan makhluk hidup apapun juga, dengan alasan apapun.

    b. Menghindari pencurian / pengambilan barang yang tidak diberikan.

    c. Menghindari perbuatan asusila.

    5. Mata-Pencaharian Benar ( Samma-Ajiva )

    Lima mata-pencaharian salah yang harus dihindari ( M.117 ), yaitu :

    a. Penipuan.

    b. Ketidak-setiaan.

    c. Penujuman.

    d. Kecurangan.

    e. Memungut bunga yang tinggi ( praktek lintah darat )

    Disamping itu, seorang siswa harus pula menghindari lima macam perdagangan, yaitu :

    f. Berdagang alat senjata ( pisau, pedang, belati, pistol, martil, dan lain2 bentuk senjata ).

    g. Berdagang makhluk hidup

    h. Berdagang daging ( atau segala sesuatu yang berasal dari penganiyayaan makhluk-makhluk hidup ).

    i. Berdagang minum-minuman yang memabukkan atau yang dapat menimbulkan kecanduan.

    j. Berdagang racun.

    6. Daya-Upaya Benar ( Samma-vayama )

    a. Dengan sekuat tenaga mencegah munculnya unsur-unsur jahat dan tidak baik didalam bathin.

    b. Dengan sekuat tenaga berusaha untuk memusnahkan unsur-unsur jahat dan tidak baik, yang sudah ada di dalam batin.

    c. Dengan sekuat tenaga berusaha untuk membangkitkan unsur-unsur baik dan sehat di dalam batin.

    d. Berusaha keras untuk mempernyata, mengembangkan dan memperkuat unsur-unsur baik dan sehat yang sudah ada di dalam batin.

    7. Perhatian Benar ( Samma-sati )

    Samma-sati ini terdiri dari latihan-latihan Vipassana-Bhavana ( meditasi untuk memperoleh pandangan terang tentang hidup ), yaitu :

    a. Käyä-nupassanä = Perenungan terhadap tubuh

    b. Vedanä-nupassanä = Perenungan terhadap perasaan.

    c. Cittä-nupassanä = Perenungan terhadap kesadaran.

    d. Dhammä-nupassanä = Perenungan terhadap bentuk-bentuk pikiran.

    8. Konsentrasi-Benar ( Samma-Samadhi ), yaitu latihan meditasi untuk mencapai Jhana-Jhana ( Rupa-Jhana dan Arupa-Jhana ).

    Untuk praktek vipasssana, Tedy bisa belajar dari Mahasatipatthana-Sutta, atau mengikuti retreat2 vipassana.

    ………………………………………………………………………………………………………….
    2. Apakah dengan menembus An-atta otomatis menembus anicca dan dukkha? Mana yg harus ditembus terlebih dahulu?

    JAWAB =
    Dengan “Sadar-Setiap-Saat”, maka dari waktu-ke-waktu kita akan melihat “Anicca”.
    Sekaligus, dari pengalaman dari waktu-ke-waktu, kita bisa melihat dan merasakan “Dukkha”.

    Tapi, kalau menurut saya, melihat Anatta, hanya bisa benar-benar di”tembus”, jika kita sudah terlatih dalam “SILA” dan “SAMADHI”. Sila, akan menghantar kita pada samadhi ( konsentrasi yang kuat ).
    Dengan kekuatan konsentrasi, kita baru bisa masuk kedalam tubuh kita sedalam-dalamnya, untuk melakukan perenungan terhadap : tubuh, perasaan, kesadaran, dan bentuk-bentuk pikiran.
    Dari situ kita bisa melihat, bahwa sesungguhnya benar-benar tidak-ada “Aku”.

    Semoga uraian singkat ini bermanfaat. 😉
    ……………………………………………………………………………………………….

    Anumodana atas dhamma desana anda. Semoga Semua makhluk dapat merealisasi nibbana.

    With metta,
    Tedy
    ………………………………………………………………………………………………..

    Anumodana atas perhatian anda.
    Semoga minat Tedy terhadap Dhamma, akan membawa Tedy pada pembebasan-sempurna dari samsara.

    With metta,
    Ratana Kumaro.

    • Phin Phin said

      Sungguh tercerahkan saya sbg salah satu penganutnya mengenal Dhamma yang dijabarkan mas Ratana🙂

      Salam hormat dari saya yg sedalamnya buat mas Ratana.

      With metta.
      ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

  5. lovepassword~RE said

    Di dalam hidup ini tentu saja ada sisi yang tidak terfahami.Hi hi hi.Bahkan teman-teman ateis underklepon yang biasa membuang yang tidak terpahami juga tidak berkutik dengan cinta. hiks.

    “Tetapi dengan cara yang sama, kamu, Udayi, berkata, ‘ Suatu kemegahan yang lebih hebat dan megah daripada segalanya, hal itu adalah Kemegahan Tertinggi’, dan namun engkau sendiri belumlah menjelaskan kemegahan itu.”

    Oke,kalo sesuatu yang tidak terpahami dipandang sebagai bualan,gini saja : Darimana kita tahu Catumaharajika itu ada, bagaimana kita tahu bahwa nibbana itu ada,darimana bisa kita pastikan Usia Maha-Brahma mencapai 1 Asankkheyya-Kappa ( 100.000.000.000.000 tahun waktu manusia ).Dari mana bisa anda pastikan bahwa pangeran sidharta mencapai pencerahan, apakah pencerahan itu sungguh ada?

    atau mungkin sebagai otokritik sang Budha berkata pada anda:

    Dan lantas ia ditanyai:’Kalau demikian, tuan yang baik, engkau mencintai dan mengingini sesuatu yang engkau sendiri tidak tahu pun melihatnya?’ dan ia menjawab ‘ya’. —Apakah yang kau pikir, Udayi, bahwa dengan menjadi demikian, bukankah perkataan orang itu penuh dengan bualan (nonsense)?”

    “Tentulah, tuan yang terhormat, bahwa dengan menjadi demikian, perkataan orang itu penuh dengan bualan.”

    Mister Ratna Kumara sahabatku tercinta,apakah anda serius ingin mengatakan anda sudah tahu dan sudah melihat Surga, Budha dan Nibbana ? Hi hi hi.

    Jika belum- bukanlah kata-kata Sang Budha juga patut kita resapi bersama : Kalau demikian, tuan yang baik, engkau mencintai dan mengingini sesuatu yang engkau sendiri tidak tahu pun melihatnya. Bukankah perkataan orang itu penuh dengan bualan (nonsense)?”

    Atau anda justru ingin mengatakan kalo tulisan anda ini bualan karena anda sendiri tidak pernah melihat Budha, Surga dan Nibbana? Smile up men. Nggak boleh marah lho yah,kamu kan orang baik. he he he.

    Saya males berdebat lho, tapi ini pertanyaan filosofis yang mudah-mudahan bisa membangkitkan minat. hik hik hik.

    Jika semuanya kosong lalu dimana tulisan bisa melekat?Apa bedanya melekat pada Tuhan dengan melekat pada Budha, atau spiritualitas ateis yang dilekatkan pada alam semesta. toh melekat juga. Kalo bertemu Budha bunuhlah Budha .Tul nggak? Nggak ya? Tidak melekat itu apakah juga berarti tidak melekat pada konsep KeBudhaan. Anda itu terlalu bersemangat he he he tetapi lumayan tulisan anda selalu memberi saya tambahan pengetahuan. Terus menulis ya bos.Tetap semangat.

    Segala Sesuatu kembali ke Yang Satu lalu kemana Yang Satu kembali?
    Duhai bakso ini enak sekali.

    SALAM Mister Ratna Kumara, Semoga Semua Mahkluk Berbahagia.
    :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

    Dear Lovepassword,

    Selamat datang kembali.
    Biasanya anda ngramein blog “villa-putih” ( In Allah We Trust http://suakahati.wordpress.com ) yang tak pernah sepi dari perdebatan antara ummat islam dan ummat2 minoritas. Tumben, akhirnya datang kesini lagi untuk menumpahkan uneg2 ini.

    Dan saya sebenarnya memang sudah menanti-nanti anda lho, biasanya suka memberi komentar yang bernada khas seperti ini, kok sudah lama tidak ‘bersuara’ lagi. 😉

    Semua pertanyaan anda, biarkan terjawab oleh waktu. Suatu saat anda tahu sendiri.
    Bila saya menjawab, apakah itu akan memuaskan pikiran yang bergejolak dalam diri anda ? Apakah anda akan percaya ? Dan saya pun tidak butuh dipercaya, sebagaimana halnya Sang Buddha.
    Jawaban saya tidak akan membuat anda berhenti, karena, suatu saat, anda akan berhenti sendiri, berhenti dari gejolak batin anda tersebut, setelah anda memahaminya sendiri, suatu saat nanti.

    Kalau anda mau tahu, buktikanlah sendiri, jangan bertanya dan menanti jawaban dari mulut seseorang, termasuk saya. 😉

    Atau mungkin ada rekan-rekan disini yang lainnya mau menjawab pertanyaan anda, semoga saja ada yang mau memberikan jawaban pada anda.

    Semoga Semua Makhluk Segera Merealisasi Nibbana,
    Semoga Anda Senantiasa Selamat Sejahtera

    • CY said

      @Lovepassword
      Ijinkan saya bertanya kembali saudaraku lovepassword, apakah anda sdh pernah melihat surga, Tuhan Yang Maha Esa, dan benarkah nabi anda mencapai pencerahan sempurna?? Darimana anda memastikan kebenaran isi kitab suci anda yg menyatakan ada malaikat2 dan kondisi surga abadi. Dan darimana anda memastikan itu abadi??

      Dan seperti yg anda katakan, Jika belum- bukanlah kata-kata Sang Buddha juga patut kita resapi bersama : Kalau demikian, tuan lovepassword yang baik, engkau mencintai dan mengingini sesuatu yang engkau sendiri tidak tahu pun melihatnya. Bukankah perkataan orang itu penuh dengan bualan (nonsense)?”

      Atau anda justru ingin mengatakan kalo komentar anda ini bualan karena anda sendiri tidak pernah melihat Tuhan, Surga dan pencapaian Nabi anda? Smile up men. Nggak boleh marah lho yah,kamu kan orang baik. he he he.

      Maaf, dalam hal ini saya hanya berfungsi sebagai cermin membalikkan kata2 kembali ke saudaraku, bukan utk melecehkan tapi utk direnungkan kembali. Seperti kata anda, “pertanyaan filosofi”

      **Salam damai dan cinta kasih**

      • lovepassword said

        Masalahnya CY temanku, kami tidak pernah mengatakan bahwa ketidaktahuan itu bualan. Gicu lho masalahnya. Jadi anda nggak bisa membalikkkan cermin ke saya. hi hi hi . Yang bilang bualan itu kan kalian. Bukan aku. hi hi hi. SALAM Ya

        • CY said

          @Lovepassword
          Ijinkan saya bertanya kembali saudaraku lovepassword, apakah anda sdh pernah melihat surga, Tuhan Yang Maha Esa, dan benarkah nabi anda mencapai pencerahan sempurna?? Darimana anda memastikan kebenaran isi kitab suci anda yg menyatakan ada malaikat2 dan kondisi surga abadi. Dan darimana anda memastikan itu abadi??

          Nah, itu pertanyaan dari saya. Dan saya penasaran apa jawaban yg akan anda berikan.. hehehe…

          Lovepassword says : kami tidak pernah mengatakan bahwa ketidaktahuan itu bualan.

          CY menunjukkan :

          Mister Ratna Kumara sahabatku tercinta,apakah anda serius ingin mengatakan anda sudah tahu dan sudah melihat Surga, Budha dan Nibbana ? Hi hi hi.

          Jika belum- bukanlah kata-kata Sang Budha juga patut kita resapi bersama : Kalau demikian, tuan yang baik, engkau mencintai dan mengingini sesuatu yang engkau sendiri tidak tahu pun melihatnya. Bukankah perkataan orang itu penuh dengan bualan (nonsense)?”

          Ini kan permainan kata2, secara tidak langsung kan anda mau bilang ketidak-tahuan itu bualan. Kecuali saya orang bule yg kurang mengerti tatabahasa Indonesia ya bisalah bro ngeles seperti itu.

    • ret said

      jika praktek dhamma sudah direalisasikan, maka perdebatan tidak diperlukan lagi. segala sesuatu benar adanya.
      (ingat kisah 7 orang buta?)

      lebih lanjut:
      yang tahu tidak bicara; yg bicara tidak tahu.

  6. lovepassword~RE said

    Para penempuh Jalan, jangan mempertimbangkan Buddha sebagai semacam
    tujuan
    terakhir. Di dalam pandanganku Buddha tak lebih seperti lubang pada
    suatu WCumum.
    ………………………………………………………………………………………………………………….

    Di dalam pandanganku Buddha tak lebih seperti lubang pada
    suatu WCumum.

    Oh, ucapan anda yang ini sungguh indah dan bijaksana..,
    Semoga Anda Selamat Sejahtera.. .

    Semoga Anda mampu Menghindarkan diri dari segala Penderitaan dan Mara Bahaya, sdr. Lovepassword.. .

    …………………………………………………………………………………………………………………………..
    Para Bodhisattva dan Arhat hanya menjadi rantai yang membelenggu
    orang-orang yang mempercayai mereka. Oleh karena itu, Manjushri
    mencabut
    pedangnya, siap untuk membunuh Gautama. Dan Angulimala, dengan sebilah
    pisau
    di tangan, mencoba untuk melukai Shakyamuni.
    (The Zen Teachings of Master Lin-Chi)

    Seseorang yang selaras dengan Zen dari saat ke saat tidak pernah
    mengijinkan
    gangguan apa pun di dalam pikirannya. Ketika Sang Guru Besar,
    Bodhidharma,
    datang dari barat, ia hanya mencari seorang laki-laki yang tidak akan
    disesatkan oleh segala sesuatu yang lain di luar dirinya. Kemudian
    Tetua Zen
    Kedua, Hui-ke, bertemu Bodhidharma, dan setelah ia mendengar satu
    kalimat
    dari Bodhidharma, ia pun tercerahkan. Begitulah, untuk pertama kali, ia
    menyadari bahwa selama ini ia telah disibukkan dengan berbagai usaha
    yang
    sia-sia.

    SALAM PARA Teman. Semoga Semua Makhluk Berbahagia.
    ……………………………………………………………………………………………………………………..

    “10. Disini, para Bhikkhu, beberapa manusia yang salah jalan mempelajari Dhamma ~ Khotbah, bait, penjelasan, syair, ungkapan, peribahasa, cerita kelahiran, keajaiban, dan jawaban pertanyaan ~ tetapi setelah mempelajari Dhamma, mereka tidak memeriksa arti dari ajaran-ajaran itu dengan Kebijaksanaan. Karena tidak memeriksa arti dari ajaran-ajaran itu dengan kebijaksanaan, mereka tidak memperoleh penerimaan perenungan dari ajaran-ajaran itu.

    Sebaliknya, mereka justru mempelajari Dhamma hanya untuk mengkritik orang lain dan untuk memenangkan perdebatan, sehingga mereka pun tidak mengalami manfaat dari belajar Dhamma. Karena ditangkap secara salah oleh mereka, ajaran-ajaran itu menimbulkan kerugian dan penderitaan bagi mereka untuk waktu yang lama.” ( Alagaddupama-Sutta ; Majjhima-Nikaya )

    Semoga Bermanfaat 😉

    With A lot of Metta
    Ratana Kumaro.

    • Tedy said

      Salam Damai Dan Sejahtera Untuk Semua Makhluk!

      Wah, berarti kalau sodara lovepassword main-main ke rumah saya, pertama-tama akan disambut dgn gambar “Lubang WC umum” yg saya pajang di ruang tamu.

      Meskipun saya Buddhis, puji syukur saya belum pernah dan tidak akan pernah menyamakan siapa pun dgn “Lubang WC umum”. Termasuk hewan peliharaan tetangga saya (maklum suka buang hajat tanpa kompromi, he..he..).

      Terima kasih atas nasehat anda sodara lovepassword. Berarti gambar “Lubang WC umum” harus sering saya bersihkan, agar lebih menambah selera.

      Semoga Semua Makhluk Berbahagia!

      • lovepassword~RE said

        Bila semuanya kosong lalu bagaimana debu bisa melekat. Anda kurang kerjaan.
        ……………………………………………………………………………………………………
        Dear Lovepassword,

        Saudaraku lovepassword yang baik,

        Saya akan menjawab, namun harap anda menelaah dengan bijaksana dan seksama.

        Ada dua jenis kebenaran :

        1. Kebenaran konvensional ( Sammuti Sacca ), dan,
        2. Kebenaran Mutlak ( Paramatha-Sacca ).

        Nah, “KOSONG” yang dimaksud dalam bahasan Buddhisme, adalah dalam lingkup “Kebenaran-Mutlak”.

        Seperti satu contoh.
        Sang Buddha menyatakan “TIDAK-ADA-AKU”. Ini digunakan ketika menunjukkan bahasan spiritual yang sebenarnya ; Kebenaran-Mutlak ( Paramatha-Sacca ).
        Namun, ketika kita menggunakan bahasa sehari-hari, bahasa “konvensional”, sebagai persepakatan bersama dalam komunitas masyarakat-manusia, maka ; “Aku”, “Kamu”, “Anda”, “Kita”, “Kami”, semua itu digunakan.

        Apakah makna dari “KOSONG” ?
        Disini, saudaraku, yang dimaksud dengan “Kosong” ( Dukkha ) adalah :

        1. Kosong dari KEABADIAN.
        2. Kosong dari KEBAHAGIAAN-SEJATI.

        Karena Keabadian dan Kebahagiaan-Sejati itu, ada “diatas-duniawi”, bahkan tidak berada di lingkup alam “Surga” sekalipun. Lepas dari semuanya. Inilah yang dinyatakan “Lokuttara” ; diatas-duniawi.

        Berikut ini, saya ada beberapa kutipan penjelasan dan diskusi dari milist Bhikkhu Samahita, mengenai “Kosong”, atau “Emptiness”. Semoga bisa membantu menjelaskan =

        Neither Agent nor Actor, but onl y Impersonal Processes!

        Question: Who is the Creator? Answer: Nobod y is the Creator of an y thing!
        Q: What then, is creating? A: Ignorance and Craving is creating!
        Q: What is ignorance & craving creating? A: Ignorance & craving creates Suffering!

        Question: Who Perceives? Answer: Nobod y perceives an y thing!
        Q: What then, is perceiving? A: The Perception process itself perceives!
        Q: What does perception perceive? A: Form, sound, smell, taste, touch and ideas!

        Question: Who Feels? Answer: Nobod y Feels an y thing!
        Q: What then, is feeling? A: The process of Feeling itself feels!
        Q: What do Feeling feel? A: Feeling feels pleasure, pain and indifference!

        Question: Who is the Knower? Answer: Nobod y is the Knower of an y thing!
        Q: What then, is Knowing? A: The state of Knowledge itself knows!
        Q: What is knowledge knowing? A: Knowledge knows: Such is Pain,
        Such is the Cause of Pain, Such is the End of Pain, & Such is the Wa y to End all Pain!

        This core Buddhist doctrine of Anatta means:
        There is no ‘Self’ in here…
        There is no ‘Substance’ out there…
        Impersonal & void are all states & phenomena!
        Ownerlessness is a universal characteristic of being!
        Unsubstantialit y is a universal characteristic of matter!

        No-Self = Impersonality !

        No-Substance = Unsubstantialit y !

        Dear Bhikkhu Samahita,

        What did the Buddha actuall y mean when he talked about Nothingness:
        1. Is it non-existence of an y thing?
        2. Is it existence of something that we not normall y are aware about?
        3. Is it non-existence of an y specific state?
        Man y philosophies and also science sa y s, that things we perceive
        can change its form, but cannot become nothing…
        Or is this “Nothing” also a form conceptualized like “empt y space”?

        Kemudian, ini ada diskusi menarik dari Rajeev G dengan Bhikkhu Samahita =

        Dear Bhikkhu Samahita,

        What did the Buddha actuall y mean when he talked about Nothingness:
        1. Is it non-existence of an y thing?
        2. Is it existence of something that we not normall y are aware about?
        3. Is it non-existence of an y specific state?
        Man y philosophies and also science sa y s, that things we perceive
        can change its form, but cannot become nothing…
        Or is this “Nothing” also a form conceptualized like “empt y space”?

        With respect and compassion, Rajeev G

        Answer:
        As meditation Nothingness is a formless state, where one have
        transcended the infinitudes of space and consciousness & now
        dwells solel y focused on the concept: “Nothing Exists”…
        This will bring mind to a ver y subtle state of perceiving
        something that not is… The absence of an y object…!

        Ontologicall y IMHO Buddha meant b y Nothingness:
        1: Absence of an y core self, ego, or same identit y within an y process of being…
        This amounts to no-Self-I-Me-ness… That is in other words: Nothing internall y …
        2: Absence of an y stable substance within an y external inanimate phenomenon…
        This amounts to no-Solid-Thing-ness… That is in other words: Nothing externall y …
        Nothing real internall y + Nothing real externall y = Buddhist Nothingness…

        PS: One should not fear emptiness! Wh y not? It is exquisitel y peaceful!

        Ada lagi diskusi mengenai “Kekosongan-Ego” dari Bhikkhu Samahiata =

        Who requested:
        I would like to know what is the view Theravada of Emptiness.

        Answer:
        Theravada of Emptiness is the Absence
        of a self, ego, me, I in an y phenomena.
        Whether internal or external!

        How to Cross Samsara b y a Meditation Object?

        The Venerable Upasiva once requested the Buddha:

        Sir, I am alone, dependent, helpless, I can neither cross the flood of sense desire,
        nor the flood of becoming, nor the flood of ignorance, nor the flood of views!
        Please, All-Seeing-One, tell me the meditation object by which, I may cross this flood.

        Aware, direct mind towards Nothingness, replied the Buddha, be helped by relying on the
        notion: ‘Nothing really is…’! Thus by relinquishing all desires, by stilling all speculative
        opinions & by reviewing the elimination of craving day & night, you may cross this flood…!!!

        Baik , Lovepassword… ,
        Saya rasa, semua diskusi dan penjelasan dari Bhikkhu Samahita tersebut cukup bisa menjelaskan apa arti “KOSONG” dalam Buddha-Dhamma.
        Kosong, hanya bisa dipahami melalui Samadhi dan Vipassana.
        Tidak bisa dibicarakan dalam lingkup pembahasan “konvensional”.

        Lovepassword, ada hal2 / pengetahuan yang harus kita cari dengan menempuh samadhi dan vipassana.
        Dalam lingkup inilah “paramatha-sacca” berada.

        Okey Lovepassword,
        Semoga mejawab, semoga membantu, semoga bermanfaat.

        Semoga Anda, lovepassword, senantiasa Selamat Sejahtera.
        Sadhu,sadhu,sadhu.

        • lovepassword~RE said

          Waduh kalian menjawab komentar saya bareng-bareng, lha saya ya perlu mikir juga. hi hi hi. Kalo ada yang belum tak tanggepi komentarnya ya sabar yah? Tapi siapa suruh juga aku ngomentari semua komentar. hi hi hi. Yang jawab banyak malah aku pusing sendiri.

          Gini ya : Mengenai kosong hanya bisa dipahami lewat semedi.Masak iya gicu sih.

          Alkisah ada sebuah cerita dalam Budhisme entah anda anggap cerita ini benar atau nggak. Kayaknya sih valid.

          Pada suatu hari salah satu penerus Bodhidarma ke empat kalo nggak salah, seingatku sih muridnya Huineng, namanya lupa aku.

          Alkisah Sang Mahabiksu mendapati muridnya bermeditasi.Dia lalu bertanya : Untuk apa kamu bermeditasi?
          Untuk memperoleh kebudhaan jawab muridnya.

          Beberapa saat kemudian biksu itu kemudian menggosok tanah liat.
          Muridnya bertanya heran : Untuk apa guru menggosok tanah?
          Gurunya menjawab : Untuk membuat cermin
          Lho kok bisa membuat cermin dari tanah liat?

          Gurunya menjawab : Lha kamu saja bersemedi untuk mencapai kebudhaan ya samalah dengan membuat cermin dari tanah. Kamu gosok tanah tiap hari ya nggak bakalan tanah jadi cermin.

          Ada yang mau berpendapat, para teman ? Darimana bisa anda simpulkan bahwa kekosongan bisa dimengerti dari semedi?

          SALAM

          Semoga Semua Makhluk Berbahagia
          ………………………………………………………………………………………….

          Dear Lovepassword,

          Sebenarnya sangat sederhana.

          Saya bertanya dulu, apakah anda tahu apa arti dari “SAMADHI” ? Juga harus dibedakan dulu dengan “meditasi” dalam pengertian umum. Sebab, meditasi ada yang berupa “meditasi-kesehatan”, “meditasi-aktivasi-kundalini”, dll, yang itu semua bukanlah “Samma-Samadhi” sebagaimana dimaksud dan diajarkan Sang Buddha.

          Juga, apakah anda sudah memahami makna “KOSONG” ( Emptiness ) , atau “SUWUNG” yang dimaksud ? Jika anda telah ( setidaknya ) memahami Anatta secara konseptual, maka akan lebih mudah membahasnya.

          My dearest Lovepassword…,
          Jika kita ingin mencapai pencerahan, tapi hanya mengandalkan samadhi, jelas TIDAK-AKAN-MUNGKIN [!] .

          Samadhi, atau lebih tepatnya : SAMMA-SAMADHI, artinya = Konsentrasi-Benar. Samadhi ini hanyalah salah-satu ruas dari “Jalan Ariya Beruas Delapan”.

          Samma-Samadhi ini, adalah latihan pencapaian lima (5 ) Rupa-Jhana ( menurut Abhidhamma ) dan (4) Arupa Jhana.

          Untuk mengetahui hakekat “ANATTA”, atau “SUWUNG”-nya “DIRI”, jelas TIDAK-BISA bila kita hanya ber-samadhi.

          Maka dari itu, Sang Buddha selalu menyatakan, “Satu-satunya jalan mencapai Pencerahan/Pembebasan-Sempurna dari samsara adalah Jalan Ariya Beruas Delapan”.

          Yaitu =
          1. Pengertian Benar ( Samma-ditthi )

          Yaitu sebuah pengertian yang menembus arti dari :

          a. Empat Kesunyataan Mulia

          b. Ti-Lakkhana ( Tiga Corak Umum )

          c. Hukum Paticca-Samuppada

          d. Kamma-Niyama ( Hukum Karma )

          2. Pikiran Benar ( Samma-Sankappa )

          a. Pikiran yang bebas dari nafsu-nafsu keduniawian ( nekkhama-sankappa ).

          b. Pikiran yang bebas dari kebencian ( avyapada-sankappa ).

          c. Pikiran yang bebas dari kekejaman ( avihimsa-sankappa ).

          3. Ucapan Benar ( Samma-Vaca ) :

          Dapat disebut sebagai “Ucapan-Benar”, jika dapat memenuhi empat syarat dibawah ini :

          a. Ucapan itu BENAR / SESUAI KENYATAAN.

          b. Ucapan itu BERALASAN.

          c. Ucapan itu BERMANFAAT / BERFAEDAH.

          d. Ucapan itu TEPAT PADA WAKTUNYA.

          4. Perbuatan Benar ( Samma-Kammanta )

          a. Menghindari pembunuhan makhluk hidup apapun juga, dengan alasan apapun.

          b. Menghindari pencurian / pengambilan barang yang tidak diberikan.

          c. Menghindari perbuatan asusila.

          5. Mata-Pencaharian Benar ( Samma-Ajiva )

          Lima mata-pencaharian salah yang harus dihindari ( M.117 ), yaitu :

          a. Penipuan.

          b. Ketidak-setiaan.

          c. Penujuman.

          d. Kecurangan.

          e. Memungut bunga yang tinggi ( praktek lintah darat )

          Disamping itu, seorang siswa harus pula menghindari lima macam perdagangan, yaitu :

          f. Berdagang alat senjata ( pisau, pedang, belati, pistol, martil, dan lain2 bentuk senjata ).

          g. Berdagang makhluk hidup

          h. Berdagang daging ( atau segala sesuatu yang berasal dari penganiyayaan makhluk-makhluk hidup ).

          i. Berdagang minum-minuman yang memabukkan atau yang dapat menimbulkan kecanduan.

          j. Berdagang racun.

          6. Daya-Upaya Benar ( Samma-vayama )

          a. Dengan sekuat tenaga mencegah munculnya unsur-unsur jahat dan tidak baik didalam bathin.

          b. Dengan sekuat tenaga berusaha untuk memusnahkan unsur-unsur jahat dan tidak baik, yang sudah ada di dalam batin.

          c. Dengan sekuat tenaga berusaha untuk membangkitkan unsur-unsur baik dan sehat di dalam batin.

          d. Berusaha keras untuk mempernyata, mengembangkan dan memperkuat unsur-unsur baik dan sehat yang sudah ada di dalam batin.

          7. Perhatian Benar ( Samma-sati )

          Samma-sati ini terdiri dari latihan-latihan Vipassana-Bhavana ( meditasi untuk memperoleh pandangan terang tentang hidup ), yaitu :

          a. Käyä-nupassanä = Perenungan terhadap tubuh

          b. Vedanä-nupassanä = Perenungan terhadap perasaan.

          c. Cittä-nupassanä = Perenungan terhadap kesadaran.

          d. Dhammä-nupassanä = Perenungan terhadap bentuk-bentuk pikiran.

          8. Konsentrasi-Benar ( Samma-Samadhi ), yaitu latihan meditasi untuk mencapai Jhana-Jhana ( Rupa-Jhana dan Arupa-Jhana ).

          Atau, singkatnya =

          SILA –> SAMADHI –> PANNA

          Latihan Moralitas ( Sila ), latihan konsentrasi ( Samadhi ), dan hasil-akhir : Panna, Kebijaksanaan Penembusan , yang diperoleh melalui latihan2 vipassana ( meditasi pandangan terang ). Melalui vipassana inilah, baru nanti kita akan mampu merealisasi “Pencerahan”, merealisasi empat magga ( Empat Jalan Suci ) dan empat Phala ( empat buah dari Jalan Suci ) ; yakni ; Sotapatti-Magga-Phala, Sakadagami-Magga-Phala, Anagami-Magga-Phala, dan terakhir dan tertinggi : Arahatta-Magga-Phala.

          Samadhi, berfungsi untuk membangkitkan kekuatan-batin “Adi-Daya”, dan dengan kekuatan samadhi ini, kita masuk vipassana, untuk “membongkar” semua “ilusi”, mencapai “Pencerahan”.

          Dan vipassana inipun, bukan berarti sekedar “formalitas” duduk meditasi, akan tetapi, “Day-by-day”, detik-demi-detik ; SADAR-SETIAP-SAAT.

          Itulah sebabnya, samadhi saja, tidak akan bisa menghasilkan pencerahan.

          Demikian jawaban dari saya, semoga membantu, semoga ; bermanfaat.

          May U b Happy and Well.
          Sadhu,sadhu,sadhu.

  7. To: Lovepassword

    Salam Damai dalam pencarian makna hidup

    Saya Buddhis, saya seorang Theravadin, namun saat saya menelaah tentang Dhamma, saya tidak pernah membedakan tentang Hinayana maupun Mahayana. Pegangan saya adalah Tipitaka. BIla melihat/membaca tulisan anda yg anda kutip dari The Zen Teaching of Master Lin Chi, itu benar-nemar mebuat saya merasa bingung, dan apalagi jika umat Buddha yg baru mengenal Dhamma. Apalagi bukan umat Buddha….

    Coba anda renungkan kutipan anda!!!

    Jangan membuat batin ini bertambah avijja (kebodohan batin). Sehingga terlihat agama Buddha adalah agama yg membingungkan…saya yakin Mas Ratana membuat Blog ini untuk menerangkan Dhamma bukan untuk membingungkan orang lain yg ingin mengerti Dhamma.

    Belajarlah dari dasar tentang Buddha Dhamma, selanjutya ikutilah retreat Buddhis yg sesuai dengan Tipitaka, lalu praktikkanlah Vipassana Bhavana yg sesuai dengan Tipitaka. Pasti anda akan mendapatkan manfaatnya. Atau anda ikut kuliah agama Buddha aja, biar pemahaman Dhamma anda menjadi lurus sesuai dengan kitab suci agama Buddha Tipitaka. Lalu jika anda bertemu dengan orang yg tidak paham dengan Buddha Dhamma dengan mengutip tebak-tebakan dari yg katanya Master Zen Buddhis, dengan tulisan yg membingunkan orang lain…maka terangkanlah Dhamma yg agung tersebut demi kesejahteraan semua makhluk di dunia berdasarkan Metta dan Karuna.
    Sadhu (Semogalah demikian)

    Salam pencarian
    Wen Lung Shan, SAB.

    • lovepassword~RE said

      Ha Ha ha, I love you para teman. Semoga anda semua berbahagia. Hiks. Maksudku itu : Tidak melekat pada tidak melekat bukankah melekat juga hi hi hi.

      Di dunia ada dua jenis ikatan : Sapi yang satu nyaman dengan ikatannya dan tidak mencoba melepaskan diri. Iya itu terikat juga. Sedangkan yang lain mati-matian melepaskan diri sehingga ikatannya makin kencang. Iya itu juga terikat namanya. Tetapi para sapi itu kemudian asyik memperdebatkan mana yang lebih bebas antara sapi yang satu dan yang lain. Apakah yang dimaksud sapi-sapi itu ? Di antaranya ya saya. hik hik hik.

      Kalo kalian karena kalian sudah mendapat pencerahan pasti bukan sapi.
      Tetapi ngomong-ngomong berdasarkan konsep kalian itu : Apa bedanya terikat pada Tuhan dan terikat dengan nama Budha. Tidak melekat itu juga berarti tidak melekat pada pengkultusan yang berlebihan. hik hik hik.Konsep kalian kan mestinya gicu.
      ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
      Dear Lovepassword,
      Selamat datang kembali..

      Saya akan membantu memberi jawaban atas pertanyaan anda yang ini :

      Tetapi ngomong-ngomong berdasarkan konsep kalian itu : Apa bedanya terikat pada Tuhan dan terikat dengan nama Budha. Tidak melekat itu juga berarti tidak melekat pada pengkultusan yang berlebihan. hik hik hik.Konsep kalian kan mestinya gicu.

      JAWABAN =
      Pertama-tama, lovepassword, tidak ada penghambaan dalam Buddha-Dhamma-Sangha.

      “Buddham saranam gacchami”

      Arti secara umum =
      “Aku berlindung pada Buddha”.

      Arti sesungguhnya dari “Saranam gacchami” adalah =

      1. Pergi bertempur untuk menghilangkan sifat atau perbuatan jahat.
      2. Pergi berjuang untuk mengembangkan sifat atau perbuatan baik.

      Umumnya, kita “menghamba-tanpa-daya” pada suatu sosok “Maha-Dewa” tertentu. Tidak mempunyai daya karena semua sudah “diatur” dan “digerakkan” oleh sosok “Maha-Dewa” yang dianggap “Maha-Kuasa” tersebut.
      Sedangkan ummat Buddha, bukanlah “hamba” dari Sang Buddha. Bukan “budak” tanpa-daya, yang hidupnya “diatur” dan “ditentukan” oleh Sang Buddha. Bagaimana mungkin bisa begitu, sementara sesungguhnya tidak ada yang disebut “Maha-Pencipta”, “Maha-Kuasa” , bahkan termasuk Sang Buddha sendiri ?

      Dalam Dhajagga Sutra, disebutkan bahwa berlindung dalam Sakra ( Indra ), Raja Dewa, atau Dewa-dewa apapun juga, para pengikut Dewa-dewa itu tidak akan bebas dari semua masalah duniawi dan ketakutan mereka. Mengapa ? Sebab,dewa-dewa ( Gods ) itu sendiri masih belum terbebas dari keserakahan/nafsu-indriya ( lobha ), kemarahan/kebencian ( dosa ), dan kegelapan/kebodohan batin ( moha ).

      Sedangkan Buddha, SIAPAKAH BUDDHA ? Apakah beliau sudah bebas dari Lobha, Dosa, Moha ?

      Ya, Sang Buddha telah melenyapkan keserakahan/nafsu-indriya (lobha), kemarahan/kebencian (dosa), dan kebodohan/kegelapan-batin (moha).

      “Itipi so bhagava araham samasambuddho,
      Vijjacarana-sampanno sugato lokavidu,
      Anuttaro purisadammasarathu,
      Sattha devamanussanam, buddho bhagava’ti”
      [ Karena itulah Sang Bhagava, Beliau adalah Yang Maha-Suci, Yang telah Mencapai Penerangan Sempurna, Sempurna Pengetahuan serta Tinda-tanduk-Nya, Sempurna menempuh Jalan ke Nibbana, Pengetahu Segenap Alam, Pembimbing Manusia yang Tiada Taranya, Guru Para Dewa dan Manusia, Yang Sadar, Yang Patut Dimuliakan ]

      Dengan pergi mengikuti Buddha, kita pergi dari “samsara” dan menyeberanginya. Dibimbing oleh Sang Buddha, melalui suri-tauladan-Nya, pengetahuan-Nya, tindak-tanduk-Nya, Jalan yang ditunjukkan-Nya, bimbingan-Nya, Kesadaran-Nya.

      Hanya itulah arti dari pergi “berlindung” pada Buddha, tanpa ada arti yang lain lagi. Dengan pergi berlindung, Sang Buddha tidak menjadi “Tuhan” dan kita adalah “hamba” tanpa-daya yang tidak mempunyai “kehendak-bebas” (free-will). Penghambaan seperti ini jelas tidak akan mungkin terjadi, sebab akan melawan hukum-alam, yaitu hukum Kamma ( karma ; skt ).

      Kemudian, bagi ummat Buddha, pergi “berlindung” pada Buddha-Dhamma-Sangha ( Ti-Sarana ) , memiliki dua fungsi, yaitu: sebagai gerbang memasuki ajaran (sebagai umat Buddha, dari non Buddhis menjadi Buddhis), dan sebagai gerbang memasuki kehidupan suci (dari umat Buddhis menjadi Samana Buddhis).

      Seperti halnya berlindung pada Buddha, demikian halnya berlindung pada Dhamma dan Sangha.

      “Svakkhato bhagavata dhammo,
      Sanditthiko akaliko ehipassiko,
      Opanayiko paccattam veditabbo vinnuhi’ti.”
      [ Dhamma telah sempurna dibabarkan oleh Sang Bhagava,
      terlihat amat jelas, tak bersela waktu, mengundang untuk dibuktikan,
      patut diarahkan kedalam batin, dapat dihayati oleh para bijaksana,
      dalam batin masing-masing]

      DHAMMA hanya akan melindungi manusia yang mempraktekkan Dhamma.
      Meskipun di mulut mengucapkan kalimat-kalimat indah yang menyatakan dirinya berlindung pada Dhamma, namun bila ia tidak melaksanakan Dhamma, maka hidupnya tetap tidak terselamatkan.

      Kata-kata Mutiara dari Sang Buddha dibawah ini, mungkin akan memberikan inspirasi untuk anda, Lovepassword =

      “Seseorang yang suka berdusta, mengabaikan kebenaran Dhamma, melakukan semua perbuatan jahat, pasti akan menderita pada kelahiran yang akan datang” [Dhammpada ; Loka-vagga 13:10 ]

      “Akan tetapi mereka yang melaksanakan Dhamma yang dibabarkan dengan jelas, akan menyeberangi alam kematian yang sukar untuk diseberangi, menuju ke Pantai Seberang.” [ Dhammapada ; Pandita-Vaga 6:11 ]

      “Sadarlah akan kenyataan, janganlah tertipu, hiduplah sesuai dengan Dhamma, seseorang yang hidup sesuai dengan Dhamma, seseorang yang hidup sesuai dengan Dhamma akan hidup berbahagia dalam kehidupan ini dan kehidupan yang akan datang.” [ Dhammapada ; Loka-Vagga 13:2 ]

      “Hiduplah sesuai dengan DHamma, tidak mengikuti cara hidup yang salah, seseorang yang mengikuti Ajaran Dhamma secara benar akan hidup berbahagia dalam kehidupan ini dan kehidupan yang akan datang.” [Dhammapada ; Loka-Vagga 13:3 ]

      Juga demikian halnya berlindung pada Sangha :

      “Supatipanno bhagavato savakasangho,
      Ujupatipanno bhagavato savakasangho,
      Nayapatipanno bhagavato savakasangho,
      Samicipatipanno bhagavato savakasangho.

      Yadidam cattari purisayugani atthapurisapuggala.
      Esa bhagavato savakasangho.
      Ahuneyyo pahuneyyo dakkhineyyo anjalikaraniyo.
      Anuttaram punnakhettam lokassa’ti.”
      [ Sangha siswa Sang Bhagava telah bertindak baik,
      Sangha siswa Sang Bhagava telah bertindak lurus,
      Sangha siswa Sang Bhagava telah bertindak benar,
      Sangha siswa Sang Bhagava telah bertindak patut.

      Mereka adalah empat pasang makhluk, terdiri dari delapan jenis makhluk suci.
      Patut menerima pujaan, patut menerima sambutan.
      Patut menerima persembahan, patut menerima penghormatan.
      Ladang menanam jasa yang tiada taranya bagi makhluk dunia ].

      Sangha, akan menjadi penuntun kita dalam memahami Dhamma dan berjalan dijalan yang baik, lurus, benar, patut sesuai dengan Jalan yang ditunjukkan Sang Buddha, sesuai dengan Dhamma.

      Kepada kualitas-kualitas tersebutlah, ummat Buddha menghormat. Bukan kepada wujud “fisik” manusianya.
      Dan dengan terinspirasi akan kualitas-kualitas kesucian tertinggi tersebut, kita tertuntun, terbimbing, mengarahkan diri pada kehidupan suci, yang baik, lurus, benar, patut sesuai dengan Jalan yang ditunjukkan Sang Buddha, sesuai dengan Dhamma.

      Buddha, ibarat Matahari.
      Dhamma, ibarat Sinar Matahari.
      Sangha, ibarat Bumi.

      Buddha, ibarat Pembakar Rumput-Liar ( Rumput-Liar yang dimaksud adalah “kekotoran-batin” ).
      Dhamma, ibarat Api.
      Sangha, ibarat Ladang yang rumput liarnya telah dibakar habis sehingga berubah menjadi Ladang Yang Subur.

      So, apakah lovepassword kini telah paham ? Buddha-Dhamma-Sangha, bukanlah [dan tidak akan pernah menjadi ] “Tuhan-Yang-Maha-Kuasa” yang berdiri dengan “cemeti” diatas manusia-manusia yang kemudian menjadi “hamba”-Nya. Tidak, dan tidak akan pernah, karena keberadaan “Yang-Maha-Kuasa” yang seperti itu sendiri telah bertentangan dengan hukum alam, terutama dengan hukum karma, karena nasib, kelahiran, kehidupan, semua disebabkan oleh “karma” masing-masing makhluk, bukan ditentukan oleh sosok “Maha-Kuasa” seperti apapun dan dalam nama apapun, termasuk Buddha sekalipun.

      Terakhir, ada sebuah syair dari seorang penyair kenamaan dari India, Sri Rama Chandra Bharati , yang mengexpressikan dengan penuh arti tentang “berlindung” pada Sang Buddha :

      ” Aku tidak mencari perlindungan-Mu demi perolehan,
      Bukan karena takut pada-Mu,
      Bukan juga karena cinta akan ketenaran.
      Bukan karena Kau yang tertinggi di dunia matahari.
      Bukan demi mendapatkan banyak pengetahuan.

      Tetapi, ditarik oleh kekuatan cinta tak terbatas,
      Dan kesadaran tiada banding yang mencakup semua,
      Lautan Samsara yang luas aman untuk diseberangi,
      Aku membungkuk dalam, O Tuan, dan menjadi pengikut-Mu”.

      Semoga bermanfaat , semoga membantu 😉
      :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
      Di dalam pandanganku Buddha tak lebih seperti lubang pada
      suatu WCumum.

      Yang ngomong ini seorang Master Budha. Sumpehhhh. Bisa dicek di referensi. Tujuannya tentu bukan untuk menjelek-jelekkan agama Budha. Tetapi untuk membuang ikatan-ikatan diantaranya ikatan terhadap konsep Budhisme itu sendiri. Kalo Budha mengajarkan tidak melekat lalu anda melekat pada Budha sedemikian rupa. Memang konyol. Hi hi hi. Lha saya mengutip ini juga tentu bukan untuk menyerang anda. Saya ini kan ramah, baik hati dan tidak sombong. Saya juga cukup yakin dengan pencerahan anda, anda juga paling2 tertawa membaca tulisan ini.Hi hi hi. Saya salut dengan ketenangan kalian.

      Jika ada teman-teman Budha yang malah bingung atau dalam bahasa teman kita, tersesatkan ya itu urusan yang bingung dong. Lha wong tujuan saya nulis bukan untuk membuat bingung. Cuma ingin menunjukkan sisi lain gicu saja intinya.Lha manusia itu kalo tahunya cuma satu sisi saja ntar jadinya terlalu sensitip. Tapi kalo kalian saya yakin sih nggak. Paling-paling saya seperti menggarami samudra. Hik hik hik
      :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
      Untuk tambahan pengetahuan bagi lovepassword dalam mengenali Dhamma dan bukan Dhamma.

      Lovepassword, sebelum wafat-agung-Nya, Sang Buddha pernah memberikan pesan kepada murid-murid-Nya ,beberapa cara menyelidiki suatu ajaran, benarkah itu ajaran / sesuai dengan ajaran Buddha, atau tidak. Salah satu kriterianya adalah sebagai berikut :

      ” Seandainya seorang bhikkhu mengatakan : “Teman-teman, aku mendengar dan menerima ini dari mulut Sang Bhagava sendiri : inilah Dhamma, inilah disiplin, inilah Ajaran Sang Guru,” maka, para Bhikkhu, kalian tidak boleh menerima atau menolak kata-katanya.

      Kemudian, tanpa menerima atau menolak, kata-kata dan ungkapannya harus dengan teliti dicatat dan dibandingkan dengan Sutta-sutta (khotbah-khotbah Sang Buddha) dan dipelajari di bawah cahaya disiplin.

      Jika kata-katanya, saat dibandingkan dan dipelajari, terbukti tidak selaras dengan Sutta dan disiplin, berarti kesimpulannya adalah :

      “Pasti ini bukan kata-kata Sang Buddha, hal ini telah keliru dipahami oleh Bhikkhu ini,”

      dan kata-katanya harus ditolak.

      Tetapi jika saat dibandingkan dan dipelajari, terbukti selaras dengan Sutta atau disiplin, berarti kesimpulannya adalah :
      “Pasti ini adalah kata-kata Sang Buddha, hal ini telah dengan benar dipahami oleh Bhikkhu ini.”

      Ini adalah kriteria pertama.” [Mahaparinibbana-Sutta ; Diggha Nikaya, sutta ke-16 ]

      Jadi, lovepassword, demikianlah sebaiknya kita menelaah setiap kata-kata, atau ajaran yang mengatasnamakan “Buddha-Dhamma”.

      Dewasa ini, banyak ajaran yang mengatasnamakan diri “Buddha-Dhamma”, tapi sesungguhnya sama-sekali bertentangan dengan Buddha-Dhamma. Sebagai seorang Upasaka, saya berkewajiban memberitahukan pada anda, bagaimana cara kita mengenali Dhamma dan bukan-Dhamma.

      Suatu saat nanti, bila membaca suatu “buku” yang berlabelkan “Buddhisme”, anda tanyakan dulu pada orang-orang yang benar-benar mengerti Buddhisme. Bisa kepada para Bhikkhu, Pandhita, ataupun Upasaka. Okey ? 😉
      ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
      Kalian bisa sekalem ini . Benar-benar membuat saya salut.

      SALAM Para Teman yang kucintai
      Semoga Semua Makhluk berbahagia.
      ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
      Wit a lot of Metta ( Dengan penuh cinta kasih ),
      Semoga Anda (Lovepassword) Senantiasa Selamat Sejahtera.
      Ratana Kumaro.

      • lovepassword~RE said

        Dewasa ini, banyak ajaran yang mengatasnamakan diri “Buddha-Dhamma”, tapi sesungguhnya sama-sekali bertentangan dengan Buddha-Dhamma. Sebagai seorang Upasaka, saya berkewajiban memberitahukan pada anda, bagaimana cara kita mengenali Dhamma dan bukan-Dhamma.

        Suatu saat nanti, bila membaca suatu “buku” yang berlabelkan “Buddhisme”, anda tanyakan dulu pada orang-orang yang benar-benar mengerti Buddhisme. Bisa kepada para Bhikkhu, Pandhita, ataupun Upasaka. Okey ? 😉

        ===> Saya paham maksud anda , temanku. Tetapi harap anda ketahui ucapan model anda begini adalah ucapan standard yang dilakukan oleh banyak orang saat hendak menganggap diri tinggi dan merendahkan yang lain.
        Dan secara jujur memang bukan monopoli anda saja. Misalnya kelompok Islam tertentu bisa saja menyalahkan kelompok Islam yang lain dengan argumentasi ayat tertentu yang menurut mereka dengan bahasa halus artinya Yang lain itu Salah yang bener itu mereka.
        Mengutip hadis , mereka berkata Islam akan terbagi menjadi ribuan kelompok, dan yang lurus hanya satu. Satu itu yang mana? Ya secara rendah hati secara tidak langsung mereka ingin mengatakan bahwa merekalah yang satu itu. hi hi hi
        Kristen juga mengalami masalah yang sama. Kalo kelompok mayoritas mengatakan minoritas itu sesat, sedangkan yang minoritas dengan mudah mengutip ayat Injil : Jalan yang sempit yang menuju kerajaan Surga. Artinya kalo sekedar mencari pembenar terhadap ajaran yang lain ( entah agama lain atau bahkan beda aliran dalam agama sendiri) selalu ada cara, selalu ada ayat yang bisa dikutip.
        Misalnya ada ayat yang intinya Orang yang dari luar membela agama tetapi sesungguhnya mendustakan agama. Ayat seperti ini bisa ditembakkan pada siapa saja. Kelompok A bisa menembakkan ayat yang sejenis kepada B, kelompok B bisa saja mengutip itu untuk menyindir balik A atau C misalnya. Intinya yang namanya ayat itu selalu bisa dimanipulasi bahkan kadang dipakai juga dalam kampanye kalo musim pemilu. hi hi hi

        Dalam Budha tampaknya masalah yang sama juga terjadi. Anda dengan agak malu-malu mestinya mau mengatakan bahwa ZEN Budhisme itu salah, atau apapun istilah anda pokoknya intinya itu.
        Anda meminta saya bertanya kepada bikhu, hi hi hi. Masalahnya Mas Ratna di dunia ini ada banyak aliran. Belum tentu juga bikhu yang ketemu saya nanti sesuai dengan selera anda. Bagaimana kalo bikhu yang saya temui justru bikhu yang kebetulan cara berpikirnya lain dengan anda?
        Repot lagi kan?

        ………………………………………………………………………………………………….

        Dear Lovepassword, my Beloved friend 😉

        Wah,wah,wah… ,
        Saudaraku yang baik ini sepertinya keliru menangkap apa yang saya ungkapkan.
        Apakah saya mengatakan bahwa ajaran selain mazhab yang saya peluk itu “SALAH” ?
        No. Di dunia, sudah disepakati bersama, bahwa Theravada dan Mahayana ( didalam Mahayana ada Tantrayana, Vajrayana, termasuk juga ada Zen , dan lain2 ) adalah sama-sama dalam rumpun agama BUDDHA. Bersumber dari ajaran yang sama, yaitu dari Sang Buddha Gotama.

        Mengenai “melepaskan kemelekatan pada Buddha”, itu pun benar.
        Karena, Sang Buddha sendiri mengajarkannya.
        Begini Sabda Sang Buddha =

        “Para Bhikkhu, ketika kalian mengetahui bahwa Dhamma mirip dengan rakit, bahkan keadaan-keadaan yang baik pun seharusnya kalian tinggalkan, apalagi keadaan-keadaan yang buruk.”[ Alagadduppama Sutta ; Majjhima-Nikaya ]

        Pada akhirnya, bahkan “DHAMMA” sendiripun harus dilepas, ditinggalkan. Yakni, saat kita telah benar2 berhasil merealisasi Kebebasan-tertinggi. Mengapa harus dilepas ? Jika “diusung-usung” di atas kepala, maka akan “membebani”, dan “terbentur”2 terhadap berbagai “hal” lainnya.

        Mungkin saya kemarin yang kurang memberi penjelasan. Mengenai hal ini. Sebenarnya sudah saya rencanakan, akan tetapi harap dimaklumi yah, saya juga seorang karyawan, yang bekerja, jadi waktu untuk merawat blog inipun tidak begitu leluasa.

        Okey , Lovepassword ? Do you understood now ? 😉
        ……………………………………………………………………………………………………………….

        Teman anda ngomong gini : Pada umumnya para pemeluk agama lain utk bisa mengerti dan memahami apalagi menerima Buddha Dhamma adalah sangat sulit. Ibaratnya gelas yang sudah penuh terisi Sirup kalau mau kita isi lagi dengan jus mangga maka jus mangganya akan tumpah keluar.
        Satu-satunya cara adalah buang dulu sirupnya baru gelas tsb diisi jus mangga. Jadi kita gak bisa memaksakan suatu keyakinan yang berbeda di atas keyakinan orang tsb. Seperti kata Bro CY biarkan nanti kalau sudah waktunya tiba dan karmanya udah masak saya yakin Kang Boed akan lebih bisa mengerti dan menerima Buddha Dhamma.

        Seperti yang saya katakan sebelumnya : Kalimat model begini ini bisa diarahkan pada siapa saja. Pada posisi yang berbeda bisa saja saya memakai kutipan yang sama: Kosongkanlah gelasmu agar nggak tumpah kalo diisi. Bisa saja kan? Anda ngomong gicu, Karim ngomong gicu. Saya juga bisa ngomong gicu. Masalahnya kita ingin orang lain mengosongkan gelas sementara gelas kita penuh, nggak bisa diisi. Tetapi mengosongkan itu juga bukan berarti membuang. Dengan mengisi gelas orang lain juga gelas kita bakal kosong . hi hi hi.
        ………………………………………………………………………………………………………………………….
        hi hi hi… 😉
        ………………………………………………………………………………………………………………………….

        Gini saja, bagaimana ya? Masalahnya saya masih di Bali ini. hiks. Kalo saya sedang di Semarang, mungkin seneng juga kalo saya bisa ngobrol langsung dengan anda. Menyamakan pikiran rasanya nggak mungkin. Mungkin secara alami butuh waktu. Tetapi toh setidaknya saya bisa dapat tambahan info, masukan baru dari anda yang memperkaya hidup saya. Lumayan saya bisa ngobrol gayeng dengan biksu.
        ………………………………………………………………………………………………………………………….

        Please, Wellcome … 😉

        Sungguh suatu kebahagiaan yang tak terkira bila saya dikunjungi seorang teman.
        Oh, tentu iya, menyamakan pikiran akan sulit ( namun bukan tidak mungkin, karena semua tergantung Karmik-Link / Tautan-Karma, seperti kata anda, “secara alami butuh waktu” ).

        Eits, saya bukan Bhiksu loh…, Just “UPASAKA”, belum jadi Bhikkhu, masih ada hutang-piutang Kamma yang harus diselesaikan ( bukan hutang-piutang duit loh , hehehh.. ) 😉
        …………………………………………………………………………………………………………………………..
        .
        SALAM

        Semoga Semua Makhluk berbahagia
        ………………………………………………………………………………………………………………………….

        May U be Happy and Well,
        Peace & love, my beloved friend 😉

        • lovepassword~RE said

          Jawaban anda menarik juga Mas Ratna. Ok untuk memperjelas saya yang kurang begicu paham serta mungkin bisa jadi berguna untuk rekan yang lain. Bisa anda jelaskan bagaimana caranya seseorang tentu saja terutama rekan-rekan Budhis melepaskan kemelekatan pada Budha?

          SALAM
          …………………………………………………………………………………………………
          Dear Lovepassword,

          Lihat, perhatikan dengan seksama, apa yang dilakukan para Arahat.
          Hanya yang telah merealisasikan “Pembebasan” tertinggi yang mampu menjawab pertanyaan anda.
          Sedangkan saya, belumlah sampai disana. Sehingga, saya masih menaiki rakit saya.

          😉

          Semoga Anda Senantiasa Berbahagia 😉

  8. Dear Bro Wen Lung Shan,

    Selamat datang kembali di blog ratna kumara ini.
    Anumodana atas kepedulian anda terhadap rekan-rekan yang belum mengerti Dhamma.

    Mungkin kita memang harus memaklumi orang-orang seperti rekan Lovepassword ini.
    Pertama, dia bukan seorang Buddhis ( setahu saya ).
    Kedua, saya beberapa kali mengikuti, dia sangat senang untuk bergabung dalam blog2 debat agama ( yang saya pernah tahu di blog villa-putih ( IN ALLOH WE TRUST ; http://suakahati.wordpress.com ) )

    Jadi, dengan latar-belakang seperti itu, saya sangat bisa memahami kharakteristik rekan kita lovepassword ini.

    Harapan saya, semoga rekan kita lovepassword ini segera bisa menemukan “sesuatu” yang dia cari-cari , apapun itu, dan tentunya semoga Kebahagiaan-Sejatilah yang dia cari.

    Sotthi te hotu sabbada,
    Dengan Penuh Cinta Kasih,
    Ratana Kumaro.

  9. Bahum ve saranam yanti
    pabbatani vanani ca
    aramarukkhacetyani
    manussa bhayatajjita.

    Netam kho saranam khemam
    netam saranamuttamam
    netam saranamagamma
    sabbadukkha pamuccati.

    Yo ca buddhanca dhammanca
    samghanca saranam gato
    cattari ariyasaccani
    sammappannaya passati.

    Dukkham dukkhasamuppadam
    dukkhassa ca atikkamam
    ariyam catthangikam maggam
    dukkhupasamagaminam.

    Etam kho saranam khemam
    etam saranamuttamam
    etam saranamagamma
    sabbadukkha pamuccati.”

    [ ARTI =

    Karena rasa takut,
    banyak orang pergi mencari perlindungan ke gunung-gunung,
    ke arama-arama (hutan buatan), ke pohon-pohon
    dan ke tempat-tempat pemujaan yang dianggap keramat.

    Tetapi itu bukanlah perlindungan yang aman,
    bukanlah perlindungan yang utama.
    Dengan mencari perlindungan seperti itu,
    orang tidak akan bebas dari penderitaan.

    Ia yang telah berlindung kepada
    Buddha, Dhamma dan Sangha,
    dengan bijaksana dapat melihat
    Empat Kebenaran Mulia, yaitu:

    Dukkha, sebab dari dukkha, akhir dari dukkha,
    serta Jalan Mulia Berfaktor Delapan
    yang menuju pada akhir dukkha.

    Sesungguhnya itulah perlindungan yang utama.
    Dengan pergi mencari perlindungan seperti itu,
    orang akan bebas dari segala penderitaan. ]

  10. KangBoed~RE said

    Huuuuuuuwaaaakaaakaakakak.. hahaha.. just say helloooo.. walaupun sebenarnya pandangan brooot..her Ratna kumara ini sangatlah PICIK.. anda tidak mau disudutkan tetapi anda menyudutkan TUHAN TUHAN AGAMA yang lainnya.. Huuuuuuwaaaaakaaakakak.. seperti tulisan terdahulu.. anda tetap belum berubah.. bicara BIJAKSANA.. silahkan dibuka dengan baik tanpa harus menjelekkan KEPERCAYAAN yang lainnya.. itulah orang yang bijaksana.. HAHAHAHAHA.. sungguh picik..
    Salam Sayang
    ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
    Dear brother KangBoed,

    jika anda tidak suka, juga tidak perlu membaca.
    Mudah kan ?

    Semoga saudaraku Kang Boed selalu berbahagia, selamat, sejahtera. 😉

  11. hemm…., jadi sungsang sumbang…, mungkin kita harus mempelajari dengan hati nurani.. dan penuh dengan rasa cinta kasih..penuh kesadaran…., sepertinya kita lebih mawas diri..,apapun itu…,

    salam sihkatresnan.,
    ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
    Pamuji rahayu kangmas hadi wirojati,

    Maturnuwun.
    Tidak ada tujuan lain dari tulisan saya, selain memberikan masukan-wacana yang layak dan patut dipelajari, supaya manusia tidak hanya “berhenti” pada apa yang diajarkan padanya semenjak kecil.

    Karena, saya sendiri mengalami perjalanan yang panjang untuk sampai pada pemahaman yang sekarang ( artinya, pemahaman ini bukan hasil “dogma” sejak masih dalam kandungan hingga “gedhe-gerang” begini, tapi sebuah hasil perjalanan dialektis dari kehidupan rohani ).

    Salam sihkatresnan mas hadi wirojati.
    Semoga Anda senantiasa Selamat Sejahtera.

  12. Polemik Politisasi Ketuhanan
    Menjelang Negara Indonesia berdiri, para Pendiri Bangsa telah menetapkan Pancasila sebagai landasan dasar negara yang menjadi pondasi bagi bangsa Indonesia dalam berbangsa dan bernegara. Meskipun berbeda isi dengan Pancasila Buddhis, nampaknya pemikiran dasar dari terbentuknya Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia ini merujuk pada Pancasila Buddhis sebagai inspirasinya.

    Salah satu sila dari Pancasila RI yaitu sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Mayoritas orang salah mengartikannya sebagai pengakuan bangsa Indonesia atas keberadaan tuhan yang hanya satu. Padahal, ditinjau dari sudut etimologi bahasa khususnya bahasa Sanskerta yang merupakan bahasa yang digunakan dalam pembentukkan kalimat pada sila pertama tersebut, Ketuhanan Yang Maha Esa tidaklah mengacu pada keberadaan tuhan yang satu. Ketuhanan Yang Maha Esa lebih mengacu pada nilai-nilai atau sifat-sifat luhur yang tinggi yang mutlak ada.

    Kesalahan dengan menganggap bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa berarti pengakuan atas adanya tuhan yang hanya satu, dan tuhan tersebut diidentikkan dengan tuhan yang berpersonal, maka mempengaruhi peraturan-peraturan pemerintahan khususnya mengenai syarat suatu kepercayaan untuk menjadi agama yang resmi yang diakui oleh Pemerintah. Hal ini tentu saja menimbulkan polemik dalam agama yang tidak menganut ajaran monoteis ataupun tuhan yang berpersonal, termasuk agama Hindu yang menganut politeis dan Agama Buddha yang nonteis.

    Masih adanya kalangan yang mempertanyakan apakah ajaran Agama Buddha mengakui adanya Ketuhanan Yang Maha Esa, membuat pemerintah pada waktu itu merasa ragu untuk menjadikan Agama Buddha sebagai agama resmi. Kemudian, Y.M. Bhikkhu Ashin Jinarakkhita mengusulkan nama Sanghyang Adi Buddha sebagai nama dari tuhan dalam ajaran Agama Buddha. Hal ini kemudian disampaikan kepada Menteri Agama dan akhirnya pemerintah menerima Agama Buddha sebagai agama resmi negara pada tahun 1978. Hal ini tercantum dalam GBHN tahun 1978, Kepres R.I No. 30 Tahun 1978, serta Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No.477/74054/1978 (18 November 1978).

    Meskipun Agama Buddha telah resmi menjadi agama negara, namun penggunaan istilah Sanghyang Adi Buddha sebagai tuhan menjadi polemik dan kontroversi tersendiri di kalangan umat Buddha Indonesia sampai sekarang. Hal ini dikarenakan konsep Sanghyang Adi Buddha yang hanya ada dalam Agama Buddha mazhab/tradisi Tantrayana/Vajrayana bukanlah tuhan dalam pengertian tuhan berpersonal seperti pengertian dalam agama monotheis (agama Abraham). Politisasi dengan menggunakan dan sekaligus menyandingkan istilah Sanghyang Adi Buddha sebagai tuhan personal sangat bertentangan dengan ajaran Agama Buddha yang pada dasarnya adalah nonteis. Dengan adanya politisasi ini, menjadikan Agama Buddha di Indonesia menjadi sedikit berbeda dengan Agama Buddha di dunia. Selain itu, hal ini menambah jumlah sikap kontroversi yang ada pada diri Y.M. Bhikkhu Ashin Jinarakkhita sebagai pencetus penggunaan istilah Sanghyang Adi Buddha sebagai tuhan dalam Agama Buddha.

    Akhirnya, pada tahun yang sama, Ditjen Bimas Hindu-Buddha (Gde Puja, MA.) mengeluarkan keputusan bahwa seluruh mazhab/tradisi Agama Buddha berkeyakinan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa dan masing-masing sekte memberikan nama yang berbeda-beda, tetapi pada hakekatnya adalah sama.

    Dengan demikian, maka secara tidak langsung timbul pemaksaan doktrin oleh pemerintah dimana seluruh mazhab/tradisi Agama Buddha wajib meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan bagi mazhab/tradisi yang tidak meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa, maka akan dibubarkan. Hal ini pernah terjadi pada mazhab/tradisi Buddha Mahayana yang diperkenalkan oleh Bhiksu Surya Karma Chandra. Karena Mazhab/tradisi ini tidak menerima doktrin Tuhan Yang Maha Esa, maka akhirnya mazhab/tradisi ini dilarang keberadaannya pada tanggal 21 Juli 1978.

    (…dst)

    Sumber :
    http://bhagavant.com/home.php?link=sejarah&tipe=sejarah_buddhisme_Indonesia_6

    • Tedy~RE said

      Dear Bro Ratana,

      Yah, beginilah nasibnya jika bersinggungan dgn “arus kuat”. Serba salah, mau ikut arus jadi keliru, mau lawan arus bisa mati lemas. Hehehe…..

      With metta,
      Tedy
      ………………………………………………………………………………………
      Dear Tedy,

      Sekalian menguji sejauh mana saddha kita pada Ti-Ratana, juga sekalian latihan memupuk parami. 😉

      Anumodana,
      Mettacittena,
      Sotthi te hotu sabbada.

  13. Tedy~RE said

    Dear All My Brother and Sister,

    Kebenaran itu kadang2 tidak sesuai dgn keinginan kita…..
    Kebenaran itu kadang2 tidak sesuai dgn pemikiran kita…..
    Kebenaran itu kadang2 tidak sesuai dgn persepsi kita…..
    Kebenaran itu kadang2 menyakitkan…..
    Kebenaran itu letaknya didalam hati…..

    With a lots of metta,
    Tedy
    ……………………………………………………………………………………….
    Dear Tedy,

    Anumodana atas sumbangan komentarnya yah.

    Mettacittena.
    Semoga Semua Makhluk Telah Tiba saatnya Merealisasi Kebenaran-Sejati. 😉

  14. epardana~RE said

    Ikutan Dong…..untuk mengerti dhamma, apalagi kalo kita bukan buddhis , kayak saya ini, pada awalnya memang sulit karena banyak pertentangan dengan keyakinan yg sudah kita warisi sejak dulu , kita sudah terlanjur melekat dengan konsep2 tertentu, tetapi saya mencoba untuk menjadi pemikir pemula, secara perlahan2 mulai di fahami memang dhamma ini sungguh indah, mungkin bagi rekan2 yang masih dalam prosess melihat ini sangat menyakitkan / membingungkan membuat tersinggung marah dll … ini wajar ( Biarlah demikian sebagaimana adanya )

    Semoga Semua makhluk berbahagia
    ……………………………………………………………………………………….
    Namo Buddhaya,
    Dear Epardana..,

    Semoga, Anda semakin maju dan berkembang di dalam Dhamma,
    Semoga, kita semua semakin maju dan berkembang di dalam Dhamma,

    Anumodana atas komentar2 anda yah, sering2 berkunjung kesini, bertukar informasi, bertukar pengetahuan Dhamma. Jika ada yang hendak anda sharingkan [mengenai Dhamma], jangan sungkan2 yah.

    Mettacittena,
    Semoga Anda Senantiasa Selamat Sejahtera. 😉

  15. CY~RE said

    @RatanaKumara
    Bro, mungkin Kang Boed belum berjodoh utk mengerti ttg Dhamma. Jadi tidak bisa dipaksakan, seperti saya dulu. Akan ada saatnya beliau berjodoh utk memahami ttg Dhamma sehingga benar2 mengerti.
    Saya dulu sangat menentang dan tak pernah memahami karma dan reinkarnasi. Seiring waktu berjalan dan berbagai hal yg saya alami akhirnya sekarang sangat mudah bagi saya memahami hal2 yg dulu selalu memantul.

    Semua ada saatnya dan ada jodohnya…
    sadhu sadhu sadhu… 🙂
    ………………………………………………………………………………………………………………….
    Dear Ko CY 😉
    Saya rasa, saya tidak pernah memaksakan pada siapapun.
    Karena, blog ini adalah blog Buddhis, jadi isinya, batasan-batasannya, dan segmen yang dituju adalah :

    1. Komunitas BUDDHIS ( Ummat Buddha, dll ).
    2. Komunitas Non-Buddhis, tetapi yang memang MINAT atau INGIN MENGERTI DHAMMA.

    Masalahnya, Dhamma ini ajaran yang UNIQUE, dan sangat berbeda dengan ajaran spiritual apapun yang ada.
    Ketika membahas sesuatu dari sudut pandang Dhamma, maka sudut pandang ajaran2 lain ( yang umumnya “senada” ) , akan berbeda pendapat, dan bila tidak disikapi dengan benar, akan terjadi benturan.

    Masalahnya pula, orang2 non-Buddhis, terlanjur menggenggam pandangan bahwa semua ajaran-agama SAMA ( ya, SAMA, bila itu dari rumpun Abrahamik, atau dari rumpun ajaran Theistik ( baik yang Monotheis maupun yang Politheis, dari belahan bumi manapun ). Padahal, DHAMMA, itu jauh berbeda dengan apa yang ada di pikiran orang2 yang belum mengerti DHAMMA, terutama ketika membahas yang “dalam”2, termasuk tentang “Tuhan-Yang-Maha-Segala”.

    Okey, Ko CY, tidak ada masalah. Biarkan semua berproses. Semua ada waktunya.

    Semoga Anda Semuanya Senantiasa Selamat Sejahtera.
    Sadhu,sadhu,sadhu… .

    • Tedy said

      Dear Bro CY,

      Maaf, klo boleh tau memang anda dulu sebelum memeluk Buddha dhamma, beragama apa? Dan mengapa anda tiba2 berbalik arah memeluk Buddha Dhamma? Terima kasih

      With metta,
      Tedy

      • CY said

        @Tedy
        Mohon maaf kalau saya tidak bisa menjawabnya bro, krn hal itu akan terkesan kurang etis. Agama saya sebelumnya juga sangat baik ajarannya, hanya saja semua pengalaman hidup ternyata mengarahkan saya utk lebih bisa mengerti dan memahami “Jalan Dhamma”.
        Dari pengalaman saya di dua Agama, ajarannya bagus tapi umatnya saja yg sebagian keblinger shg merusak image agama dia sendiri.

        **Salam persahabatan**

    • CY~RE said

      @Ratnakumara
      Maaf bro, bukan maksud saya mengatakan bro yg memaksakan tapi situasi dan kondisinya yg memaksa.
      Misalnya :

      Masalahnya pula, orang2 non-Buddhis, terlanjur menggenggam pandangan bahwa semua ajaran-agama SAMA ( ya, SAMA, bila itu dari rumpun Abrahamik, atau dari rumpun ajaran Theistik ( baik yang Monotheis maupun yang Politheis , dari belahan bumi manapun ). Padahal, DHAMMA, itu jauh berbeda dengan apa yang ada di pikiran orang2 yang belum mengerti DHAMMA, terutama ketika membahas yang “dalam”2, termasuk tentang “Tuhan-Yang-Maha-Segala”.

      Dlm hal ini mereka “dipaksa dan dibelokkan” pemahamannya oleh berbagai kondisi selama berpuluh-puluh tahun dan sudah terkesan seperti “alami”. Bila hendak diluruskan kembali kesannya seperti memaksa sesuatu yg sdh “alami” jadi memang ga semudah itu. Perlu “jurus Tai Chi Chuan” didalam mengelola kata2. Seperti air sungai yg mengalir perlahan membentuk batu2an disekitarnya hingga sesuai dgn arah aliran sungai. Perlahan tapi pasti…

      ** Salam penuh cinta kasih **
      🙂

      ………………………………………………………………………………………………………

      Dear Ko CY… 😉

      Bila hendak diluruskan kembali kesannya seperti memaksa sesuatu yg sdh “alami” jadi memang ga semudah itu

      Tidak ada yang hendak meluruskan.
      Hanya banyak yang,mm..,semacam “salah-masuk-kamar”.

      Karena kamar ini memang tidak terkunci, jadi ada saja yang salah-masuk-kamar.

      Ada, yang salah masuk kamar, tapi segera keluar dari kamar itu.
      Ada, yang salah masuk kamar, sedikit berbasa-basi demi tata-krama,
      Ada, yang salah masuk kamar, lalu marah-marah, menyalahkan “kamar”-nya.

      Tidak ada objek apapun yang salah diluar diri kita,
      Yang salah adalah “pikiran” kita sendiri.
      Jadi, bila mau melihat masalah dan sumbernya, lihatlah ke dalam pikiran kita sendiri.
      Seperti pola “Inside-Out” yang pernah saya bahas dengan rekan Phang dahulu kala.

      Begitu, Ko CY 😉

      Anumodana,
      Mettacittena,
      Ratana Kumaro.

  16. Karim said

    Dear Bro Sekalian,

    Kalau boleh saya ikut nimbrung.
    Pada umumnya para pemeluk agama lain utk bisa mengerti dan memahami apalagi menerima Buddha Dhamma adalah sangat sulit. Ibaratnya gelas yang sudah penuh terisi Sirup kalau mau kita isi lagi dengan jus mangga maka jus mangganya akan tumpah keluar.
    Satu-satunya cara adalah buang dulu sirupnya baru gelas tsb diisi jus mangga. Jadi kita gak bisa memaksakan suatu keyakinan yang berbeda di atas keyakinan orang tsb. Seperti kata Bro CY biarkan nanti kalau sudah waktunya tiba dan karmanya udah masak saya yakin Kang Boed akan lebih bisa mengerti dan menerima Buddha Dhamma.

    Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta.

    Mettacittena, Karim

    ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Namaste Suvatthi Hotu..,

    Dear, Sdr. Karim.. ,

    Anumodana atas komentar anda yang indah dan cantik.
    Sudah lama tidak menyumbangkan komentar ya, ternyata masih ingat juga dengan blog ini.

    Oiya, maaf, kalau anda di Jakarta kan ? Di vihara mana ? Theravada, atau Buddhayana ?
    Bila Buddhayana, saya cukup sering berinteraksi dengan Bhante Nyana Suryanadi dan Bhante2 dari Sangha Agung Indonesia ( Buddhayana ) tersebut , sebab kakak saya ( yang seorang Bhikkhu dan tinggal di Singapore ), berhubungan dekat dengan SAGIN.
    Bila bertemu Bhante Nyana Suryanadi, mohon sampaikan Salam Hormat dan Namaskara dari saya yang sedalam-dalamnya ya… 😉

    Terimakasih.

    Salah Hormat untuk Anda,
    Semoga Anda Sekeluarga, Senantiasa Bahagia, Selamat, Sejahtera… ,
    Sadhu,sadhu,sadhu… .

  17. Karim~RE said

    Dear Bro Ratana,

    Saya adalah salah satu pecinta blog ini dan saya cukup sering mengunjunginya. Saya merasa banyak sekali belajar dan tercerahkan atas artikel2 Bro dan komentar serta dhammadesana dari Bro Wen Lung San, Bro Nusantaraku dan Bro-Bro lainnya. Hanya mungkin saya agak pasif dalam hal berkomentar karena maklum pengetahuan Buddha Dhamma saya masih dangkal sekali jadi takut kalau malah memberikan komentar yang kurang tepat.
    Betul sekali Bro saya tinggal di Jakarta, dan saya senantiasa menunggu kunjungan Bro ke tempat saya.
    Saya menamakan diri saya sebagai umat Buddha tanpa vihara, walaupun saya secara administratif terdaftar di Vihara Ekayana tapi in reality saya berkelana dari satu vihara ke vihara yang lain. Saya juga tidak mau terjebak dengan sekte dan cenderung mengarah non-sektarian, walaupun dalam prakteknya saya lebih condong ke Therevada karena saya rajin mengunjungi vihara-vihara dan bhikkhu-bhikkhu senior di Thailand. Sayang sekali saya tidak kenal dengan Bhante Nyana Suryanadi karena saya lebih sering berhubungan dengan Bhante dari Vihara Buddha Metta Arama.
    Trus dan trus berkarya Bro dengan artikel anda yang mencerahkan.
    Salam hormat dan sejahtera buat anda selalu.
    Semoga semua makhluk senantiasa hidup berbahagia.

    Mettacittena, Karim
    ……………………………………………………………
    Namaste Suvatthi Hotu,

    Dear sdr.Karim,

    Saya adalah salah satu pecinta blog ini dan saya cukup sering mengunjunginya. Saya merasa banyak sekali belajar dan tercerahkan atas artikel2 Bro dan komentar serta dhammadesana dari Bro Wen Lung San, Bro Nusantaraku dan Bro-Bro lainnya. Hanya mungkin saya agak pasif dalam hal berkomentar karena maklum pengetahuan Buddha Dhamma saya masih dangkal sekali jadi takut kalau malah memberikan komentar yang kurang tepat.

    Anumodana, semoga blog ini bermanfaat bagi semua makhluk, khususnya ummat Buddha.
    Iya, itu rekan Wen Lung Shan, Beliau kan Guru agama Buddha, jadi pengetahuan Beliau ( Pariyatti Dhamma ) tentunya sangat luas. Bahkan , kalau menurut saya, praktik Beliau ( Patipatti Dhamma ) pun sudah baik. Saya juga banyak belajar dari komentar2 beliau disini.

    Untuk rekan Nusantaraku, beliau sudah lama tidak mampir blog ini. Sepertinya sibuk merawat blognya, dimana isi blog beliau itu lebih banyak tema2 politisnya ketimbang Buddhis.

    Betul sekali Bro saya tinggal di Jakarta, dan saya senantiasa menunggu kunjungan Bro ke tempat saya.

    Semoga, ada tautan kamma yang bisa mewujudkan itu semua. Saya sendiri sangat ingin bisa berkunjung ke tempat anda, berbagi Dhamma. Anda tentunya juga mempunyai banyak pengalaman yang bisa anda bagikan kepada kami, mengingat perjalanan anda dalam Dhamma telah lama.. 😉

    Saya menamakan diri saya sebagai umat Buddha tanpa vihara, walaupun saya secara administratif terdaftar di Vihara Ekayana tapi in reality saya berkelana dari satu vihara ke vihara yang lain. Saya juga tidak mau terjebak dengan sekte dan cenderung mengarah non-sektarian, walaupun dalam prakteknya saya lebih condong ke Therevada karena saya rajin mengunjungi vihara-vihara dan bhikkhu-bhikkhu senior di Thailand.

    Iya, sdr.Karim..
    Demikian halnya saya. Saya juga tidak hanya mengunjungi satu vihara saja kok.
    Saya juga mengunjungi vihara Mahayana, Tantrayana, dan Theravada, meskipun pada prakteknya saya seorang Theravadin.
    Duh, senangnya, sering ke Thailand.. .
    Kamma baik saya belum berbuah , sebenarnya saya sangat ingin jadi Bhikkhu dan belajar pada Guru2 yang benar2 hebat, entah itu di Thailand, maupun di Burma. Yah, saya masih harus menunggu masaknya buah kamma itu. Sembari menunggu, saya melatih diri, menempa diri dalam “Ariya-Atthangika-Magga” dengan sungguh-sungguh 😉

    Sayang sekali saya tidak kenal dengan Bhante Nyana Suryanadi karena saya lebih sering berhubungan dengan Bhante dari Vihara Buddha Metta Arama.

    Oh, tidak mengapa.. Bhante Nyana Suryanadi itu adalah Ketua Sangha Agung Indonesia.
    Kalau dengan beliau, saya cukup dekat… .

    Trus dan trus berkarya Bro dengan artikel anda yang mencerahkan.

    Terimakasih yang sedalam-dalamnya atas dukungan anda…

    Salam Hormat dari saya untuk Anda _/\_
    Semoga Anda Sekeluarga Senantiasa Berbahagia, Selamat, dan Sejahtera…
    Sadhu,sadhu,sadhu.. .

  18. kabariberita~RE said

    yang membuat saya bertanya tanya kenapa dalam agama Budha sendiri sekarang harus menyembah sang budhis yaitu sidharta padahal dari beberapa ajaran yagn sempet saya baca tidak ada satupun ayat yang mengharuskan umat-Nya untuk menyembah Beliau….

    selain itu beberapa peribadatan melalui perantara telah membuat saya sanksi…karena pertanyaan besar haruskan setiap kita memohon kepada hyang widhi harus selalu dengan perantara….
    ………………………………………………………………………..
    Dear, sdr. “kabariberita”

    Selamat datang saya ucapkan untuk anda,
    Salam kenal dari saya… .

    Saudaraku, anda telah keliru memahami sesuatu tentang Buddha-Dhamma, yaitu :
    1. Anda menganggap ummat Buddha menyembah Beliau sebagai “Tuhan”.
    2. Anda menganggap ummat Buddha “MEMOHON HYANG WIDHI MELALUI PERANTARA SANG BUDDHA” ( atau maksud anda,melalui perantaraan patung Buddha ? )

    Jawaban saya :
    1. Ummat Buddha tidak memper-Tuhan-kan Sang Buddha.
    2. Ummat Buddha tidak pernah “MEMOHON HYANG WIDHI”, apalagi melalui perantara Sang Buddha / atau patung Buddha.

    Untuk lebih jelasnya, saya persilakan membaca dua (2) artikel ini :

    1. PENYEMBAH BERHALA ?!
    2. ARTI DOA [Menurut Buddhisme]

    Silakan klik langsung saja di tautan tersebut…

    Baik, saudaraku, kabariberita, yang sangat baik…,
    Semoga apa yang saya paparkan bisa menjawab pertanyaan anda.
    Semoga bermanfaat,

    Semoga, Anda senantiasa Selamat Sejahtera,
    Sadhu,sadhu,sadhu… .

  19. Karim said

    Dear Bro Lovepassword,

    Saya rasa anda belum menangkap maksud saya dengan konsep mengosongkan gelas kita sebelum kita mengisi lagi. Kalau boleh saya jelaskan begini, bila kita masih memegang kukuh keyakinan kita saat kita mencoba mendalami keyakinan yang berbeda itu akan sia-sia saja karena sebelum kita coba menelaahnya kita langsung menolaknya jadi apa yang dapat anda pelajari??? Alangkah baiknya kalau mau mempelajari suatu keyakinan lain maka kita singkirkan dulu sementara keyakinan kita lalu baru coba pelajari dan selami ajaran atau keyakinan yang lain baru anda bandingkan yang mana lebih sesuai dan masuk akal dan dapat diterima. Agama adalah masalah kesesuaian jadi gak bisa dipaksakan. Saya selalu membuat perumpamaan kalau agama yang berbeda-beda itu ibaratnya jenis kue yang berbeda-beda. Ada lemper, kue soes, bika ambon, kroket dll. Utk memutuskan kue mana yang paling enak tentunya kita harus mencicipi semua jenis kue tsb dan cara mencicipinya juga setelah mencoba lemper sebaiknya mulut kita kumur dulu atau makan sorbet dulu agar kita bisa mencicipi kue jenis lainnya dengan lebih baik. Setelah anda mencicipi semua jenis kue baru anda buat kesimpulan kue mana yang paling enak. Jangan karena anda baru mencicipi lemper langsung anda mengatakan lemper lebih enak dari kue yang lainnya. Kalaupun anda setelah mencicipi semua kue dgn cara yang benar dan berkesimpulan bahwa kue lemper yang paling enak itu tak lain karena selera anda lebih sesuai ke kue lemper dan mungkin ada orang lain yang lebih suka kue bika ambon atau kroket.Jadi saran saya pelajari agama yang lain secara seksama sebelum anda membuat suatu kesimpulan atau judgement.
    Salam sejahtera buat anda selalu dan selamat mencicipi kue Buddha.

    With Metta, Karim

  20. Karim said

    Dear Bro lovepassword,
    Sebagai tambahan dari saya bahwa konsep mengosongkan gelas dan mencicipi kue berlaku utk semua pihak yang ingin mempelajari dan menyelami ajaran dan paham agama yang lain dari apa yang diyakininya. Jadi saya gak perlu mengosongkan gelas saya karena saya sudah pernah melakukannya sebelumnya yaitu pada saat saya sekolah di salah satu SD kristen dan telah juga mencicipi kue buatan Kristen tapi saya merasa lidah saya lebih cocok dengan kue Buddhis. Jadi saat ini gelas saya penuhi lagi dengan sirup Buddhis.
    With Metta, Karim

    • lovepassword cadangan~RE said

      Terimakasih sdr Karim atas tanggapannya. Saya juga bingung anda menanggapi yang mana karena tulisan saya yang kemarin tampaknya dihapus sama Mas Ratna tercinta, padahal perasaan tulisan saya tidak menyimpang dari topik lho. Halo Mas Ratna jangan kejem-kejem atuh.
      ………………………………………………………………………………………………………………….
      Dear Lovepassword [cadangan 😉 ]

      Tidak ada yang menghapus komentar anda.
      Bahkan komentar yang bernada “menghina” pun tidak saya hapus ( bukan dari anda ), mengapa komentar yang menarik sebagai sebuah bahan diskusi harus saya hapus ?

      Yang terjadi adalah, anda kurang mengenali cara kerja pembacaan komentar di blog wordpress ini.
      Blog saya menggunakan FASILITAS KOMENTAR BERSARANG ( dan kalau tidak salah termasuk berulir ).

      Maximal tiap halaman hanya memuat 20 KOMENTAR.
      Setelah satu halaman terisi penuh ( 20 KOMENTAR ), maka halaman tersebut akan ditutup, diganti halaman yang baru.
      Untuk melihat komentar anda yang sebelum2nya, anda tinggal klik ” KOMENTAR LEBIH LAMA “.
      Nah, setelah anda klik itu, maka komentar2 lama ( 20 komentar sebelumnya ), akan bisa anda baca.

      Sudah pahamkah anda ?

      Komentar2 anda yang sebelum2nya sudah saya jawab semuanya.
      Ayo, cepat dicari dan dibaca, saya yang rugi kalau anda tidak membacanya, sudah capek2 nulis
      [ hehehehhh… 😉 ]

      Mmm.., my dearest lovepassword, selidikilah segala sesuatu dengan seksama, sebelum anda mengambil/menarik kesimpulan.
      Kesalahan dalam pengambilan kesimpulan, akan merugikan diri kita sendiri. 😉

      ……………………………………………………………………………………………………………….
      Kepada Bro Ratna entah tulisan ini mau anda hapus atau tidak , mudah-mudahan anda baca dulu ya sebelum anda hapus :
      Gini ya mas ratna : Pertanyaan model-model yang saya lakukan mungkin saja sebenarnya menjadi semacam ganjalan di dalam hati umat Budha sendiri. Mungkin mau tanya sama biksunya sungkan. Misalnya dalam kasus Zen, terus apa yang anda tulis sebagai bualan dsb. Biksu ngomong A, umat masih bingung tapi sungkan bertanya. Kalo anda kesal dengan saya mudah-mudahan anda juga bisa melihat dari sisi ini.

      Pertanyaan saya yang antik2 sangat mungkin sebenarnya juga menjadi pertanyaan di dalam batin umat Budha sendiri, misalnya dalam kasus Zen, buku Zen memonopoli rak buku2 Budha. Lha kalian memilih main hapus begitu saja. DUH. Anda membuang kesempatan untuk membabarkan dharma.

      Kalo pun perdebatan dengan saya tidak ada gunanya bagi anda dan saya, minimal ini akan menggairahkan semengat belajar dharma bagi umat Budha yang membaca diskusi kita.
      ……………………………………………………………………………………………………………………..

      Silakan anda klik ” KOMENTAR LEBIH LAMA ” pada bagian bawah komentar terakhir.
      Bisa menemukannya kan ? Pasti bisa lah… 😉

      ……………………………………………………………………………………………………………………..

      Kepada Saudara Karim :
      Kalo tulisan yang ini tidak dihapus oleh temanku Mas Ratna Kumara tercinta, mudah-mudahan saudara Karim bisa membaca tulisan ini :

      Anda berkata seperti ini :
      Jadi saya gak perlu mengosongkan gelas saya karena saya sudah pernah melakukannya sebelumnya yaitu pada saat saya sekolah di salah satu SD kristen dan telah juga mencicipi kue buatan Kristen tapi saya merasa lidah saya lebih cocok dengan kue Buddhis. Jadi saat ini gelas saya penuhi lagi dengan sirup Buddhis.

      ==> Saya rasa yang dimaksud mengosongkan itu ya mengosongkan setiap waktu. Bukan dulunya kosong lalu sekarang merasa terisi sehingga nggak bisa diisi lagi. Intinya kita semua membuka dirilah terhadap masukan yang lain. Lha yang harus membuka diri membuka hati itu tentu bukan monopoli anak SD saja. Menurut saya sih gicu. Lha saya kesini kan juga untuk mendengarkan masukan pemikiran dari anda dari Mas Ratna, dsb.

      Tetapi tentu bukan berarti kemudian harus selalu mantuk2 seperti ayam tetapi masing2 menelaah secara kritis. I Lap yu para teman

      SALAM

      Semoga Semua Makhluk Berbahagia
      ………………………………………………………………………………………………………………..

      Silakan, saudara-saudari, dilanjutkan diskusinya, supaya tambah menarik, dan menambah pengetahuan kita semua.

      Semoga Anda Semuanya Senantiasa Berbahagia, Damai, Sejahtera, Sentausa…,
      Sadhu,Sadhu,Sadhu… .

      • Dear All,

        @Sdr.Karim, dan Lovepassword…,

        Jika boleh saya merumuskan kembali, saya akan ikut merumuskan kembali apa yang dimaksudkan oleh Sdr.Karim maupun Lovepassword.

        1. Rumusan saya atas maksud Sdr.Karim :

        Saat kita hendak belajar sesuatu, janganlah kita dalam posisi “bertahan”, mempertahankan pendapat lama yang telah “terkunci” dalam batin.
        Lepaskanlah kunci itu terlebih dahulu, sehingga pikiran benar2 “lentur”, “lunak”, “bening”, “jernih”, dan benar2 siap diskusi dan belajar/mempelajari sesuatu hal yang baru.

        Umumnya, ketika mempelajari sesuatu hal baru, pikiran dalam posisi “defensif”.
        Meskipun seringkali kita sudah merasa “melepas-kunci”, tapi prakteknya ternyata belum. Karena “mental-block” ini sangat halus sekali, sebab sudah tertanam kuat dalam batin [setidaknya] dari usia 0 tahun ketika lahir di dunia hingga sekarang ini.

        Nah, “mental-blocking” seperti inilah yang kemudian jadi menimbulkan suasana “perdebatan”.

        Perdebatan ini , jelas sesuatu hal yang sangat berbeda dengan “diskusi” atau “sharing”.

        Perdebatan, disertai dengan “emosi”, “bertahan”, “menyerang”, bertujuan “mencari-kelemahan”, “mematahkan”, “mengalahkan”, dan lain2.
        Perdebatan, didasari oleh “mind-setting” untuk “mengalahkan”, bukan untuk “meresapi”, “mempelajari”.

        Sedangkan diskusi yang sehat, tanpa “emosi”, “terbuka”, “tidak-menyerang” [ tetapi menyelidiki ], bertujuan untuk “memahami” ( bukan bertujuan untuk “mematahkan-pendapat” ]

        Jadi, yang dimaksud Sdr. Karim, seyogyanya kita harus “melepaskan” semua “belenggu-batin” terlebih dahulu sebelum kita ingin mempelajari sesuatu.

        2. Rumusan saya atas maksud Lovepassword

        saya kesini kan juga untuk mendengarkan masukan pemikiran dari anda dari Mas Ratna, dsb.

        Tetapi tentu bukan berarti kemudian harus selalu mantuk2 seperti ayam tetapi masing2 menelaah secara kritis

        Yak , benar sekali, sangat setuju..
        Bahkan, justru prinsip seperti inilah yang diajarkan Sang Buddha.

        Ini adalah prinsp ” EHI PASSIKO “ ;
        Datang, lihat, dan BUKTIKAN!

        Dalam suatu kesempatan, seorang jutawan bernama UPALI [ seorang pengikut Nigantha Nataputta ], mendekati Sang Buddha dan begitu senang dengan penjelasan Dhamma yang rinci dari Sang Buddha sehingga ia dengan segera menyatakan keinginannya untuk menjadi seorang pengikut Sang Buddha.

        Tapi, Sang Buddha justru menasehatinya, dengan berkata :

        “Dari suatu kebenaran, O perumah tangga, adakanlah suatu penyelidikan yang teliti. Adalah baik bagi seorang terhormat seperti Anda untuk mengadakan suatu penyelidikan yang teliti.”

        Upali, yang diliputi kegembiraan yang meluap-luap atas kata-kata Sang Buddha yang tidak terduga olehnya ini, berkata :

        “Guru, jika saya menjadi seorang pengikut dari guru yang lain, pengikut-pengikutnya akan membawa saya mengelilingi jalan-jalan dalam prosesi untuk memproklamirkan bahwa seorang jutawan telah melepaskan agamanya yang dahulu dan memeluk agama mereka. Saya lebih senang dengan nasihat Anda yang bermanfaat ini ; dan ia dengan senang mengulanginya : Untuk kedua kali saya mencari perlindungan pada Buddha, Dhamma, dan Sangha.”

        Nah, jelas, lovepassword.
        Penyelidikan itu SANGAT PENTING, dan bahkan itu senantiasa dianjurkan oleh Sang Buddha.

        Ada kisah menarik dalam Kalama-Sutta mengenai himbauan Sang Buddha kepada para pemuda Kalama untuk senantiasa melakukan penyelidikan atas segala hal dan suatu ajaran :

        Yang Mulia, banyak pertapa dan brahmana yang berkunjung ke Kesaputta. Mereka menerangkan dan membahas dengan panjang lebar ajaran mereka sendiri, tetapi mencaci maki, menghina, merendahkan, dan mencela habis-habisan ajaran orang lain. Lalu datang pula pertapa dan brahmana lain ke Kesaputta. Dan mereka ini juga menerangkan dan membahas dengan panjang lebar ajaran mereka sendiri, dan mencaci-maki, menghina, merendahkan, dan mencela habis-habisan ajaran orang lain. Kami yang mendengar merasa ragu-ragu dan bingung, siapa diantara para pertapa dan brahmana yang berbicara benar dan siapa yang berdusta.”

        3. “Benar, warga suku Kalama, sudah sewajarnyalah kamu ragu-ragu, sudah sewajarnyalah kamu bingung. Dalam hal yang meragukan memang akan menimbulkan kebingungan. Oleh karena itu, warga suku Kalama, janganlah percaya begitu saja berita yang disampaikan kepadamu, atau oleh karena sesuatu yang sudah merupakan tradisi, atau sesuatu yang didesas-desuskan. Janganlah percaya begitu saja apa yang tertulis di dalam kitab-kitab suci; juga apa yang dikatakan sesuai dengan logika atau kesimpulan belaka; juga apa yang katanya telah direnungkan dengan seksama; juga apa yang kelihatannya cocok dengan pandanganmu; atau karena ingin menghormat seorang pertapa yang menjadi gurumu.
        Tetapi, warga suku Kalama, kalau setelah diselidiki sendiri, kamu mengetahui, ‘Hal ini tidak berguna, hal ini tercela, hal ini tidak dibenarkan oleh para Bijaksana, hal ini kalau terus dilakukan akan mengakibatkan kerugian dan penderitaan, maka sudah selayaknya kamu menolak hal-hal tersebut.”

        “Tetapi, warga suku Kalama, kalau setelah diselidiki sendiri, kamu mengetahui, ‘Hal ini berguna; hal ini tidak tercela; hal ini dibenarkan oleh para Bijaksana; hal ini kalau terus dilakukan akan membawa keberuntungan dan kebahagiaan,’ maka sudah selayaknya kamu menerima dan hidup sesuai dengan hal-hal tersebut.”

        Dan hal yang dinyatakan tentang Dhamma ini adalah :

        “Svakkhato bhagavata dhammo,
        Sanditthiko akaliko ehipassiko,
        Opanayiko paccattam veditabbo vinnuhi’ti.”

        [ Dhamma telah sempurna dibabarkan oleh Sang Bhagava,
        terlihat amat jelas, tak bersela waktu, mengundang untuk dibuktikan,
        patut diarahkan kedalam batin, dapat dihayati oleh para bijaksana,
        dalam batin masing-masing]

        Nah, dalam menyelidiki suatu ajaran ini pun, Lovepassword, kita juga harus bijaksana.

        Tidak dengan tujuan “menyerang”, tidak dengan tujuan “mengalahkan”, tidak dengan tujuan “mematahkan-pendapat”.
        Karena, bila masih memegang tujuan-tujuan seperti itu, kita tidak akan pernah mendapatkan manfaat dari sesuatu hal yang baru, kita akan gagal mempelajari dan memahami, mengerti, meresapi sesuatu hal yang baru yang sebenarnya dalam hati kecil kita, kita sangat ingin mengetahui dan mempelajarinya.

        Demikian, saudara-saudari semuanya, semoga bermanfaat.

        Semoga Anda Semua , Senantiasa Selamat Sejahtera.
        Sadhu,sadhu,sadhu

      • lovepassword said

        Iya iya saya ngaku salah. hi hi hi.Masalahnya memang saya nyari gak ketemu. Suer markewer-kewer. Oke deh. Kalian yang benar untuk masalah komentar yang saya kira ilang itu. 100 untuk kalian, asli memang saya bego untuk masalah beginian. hi hi hi.

  21. Dear All,

    Pengumuman :

    Dengan mempertimbangkan kesulitan rekan lovepassword membaca “komentar lebih lama”,
    maka per-hari ini, tanggal 1/07/2009, jam 09.50 WIB, pengaturan diskusi saya re-setting.

    Jika sebelumnya tiap halaman komentar hanya akan memuat 20 komentar, maka setelah saya re-setting, tiap halaman komentar akan memuat 50 komentar.

    Hal ini dilakukan demi mempermudah jalannya diskusi.

    May All Beings Attain Enlightenment,
    Sadhu,sadhu,sadhu..

    Sati,
    Ratana Kumaro.

  22. CY said

    Saudara Lovepassword terlalu tergesa2 menyimpulkan bahwa komentarnya dihapus. Kasus ini umum terjadi di kehidupan kita, seseorang yg belum mempunyai kemampuan utk melihat apa dibalik masalah yg timbul akan langsung menarik kesimpulan mentah, tuduh sana sini sehingga timbul konflik bila yg dituduh ga terima. Bukan berarti saya meremehkan kemampuan bro Lovepassword, namun tetap ada gunung lain yg lebih tinggi. Sehingga kita pantas bersyukur bila sering menjumpai gunung yg lebih tinggi karena itu pertanda posisi kita makin tinggi dari waktu ke waktu.

    Saya menawarkan sebuah bingkisan utk dicicipi bersama (tentu saja setelah kumur2 dahulu seperti kata bro Karim hehehe…), mungkin ada diantara rekan2 yg sdh pernah mencicipinya, semoga berguna :

    Ketika ada orang mencerca kita atau membuat kita merasa tidak nyaman, formasi internal tercipta dalam kesadaran. Jika engkau tidak tahu bagaimana melepaskan simpul dan metransformasikannya, simpul itu akan berdiam di dalam kesadaranmu dalam waktu lama, dan di kesempatan lain ketika ada orang yang mengatakan atau melakukan sesuatu yang memicu simpul itu, maka formasi internal itu akan bertambah kuat. Sebagai simpul atau balok kepedihan dalam diri kita, formasi internal memiliki kekuatan untuk mendorong dan mendikte prilaku kita.

    Setelah sekian lama, simpul ini menjadi sangat sulit bagi kita untuk mentransformasikannya, sulit melepaskan simpulnya, dan mengusir kesesakan dari formasi yang sudah terkristalisasi. Formasi internal dalam bahasa Sanskerta adalah samyojana yang berarti “kristalisasi”. Setiap orang punya formasi internal yang perlu kita tangani dengan hati-hati. Dengan latihan meditasi, kita bisa melepaskan simpul dan merasakan transformasi dan penyembuhan.

    Tidak semua formasi internal bersifat mengusik, ada formasi internal yang menyenangkan juga, walaupun demikian tetap saja bisa menyebabkan kita menderita. Ketika kita mengecap, mendengar, melihat sesuatu yang menyenangkan, kemudian kenikmatan itu menjadi simpul internal yang kuat. Ketika objek kenikmatan hilang, engkau begitu merindukannya dan mulai mencari-carinya lagi. Engkau menghabiskan banyak waktu dan energi untuk mencoba merasakan kenikmatan itu lagi. Ketika engkau menghisap marijuana atau meneguk minuman beralkohol dan mulai ketagihan, maka itu menjadi formasi internal badan dan pikiranmu. Engkau tidak bisa melepaskannya dari pikiranmu. Engkau selalu mencari semakin banyak dan semakin banyak. Kekuatan dari simpul internal itu mendorongmu dan mengendalikan dirimu. Jadi, formasi internal mencabut kebebasan kita.

    Bingkisan (yg bagi saya) sgt berharga ini di dapat dari bhante Nyanabhadra. 🙂

    • lovepassword said

      @CY and Ratna Kumara : Iya iya saya ngaku salah. hi hi hi.Masalahnya memang saya nyari gak ketemu. Suer markewer-kewer. Oke deh. Kalian yang benar untuk masalah komentar yang saya kira ilang itu. 100 untuk kalian, asli memang saya bego untuk masalah beginian. hi hi hi. Sorri ditotol meri ya? Tahu meri nggak? Meri itu anak bebek. Waduh daku jadi malu. hi hi hi.

      Makanya lovepassword , kamu itu jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan yah. hi hi hi

      • CY said

        @Lovepassword
        Gpp bro, saya juga sering salah. Akan tetapi bagi saya pribadi, tidak memberi tau orang lain akan kesalahannya juga sebuah kesalahan bagi diri saya. Nah, giliran orangnya mau terima atau tidak sdh bukan persoalan lagi. Yg penting saya sdh sampaikan.
        Bukan dalam rangka melecehkan, tetapi dlm rangka membantu dan saling berbagi.

        **Salam damai dan cinta kasih**

  23. Karim said

    Saudara Lovepassword yang tercinta, saya 110% setuju dengan anda bahwa kita semua harus senantiasa mengosongkan gelas kita dan membuka diri atas semua kritik dan masukkan. Saya sangat setuju itu. Saya merasa kami umat Buddha relatif lebih terbuka dan toleran dibandingkan yang non-Buddhis terutama dibandingkan dengan umat Nasrani. Mereka pada umumnya sudah antipati dan alergi kalau berbicara mengenai Buddha-Dhamma. Hal ini tak lain dan tak bukan karena dogma yang telah dicekokkan sejak awal serta brain washing yang demikian dashyatnya sehingga apapun yang kita jelaskan dengan serta merta ditolak tanpa dicoba utk diresapi, ditelaah dan dipikirkan dulu dan mereka suka membuat statement yang kurang tepat mengenai Buddha Dhamma tanpa didasari suatu pemahaman yang benar akan Buddha Dhamma. Alangkah indahnya kalau kita semua bisa menerapkan prinsip mengosongkan gelas dalam kehidupan kita sehari-hari.
    Kita coba isi gelas kita dengan minuman yang lain setelah itu coba diminum dan dirasain apakah manis, pahit ataukah hambar. Setelah itu baru buat keputusan apakah kita menyukai minuman tsb atau gak. Jadi saya gak menyuruh anda ataupun pengunjung blog ini untuk mantuk2 seperti ayam dan menerima begitu saja apa yang disajikan oleh Bro Ratana. Tetapi alangkah baiknya apa yang disajikan di sini diresapi dulu, diteliti, ditelaah dan dipelajari sebelum anda sekalian memberikan komentar. Kalau toh akhirnya anda gak sepaham dengan Bro Ratana atau kita2 ini thats OK. Saya rasa kami sekalian menghargai adanya perbedaan. Bukankan adanya perbedaan membuat hidup ini jadi lebih indah, bergairah dan berwarna?
    Pernahkah terbayang oleh anda gak bagaimana kalau di dunia ini cuma ada 1 agama, 1 warna, 1 jenis kendaraan, 1 jenis kelamim, i jenis tanaman, 1 jenis binatang dan semua serba seragam. Bingungkan?
    Kita gak usah meributkan apakah bunga mawar merah yang lebih indah atau bunga tulip, atau bunga anggrek dan bunga2 lainnya. Saya yakin kalau semua jenis bunga itu dirangkai akan memberikan keindahan yang lebih tinggi. Demikian juga perbedaan2 di antara kita kalau bisa kita rangkai dalam kerangka saling toleransi, saling menghargai satu sama lain akan membuat hidup ini makin hidup dan makin indah. Betul gak saudaraku Lovepassword yang tercinta?

    Perlu juga anda ketahui bahwa saya bukan saja telah mengosongkan gelas saya selama 6 tahun saat saya duduk di bangku SD, tetapi saya telah melakukannya lagi saat saya duduk di bangku SMA saat saya pacaran dengan gadis pujaanku yang ternyata beragama Kristen dan seorang guru sekolah minggu lagi. Keadaan ini terus berlanjut karena tautan kamma kami begitu kuat karena kami meneruskan hubungkan kami hingga ke jenjang pernikahan. Selama kurang lebih 23 tahun kami berdua menerapkan konsep mengosongkan gelas dalam arti benar2 kosong. Dia tidak ke gereja dan saya tidak ke vihara.
    Dari waktu ke waktu kita saling mencoba mengisi gelas kami masing2 dengan sajian minuman yang berbeda. Hal ini berproses lama sekali hingga kira2 3 tahun yang lalu kami sepakat bahwa Jus Buddha lah yang paling sesuai. Maka sejak saat itu kami sepakat mengisi gelas kehidupan kami dengan Buddha-Dhamma. Jadi saudara Lovepasswordku yang tercinta, saya telah menerapkan prinsip mengosongkan gelas utk waktu yang lama dan juga berlanjut hingga detik ini dalam kehidupan saya sehari-hari baik di kantor, di rumah ataupun di masyarakat. Oleh karena itulah kenapa saya gak berkomentar atas pernyataan anda bahwa Buddha seperti lobang WCumum, karena saya masih menelaah apa latar belakang dan maksud tujuan anda mengungkap pernyataan yang cukup agitatif ini. Apakah anda cuma ingin memancing dan melihat bagaimana reaksi umat Buddha?
    Kalau cuma itu tujuan anda maka saya jamin anda akan kecewa besar. Umat Buddha gak seperti umat2 lainnya yang gampang terpancing oleh issue seperti itu. Lihat bagaimana kami meyelesaikan masalah Buddha Bar. Memang kami melakukan demo tapi gak anarkis kan? Coba kalau hal yang sama terjadi dengan agama yang lain, mungkin gedung tsb udah di bakar.

    Satu hal yang mesti anda ingat, anda sebagai pengunjung di blog ini jadi seharusnya anda yang memulai mengosongkan gelas terlebih dahulu. Kalau anda gak bisa melakukannya jadi saran saya anda gak usah mengunjungi blog ini karena tidak akan membawa manfaat buat anda.

    Demikian komentar dari saya. Selamat mengosongkan gelas anda.

    Semoga kita dan semua makhluk senantiasa berbahagia.

    Salam metta, Karim

    • lovepassword~RE said

      Berhubung komentar saya tampaknya nggak nyampe ke servernya wordpress,mungkin ada gangguan, saya komentari ulang singkat saja :
      Saya hanya mengutip, kalo masalah WC umum itu anda anggap agitatif, ya maksudnya nggak gicu kali. Saya ini kan lumayan baik hati. Apalagi yang nulis itu adalah seorang Master Budhist , saya cuma ngutip doang. Anda saja yang terlalu galak. Galak itu nggak mesti diekspresikan dengan kekerasan, ngamuk-ngamuk dalam hati juga galak lho. Lha kalo kekerasan memang lebih galak lagi itu.

      Anda ingin saya menelaah lebih dalem ya okelah kita telaah bersama-sama . Kan sudah tak tulis dan juga setujui sama Mas Ratna : Jangan melekat itu termasuk jangan melekat pada Budha juga. Berat kali ye membawa rakit kemana-mana.

      Masalahnya adalah mengapa untuk ke seberang kalian ngotot satu-satunya jalan harus pake rakit. Itu juga bisa didiskusikan lho. Kalo misalnya saja ada yang mau ke seberang pulau naik pesawat terbang nggak boleh yah? Atau naik kapal fery mungkin ?
      ………………………………………………………………………………………..

      My dearest lovepassword :
      PERTAMA, siapa yang anda maksudkan dengan ngotot ? Kami disini mempunyai hak mengungkapkan dan mempelajari ajaran Sang Buddha, bukankah anda sendiri yang datang kesini dan kemudian menjadi seperti ini ( saya tidak bilang ngotot loh ya 😉 ) ?
      Jika anda ingin menaiki “ajaran” lain selain Buddha-Dhamma, silakan.
      Siapa yang memaksa anda ? Dan lagipula, siapa yang menyuruh anda masuk ke blog ini dan memberikan komentar2 seperti ini, selama ini… 😉

      KEDUA, Mengapa anda mempertanyakan sesuatu yang tidak perlu ( mengenai, “Kenapa pakai rakit, kok tidak kapal ferry” ) … .
      Pertanyaan ini tidak-perlu, sebab anda sendiri tidak mengerti apa yang anda tanyakan, apa yang anda debat tidak sesuai.

      Tahukah anda mengapa Sang Buddha menggunakan perumpamaan rakit ? Tahukah awal-mula pengkisahannya… [?]

      Ini jawabannya =

      Yang Terberkahi [ Sang Buddha ] berkata demikian :

      “ Para Bhikkhu, andaikan saja ada orang yang melakukan perjalanan. Dia melihat suatu hamparan air yang luas. Pantai di dekatnya berbahaya dan mengerikan, sedangkan pantai di seberang itu aman dan tidak menakutkan. Tetapi tidak ada perahu pengangkut atau jembatan menuju pantai seberang. Kemudian dia berpikir; “ Ada hamparan air yang luas ini. Pantai di sebelah sini berbahaya dan mengerikan, sedangkan pantai di seberang sana aman dan tidak menakutkan. Tetapi tidak ada perahu pengangkut atau jembatan menuju pantai seberang. Sebaiknya aku mengumpulkan rumput, ranting, cabang, dan daun, lalu mengikatnya untuk dijadikan rakit, kemudian dengan ditopang rakit itu aku bisa mengerahkan usaha dengan tangan dan kakiku, dan aku bisa sampai dengan selamat di pantai seberang.”

      Maka orang tersebut mengumpulkan rumput, ranting, cabang, dan daun, lalu mengikatnya untuk dijadikan rakit; kemudian dengan ditopang rakit itu dia mengerahkan usaha dengan tangan dan kakinya, dan dia sampai dengan selamat di pantai seberang. [Alagaddupama-Sutta]

      Paham kah sekarang ?

      Tetapi tidak ada perahu pengangkut atau jembatan menuju pantai seberang.

      Itu sebabnya.

      Lovepassword, saya melihat, lovepassword kali ini sudah terjebak dalam DEBAT-KUSIR.
      Coba anda check lagi semua komentar anda kali ini.

      Saya harap anda, lovepassword, merenung terlebih dahulu sebelum membuat komentar, pernyataan, dan pertanyaan. Supaya tidak terlalu sering terjadi salah-pengertian.

      Saya bisa saja tidak menjawab komentar anda.
      Namun, saya akan menjadi pihak yang bersalah karena membiarkan anda tenggelam dalam banyak salah pemahaman.

      Semoga anda memahami ini.
      …………………………………………………………………………………………………..

      Kembali ke jawaban atas “kemarahan anda” : Kalo semuanya kosong, maka nggak ada perbedaan antara WC umum dan Budha, maka jika seorang Master Budha ngomong kalo Budha nggak ada bedanya sama WC Umum, saya rasa dia mengemukakakan sesuatu yang justru substansial. Lha anda malah ngomel-ngomel.
      …………………………………………………………………………………………………..
      Lovepassword, siapakah yang anda maksudkan dengan ngomel-ngomel itu ?
      Mohon diperjelas. Dan juga sebenarnya anda lebih baik lihat-kedalam-diri anda sendiri, apakah anda sendiri sudah tidak “ngomel”2 dan emosional.. 😉
      .

      …………………………………………………………………………………………………..

      Kalo kebenaran menurut penjelasan teman anda ada 2 jenis yaitu kebenaran mutlak dan relatif, maka secara kebenaran relatif, Budha memang berbeda dari WC Umum tetapi secara kebenaran mutlak : Budha sama juga dengan WC Umum. Tul nggak? Mengapa ? Karena tidak ada Budha maupun WC Umum. Hi hi hi.
      SALAM IYa.
      …………………………………………………………………………………………………..
      Apa yang anda mengerti tentang BUDDHA ?
      Lalu kemudian, apa yang anda ketahui tentang WC UMUM ?

      Bagi saya sendiri, saya tidak marah anda berkata demikian.

      Namun saya merasa berkewajiban membantu anda memiliki pikiran yang lebih baik dan jernih.

      Coba deh perhatikan diri anda sendiri sekarang ini, komentar2 anda telah merosot jauh dari sebuah bobot yang semestinya dari sebuah diskusi pengetahuan.
      ………………………………………………………………………………………………….

      Tenang saja. Anda salah kalo menganggap saya tidak mendapat manfaat dari blog ini. Ya tentu saja blog ini sangat bermanfaat. Orang gurunya pinter2 semua termasuk anda , kok dibilang nggak bermanfaat. Pasti bermanfaat dong.

      Semoga Semua Makhluk Berbahagia.
      …………………………………………………………………………………………………..

      Semoga Anda Berbahagia

  24. Karim~RE said

    Dear Bro Ratana,
    Tadi saya ada up-load komentar saya yang cukup panjang buat Bro Lovepassword kita yang tercinta tapi kok gak muncul ya?

    Mettacittena, Karim
    …………………………………………………………………………………
    Dear Sdr.Karim,

    Terkadang memang wordpress ini “menahan” suatu komentar. Tidak bisa diprediksi juga, otomatis 😉 , jadi harap dimaklumi yah.. .
    Itu sudah saya munculkan kok komentar anda.

    Anumodana,
    Mettacittena,
    Ratana Kumaro.

  25. Tedy~RE said

    @ All, saya mah menonton aja ahh… Seru nih, debatnya. Guru dan guru berdebat, murid menyimak dan memperhatikan. Hehehe…..

    Peace and happy to all!
    ………………………………………………..

    Ratana Kumaro menjawab =

    Ah, enggak ah, saya bukan Guru kok 😉

  26. CY said

    @Tedy
    Saya juga masih murid kok, cuman nekad aja hihihi…
    Orang bilang belajar sepeda kalo ga jatuh luka gores ga bakalan pandai. 😉

  27. Tedy said

    Dear All My Brothers,

    Oke, kita semua adalah siswa. Lebih tepatnya adalah siswa Arahat Sammasambuddha Sakyamuni. Bagi yg tidak mau menjadi siswa Sang Bhagava tidak apa-apa, tidak dipaksa.

    With metta,
    Tedy

  28. tomy said

    Menyimak penuturan Ali Makrus, mantan Ketua FPI & anggota Tim Pemburu Hantu tentang pelatihan yang ia dapatkan di Afganistan, kita temui fasisme agama dalm bentuknya yang paling mengerikanDi Afganistan Ali Makrus belajar tentang Jihad, berjuang di jalan Allah

    Namun yang terus menerus diajarkan adalah doktrin :

    Yahudi babi Nasrani anjing

    Menjadi martir saat memeranginya akan langsung dihisab ke surga tanpa dipertanyakan lagi amal dosanya di dunia

    Kebenaran dengan huruf ‘K’ besar adalah kemutlakan yang ingin direngkuh, dimana selalu ada damba tentang surga sebagai embel-embelnya

    “Aku tidak Pede kalau kebenaran yang kupegang adalah kebenaran yang ambigu”‘ kata saudaraku

    Namun adakah yang mutlak jika kebenran sendiri terus berproses bersama manusia?

    Akan ada selalu tarik-menarik, tawar menawar,

    positioning & bargaining yang akan selalu menghasilkan babi & anjing serta penjagal yang mengatasnamakan Kebenaran

    Fasisme agama terjadi karena agama selalu ditampilkan sebagai ‘pembawa pesan kebenaran’

    Kebenaran yang senyatanya berwajah ganda

    Di satu sisi berhubungan dengan sistem keyakinan

    di sisi lain adalah Kekuasan dalam nama Tuhan

    Tuhan, ‘Kebenaran Mutlak’ yang tidak boleh dipertanyakan lagi

    Tuhan yang berkolusi dengan Kekuasaan, yang menciptakan & membiarkan segala kekacauan ini

    Tuhan yang vested interest…

    Kebenaran yang mencla-mencle…

    Agama yang sesat & penyebar kebencian…

    Atau tangan-tangan kotor Kekuasaan?

  29. lovepassword~RE said

    Gini ya saya mencoba menjelaskan secara lebih utuh, biarpun mungkin terkesan bertele-tele. Latar belakangnya kan gini :
    Mas Ratna memaparkan pendapatnya mengenai konsep2 dalam Budhisme serta “sesuatu” yang menurut beliau disalahpahami oleh umat agama lain. Tentu saja itu sesuatu yang baik, apalagi didasari argumentasi yang lumayan jernih. Lha posisi saya cuma sedikit melengkapi apa yang menurut saya tidak seimbang. Tidak seimbang dalam hal ini kalo Mas Ratna menganggap agama lain tidak bisa melihat agama Budha secara utuh dan benar, begitu juga sebaliknya saya rasa ada sisi yang perlu saya perjelas terhadap pemahaman tersebut agar tidak menimbulkan kesalahan persepsi umat Budha kepada agama lain, internal umat Budha maupun sebaliknya agama lain terhadap umat Budha.

    Misalnya saja :1. Dalam kasus bualan, yang dikatakan Mas Ratna masuk akal tetapi tidak utuh menurut saya , sehingga saya kritik cukup keras : Jika anda belum tahu nibbana, surga, alam dewa, dsb lalu anda bercerita soal itu ya anda sama membualnya kalo ditinjau dari standard ajaran Budha. Konsep yang diambil Mas Ratna kan gicu bener kan?
    ……………………………………………………………………
    Dear Lovepassword,

    Pertanyaan anda harus lebih spesifik.

    Sebab, ada perbedaan antara Nibbana, surga, dan para dewa.

    Jika bertanya, satu saja, apakah sudah pernah merealisasi Nibbana ?
    atau , pilih pertanyaan, sudahkah pernah melihat surga dan para dewa ?

    Karena, dalam artikel saya tersebut, Sang Buddha juga hanya menanyakan satu hal spesifik =

    “Apakah ada, Vasettha, satu dari para Brahmana yang benar-benar mengetahui Tiga Veda yang sudah pernah bertemu Brahma muka dengan muka?”

    Nah, Jika anda bertanya, apakah saya sudah merealisasi Nibbana ( dalam artian ke-Arahatta-an ) ?
    Jawabannya = BELUM.

    Tapi, bila anda bertanya, bisakah hanya sekedar seorang upasaka “Melihat-Nibbana” untuk pertama kalinya dan karena itu ia berjuang untuk merealisasinya ?
    Jawaban saya = BISA.

    Kapankah itu ?
    Saat ia melihat “ANATTA” untuk pertama kalinya, saat ia melihat persimpangan jalan antara keduniawian dan Nibbana.
    Saat ia mulai melepaskan nafsu-keinginan-inderawi, saat ia mulai melepaskan keduniawian, saat itulah sebenarnya ia telah melihat Nibbana untuk pertama kalinya.

    Seperti halnya seorang tersesat yang melihat cahaya-terang jalan keluar dari ketersesatannya, dan ia memutuskan untuk terus mengikuti lorong-lorong sempit itu, hingga akhirnya benar2 keluar dari ketersesatannya.

    Ini adalah saat seseorang menjadi “Pemenang-Arus” ( apakah anda mengerti istilah ini ? Bila tidak mengerti, silakan klik artikel TANDA-TANDA PENCERAHAN.

    Jika anda bertanya, apakah ada seorang Upasaka yang seperti itu ?
    Jawabannya = ADA.

    Jika anda bertanya, apakah sudah pernah melihat surga dan para dewa ?
    Jawabannya = Bila saya jawab “Ya”, apa gunanya untuk anda, jika “Tidak”, apa pula gunanya untuk anda pribadi. Bila “Ya”, apakah anda yakin ? Karena, untuk yakin, anda pun harus bisa membuktikannya sendiri, jika anda tidak bisa membuktikannya sendiri, kata-kata/jawaban saya akan tidak berguna.

    Seperti halnya, bila anda bertanya =
    “Apakah anda sudah pernah ke Pulau-Kemarau-Palembang ?”

    Saya menjawab =
    “Sudah.”

    Apakah dengan demikian, itu lalu membuat anda yakin, meskipun saya menunjukkan foto2 ? ( mengingat dalam banyak kasus, foto bisa direkayasa, karena teknologi sudah sangat canggih ? )

    Dan bila saya menerangkan jalan menuju pulau kemarau-palembang, bagaimana keadaan disana, apakah itupun akan “mencerahkan” anda ? Apakah manfaat dari sekedar “mendengar-cerita” ?
    Justru karena itulah Sang Buddha selalu menganjurkan penyelidikan sendiri atas semua hal.

    “EHI PASSIKO”
    Datang, lihat, buktikan!

    So…, Datanglah my dearest Lovepassword, datanglah pada Buddha-sasana, dan silakan anda buktikan sendiri, tanpa perlu saya menjawab pertanyaan-pertanyaan anda ini, nanti anda akan lebih puas.
    Bagaimana ? 😉

    Demikian, lovepassword.
    ……………………………………………………………………………….
    Saya menulis itu cuma untuk memberikan efek kejut saja, karena pada kenyataannnya secara jujur kalian dan juga sebodoh pemahaman saya dalam membaca buku2 Budha, yang namanya Nibbana adalah semacam pengalaman yang melampaui intelektualitas. Artinya itu memang tidak tergambarkan. Mas Ratna sendiri juga mengaku : Tidak tahu cara menghilangkan kemelakatan pada konsep Budha, karena belum sampai ke sana. Itu jawaban baik.
    ………………………………………………………………………………
    pernyataan anda

    yang namanya Nibbana adalah semacam pengalaman yang melampaui intelektualitas. Artinya itu memang tidak tergambarkan.

    berbeda dan tidak berkaitan dengan

    Tidak tahu cara menghilangkan kemelakatan pada konsep Budha, karena belum sampai ke sana.

    Karena, ketika seseorang “melihat-Nibbana” untuk pertama kalinya, justru ia semakin penuh-keyakinan ( Saddha ; ini mungkin akan anda artikan “kemelekatan” ) pada Sang Ti-Ratana.

    Jadi, anda tidak memahami pernyataan anda sendiri.
    Dan mengajukan pernyataan yang tidak tepat.
    Paham kan ?

    Kemudian, telaah-lah maksud dari jawaban saya atas komentar anda yang terdahulu :

    Lihat, perhatikan dengan seksama, apa yang dilakukan para Arahat.
    Hanya yang telah merealisasikan “Pembebasan” tertinggi yang mampu menjawab pertanyaan anda.

    Perhatikan kalimat : “Pembebasan” tertinggi [!]

    Mengapa saya menulis demikian ?
    Karena, pembebasan itu sendiripun bertahap.

    Ada empat tingkat pembebasan menurut yang diajarkan Sang Buddha dan dirawat dalam mazhab Theravada :

    1. Sotapatti-Magga-Phala
    2. Sakadagami-Magga-Phala.
    3. Anagami-Magga-Phala.
    4. Arahata-Magga-Phala.

    Coba anda baca-baca lagi artikel TANDA-TANDA PENCERAHAN.

    ……………………………………………………………………………

    Seseorang yang belum pernah makan mangga sangat mungkin tidak bisa menghayati rasa mangga.

    Pandangan terhadap apa yang kalian sebut sebagai agama-agama lain terhadap Tuhan agar anda bisa memahami, saya rasa kurang lebih mirip ( mirip bukan berarti persis identik) terhadap pemahaman umat Budha mengenai Nibbana.

    Tuhan itu tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Tidak mirip sesuatupun. Karena tidak ada mirip2nya maka semua kata2 tentang Tuhan sebenarnya tidak identik dengan Tuhan sendiri.
    Dalam Islam, Kristen, Yahudi : Tuhan adalah sesuatu yang tidak menyerupai apapun. Atau sesuatu yang tidak bisa diungkap dengan kalimat positif manapun. Dalam artian : Apakah Tuhan mirip batu? Nggak. Tuhan sama dengan komputer? Nggak dsb. Atau dalam bahasa yang lebih keren biasanya dikenal dengan via negativa. Dalam Hindu pun juga kurang lebih sama.
    …………………………………………………………………………………………
    Dear Lovepassword,

    Saya hanya ingin bertanya mengenai Tuhan.

    Apakah Tuhan yang anda maksudkan ini adalah Sang-Pencipta tersebut ?
    Apakah Tuhan ini, adalah yang mengutus para Nabi itu ?
    Apakah Tuhan ini, yang memberi wahyu pada para Nabi ?

    Jika “YA”, maka anda keliru memahami “Nibbana” karena mempersamakan “Nibbana” dengan “Tuhan” yang mengutus para Nabi itu.

    Coba, saya mohon anda pelajari kitab agama anda terlebih dahulu ; pelajari kitab agama Abrahamik.
    Lalu, anda buat resume ; Bagaimanakah kharakter Tuhan ? Apa saja yang telah diperbuat Tuhan ? Bagaimana Tuhan berbicara dengan Nabi ( Musa, dll. ) ? Apa saja perintah yang telah dan pernah diberikan Tuhan lewat nabi2-nya ?

    Setelah itu, baru anda bandingkan dengan “NIBBANA”.

    My dearest lovepassword,
    Nibbana itu bukan “Sang-Pencipta”.
    Nibbana bukan “Pengutus-para-Nabi”.
    Nibbana, bukan pemberi wahyu “Para-Nabi”.
    Nibbana, tidak pernah membuat “Perintah”.

    Mengapa ?
    Karena Nibbana itu hanyalah KONDISI-BATIN [!]

    Nibbana / Nirvana, arti harafiahnya =
    NIR = Negasi / Tanpa
    VANA = Jalinan nafsu-keinginan.

    Jadi, Nirvana artinya = pelenyapan (negasi) jalinan nafsu keinginan.

    Paham sekarang ?
    Nibbana ini tidak ada sangkut-pautnya sama “Tuhan-Impersonal” yang tidak bisa dibayangkan seperti dalam konsep agama2 Abrahamik.

    Tuhan, dalam kitab2 dilukiskan : Adalah sosok pencemburu, bila dirinya diduakan ( bila ummatnya menyembah Tuhan yang lain ), Tuhan memiliki emosi ( bisa marah, dll ), dst. ( Coba anda pelajari sendiri, itu kan masuk dalam wilayah kepercayaan anda, jadi anda yang seharusnya bisa memahaminya sendiri tanpa saya harus menerangkan ).

    Sedangkan Nirvana, tidak pernah bicara pada siapapun, karena Nirvana ini bukan “Tuhan” seperti yang dilukiskan dalam kitab2 theistik tersebut.

    Nirvana ini kondisi batin yang dicapai saat melenyapkan ( Nir ) jalinan nafsu keinginan ( vana ).
    Hanya disaat seseorang mulai mengikis keserakahan, kemarahan, dan kebodohan-batin, dan telah mulai melihat hakekat “Suwung” ( Anatta ), maka disaat itulah seseorang mulai “melihat” dan “merasakan” Nibbana, hingga akhirnya benar2 menuntaskan latihan dan berhasil merealisasi Nibbana dengan seutuhnya.

    Nibbana, sama-sekali tidak berkaitan dengan sosok yang “berbicara” pada para nabi, yang bersikap emosional ketika ummatnya dianggap “mengkhianati”-nya ( karena menyembah Tuhan yang lain ). Tidak, Nibbana sama sekali tidak berkaitan dengan itu [!]

    Semoga anda bisa memahami perbedaan sederhana ini.
    Karena, jika tidak bisa memahami hal mendasar dan sederhana ini, maka percuma saja anda bertanya banyak hal tentang Buddha-Dhamma kepada kami semua disini. 😉

    ……………………………………………………………………………………

    Setiap pertanyaan positif tentang Tuhan dijawab dengan neti, neti ( bukan itu, bukan itu) . Tuhan tidak menyerupai apapun sehingga sulit dijelaskan dengan keterbatasan pemahaman manusia.
    ……………………………………………………………………………………

    Anda tidak bisa memasukkan “neti,neti” dalam ajaran Buddha, karena setahu saya, Sang Buddha tidak pernah ketika ditanya tentang Tuhan lalu menjawab, “Neti,neti”.

    Bila ada, tolong tunjukkan pada saya, mungkin saya yang salah 😉
    …………………………………………………………………………………….
    Lha kalo setiap keterbatasan pemahaman atau setiap kelemahan pengetahuan manusia dipahami sebagai bualan maka itu yang repot? Mengapa? Ya dalam semua agama ada keterbatasan mengungkap lewat kalimat tidak terkecuali dalam agama Budha.

    Buktinya apa ? Dalam banyak buku Budha termasuk jawaban dari Mas Ratna , yang namanya Nibbana tidak dimengerti kecuali oleh manusia2 yang telah “tercerahkan” . Tul nggak? Jadi kalo seorang upasaka ngomong soal Nibbana padahal dia tidak merasakan itu. Saya rasa dia tidak ada maksud untuk membual. Hi hi hi. Meskipun menurut standard Budhisme yang dia kutip sendiri Itu bisa dikategorikan sebagai bualan. Tentu saja kalo hanya dilihat sepotong-sepotong.
    ……………………………………………………………………………………………………
    Pertama, anda harus memahami dulu pernyataan anda.

    Lovepassword, apakah menurut anda, hanya seorang Bhikkhu yang bisa merealisasi Nibbana ?
    Menurut anda, apakah tidak ada Upasaka-Upasika “Arya” ( Upasaka/Upasika yang telah berhasil merealisasi tingkat kesucian : dari tingkat pertama / Sotapanna, kedua / Sakadagami, ketiga / Anagami ) dalam sejarah Buddha-Dhamma ?

    Saya akan menjelaskan, supaya anda mengerti, tanpa mempunyai maksud yang lainnya. Okey ? Jadi perkenankan saya menjelaskan pada anda.

    Jika anda berpersepsi bahwa hanya Bhikkhu yang bisa merealisasi “magga” ( jalan-suci ) dan “phala” ( buah-dari-jalan-suci ), maka anda telah keliru besar menangkap ajaran yang ditunjukkan Sang Buddha.

    Bahkan menjadi Bhikkhu, itu tidak MENJAMIN seseorang menjadi seorang “Arya”, tidak menjamin seseorang lantas menjadi “suci”.
    Dan sebalinya, meski sekedar Upasaka/Upasika, tidak berarti dia tidak bisa menjadi seorang “Arya”.

    My dearest lovepassword, seorang Upasaka, bahkan seorang perumah-tangga sekalipun ( kalau saya bukanlah seorang perumah tangga, karena saya merawat Pancasila dan Atthanggasila ( terutama sila “Abrahmacariya Veramani Sikkhapadam Samadiyami” ~ Aku bertekad melatih diri menghindari perbuatan tidak suci ) sehingga saya hidup selibat, tidak menikah, tidak berhubungan dengan sexualisme dan sexualitas ), bisa melihat “Nibbana” dan merealisasi kesucian hingga tingkat Anagami.

    Hanya Arahat, yang bisa direalisasi lewat jalan hidup ke-Bhikkhu-an.
    Karena, bila seseorang telah merealisasi kesucian Arahat, maka tubuhnya akan menuntut “cara-hidup” yang lebih halus. Sebab, kondisi batin-nya telah masuk dalam suatu “dimensi” yang sangat halus. Bila tidak segera menjadi Bhikkhu, maka orang tersebut akan meninggal.

    Begitu lovepassword,

    Jadi, anda telah keliru memahami sesuatu tentang Buddha-Dhamma yang berkaitan dengan “realisasi-Magga-Phala” ( Kesucian ; Arya ).

    Pahamkah anda sekarang ?
    😉

    ……………………………………………………………………………………………………

    Mengapa saya katakan konsep ini tidak bisa dibalikkan ke saya? Karena saya menyadari ada keterbatasan manusia. Sehingga saya tidak mengatakan setiap kekurangpahaman manusia sebagai bualan.
    Anda bercerita tentang Nibbana, padahal anda belum mencapai itu. Saya tidak mengatakan itu pasti bualan, hanya karena semata-mata anda menyadari keterbatasan anda.

    Begitu juga pada sisi yang seimbang dengan itu. Manusia agama lain yang menyadari keterbatasan pemahaman dirinya terhadap Tuhan, saya rasa tidak sedemikian mudah langsung dianggap sebagai bualan.

    Konsepnya saya rasa gini : Manusia ini kan dituntut untuk belajar, dah gicu saja. Agar tidak dituduh membual disuruh belajar, tetapi sadarilah bahwa dalam setiap pelajaran ada yang namanya pemahaman dan ada sisi yang belum dipahami. Karena itu? Ya belajar lagi. hi hi hi. Gicu ajalah.

    Masalah yang lain semisal freewil, kalian juga salah paham ngawur. Di dalam agama lain, freewil juga ada, bukan berarti tidak ada. Hi hi hi.

    Di dalam agama Budha sendiri sesuai dengan penjelasan kalian : Ada juga aliran agama Budha yang percaya dengan konsep Yang Satu.

    Selain masalah Sanghyang Adi Budha yang menurut kalian timbul karena paksaan. Di dalam Zen Budhisme sendiri ada pertanyaan yang cukup populer : Jika semuanya kembali ke Yang Satu lalu kemana Yang Satu kembali?
    ………………………………………………………………………………………..

    Jika semuanya kembali ke Yang Satu lalu kemana Yang Satu kembali?

    Lovepassword, anda telah salah memahami kalimat ini.

    Kalimat ini, maksudnya adalah seperti ini =

    Bila Semua Diciptakan oleh Tuhan-Yang-Maha-Pencipta, lalu, SIAPAKAH YANG MENCIPTAKAN TUHAN ?

    Senada juga dengan pertanyaan retoris Bhante K.Sri Dhammananda ( “Keyakinan Ummat Buddha”, hal.144 ) =

    ” Jika diasumsikan bahwa untuk menjadi ada, suatu hal harus memiliki suatu pencipta yang ada sebelumnya, secara logis pencipta itu sendiri harus memiliki suatu pencipta, dan demikian seterusnya sampai tak terhingga.”

    Jika semua kembali pada “Yang-Satu”, lalu kemana “Yang-Satu” kembali ?
    Jika semua diciptakan oleh “Yang-Satu”, lalu siapa yang menciptakan “Yang-Satu” ? 😉

    Pahamkah anda sekarang dengan maksud Zen tersebut ?
    ………………………………………………………………………………………..

    Saya rasa secara umum Budha tidak pernah menolak Tuhan, secara umum yang dia katakan adalah perdebatan mengenai Tuhan adalah sesuatu yang kurang penting. Mengapa ?
    1. Karena Budha menyadari keterbatasan manusia dalam menjangkau realitas itu
    2. Yang lebih penting adalah berbuat untuk sesama.

    Ini digambarkan dalam salah satu cerita :

    Alkisah ketika Budha ditanya mengenai konsep Ketuhanan, dia menjawab dengan bercerita kurang lebih intinya demikian :
    Ada dua orang bernama Paijo dan Paimin, berjalan-jalan di hutan. Tanpa tahu darimana asalnya tiba-tiba sebatang anak panah menyambar lengan Paijo. Paijo langsung ngletak karena lukanya.
    Pada posisi itu meskipun secara nalar sesuai teori sebab akibatnya(kosmologis) Ibnu Rusyd dan Thomas Aquinas, kalo ada panah menyambar pasti secara logis ada orang yang memanah, kalo ada anak panah maka secara logis bisa disimpulkan ada pembawa busur panah, tetapi sangat tidak bijaksana bila Paijo ini saking inteleknya tidak mau ditolong tapi malah bertanya :

    Wahai Paimin, sebelum aku tahu apakah jambul orang yang memanah aku warnanya item atau pirang, aku tidak mau kau tolong.
    Atau wahai Paimin, kamu harus cari dulu siapa yang memanah aku, cewek atau cowok, ceweknya mirip sama Luna Maya atau mirip sama Tamara.

    Sebelum Paimin bisa memenuhi permintaan2 Paijo yang secara intelektual logis, bisa dipastikan bahwa Paijo mungkin akan koit atau setidaknya lukanya tambah parah.

    Budha tidak mengatakan pertanyaan model Paijo itu tidak logis. Saya rasa itu pengambilan kesimpulan yang sangat logis bahwa dari adanya anak panah pasti ada pemanah, ada busur, dsb. Tetapi walaupun logis menurut Budha percuma menjawab pertanyaan semacam itu. Mengapa ?

    1. Karena dari adanya anak panah saja memang kita tahu bahwa pasti ada yang memanah, tetapi ingatlah bahwa dari anak panah itu kita tidak cukup tahu bagaimana model jambul yang memanah, dari anak panah kita tidak cukup tahu, yang memanah punya andeng2 di hidung atau tidak.

    2. Jauh lebih penting untuk berbuat menyelamatkan yang terluka, ketimbang berdebat mengenai model jambul sang pemanah.

    Tetapi Budha tidak mengatakan bahwa sang pemanah itu tidak ada.
    ……………………………………………………………………………………………

    Lovepassword,
    Sekali lagi anda salah MENGUTIP dan MEMAHAMI .

    Jika MENGUTIP saja sudah salah, lalu bagaimana bisa MEMAHAMI ?

    Begini kisah yang benar :

    Pada suatu kesempatan, seorang Bhikkhu bernama Malunkyaputta, tidak puas menempuh Kehidupan Suci, dan mencapai Pembebasannya secara bertahap, mendekati Sang Buddha dan dengan tidak sabar menuntut suatu penyelesaian segera tentang masalah-masalah spekulasi dengan ancaman melepaskan jubahnya jika tidak diberi jawaban yang memuaskan.

    ” GURU “, ia berkata, ” Teori-teori ini tidak dijelaskan, dikesampingkan dan ditolak oleh Yang Arya ~ ‘Apakah dunia kekal atau tidak kekal; apakah dunia terbatas atau tidak terbatas’.
    Bila Yang Ariya berkenan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan ini pada saya, lalu saya akan menjalani Kehidupan Suci dibawah Beliau.
    Bila tidak mau, saya akan meninggalkan Ajaran-Ajaran dan kembali ke kehidupan awam. ”

    ” Bila Yang Arya mengetahui bahwa dunia itu kekal, biarlah Yang Arya menjelaskan pada saya bahwa dunia itu kekal; Bila Yang Arya mengetahui bahwa dunia itu tidak kekal, biarlah Yang Arya menjelaskan pada saya bahwa dunia tidak kekal ~ dalam hal itu, tentu saja, untuk seseorang yang tidak mengetahui dan kurang pengertian, hal yang paling jujur adalah mengatakan : Saya tidak tahu, saya tidak mempunyai pengertian.”

    DENGAN TENANG, Sang Buddha bertanya pada Bhikkhu yang keliru itu, apakah ia menjalani Kehidupan Sucinya bersandar pada pemecahan masalah-masalah semacam ini.

    “Bukan guru”, Sang Bhikkhu menjawab.

    Sang Buddha kemudian mengingatkannya agar tidak membuang-buang waktu dan tenaga untuk spekulasi yang tidak berarti yang mengganggu kemajuan batinnya, dan mengatakan :

    “MALUNKYAPUTTA, siapapun mengatakan ; “Saya tidak akan menjalankan kehidupan suci dibawah Yang Arya sampai Yang Arya menjelaskan pertanyaan-pertanyaan ini pada saya” ~ orang itu akan mati sebelum pertanyaannya ini diterangkan oleh Yang Sempurna.”

    ” Seperti seseorang yang ditembus sebatang panah penuh berlumuran racun, dan teman2 serta sanak keluarganya akan mendapatkan seorang ahli bedah, dan kemudian ia mengatakan, “Saya tidak akan mencabut anak panah ini sampai saya mengetahui keterangan terinci tentang orang yang melukai saya, sifat anak paha yang menembus saya, dll.” Orang itu akan mati sebelum hal ini diketahuinya.

    “Dengan cara yang tepat sama siapapun mengatakan, “Saya tidak akan menjalani Kehidupan Suci dibawah Yang Arya sampai Beliau menjelaskan pada saya APAKAH DUNIA ITU KEKAL ATAU TIDAK KEKAL, APAKAH DUNIA ITU TERBATAS ATAU TIDAK TERBATAS…’ Orang itu akan mati sebelum pertanyaan-pertanyaan ini dijelaskan oleh Yang Sempurna.

    ” JIKA ADA KEPERCAYAAN BAHWA DUNIA ADALAH KEKAL, AKANKAH ADA KETAATAN PADA KEHIDUPAN SUCI ? Dalam hal semacam ini ~ TIDAK!
    JIKA ADA KEPERCAYAAN BAHWA DUNIA TIDAK KEKAL, AKANKAH ADA KETAATAN PADA KEHIDUPAN SUCI ? Dalam hal itu juga ~ TIDAK !

    Tetapi, apakah kepercayaan bahwa dunia ini kekal atau bahwa dunia ini tidak kekal, adanya kelahiran, adanya usia tua, adanya kematian, pemadaman akan hal itu dalam kehidupan ini sendirilah saya jabarkan. ”

    “Malunkyaputta, Aku tidak mengungkapkan apakah dunia ini kekal atau tidak kekal, apakah dunia terbatas atau tidak terbatas. Mengapa Aku tidak mengungkapkan hal-hal ini ? Karena hal-hal ini tidak menguntungkan, tidak menyangkut dasar-dasar kesucian, tidak mendatangkan keseganan, tanpa nafsu, penghentian, ketenangan, kebijaksanaan-intuitif, penerangan sempurna atau Nibbana. Oleh karena itu Aku tidak mengungkapkan hal-hal ini. ”

    [ Sumber : Sang Buddha dan Ajaran-ajaran-Nya Bag.2 ; karya Bhante Narada-Mahathera, hal. 98-99 ]

    Nah, my dearest lovepassword, apakah Malunkyaputta bertanya tentang TUHAN ?
    Tidak, sama sekali tidak. Dia hanya bertanya tentang, APAKAH DUNIA INI KEKAL ATAU TIDAK KEKAL, APAKAH DUNIA INI TERBATAS ATAU TIDAK TERBATAS.

    Dan tahukah anda, lovepassword, mengapa Sang Buddha tidak menjawab Malunkyaputta ?
    Sang Buddha selalu mempertimbangkan kapasitas si penanya. Bila Beliau merasa si penanya tidak akan memahami bila Beliau memberi suatu penjelasan, maka Beliau akan memilih mendiamkan si penanya.

    Namun, tahukah anda, lovepassword, bahwa pada suatu kesempatan Sang Buddha menjelaskan jawaban mengenai hal itu ?
    PERTAMA , Beliau menjelaskan dengan cara menerangkan pandangan-pandangan yang banyak diajarkan dan dianut para spiritualis dan dimana diantaranya oleh Sang Buddha disebut sebagai pandangan-salah yang dianut banyak orang, dan karenanya siswa-siswa Sang Buddha tidak boleh terperangkap dalam pandangan-salah tersebut.

    Penjelasan Sang Buddha yang bersangkut-paut dengan pertanyaan Malunkyaputta itu ( kekal-tidak-kekal, terbatas-tidak-terbatas ) terdapat dalam Brahmajalasa-Sutta ; Diggha-Nikaya sutta ke-1, yaitu ketika Sang Buddha menguraikan semua pandangan yang banyak dianut manusia yang seluruhnya berjumlah 62 pandangan, dan dibagi dalam dua kelompok ( dimana didalamnya termasuk menyangkut pertanyaan/pernyataan tentang kekal atau tidaknya alam semesta serta terbatas-atau-tidak-terbatasnya alam semesta ) ,yaitu :

    1. Pubbantanuditthino (Pandangan mengenai masa yang lampau), terdiri dari 18 ditthi yang diuraikan sebagai:

    a. Empat pandangan Sassatavada (eternalis) yang menyatakan bahwa atta (jiwa) dan loka (dunia) adalah kekal.
    b. Empat pandangan Sassata-asassatavada (semi eternalis) yang menyatakan bahwa atta dan loka adalah sebagian kekal dan sebagian tidak kekal.
    c. Empat pandangan Antanantika (ekstentionis) yang menyatakan bahwa atta dan loka adalah terbatas dan tak terbatas.
    d. Empat pandangan Amaravikkhepika (berbelit-belit), yang bilamana ada pertanyaan yang diajukan pada penganutnya, maka mereka akan memberikan jawaban yang berbelit-belit, sehingga membingungkan pendengarnya.
    e. Dua pandangan Adhiccasamuppanika (asal mula sesuatu terjadi secara kebetulan), yang menyatakan bahwa atta dan loka terjadi atau muncul tanpa adanya suatu sebab.

    2. Aparantakappika (Pandangan mengenai masa yang akan datang), yang terdiri dari 44 ditthi yaitu:

    a. Enam belas pandangan Uddhamaghatanikasanavada (setelah meninggal kesadaran tetap ada, yang menyatakan bahwa atta tetap hidup terus setelah kita meninggal.
    b. Delapan pandangan Uddhamaghatanikasannivada (setelah meninggal kita tak memiliki kesadaran), yang menyatakan bahwa setelah kita meninggal atta adalah tanpa kesadaran.
    c. Delapan pandangan Uddhamaghatanika n’evasanni nasannivada (setelah meninggal ada kesadaran dan tanpa kesadaran), yang menyatakan bahwa setelah meninggal atta adalah memiliki kesadaran dan tanpa kesadaran.
    d. Tujuh pandangan Ucchedavada (annihilasi), yang menyatakan bahwa setelah kita meninggal kita hancur dan lenyap.
    e. Lima pandangan Ditthadhammanibbanavada (mencapai pembebasan mutlak dalam kehidupan sekarang ini), yang menyatakan bahwa nibbana dapat dicapai dalam kehidupan sekarang.

    [ Sumber : http://www.samaggi-phala.or.id/ ]

    KEDUA, Beliau menjelaskan dengan penegasan dan pengajaran bahwa segala sesuatu yang terbentuk adalah :
    Tidak-Kekal ( Anicca ), Derita (Dukkha), dan Tanpa-Diri ( Anatta ).

    “Para Bhikkhu, walau dengan hadirnya Sang Tatthagata atau tanpa hadirnya seorang Tatthagatha, tetaplah berlaku suatu hukum, suatu kesunyataan yang mutlak bahwa segala sesuatu yang terbentuk adalah tidak kekal,… tidak memuaskan,…dan tanpa inti ….” (Angutara Nikaya, Yodhajiva-Vagga, 124).

    Sabda tersebut, adalah mengenai tiga hal berikut ini
    1. “ Sabbe Sankhara Anicca “, Segala sesuatu yang berkondisi/bersyarat adalah tidak kekal ( ANICCA ).
    2. “ Sabbe Sankhara Dukkha “, Segala sesuatu yang berkondisi/bersyarat adalah penderitaan (DUKKHA).
    3. “ Sabbe Dhamma Anatta “, Segala sesuatu baik yang yang Berkondisi/Bersyarat ( tercipta ) maupun yang Tidak-Berkondisi / Tidak-Bersyarat ( tidak-tercipta ), tidaklah mempunyai inti diri yang sejati / jiwa didalamnya ( ANATTA ).

    Dan kedua Sabda/Sutta tersebut, semuanya adalah Sabda yang sangat terkenal dari Sang Buddha, serta menjadi pokok pelajaran dalam Buddha-Dhamma.

    So, kini, apakah anda, my dearest lovepassword, memahami kekeliruan anda dalam mengutip dan memahami sebuah sutta ?
    Apa yang anda kutip mengenai pertanyaan Malunkyaputta, salah.
    Dan, karena itu, pemahamannya pun, SALAH.

    Sebab, Malunkyaputta tidak bertanya tentang : “Tuhan-Yang-Maha-Pencipta”.
    Dan Sang Buddha, dalam menjawabnya, juga tidak menjawab pertanyaan tentang : “Tuhan-Yang-Maha-Pencipta.”

    Saya harap, lovepassword bisa lebih bijaksana dalam menanyakan dan membahas Dhamma di blog ini
    . 😉
    ……………………………………………………………………………………

    SALAM

    Semoga Semua Makhluk Berbahagia
    ……………………………………………………………………………………

    Sekedar mengingatkan, Lovepassword.

    Saya rasa anda telah mulai menunjukkan pola-pola “diskusi” yang tidak sehat, yaitu menjurus pada “debat-kusir”. Coba anda refleksikan komentar2 anda sendiri disini. Jika tidak paham maksud saya, ya sudahlah.

    Tapi, seperti biasanya, jika pada akhirnya ada seseorang yang hanya berniat mengajak “debat-kusir” dengan saya, maka dia telah salah-alamat. Sebab, saya tidak melayani permainan-permainan yang tidak-bermanfaat seperti ini.

    So, jika masih ingin berdiskusi, perhatikanlah dengan seksama segala “gerak-gerik” pikiran anda, sehingga bisa memberikan “nafas-cantik” dalam kalimat2 yang anda ajukan disini.

    Okey, demikian lovepassword.

    Semoga Anda, lovepassword, Senantiasa Berbahagia,
    May All Beings Attain Enlightenment 😉
    Sadhu,sadhu,sadhu.

    • Dear Mas Ratana,

      keliatannya bro lovepassword juga ga bisa disalahkan sepenuhnya tentang cara dia mengutip pernyataan Malunkyaputta.

      dulu di Dhamma class , dan dari artikel Buddhist yang pernah saya baca,
      tidak sedikit umat Buddhist yang mengutip pernyataan Malunkyaputta ini sama seperti cara bro lovepassword mengutip pernyataan Malunkyaputta . menyedihkan memang ^^”
      ……………………………………………………………………………….
      Dear my beloved friend 😉

      Iya, anda benar.
      Pengutipan kisah Malunkyaputta yang seperti itu dilakukan ketika pada masa orde Baru agama Buddha masih dalam masa2 perjuangan untuk bisa diterima dalam lingkungan masyarakat.

      Padahal, kisah Malunkyaputta tersebut, tidak berkaitan dengan pertanyaan tentang “Yang-Maha-Kuasa”.

      Semoga, ummat Buddha yang masih terbawa pola2 pengutipan kisah Malunkyaputta zaman orde Baru, bisa segera mengerti kekeliruannya.

      Sadhu,Sadhu,Sadhu.

  30. Karim said

    Sdr Lovepassword yang terhormat. Siapa sih yang marah2, ngomel dan ngamuk. Saya rasa gak ada kok karena kita yakin marah, kesal dan ngamuk itu gak akan membawa manfaat buat kita. Tul gak Bro Ratana?
    Perihal kemelekatan kalau boleh saya ikut nimbrung, semua orang baik itu Buddhis maupun non-Buddhis pasti memiliki kemelekan terhadap hal yang berbeda-beda. Kalau dibilang kita umat Budha melekat pada Buddha, saya sangat setuju dengan anda karena kita semua belum mencapai pencerahan berarti belum mencapai keseberang lautan jadi kemelekatan kita masih ada dan masih memerlukan rakit itu. Pertanyaan anda kenapa harus pake rakit, kok gak pake pesawat terbang atau feri aja?
    Karena yang tersedia saat ini cuma rakit. Kalau pakai pesawat terbang apa di sana ada lapangan terbangnya? Kalau pakai feri sih boleh juga kalau feri nya tersedia dan ada dermaganya.
    Kalau saya pribadi sih terbuka, jika memang ada pesawat terbang dan lapangan terbangnya dan juga ada pilotnya why not? Apalagi kalau pramugarinya cantik-cantik dan seksi. Tul gak?

    Semoga kita semua sentiasa berbahagia.

    Mettacittena, Karim

    • lovepassword said

      Kalau saya pribadi sih terbuka, jika memang ada pesawat terbang dan lapangan terbangnya dan juga ada pilotnya why not? Apalagi kalau pramugarinya cantik-cantik dan seksi. Tul gak?

      Yah kalo yang ini mah saya setuju. Hi hi hi . SALAM

  31. Dear All,

    Mari rekan-rekan semuanya, saya harap, kita semuanya tetap dalam suasana diskusi yang terbebas dari tiga racun : Lobha ( keserakahan ), Dosa ( kemarahan/kebencian ), dan Moha ( kebodohan-batin ).

    Semoga Kita Semua, Senantiasa Berbahagia, Damai, Sejahtera, Sentausa.

    Sadhu,sadhu,sadhu… .

    • Tedy said

      Dear All My Brothers,

      Saya sangat setuju dengan usulan Bro Ratana Kumaro, betul sekali anjuran beliau. Kita sebagai siswa dari Buddha Gotama yg agung, harus menampakkan gaya khas kita. It’s Buddhist style man! Hehehe….

      With metta,
      Tedy

  32. CY said

    @Lovepassword
    Bro, saya paham maksud anda.
    “Seseorang yang belum pernah makan mangga sangat mungkin tidak bisa menghayati rasa mangga”

    Namun, anda juga harus ikut makan bila ingin tau apa rasa mangga. Tidak bisa hanya bertanya dan saya jawab ya maka anda sdh tau rasanya mangga.
    Kalau saya bilang saya bisa melihat kejadian WTC 911 sebelum itu terjadi seperti menonton video klip apakah anda percaya?
    Kalau saya bilang saya bisa melihat karir saya di depan bakal naik mobil merk apa, percayakah anda?
    Kalau saya bilang saya bisa melihat kehidupan sebelumnya saya tinggal didaerah mana, percayakah anda?

    Tentu anda akan bilang saya pembual juga krn saya tidak bisa membuktikan secara langsung di tempat saat anda minta (padahal saya sdh mengalami “rasa mangga” itu).

    Kalau anda mau percaya, tentu juga harus mengalami hal yg sama (bisa melihat “kedepan” maksudnya). Namun bersediakah anda mengikuti prosesnya? Dan tentu saja caranya dengan berlatih meditasi seiring dgn pelaksanaan Panca Sila. Di blog ini sdh pernah dijelaskan oleh bro Ratna kalau ingin melihat alam surga, alam dewa bisa melalui meditasi.

    Sulit? Ya tentu saja, wong memahami teori Tuhan saja sulit apalagi mau melihat.

    Mudah? tentu saja mudah, kalau di kehidupan sebelumnya anda sdh pernah melatihnya. Maka pada saat2 tertentu anda akan bisa mengalaminya secara mendadak bila gelombang otak memasuki kondisi yg sesuai.

    Begitulah kira2

  33. Tedy said

    Dear All My Brothers,

    Saya ambil kutipan yg ditulis oleh Bro Ratana :

    ” Jika diasumsikan bahwa untuk menjadi ada, suatu hal harus memiliki suatu pencipta yang ada sebelumnya, secara logis pencipta itu sendiri harus memiliki suatu pencipta, dan demikian seterusnya sampai tak terhingga.”

    Berdasarkan kutipan diatas, memang agak sulit dipahami oleh penganut yg telah terbiasa dgn pola pikir “Tuhan yg mutlak” atau “Tuhan yg absolut”. Sehingga berpikir, tidak mungkin yg mutlak dan absolut masih bersumber dari yg tidak mutlak dan tidak absolut.

    Pertanyaan yg timbul sekarang, apakah yg mutlak dan absolut? Demikian sedikit komentar dari saya. Mohon maaf bila ada kekeliruan.

    With metta,
    Tedy

  34. lovepassword~RE said

    @Teman-teman tercinta : Begini ya teman-teman, masalah debat kusir itu yah siapa juga yang mau kusir-kusiran dengan kalian. Waduh.
    ………………………………………………………………………………………………
    Dear Lovepassword,

    My dearest lovepassword, jika anda tidak ingin “debat-kusir”, maka perhatikanlah “gerak-gerik” batin anda dengan penuh-perhatian setiap saat anda ingin menuliskan sesuatu.

    Dengan begitu, anda akan mendapatkan manfaat dari belajar Dhamma, anda akan mendapat manfaat dari blog ini. Okey ?
    ……………………………………………………………………………………………….

    Masalah WC Umum sudah jelas saya mengutip, dan menurut saya – karena saya berbaik sangka kepada Sang Master Zen tersebut, menurut saya jelas tulisan beliau tidak dimaksudkan untuk menghina ajaran Budha. Kali-kali saja maksud Master tersebut untuk melepaskan kemelekatan terhadap Budha. Jika semuanya kosong maka tidak ada bedanya melekat pada Budha pada hal lain. Dalam hal ini untuk mendapatkan efek kejut sang Master sengaja memakai benda yang agak ekstrim yaitu WC Umum. Tidak ada bedanya antara Budha atau hal lain ketika asumsinya adalah kebenaran mutlak. Ini asumsi saya lho ya. Kalo kalian misalnya punya pendapat lain terhadap kalimat tersebut silahkan. Tetapi jangan terus-terusan menuduh saya agitatif dong, apalagi anda sendiri kemudian sepakat bahwa Zen Budhisme anda akui termasuk salah satu cabang Mahayana yang sama-sama bersumber pada Budha. Saya ini jelas-jelas mengutip kalimat seorang Master Budha, kalo anda semua yang notabene lebih mengerti dari saya punya pendapat lain bagaimana cara mengartikan kutipan tersebut, silahkan anda jelaskan kepada saya dan rekan-rekan semua.

    Karena kutipan saya dari seorang Master Budha, maka menurut pendapat saya pastilah maksud sang Master itu bukan untuk menghina, tetapi punya suatu tujuan tertentu . Kalo saya salah memahami maksud tulisan : Tidak ada bedanya antara Budha dan WC Umum karena menurut anda, saya belum merasakan mangga Budhisme ya saya mohon maaf. Tetapi dengan tulisan ini saya tegaskan bahwa di dalam kutipan tersebut tidak ada tendensi bagi diri saya pribadi untuk menghina ajaran agama Budha. Artinya kalo mungkin ada di antara anda yang “sungkan” menyalahkan Masternya tetapi lebih memilih menganggap saya memilintir omongan orang , saya katakan bahwa saya mengutip apa adanya dan tidak dengan niat menghina.

    Kalopun mungkin saya salah memahami ungkapan itu , saya mohon anda yang notabene lebih mengerti bisa menjelaskan lebih baik. Kalo niat untuk berdiskusi iya, tetapi menghina suatu agama tidak. Anda boleh cek keseluruhan diskusi saya di internet. Termasuk di Suaka Hati kalo anda masih ingat dengan cara saya berdiskusi. Saya bisa saja menyerang seseorang yang mungkin saya anggap keterlaluan tetapi saya berusaha sedapat mungkin tidak membuat generalisasi atas agama seseorang. Jadi sekali lagi saya tegaskan : Kutipan bahwa Budha sama dengan WC Umum adalah kutipan dari sebuah buku Budha yang bisa anda cek di referensi dan melalui kutipan tersebut saya juga tidak bermaksud menghina agama seseorang. Kalo untuk membuka topik diskusi iya. Cuma itu saja. Harapan saya justru ada di antara kalian yang bisa menerangkan secara lebih jelas maksud kutipan tersebut. Karena kalo saya kan cuma meraba-raba.

    Masalahnya adalah : Anda tidak secara tegas mengatakan setuju atau tidak setuju dengan kutipan itu. Di suatu saat anda mengatakan : Kalo belajar Budha belajarlah pada bikhu yang benar yang mengerti dhamma, seolah ingin mengatakan bahwa kutipan itu sesat. Tetapi ketika ini saya tegaskan apakah meksud anda memang demikian . Anda menjawab bahwa Zen Budhisme termasuk cabang Mahayana yang anda akui sebagai salah satu penerus ajaran Budha.

    Kalo anda secara tegas mengatakan itu Kutipan itu Salah, dan Master yang saya kutip mempunyai pandangan sesat menurut kalian ya tentu saja berarti kutipan itu tidak perlu kita diskusikan lebih lanjut di sini. Saya mohon maaf jika tulisan itu sungguh menyinggung kalian. Karena toh berarti kutipan tersebut kalian anggap tidak selaras dengan ajaran Budha yang justru sedang kita diskusikan.

    Tetapi kalo anda anggap kata2 Master Zen tersebut Tidak Salah. Lalu mengapa juga saya yang mengutip kalimat tersebut – terus malah anda anggap menghina. Kalopun saya salah tangkep terhadap maksud tulisan tersebut saya rasa akan baik bagi kita semua jika kalian bisa menjelaskan maksud dari tulisan itu secara lebih dalam : Apakah tulisan2 seperti itu memang dimaksudkan untuk menghilangkan kemelekatan pada Budha atau punya maksud lain?

    Ketika saya mengartikan : Budha = WC Umum adalah kebenaran mutlak dengan asumsi karena karena dalam ajaran agama Budha semuanya kosong sehingga dalam kekosongan tidak ada Budha maupun WC Umum. Itu beneran pemikiran yang bagi saya pribadi membutuhkan empati, perenungan dan usaha keras untuk mencoba memahami kalimat aneh itu . Tetapi kalo itu memang cara mengartikan seperti itu anda anggap salah, ya alangkah baiknya jika anda menjelaskan cara mengartikan yang benar.

    Masalah Neti, Neti : Mas Ratna tercinta saya pada waktu itu tidak sedang membicarakan ajaran Budha tetapi ajaran Hindu. 🙂 . Saya lagi membandingkan konsep Tuhan dalam agama2. Dan ketika saya membahas Neti itu saya sedang bicara soal agama Hindu. Anda bisa baca ulang tulisan saya. Hi hi hi.

    Masalah antara Tuhan dan Nibbana : Rekan-rekan tercinta, saya tidak pernah menyatakan bahwa Tuhan identik sama persis dengan Nibbana. Jika saya menyatakan ini bukan cuma kalian saja yang protes tetapi rekan2 dari agama lain juga pasti bakal protes.
    Yang saya maksudkan adalah Kalo kita bicara dalam konteks membandingkan agama, maka Nibbana dalam agama Budha mungkin paling dekat perbandingannya dengan konsep Tuhan dalam agama2 lain. Tidak sama persis tetapi paling dekat. Anda bisa coba search di google dengan kata kunci Tuhan Budha. Lalu anda bisa baca hasilnya.

    Ini ada dua jawaban yang saya kutip dari Forum Wihara :

    Dikutip dari milis lain
    “Sebelumnya kita harus mengetahui apa definisi dari tuhan itu sendiri, karena setahu saya menurut budhism tuhan itu tidak ada definisinya atau setidaknya berbeda dengan definisi tuhan dr agama lain, tapi… bukan berarti dalam budhism tidak mempercayai tuhan loh.. karena semakin kita mendefinisikan apa arti tuhan itu, maka akan semakin kecil pula arti tuhan itu sendiri, misalkan kita sebut tuhan itu maha adil tapi bagi sebagian orang yang dalam hidupnya banyak mengalami ketidakadilan,maka hal ini akan menjadi kontradiktif.. jadi sang Budha memang tidak pernah secara detail menyinggung atau mendefinisikan konsep ketuhanan itu sendiri.. jadi dalam budhism yang terpenting adalah menjalani 8 jalan tengah sehingga kita pada akhirnya akan “memiliki” sifat2 ketuhanan itu sendiri..”

    “Bila yang dimaksud Tuhan itu sama dengan konsep Tuhan di Agama lain maka jawabannya tidak sebenarnya tapi Konsep Tuhan di Agama Budha lebih merujuk ke sebuah keadaan yang mempunyai 2 sifat yaitu ESA dan KEKAL yang lebih dikenal umat budhis dengan Nibbana. Segala sesuatu yang terjadi di alam semesta berserta isinya baik yang diterima oleh akal sehat maupun engga menurut Ajaran dalam Agama Budha semua itu ada hukum yang mengaturnya, dan semua hukum itu bisa saling terikat satu dan lainnya. ”

    ” wahai para bhikkhu ketahui bahwa ada tidak terlahirkan, tidak terciptakan, kekal adanya sehingga kita pun bisa mencapai tidak terlahirkan, tidak terciptakan, kekal adanya. jika tidak ada yang tidak terlahirkan, tidak terciptakan, kekal adanya maka kita pun tidak akan bisa mencapai itu ” ( sorri kalo tidak salah garis besarnya dari salah satu sutta tau digha nikaya atau samyutta nikaya ).
    dengan konsep inilah akhirnya dirumuskan ketuhanan dalam agama buddha tetapi sebenarnya sutta ini berisi penjelasan tentang nibbana bukan tuhan, tetapi hal ini digunakan oleh para pemimpin umat buddha pada jaman dulu agar agama buddha bisa diterima oleh pemerintahan karena salah satu ketentuannya yaitu mempunyai tuhan. saya juga setuju dengan pendapat sdr schatan. semakin tuhan itu terdefinisi maka akan mengecilkan arti tuhan itu sendiri, saya juga pernah baca salah satu sutta terjemahan cuma saya lupa nama suttanya disana ada membahas tentang konsep ketuhanan yang digunakan oleh agama lain, tetapi kalo dalam agama buddha tuhan nya itu hanya dalam tingkatan alam brahma
    __________________
    sabbe satta bhavantu sukhitatta.
    ……………………………………………………………………………………………………………
    My dearest lovepassword,

    dengan konsep inilah akhirnya dirumuskan ketuhanan dalam agama buddha tetapi sebenarnya sutta ini berisi penjelasan tentang nibbana bukan tuhan, tetapi hal ini digunakan oleh para pemimpin umat buddha pada jaman dulu agar agama buddha bisa diterima oleh pemerintahan karena salah satu ketentuannya yaitu mempunyai tuhan.

    Sebenarnya kutipan anda dari milist lain tersebut sudah jelas dengan sendirinya, apa maksud yang dijelaskan rekan Buddhis tersebut.

    Tinggal apa tujuan anda, kalau tujuan anda cukup mendapat kepuasan dengan jawaban bahwa :

    YA , SEBENARNYA BUDDHISME PUN MENGAKUI ADANYA TUHAN SEBAGAIMANA AGAMAKU MENGAJARKAN

    Maka, anda tidak perlu berdiskusi dengan kami semua disini. Cukuplah penyimpulan anda sendiri itu genggamlah selamanya, dan anda akan mendapatkan kepuasan ( tapi anda tidak mendapat kebenaran 😉 ).

    Tapi, bila anda ingin mengetahui Dhamma dengan sebenar-benarnya, anda harus siap belajar.

    Buddhisme itu UNIQUE, susah dipahami.
    Bila anda belum-belum sudah menempatkan diri pada posisi “Aku-mengerti!”, maka sia-sia anda disini.
    Karena ternyata, pernyataan anda yang penuh optimisme “mengerti-Buddhisme” itu sendiripun, ternyata banyak kekeliruannya kan ? 😉

    Lovepassword, yang ummat-Buddha sendiripun banyak yang susah menangkap dengan benar ajaran Buddha, apalagi orang2 yang berada diluar lingkup Buddha-Dhamma ? benar begitu khan… 😉

    Makanya, ikutilah saran Bapak Karim, “Kosongkan Gelas Anda”.
    Dan selama ini anda belumlah mengosongkan gelas anda ( meskipun mungkin anda merasa sudah ). Anda berpikir anda bahkan lebih mengerti mengenai Buddhisme daripada kami semua disini yang notabene adalah pelajar Buddhist. Itu yang tercermin pada setiap pertanyaan2 anda terdahulu. 😉

    ………………………………………………………………………………………………..

    ====

    Perlu saya perjelas juga bahwa meskipun Tuhan agama lain menurut anda personal, tetapi kalo kita lihat konsepnya secara mendasar bahwa Tuhan itu tidak menyerupai apapun, maka konsep Tuhan yang personal bisa kita anggap sekedar upaya manusia mendekati Tuhan, karena secara mendasar dikatakan bahwa Tuhan itu tidak menyerupai apapun.
    ………………………………………………………………………………………………….
    My dearest lovepassword,

    Saran saya, jika anda ingin memperbandingkan sesuatu , maka anda harus jelas terlebih dahulu definisi dari apa yang ingin anda perbandingkan itu.

    Coba anda kutip dulu ayat2 dalam kitab suci anda, anda paparkan disini, Tuhan itu apa dan “Siapa”.
    Setelah itu, ganti tanyakan pada kami, Nibbana/Nirvana itu “Apa”.

    Yang jelas, seperti yang sudah saya paparkan ;

    Tuhan dalam agama anda, adalah “Sang-Maha-Pencipta”
    Tuhan dalam agama anda, adalah yang mengutus nabi2 anda.
    Tuhan dalam agama anda, bisa menurunkan firman pada para Nabi.
    Tuhan dalam agama anda, mempunyai emosi ( marah, senang, suka, tidak-suka, dll. ).
    Tuhan, bisa dijawab dengan pertanyaan “Siapa”.
    ( Siapakah Tuhan ? Jawaban = Tuhan adalah Maha-Pencipta, Maha-Kuasa, Maha-Besar, Penguasa Langit dan Bumi, Awal Mula segala Sesuatu , dst. Benar kan ? )

    Dan, ini BUKAN Nibbana. Karena, Nibbana bukanlah “Siapa”. ( Siapakah Nibbana ? Tidak ada jawaban. Karena pertanyaannya sendiri sudah s a l a h . )

    Nibbana/Nirvana –> NIR = Tanpa ; VANA = Jalinan Nafsu Keinginan.

    Ini adalah kondisi batin saat seseorang merealisasi pembebasan-sempurna dari samsara.
    Sama sekali tidak terkait dengan Tuhan anda itu.

    Kalau kharakteristik seperti Tuhan anda tersebut,maka dalam Buddhisme, itu adalah “Dewa”.

    My dearest lovepassword, belajarlah.
    Jangan dengan tujuan berdebat, tapi demi sebuah pengertian yang benar.
    Bila anda bertahan dengan pengertian anda dan menyama-ratakan pengertian2 dengan begitu saja, maka percumalah anda belajar.

    Bagi kami sebenarnya tidak ada masalah, silakan saja anda tidur pulas dengan puas pada pengertian awal anda tersebut bila memang itu yang anda inginkan. 😉
    ………………………………………………………………………………………………………..

    Masalah lain yang menurut saya mungkin menarik untuk anda paparkan jika anda bersedia , saya pernah membaca mengenai alam Budha, Tanah Suci Budha, dsb. Mungkin ini sedikit rancu atau suatu pembahasan yang terpisah dengan Nibbana karena menurut anda Nibbana adalah suatu keadaaan bukan suatu tempat.
    Kalo ada di antara rekan2 bersedia menjelaskan ini secara lebih lanjut saya rasa ini akan berguna bagi saya, serta bagi rekan2 yang lain yang belum mengerti. Apakah Alam Budha atau Tanah Suci Budha ini sedikit nyambung jika kita bandingkan dengan surga menurut pemeluk agama2 yang lain.
    …………………………………………………………………………………………………………
    Saya memberi kesempatan pada rekan2 yang lain untuk memberi jawaban pada anda.
    Okey ? 😉

    …………………………………………………………………………………………………………

    SALAM

    Semoga Semua Makhluk Berbahagia

    Mas Ratna kalo ada komentar dobel , mohon dihapus salah satu. Saya nggak tahu komentar saya yang lama nyampe apa nggak
    …………………………………………………………………………………………………………
    Semoga Anda, Lovepassword, Senantiasa Berbahagia.
    Semoga Semua Makhluk Berbahagia,
    Sadhu,Sadhu,Sadhu.

    • lovepassword~RE said

      Waduh kalian romantis betul menjawabnya. Aku jadi bingung kalo jawaban kalian sedemikian melankolis kayak gicu. 🙂

      dengan konsep inilah akhirnya dirumuskan ketuhanan dalam agama buddha tetapi sebenarnya sutta ini berisi penjelasan tentang nibbana bukan tuhan, tetapi hal ini digunakan oleh para pemimpin umat buddha pada jaman dulu agar agama buddha bisa diterima oleh pemerintahan karena salah satu ketentuannya yaitu mempunyai tuhan.

      Yah itulah, tetapi kalo dipikir2 selain masalah personalnya kan memang mirip antara Ketuhanan dan Nibbana. Kan sudah saya tegaskan masalah personal itu. Kalo ada yang tanya Tuhan itu siapa? Jawabannya gampang Tidak menyerupai apapun. Oke ya?
      ……………………………………………………………………………….
      Tanya = “Lovepassword itu Siapa ?”
      Jawab = “Tidak menyerupai apapun ?”

      Sang Guru terbengong-bengong mendengar jawaban murid, lalu lanjut bertanya lagi :
      Tanya = “Lovepassword itu seperti apa ?”
      Jawab = “Lovepassword itu penulis artikel2 di blog lovepassword”.
      Tambah muter2 Sang Guru, berpikir keras untuk bisa memaklumi muridnya ( hmmh… )

      Orang Tua Murid Komentar =

      Ini yang bingung Gurunya apa Muridnya ya.. 😉
      Ditanya “siapa” jawabnya “apa”, ditanya “apa” jawabnya “siapa”…,
      Tanya ken..napa… 😉 😉


      ………………………………………………………………………
      Masalah membandingkan Tuhan dengan Nibbana saya rasa itu juga bukan masalah sepanjang kita tahu batasan apa yang dibandingkan. Dalam hal ini sudah anda tegaskan bahwa Nibbana itu Impersonal. Okelah itu. Anda baca forum Budha yang memabandingkan Tuhan dengan Nibbana juga banyak. Dan sekali lagi saya tidak mengatakan itu sama karena menyamakan Tuhan dengan Nibbana juga pasti tidak benar tidak saja dalam agama Budha tetapi juga dalam agama2 lain.

      SEBENARNYA BUDDHISME PUN MENGAKUI ADANYA TUHAN SEBAGAIMANA AGAMAKU MENGAJARKAN — Pada satu sisi anda benar, pada sisi lain anda salah memahami pendapat saya. Saya mengatakan ada konsep Ketuhanan dalam Budhisme hal ini sama seperti agama lain. Tetapi konsep itu berbeda dengan konsep agama2 lain. Artinya ada sisi yang memang sama , tetapi ada sisi yang berbeda. Dah itu saja. Anda fokus mengorek-orek perbedaannya mencoba melihat kelebihan agama anda , saya mencoba mencari persamaannya untuk mencari titik temu yang lebih baik bagi kita semua. Masing2 mendapatkan apa yang dicarinya berdasarkan fakta yang sama. Itu saja intinya.

      ===
      Lovepassword, yang ummat-Buddha sendiripun banyak yang susah menangkap dengan benar ajaran Buddha, apalagi orang2 yang berada diluar lingkup Buddha-Dhamma ? benar begitu khan… 😉

      Makanya, ikutilah saran Bapak Karim, “Kosongkan Gelas Anda”.
      Dan selama ini anda belumlah mengosongkan gelas anda ( meskipun mungkin anda merasa sudah ). Anda berpikir anda bahkan lebih mengerti mengenai Buddhisme daripada kami semua disini yang notabene adalah pelajar Buddhist. Itu yang tercermin pada setiap pertanyaan2 anda terdahulu. 😉

      ===

      Ha ha ha, sudah saya katakan saya mengosongkan gelas. Ketika saya membagikan air sirup saya ke anda bukankah gelas saya kemudian menjadi kosong? Bukankah lebih sia-sia membuang air sirup ketanah untuk sekedar mengosongkan gelas?

      ==> Anda berpikir anda bahkan lebih mengerti mengenai Buddhisme daripada kami semua disini yang notabene adalah pelajar Buddhist. Itu yang tercermin pada setiap pertanyaan2 anda terdahulu. 😉

      Saya tidak menganggap saya lebih mengerti Budhisme dari anda. Secara jujur kalo anda menanyakan pendapat saya mengenai anda , saya hanya berpikir mungkin saja ada sisi dalam agama anda yang belum anda lihat secara utuh. Mengapa ? Karena anda terikat dengan apa yang diajarkan oleh aliran anda. Anda bisa saja membantah misalnya saja anda pernah menulis mengenai penyatuan Teravada dan Mahayana tetapi tetap saja ada sisi itu yang kadang2 terlihat keluar. Misalnya kalian meskipun di luar mengucapkan Salam Sejahtera, jelas terlihat cukup emosional ketika menanggapi tulisan Master Zen : Budha seperti WC Umum. Pada satu sisi mungkin ada pemikiran anda yang mengangap itu sesat, tetapi anda bingung juga apakah pendapat seperti itu bisa digolongkan sesat menurut paham Mahayana. Akhirnya anda mengambil sikap malu-malu kucing : Tidak berani mengatakan itu salah atau benar. Sekali waktu seakan mau ngomong salah, dilain waktu anda tidak mau mengatakan kalo itu menurut anda salah.

      Begitu juga masalah lain semisal Sanghyang Adi Budha, selain kalian mempersoalkan tekanan negara, saya rasa jauh lebih arif jika kalian telusuri juga dasar argumentasi biksu yang bersangkutan. Sehingga semuanya terjawab secara gamblang terlepas apakah orang lain setuju atau tidak.

      Lha saya sebagai orang luar tidak punya keterikatan-keterikatan semacam itu. Saya bisa menunjuk itu semua dengan lebih mudah. Tetapi pada sisi lain : Dengan jujur saya harus mengaku saya butuh banyak belajar dari anda. Dan ada juga pendapat-pendapat anda yang sedemikian terstruktur dan sangat baik membuat saya lebih mengerti ajaran Budha secara lebih komprehensif. 😉

      Tentu saja ada sisi yang bisa saya serap sebagian datau sepenuhnya tetapi tentu juga ada sisi lain yang harus saya bandingkan dengan ajaran Budha dari buku-buku lain maupun dari situs2 internet yang lain. Mohon Maaf bila ada kekurangan maupun penyampaian yang terkesan memanaskan suasana. Sekali lagi saya tidak berniat debat kusir. Berdiskusi iya dan itu bukan debat kusir saya rasa.

      Semoga anda sejahtera.
      Semoga Semua Makhluk Berbahagia
      SALAM

  35. lovepassword said

    Masalah lainnya semisal Sanghyang Adi Budha, menurut saya meskipun ada diantara kalian yang kurang sreg dengan konsep tersebut. Saya rasa ada baiknya jika masalah tersebut dibahas lebih lanjut dan mendalam. Pendapat biksu tersebut secara utuh bagaimana dan ketidaksetujuan kalian di bagian mana. Maksudku selain sekedar latar belakang sosial yang menurut kalian karena ada semacam paksaan negara , dari sisi argumentasi teologis biksu tersebut pendapatnya bagaimana.

    Sependek sepengetahuan saya Sanghyang Adi Budha sering diidentikkan dengan Nibbana. Atau bila bahasannya personal atau impersonal maka berarti Ketuhanan yang tidak dalam arti personal. Berikut ini salah satu tanggapan yang saya kutip dari wihara.com

    Beberapa mazhab dalam agama Buddha Mahayana di Indonesia menyebut Tuhan Yang Maha Esa (Yang Mutlak) dengan sebutan Sanghyang Adi Buddha. Kepercayaan tentang Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Agama Buddha Mahayana dijelaskan melalui keyakinan Trikaya (Nirmanakaya, Sambogakaya, Dharmakaya). Buddha dari alam semesta kita (Buddha Sakyamuni) dan para Buddha dari alam semesta lain diyakini oleh beberapa mazhab Mahayana sebagai emansipasi (pancaran) dari Tubuh Dharma (Dharmakaya) yang dalam perkembangan Mahayana juga disebut Adi-Buddha.

    Penyebutan Adi-Buddha tersebut oleh sarjana perbandingan agama sementara dinilai sebagai pengaruh luar dari Agama Hindu sebagaimana diajarkan dalam Kitab Upanishad, bahwa Brahma, Yang Mutlak, yang memancar dan terwujud dalam alam semesta ini. Dalam pandangan tersebut di atas, Adi-Buddha diterima sebagai Buddha yang pertama (Primeval Buddha) yang dilukiskan sebagai Sunya (Bukan apa-apa), Tatva (Kebenaran), Boddhi (Kebijaksanaan), atau Tathagatagarba (Rahim dari mereka yang telah mencapai tujuan). Semua pengertian itu adalah Nirvana/Nibbana karena Nirvana adalah kesunyataan abadi, tidak dilahirkan (na uppado pannayati), tidak termusnah (na vayopannati), ada dan tidak berubah (na thitassa-annathattan pannayati). Nirvana disebut juga Asankhata-Dharma (keadaan tanpa syarat, tidak berkondisi, mutlak).

    Jadi Sanghyang Adi Buddha adalah Tuhan Yang Maha Esa BUKAN sebagai pribadi/Tuhan Pencipta melainkan sebagai Yang Tidak Dilahirkan (ajata), Tidak Menjelma (abhuta), Tidak Tercipta (akata), Yang Mutlak (asankhata), di mana semua hal itu merujuk kepada Nirvana/Nibbana.

    Kalo dasar argumentasinya : Budha di Indonesia agak lain dengan Budha di negara lain, saya rasa agama yang lain juga sama. Setiap agama di tiap negara sedikit banyak punya corak masing2. Islam di Indonesia juga tidak 100% sama dengan Islam di Arab, Hindu di Bali jelas tidak 100% sama dengan Hindu di India . Ada sisi yang sama tetapi ada sisi yang berbeda.

    Sebagai tambahan diskusi mungkin ada baiknya kita lihat juga tulisan ini :
    //forumbebas.com/printthread.php?tid=42007

    SALAM

    Semoga Semua Makhluk Berbahagia.

  36. Dear lovepassword,

    Apa yang anda lakukan itu sebenarnya baik, terutama bila dipandang dari sudut pandang intelektualitas ( memberi pandangan2 tertentu sesuai harapan anda ). Namun lovepassword, kami umumnya dan khususnya saya sebagai pengasuh blog ini, adalah seorang “penghayat” Buddha-Dhamma. Spiritualitas itu lebih dari sekedar intelektualitas. Pengetahuan intelektual itu sangat diperlukan, namun kemudian mengujinya secara spiritual, menghayatinya di dalam batin, hingga benar2 mengetahui kebenarannya, itulah yang jauh lebih penting. Dan itulah yang telah kami lakukan sebagai ummat Buddha. 😉

    Pandangan2 yang anda berikan pada saya semuanya itu,sudah pernah saya pelajari secara intelektual dan lalu saya hayati, renungkan secara spiritual.
    Sebenarnya, bahkan ummat Buddha umumnya pun sepakat dan memahami mengenai Tri-Kaya yang anda singgung2 tersebut. Akan tetapi sesungguhnya justru, lovepasword sendirilah yang belum memahami apa itu Tri-Kaya, sehingga menganggap seakan-akan hal itu bertentangan dengan pandangan kaum Theravadin. Namun nampaknya, saya sekarang ini sudah tidak perlu membantu anda lagi dalam memahami sesuatu hal tentang Buddha-Dhamma. Kecuali anda memang butuh bantuan , pasti akan saya bantu. 😉

    Sekedar informasi yang anda mungkin tidak tahu, Bhiksu yang anda maksud itu ( yang memperkenalkan istilah Sang Hyang Adi Buddha ) adalah Ashin Jhinarakhita. Dan pengikut2 Beliau tergabung dalam Sangha Agung Indonesia ( SAGIN ). Padahal, saya dengan SAGIN berhubungan cukup dekat. Saya cukup akrab dengan Bhante Nyana Suryanadi, ketua SAGIN, dan sangat memahami pandangan2 Buddhayana. Saya pun cukup intens pergi mengunjungi vihara Buddhayana di Semarang tempat Bhante Nyana Suryanadi berdiam.

    Terlepas dari kedekatan saya dengan SAGIN, saya sudah cukup lama berkecimpung dalam dunia Buddhisme, dan sudah mempelajari banyak hal dari Buddhisme, termasuk hal2 yang coba anda tawarkan dan beritahukan pada saya ( yang seakan2 menurut anda itu hal baru bagi saya ). Jadi, malah aneh kan, ketika anda mencoba menyorongkan sesuatu hal pada saya ( yang anda anggap itu hal baru bagi saya ), sementara saya sendiri sudah lama mengenali hal itu ?

    “Seperti seorang bijaksana menguji emas dengan cara membakar, memotong dan menggosoknya ( diatas sebuah batu uji ), begitu juga kamu menerima kata-kata saya setelah memeriksanya dan tidak begitu saja menerima karena menghormati saya.” [ Jnanasara-samuccaya ]

    Begitu Sabda Sang Buddha, dan itu benar2 kami laksanakan sebagai para siswa Sang Buddha.

    Tapi terimakasih, anda sudah susah-susah meluangkan waktu di tengah kesibukan anda, ikut memikirkan bagaimana sebaiknya kami ummat Buddha berpandangan tentang sesuatu hal. 😉
    ……………………………………….

    Dalam hal ini sudah anda tegaskan bahwa Nibbana itu Impersonal.

    Lovepassword, saya tidak pernah menyebutkan Nibbana adalah “impersonal”. Mohon jangan menyimpulkan sesuatu berdasarkan anggapan anda sendiri lalu menggunakan atas-nama orang lain, dalam hal ini ; saya. Saya rasa saya juga tidak perlu menjelaskan pengertian Nibbana lagi , karena bukankah anda selama ini selalu bisa menyimpulkan sendiri semuanya 😉

    Baik lovepassword, jika anda merasa berkepentingan dan masih hendak berkunjung kesini silakan. Pintu tetap terbuka untuk siapapun juga, terutama dan khususnya bagi ummat Buddha dan komunitas non-Buddhis yang memang benar-benar ingin mengenal Dhamma.

    Semoga Anda, lovepassword, Senantiasa Selamat Sejahtera.
    May All Beings b Happy and Well,
    Sadhu,Sadhu,Sadhu.

  37. lovepassword~RE said

    Yup Yup. Bagaimanapun saya cukup senang dengan pendapat anda : Spiritualitas itu lebih dari sekedar intelektualitas.
    “Seperti seorang bijaksana menguji emas dengan cara membakar, memotong dan menggosoknya ( diatas sebuah batu uji ), begitu juga kamu menerima kata-kata saya setelah memeriksanya dan tidak begitu saja menerima karena menghormati saya.” [ Jnanasara-samuccaya ]. Saya juga senang dengan kalimat ini. Masalah Nibbana impersonal, itu kan karena dikaitkan dengan kalimat anda bahwa Tuhan yang menurut anda personal. Padahal aslinya kalo menurutku sih keduanya bukan sesuatu yang mudah didefinisikan. Bukan Personal dan bukan Impersonal. Karena nggak ada mirip-miripnya dengan sesuatu pun.
    Masalah penghayat dan bukan penghayat, sebenarnya yang saya mau saya omongkan muter-muter lha memang itu. 🙂
    Ada dua pertanyaan mendasar dalam suatu studi agama : Bila studi agama itu dilakukan oleh pihak diluar agama itu, bagaimana kita bisa mendapatkan feelnya atau penghayatannya. Itu masalah. Pada sisi lain, bila studi agama itu dilakukan oleh pemeluk agama yang bersangkutan. Sangat mungkin diragukan objektifitasnya. Ini kalimat netral yang bisa ditujukan kepada siapa saja jadi bukan cuma untuk anda saja.

    OK, Mas Ratna tercinta ,sebelum anda beneran sebel dengan saya. He he he. Saat ini sih mudah-mudahan belum. 😉 Saya ngumpet dulu lagi saja. Lagian mungkin saya memang butuh waktu untuk mendalami pendapat anda.

    SALAM
    Semoga anda sejahtera.
    ……………………………………………………………………………..
    Dear Lovepassword,

    Jangan sungkan2, blog ini terbuka untuk siapapun.
    Hanya aturan mainnya, disini bukan tempat berdebat. Saya hanya mengabdi untuk membantu ummat Buddha dalam memahami Buddha-Dhamma, dan juga membantu komunitas non-Buddhis yang memang benar2 minat/ingin mengerti dan memahami Buddha-Dhamma.

    Kesimpulannya setelah anda diskusi “muter2” dengan kami disini :
    Agama Buddha, mazhab apapun juga, baik Theravada maupun Mahayana ( didalamnya termasuk Tantrayana, Vajrayana, Zen, dll. ) semuanya menolak konsep adanya “Maha-Pencipta”, “Maha-Kuasa”, sebagaimana agama-agama lain mengajarkan. Meskipun Bhante Ashin Jhinarakhita saat itu berusaha mengajukan konsep Sang Hyang Adi Buddha, namun tetaplah tidak pernah ada rumusan mengenai “Yang-Maha-Pencipta” dan “Yang-Maha-Kuasa” yang bisa diakui ummat Buddha. Dan mengenai “Tri-Kaya” itupun bukan “Yang-Maha-Pencipta” serta “Yang-Maha-Kuasa”. Silakan anda pelajari sendiri, pasti bisa lah anda mencari sumber2, kan anda pinter 😉

    “Hanya dalam satu hal Buddhisme dapat digambarkan sebagai atheis, dalam hal menolak adanya suatu Tuhan maha kuasa yang abadi atau Maha-Dewa yang merupakan pencipta dan pengatur dunia dan secara ajaib bisa menyelamatkan orang.” [ Bhante K.Sri Dhammananda, “Keyakinan Ummat Buddha”, hal.161 ]

    Namun, seperti sudah saya tuliskan ; tidaklah tepat bila agama Buddha disebut sebagai sebuah ajaran Atheis-Materialistik. Meskipun Buddha-Dhamma bukanlah termasuk golongan agama Theistik, akan tetapi Buddha-Dhamma mempunyai tujuan-sejati bagi sebuah kehidupan spiritual, yaitu: NIBBANA. Mengenai perbedaan Buddha-Dhamma dengan pandangan kaum Atheist-Materialist dan juga dengan kaum Theist-idealist, silakan dibaca ulang artikel saya diatas. Okey ? 😉

    Mengenai Nibbana yang kemudian dirumuskan menjadi konsep Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai nilai2 absolut yang dituju ummat Buddha, tidak perlu diberitahukan pada kami. Hal itu sudah kami ketahui. Pemahaman Nibbana sebagai “Ketuhanan YME” itu tetaplah bukan sebagai Tuhan-Pencipta dan Maha-Kuasa seperti dalam konsep2 agama non-Buddhis.

    Dan, memang Nibbana itulah tujuan-sejati bagi kehidupan spiritual ummat Buddha. Anda seharusnya membaca artikel saya dengan lengkap dan seksama, karena di akhir artikel saya pun sudah disebutkan demikian, bahwa tujuan-sejati bagi kehidupan spiritual ummat Buddha adalah merealisasi “Nibbana”, pelepasan-Agung, pengakhiran dari samsara.

    Okey, Lovepassword, juga rekan2 yang lain.

    Semoga diskusi di dalam blog ini bermanfaat bagi semuanya, terutama dan khususnya ummat Buddha serta komunitas non-Buddhis yang memang berminat untuk mengenal dan memahami Buddha-Dhamma.

    Semoga Semua Makhluk Berbahagia
    May All Beings Attain Enlightenment.
    Sadhu,Sadhu,Sadhu.

  38. Karim said

    Dear Lovepassword yang terhormat, saya merasa perlu meluruskan satu hal mengenai konsep mengosongkan gelas yang sudah jelas2 anda salah mengartikannya. Konsep mengosongkan gelas yang saya usung dan paparkan disini tdk bisa diartikan sebagai mengosongkan gelas sebagaimana dalam arti harfiahnya. Jadi kalau anda menuangkan minuman dari gelas anda ke gelas saya yang kosong bukan berarti dengan serta merta gelas anda akan menjadi kosong dan gelas saya menjadi penuh dengan minuman anda. Kalau begitu cara anda mengartikan konsep mengosong gelas dari saya anda telah salah besar dan pantas saja hingga saat ini anda masih sangat sulit memahami Buddha-Dhamma secara baik dan benar.
    Kalau anda tidak sungguh2 dan tidak disertai dengan niat yang kuat utk mengosongkan gelas walaupun anda telah menuangkan minimuan anda kepada ribuan maupun juta gelas lainnya tetap saja gelas anda secara otomatis akan dipenuhi lagi dengan minuman yang sama.
    Perlu anda ketahui, mengosongkan gelas tidak semudah membalikkan telapak tangan. Mengosongkan gelas perlu dibarengin dengan niat yang kuat dan sungguh2 utk mempelajari, mencerna dan akhirnya harus siap menerima suatu ajaran, keyakinan atau faham yang baru kalau ternyata keyakinan, ajaran atau faham yang baru ini ternyata lebih baik, lebih masuk akal dari yang telah kita yakini saat ini. Jadi mengosongkan gelas tidak dapat dilakukan hanya sebatas di mulut kita saja, kalau pikiran dan batin kita masih menolak. Mengosongkan gelas membutuhkan proses yang cukup lama dan harus dengan niat yang sungguh-sungguh dari yang bersangkutan. Seperti pernah saya jelaskan sebelumnya bawah butuh waktu 23 tahun sebelum istri saya bisa menerima Buddha-Dhamma.
    Saya sudah melihat beberapa contoh soal di mana kalau kita benar-benar bisa mengosongkan gelas kita maka hati dan pikiran kita akan bisa terbuka utk bisa dapat melihat, mempelajari dan mencerna ajaran Buddha. Saya sudah melihat sendiri 1 orang pendeta Katolik dan 1 orang pendeta dari GBI karena begitu kuat keinginannya utk mencari kelemahan agama Buddha sehingga mereka dengan sungguh2 mempelajari secara detail ajaran Buddha dan hasilnya satu orang berakhir menjadi Bikkhu dan sekarang udah lepas jubah tapi tetap menjadi pandita dan seorang lagi menjadi Pandita dan sering memberikan kursus singkat agama Buddha.
    Jadi Saudara Lovepassword yang terhormat saya harap dengan penjelasan saya ini anda sudah dapat memahami dengan benar konsep mengosongkan gelas dari saya. Selamat mencoba.
    Semoga anda sentiasa bahagia.

    With Metta, Karim

    • lovepassword said

      Jadi kalau anda menuangkan minuman dari gelas anda ke gelas saya yang kosong bukan berarti dengan serta merta gelas anda akan menjadi kosong dan gelas saya menjadi penuh dengan minuman anda. Kalau begitu cara anda mengartikan konsep mengosong gelas dari saya anda telah salah besar dan pantas saja hingga saat ini anda masih sangat sulit memahami Buddha-Dhamma secara baik dan benar.

      ====

      Saudara Karim, saya tidak mengartikan konsep mengosongkan gelas anda. Saya itu justru sedang mencoba menambahi konsep anda. Hi hi hi. Jadi saya cuma memaparkan konsep mengosongkan gelas versi saya sendiri, jadi saya bukannya salah paham dengan konsep anda. Lha wong memang saya memaparkan versi saya sendiri kok.

      Maksudku gini : Mengosongkan gelas itu bukan cuma sekedar menerima. Ketika kita berbagi kan otomatis ada tanggapan tuh. Dari tanggapan itulah kita juga bisa menerima masukan yang lebih tajam dan lebih utuh. Lebih komprehensip gicu lho.

      Lha kalo anda bicara, saya terima itu bagus-bagus saja. ( Ini Mengosongkan gelas versi anda)

      Tetapi kalo anda bicara, terus saya bantah ya nggak papa dong. Kan nantinya anda ngomong lagi membuat penjelasan yang lebih sip markusip, dst. Lha saya kan jadi nerimanya lebih banyak. Dibandingkan jika saya cuma diem saja. Lha buktinya coba anda lihat : Saya dapet pelajaran gratis dari Mas Ratna Kumara, dari anda dan dari teman-teman yang lain, kearena saya mengemukakan pendapat saya yang tentu saja tidak kalian setujui. he he he

      Kalo saya cuma diem, saya dapetnya sedikit. lha kalo kalian saya bantah sedikit, saya kemukakan pendapat saya. Kan nantinya kalian juga menjawab entah sebel entah enggak . Saya malah menerima penjelasan lebih banyak. ( Lha yang kedua ini mengosongkan gelas versi saya )

      Karena itulah saya katakan : Mengosongkan gelas itu tidak cuma membuang air jeruk ke selokan. Memberikan air jeruk kepada orang lain juga gelas bisa jadi kosong. Kalimat saya ini mudah-mudahan bisa anda pahami maksud dibaliknya. Hi hi hi.

      Okelah, kita kan saling memahami. Saya mudenglah maksud anda. Saya memahami sepenuhnya maksud anda. Tetapi sayangnya saya tidak dalam posisi menyetujui secara penuh. Ada sisi yang saya pahami dan saya setujui, ada sisi yang saya pahami maksudnya tetapi menurut saya ada sisi lain yang bisa dilihat. Gicu lho.

      SALAM Ya

      Semoga Anda Sejahtera.

  39. @Love password
    Bro, sdh jelas tak bisa dibandingkan / disamakan Nibbana dgn Tuhan walaupun hanya bbrp point. Secara basic aja sudah beda, Nibbana adalah sebuah kondisi tanpa emosi sedangkan Tuhan masih punya sifat2 mirip sifat manusia yaitu bisa marah, cemburu, senang dan sebagainya. Sebab itu bro Ratna meng-istilahkannya sebagai “personal”.

    Nibbana impersonal, itu kan karena dikaitkan dengan kalimat anda bahwa Tuhan yang menurut anda personal. Padahal aslinya kalo menurutku sih keduanya bukan sesuatu yang mudah didefinisikan.

    Bisa didefinisikan dong, Tuhan itu kan punya sifat2 yg bisa didefinisikan. Nah coba anda definisikan Nibbana?? Apa bisa?
    ……………………………………………………………………………………………………..
    coba lihat / klik tautan dibawah ini 🙂

    TUHAN “YANG-MAHA…” DIMATA SEORANG BUDDHA

    • lovepassword~RE said

      Mas CY yang namanya dibandingkan dengan disamakan itu memang tidak identik lho ya. Saya kan sudah bilang tidak 100% sama. Tetapi ada sisi yang mirip gicu lho. Gampangannya gini ya? Apakah manusia = sapi ? Ya memang nggak sama. Kemudian pertanyaan lanjutan : Bolehkah kita membuat perbandingan antara manusia dan sapi? Ya saya rasa masih bisalah , misalnya dilihat dari persamaannya : Sama-sama mamalia, sama-sama suka makan pecel sayur, dsb. Lha selain ada persamaan tentu memang ada perbedaan. Misalnya sapi berdiri pake empat kaki, kalo manusia pada umumnya sekarang pake dua kaki. Jadi pointnya memang ada sisi yang sama dan ada sisi yang berbeda. Lha yang namanya membandingkan itu maksudku gicu ya, tinggal kita mau melihatnya dari sisi mana. Gicu lho maksudku. SALAM Semuanya.

      Semoga Semua Makhluk Berbahagia
      ………………………………………………………………………………………………….
      Dear Lovepassword,
      Selamat datang kembali… 🙂

      Waduh, kok sampai ada manusia, sapi, makanan pecel sayur, dan lain sebagainya toh.., he he … 🙂

      Yuk, kita diskusi menggunakan dasar2 yang jelas yuk..

      Saya, ketika menguraikan ajaran2 Buddha menggunakan dasar Ti-Pitaka.
      Nah, you’re my dearest, silakan pakai keterangan2 dalam kitab anda ketika anda memaparkan hal2 tertentu tentang agama anda.

      Masak sih, saya harus membantu anda dalam mendefinisikan sesuatu hal yang itu dalam lingkup “kekuasaan” anda sendiri 🙂 ( maksudnya, dalam lingkup kepercayaan anda 🙂 )

      Oh iya, mengenai mengapa ada kesamaan anggapan antara “Maha-Dewa” dengan “Nibbana” dalam perihal “Yang-Mutlak,Yang-Tidak-Tercipta, dst.” ?

      Karena, seperti dijelaskan dalam Brahmajala-Sutta ; Diggha-Nikaya, Sutta ke-1 , terdapatlah “Maha-Dewa” tertentu yang keliru persepsi menganggap dirinya sebagai “Maha-Agung, Maha-Kuasa, Maha-Tahu, Pencipta, dst.”, dan menganggap dirinya mutlak :

      Para bhikkhu, berdasarkan itu, maka makhluk pertama yang terlahir di alam Brahma berpendapat : “Saya Brahma, Maha Brahma, Maha Agung, Maha Kuasa, Maha Tahu, Penguasa, Tuan Dari Semua, Pembuat, Pencipta, Maha Tinggi, Penentu tempat bagi semua makhluk, asal mula kehidupan, Bapa dari yang telah ada dan yang akan ada). Semua makhluk ini adalah ciptaanku”. Mengapa demikian? Baru saja saya berpikir, ’semoga mereka datang’, dan berdasarkan pada keinginanku itu maka makhluk-makhluk ini muncul. Makhluk-makhluk itu pun berpikir, ‘dia Brahma, Maha Brahma, Maha Agung, Maha Kuasa, Maha Tahu, Penguasa, Tuan dari semua, Pembuat, Pencipta, Maha Tinggi, penentu tempat bagi semua makhluk, asal mula kehidupan, Bapa dari yang telah ada dan yang akan ada. Kita semua adalah ciptaannya. Mengapa? Sebab, setahu kita, dialah yang lebih dahulu berada di sini, sedangkan kita muncul sesudahnya”.

      “Para bhikkhu, dalam hal ini makhluk pertama yang berada di situ memiliki usia yang lebih panjang, lebih mulia, lebih berkuasa daripada makhluk-makhluk yang datang sesudahnya.
      Para bhikkhu, selanjutnya ada beberapa makhluk yang meninggal di alam tersebut dan terlahir kembali di bumi. Setelah berada di bumi ia meninggalkan kehidupan berumah tangga dan menjadi pertapa. Karena hidup sebagai pertapa, maka dengan bersemangat, tekad, waspada dan kesungguhan bermeditasi, pikirannya terpusat, batinnya menjadi tenang dan memiliki kemampuan untuk mengingat kembali satu kehidupannya yang lampau, tetapi tidak lebih dari itu.

      Mereka berkata : “Dia Brahma, Maha Brahma, Maha Agung, Masa Kuasa, Penguasa, Tuan dari semua, Pembuat, Pencipta, Maha Tinggi, Penentu tempat bagi semua makhluk, asal mula kehidupan, Bapa dari yang telah ada dan yang akan ada. Dialah yang menciptakan kami, ia tetap kekal dan keadaannya tidak berubah, ia akan tetap kekal selamanya, tetapi kami yang diciptakannya dan datang ke sini adalah tidak kekal, berubah dan memiliki usia yang terbatas.”

      Dalam Samyutta-Nikaya, Bab Buku dengan Syair ( Sagathavagga ), bagian Brahmasamyutta, dikisahkan Sang Buddha mengingatkan kekeliruan pandangan salah seorang Brahma yang menganggap bahwa alam Brahma sebagai “ Yang-Kekal-Abadi, Yang-Mutlak, Tiada-Kematian, dll. “. Brahma tersebut, bernama Brahma-Baka, yang keliru pandangan sebagai-berikut =

      “ Ini adalah kekal, Ini adalah stabil, ini abadi, ini Mutlak, ini tidak bisa hancur. Sungguh, inilah tempat orang tidak terlahir, tidak menjadi tua, tidak mati, tidak berlalu, dan tidak terlahir kembali ; dan tidak ada jalan keluar yang lebih tinggi daripada ini. “

      Padahal, sesungguhnya tidaklah demikian. Untuk lebih jelasnya, coba deh lovepassword baca lagi artikel diatas.

      Okey my dear…,
      May U Always b Happy and Well,
      Sadhu,Sadhu,Sadhu.

    • lovepassword~RE said

      Mendefinisikan nibbana ya? Sebentar tak pikir2 dulu yah. Gimana kalo gini jika Tuhan diibaratkan seperti manusia yang bisa marah. Aslinya sih esensinya sebenarnya kan sudah ditekankan : Tidak menyerupai apapun. :).
      ………………………………………………………………………………………………………………..
      Dear lovepassword,

      Yuk,mari, kita jangan berandai-andai. Anda kan punya kitab, coba anda paparkan ayat2 dalam kitab suci anda, yang menggambarkan tentang Tuhan.
      Sebenarnya banyak kan ? Bagaimana Tuhan berbicara pada nabi, memberi wahyu/firman, kemudian bagaimana Tuhan marah ketika ummatnya tidak bertindak sesuai dengan harapannya, dll.

      Sebenarnya, secara tidak langsung kami disini justru dibantu oleh saudara “jelasnggak” dengan menunjukkan link ke :

      Menghujat tapi Merasa Dihujat?

      Terlepas dari maksud dia memposting artikel tersebut loh…,

      Kalau tujuannya tidak baik, tentu kami tidak setuju.
      Namun setidaknya , tautan tersebut cukup membantu lovepassword dan juga saya dalam mendefinisikan “Tuhan”.( Terutama dari cuplikan ayat2nya, bukan dari tulisan2/artikel tambahan si penulis ).

      ::::::

      Mengenai “Tidak-Menyerupai-Apapun”, ungkapan seperti itu sudah banyak diucapkan oleh aliran2 diluar Buddha-Dhamma pada masa hidupnya Sang Buddha Gotama.

      Coba anda baca2 lagi artikel diatas mengenai “kemegahan-yang-tertinggi”, “tangga-yang-tidak-menuju-kemanapun”, dll. 🙂
      ……………………………………………………………………………………………….
      Lho kok ada sifat2 Tuhan dalam Kitab Suci ? Ya gampangannya kan gini, kalo mengirim surat ke manusia ya suratnya harus dimengerti manusia. Tapi pointnya : Tidak terdefinisi. Jika Tuhan baik, apakah baiknya Tuhan sama dengan manusia? Nggak. Jika Tuhan ditulis duduk/berada, apakah duduknya sama dengan manusia? Nggak. Lha itu kan cuma memudahkan manusia. Intinya saya rasa itu. Ini bukan debat lho ya. Cuma klarifikasi.
      ……………………………………………………………………………………………….
      My dear.., 🙂

      Setahu saya, dalam ajaran anda ada sifat2 Tuhan yang wajib diyakini ya ?
      Bisakah anda uraikan ?

      Sifat2 Tuhan yang wajib diyakini , setahu saya adalah =

      1. BERWUJUD (Wujud)
      2. KEKUASAAN TAK TERHINGGA (Qudrat)
      3. MEMILIKI KEHENDAK (Iradat)
      4. MENGETAHUI SEMUA HAL (Ilmu)
      5. SELALU HIDUP TANPA MATI DAN ISTIRAHAT (Hayat)
      6. MENDENGAR SEMUA (Sama)
      7. MELIHAT SEMUA (Bashar)
      8. MEMBERIKAN PEDOMAN DAN PANDUAN HIDUP (Kalam)

      Kayaknya itu yah ? Ada lagi gak yang bisa ditambahkan ?
      ……………………………………………………………………………………………….
      Oke, saya dapet saya perumpamaan yang menarik tentang Nibbana, kalo nggak salah dari bikhu Uttamo Thera. Beliau ngomong gini dalam salah satu kumpulan ceramahnya – kalo nggak salah inget kata2 persisnya yah : Nibbana itu seperti api yang padam. Intinya kalo nggak salah. Api itu hilang tapi nggak tahu entah kemana. Saya nggak mengartikan macem-macem lha wong kelihatannya jelas kiasan. Tapi minimal omongan seperti itu diadakan tentunya untuk mempermudah pemahaman.
      …………………………………………………………………………………………………….

      Mengenai perumpamaan “Nibbana itu seperti api yang padam”, itu memang benar.

      Dan sesungguhnya, pada jaman Sang Buddha, masyarakat sangat mudah mengenali kata2 “Nibbana” itu.
      Mengapa ?
      Karena, dalam jaman Sang Buddha, kata “Nibbana” digunakan untuk menunjukkan sebuah lampu minyak yang “PADAM” ; dimana semua bahan-bakarnya : minyak, sumbu, dll, telah benar2 habis.

      Setidaknya, seperti perumpamaan itulah “NIBBANA”.

      Namun tetap perlu saya ulangi, sekali-lagi, Nibbana / Nirvana ini adalah “kondisi-batin”, tepatnya “kondisi-batin-diatas-duniawi” ( lokuttara-dhamma ).
      Jadi, ini bukan “Tuhan” seperti yang tergambar dalam ajaran2 lain diluar Buddhisme seperti tersebut diatas, seperti yang tertera dalam ayat2 kitab agama2 Theistik.

      Saya harap lovepassword mengerti akan hal ini 🙂

      Untuk lebih jelasnya mengenai “NIBBANA”, klik artikel ini ya : EMPAT KESUNYATAAN MULIA.
      🙂

      ………………………………………………………………………………………………
      SALAM

      Semoga Anda Sejahtera
      ………………………………………………………………………………………………

      Semoga jawaban2 saya tersebut diatas, membantu anda lovepassword 🙂

      May U Always b Happy and Well,
      Sadhu,Sadhu,Sadhu.

      • @Lovepassword

        Lho kok ada sifat2 Tuhan dalam Kitab Suci ? Ya gampangannya kan gini, kalo mengirim surat ke manusia ya suratnya harus dimengerti manusia. Tapi pointnya : Tidak terdefinisi. Jika Tuhan baik, apakah baiknya Tuhan sama dengan manusia? Nggak. Jika Tuhan ditulis duduk/berada, apakah duduknya sama dengan manusia? Nggak. Lha itu kan cuma memudahkan manusia.

        Saya tau maksud anda, sifat2 itu di “versi manusia” kan spy manusia bisa memahami Tuhan yg menurut anda tak terdefinisikan.
        Ada pertanyaan saya, apakah menghancurkan Sodom dan Gomora dgn hujan api termasuk “sifat yg tak terdefinisikan” ??
        Bukankah itu sama persis dgn sifat marah manusia yg pernah menghancurkan Hirosima, Nagasaki, dan Pearl Harbour ??
        Ada pola dan efek yg sama utk dibandingkan, secara ilmiah berarti bisa didefinisikan.

        Sedangkan Nibbana, tak bisa dibandingkan walaupun anda ilustrasikan sebagai api yg padam. Subjek pertama tak ada sedangkan subjek kedua adalah api yg padam. Sedangkan dlm membandingkan sesuatu harus ada dua subjek yg punya sifat nyata atau terlihat ataupun terasa / terbayangkan efeknya.

        🙂

        • lovepassword~RE said

          Sedangkan Nibbana, tak bisa dibandingkan walaupun anda ilustrasikan sebagai api yg padam. Subjek pertama tak ada sedangkan subjek kedua adalah api yg padam. Sedangkan dlm membandingkan sesuatu harus ada dua subjek yg punya sifat nyata atau terlihat ataupun terasa / terbayangkan efeknya.

          ==> Saya rasa yang masih ada miripnyalah : Nibbana itu ada atau tidak? Api yang padam itu ada atau tidak ?

          Gini ya para teman, ketimbang kita sama-sama pusing ( hi hi hi setidaknya yang pasti aku sendirian yang pusing), sekali lagi saya katakan saya tidak menyamakan konsep Tuhan = Nibbana, karena jelas itu juga bisa bermasalah jika ditinjau dari konsep agama Budha dan bahkan agama-agama lain. Artinya bukan cuma kalian yang nggak setuju, tetapi pasti saya bakalan diomeli oleh para ustad, oleh para pastur, pendeta, dsb.

          Gimana ngomongnya ya, tak pikir-pikir dulu. Gini saja ngomongnya biar enakan sedikit. Yang saya omongkan tuh gini. Saya sedang bicara mengenai konsep Ketuhanan baik dalam agama Budha maupun agama lain. Lha ketika kita bicara mengenai konsep Ketuhanan tersebut maka di dalam agama lain cenderung merujuk kepada Tuhan, sedangkan di dalam agama Budha cenderung merujuk kepada Nibbana. Paham Iya?

          Jika Ketuhanan dalam agama Budha merujuk pada “Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang”
          Yang artinya : “Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak”.
          Jika “Ketuhanan”, dipahami sebagai “Yang-Mutlak, Yang-Tidak-Tercipta, Yang-Tidak-Terlahir, Yang-Tidak-Berkondisi”.
          Di dalam agama lain konsep tersebut merujuk kepada Tuhan. Gicu lho. Nyatanya kan memang demikian. Hi hi hi.

          Jadi sekali lagi saya tidak pernah mengatakan Tuhan = Nibbana. Tetapi ada kemiripan konsep gicu lho. Lha selain ada kemiripan ya memang pasti ada perbedaan, namanya juga perbandingan. Saya kan sudah bilang. Lha miripnya dimana ? Miripnya di dalam semua agama ada konsep mengenai : Sesuatu yang Tidak Tercipta dan Yang Mutlak, Yang tidak dilahirkan . Di dalam agama lain itu disebut Tuhan. Di dalam agama Budha itu disebut Nibbana. Apakah dengan demikian lalu Nibbana boleh kita anggap sama dengan Tuhan ? Lha yang bilang sama juga siapa. Hi hi hi. Saya kan tidak bilang itu sama.
          :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

          Kenapa bisa mirip ?
          Kenapa “Maha-Dewa” menyebut dirinya “Mutlak, Tidak-terserang-kelapukan, Asal-Muasal”, dll.

          Karena, ada beberapa “Maha-Dewa” yang keliru mengartikan dirinya sebagai “Yang-Mutlak,Kekal-Abadi,dst.”

          Ini adalah salah satu contoh kasus tersebut :

          Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Savatthi di Hutan Jeta, Taman Anathapindika. Pada saat itu, muncul suatu pandangan-salah , pandangan spekulatif dalam benak salah seorang Brahma, yang bernama Brahma-Baka ;

          “ Ini adalah kekal, Ini adalah stabil, ini abadi, ini Mutlak, ini tidak bisa hancur. Sungguh, inilah tempat orang tidak terlahir, tidak menjadi tua, tidak mati, tidak berlalu, dan tidak terlahir kembali ; dan tidak ada jalan keluar yang lebih tinggi daripada ini. “

          Setelah mengetahui isi hati Brahma Baka dan pandangan-salah yang muncul tersebut, dalam sekejap mata Sang Buddha lenyap dari hutan Jeta dan muncul kembali di alam Brahma. Brahma-Baka melihat Sang Buddha datang dari kejauhan dan berkata kepada Beliau ;

          “ Mari Yang Mulia ! Selamat datang, Yang Mulia ! Sudah lama sekali, Yang Mulia, sejak engkau menyempatkan datang kemari. Sungguh, Yang Mulia, INI ADALAH KEKAL, INI STABIL, INI ABADI, INI LENGKAP, INI TIDAK BISA HANCUR. SUNGGUH , INILAH TEMPAT ORANG TIDAK-TERLAHIR, TIDAK MENJADI TUA, TIDAK MATI , TIDAK BERLALU, DAN TIDAK TERLAHIR KEMBALI ; DAN TIDAK ADA JALAN KELUAR YANG LEBIH TINGGI DARIPADA INI. “

          “ Sayang, tuan, Brahma Baka terbenam di dalam ketidak-tahuan ! Sayang, tuan, Brahma Baka terbenam di dalam ketidak-tahuan ! Sepanjang dia akan mengatakan apa yang sebenarnya tidak kekal sebagai kekal , dan akan mengatakan apa yang sebenarnya tidak stabil sebagai stabil , dan akan mengatakan apa yang sebenarnya tidak abadi sebagai abadi , dan akan mengatakan apa yang sebenarnya tidak lengkap sebagai lengkap , dan akan mengatakan apa yang sebenarnya bisa hancur sebagai tidak bisa hancur , dan dengan mengacu pada [suatu alam] di mana orang terlahir, menjadi tua, mati, berlalu, dan terlahir kembali, akan mengatakan demikian : “ Sungguh, inilah tempat orang tidak terlahir, tidak menjadi tua, tidak mati, tidak berlalu, dan tidak terlahir kembali” ; dan ketika ada jalan keluar yang lebih tinggi dari ini, akan mengatakan , “ Tidak ada jalan keluar yang lebih tinggi daripada ini. “

          Lalu terjadilah dialog panjang antara Brahma-Baka dengan Sang-Buddha. Brahma-Baka meminta Sang Buddha untuk menjelaskan duduk perkaranya, dan menjelaskan bagaimana hal-ihwal Brahma-Baka bisa sampai di alam itu, yang ia anggap sebagai alam “Yang-Kekal-Abadi, Tanpa-Kematian , Yang-Mutlak “. Sang Buddha lalu menjelaskan semuanya dengan mendetail, sebab-sebab apa Brahma-Baka kini terlahir dialam “Ketuhanan” tersebut, dan akan berapa lama ia tinggal disitu, siapakah dulunya Brahma-Baka ini, dan apa hubungannya Brahma-Baka ini dengan Sang Buddha pada kehidupan lampaunya, Sang Buddha juga mampu mengetahui kehidupan masa kini Brahma Baka tersebut. Karena penjelasan Sang Buddha yang sangat dalam dan luas , mendetail itu, Brahma-Baka akhirnya mengakui kebenaran Sang Buddha dan berkata :

          “ Pastilah Engkau tahu rentang kehidupanku ini ; Yang lain-lain engkau pun tahu, jadi Engkau adalah SANG-BUDDHA. Demikianlah keagunganmu yang terang benderang ini menyinari bahkan alam Brahma. “

          My dear Lovepassword,
          Meskipun usia di alam surga itu sangat panjang, dari jutaan tahun, puluhan juta, ratusan juta tahun, hingga milyaran tahun ( Coba anda baca2 artikel ini. ) , namun, alam2 surga itu sendiri sesungguhnya tidaklah “Kekal-Abadi”. Dengan demikian, “Maha-Dewa” yang dinyatakan sebagai “Yang-Maha-Kuasa-dan-Pencipta” yang berdiam di alam surga dan beserta alam surganya itu sendiri, bukanlah “Yang-Mutlak, Yang-Tidak-Tercipta, Asal-Mula-Semesta,dll.” Karena, “Maha-Dewa” dan alam surga tersebut , terkena “siklus-samsara” juga. Sang Maha-Dewa, kelak ketika batas usianya habis, akan terlahir kembali ke salah satu alam dari ke-31 alam kehidupan yang ada.

          Demikian, sehingga, inilah mengapa ada persamaan antara pernyataan “Maha-Dewa” tentang dirinya sebagai “Yang-Mutlak” dengan yang sejatinya sebagai “Yang-Mutlak” yaitu : NIBBANA.

          :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
          Salam

          Semoga Anda Semua Sejahtera
          :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
          Semoga Anda Selamat Sejahtera, Lovepassword,
          Sadhu,Sadhu,Sadhu.

  40. jelasnggak~RE said

    Kulonnuwun..
    permisi

    paringono sabar…

    saya mau tanya (dan mempertegas pemahaman saya mengenai konsep budha), karena saya agak kurang mengerti budhisme.

    tertulis di atas;

    Alam semesta dan makhluk hidup mengada, karena proses hukum alam semata yang tertutup kabut seiring perjalanan waktu semesta yang memang sebenarnya telah berusia sangat tua, sehingga para makhluk tidak mampu menguak misterinya. Dan misteri hukum alam ini, kemudian telah disingkapkan dengan kehadiran Sang Buddha Gotama ke muka bumi ini.

    “menurut budha, siapakah yang menciptakan alam semesta ini?

    “Menurut Budha, bagaimanakah terjadinya alam semesta ini?

    salam.
    ………………………………………………………………………………..
    Dear Jelasnggak 🙂

    Silakan anda baca2 artikel ini :

    AWAL MULA “PENCIPTAAN” [Menurut Buddhisme]

    Semoga bisa membantu menjawab pertanyaan anda.

    Semoga Anda, Jelasnggak, Senantiasa Selamat Sejahtera,
    Sadhu,Sadhu,Sadhu.

  41. jelasnggak~RE said

    Salam Sejahtera untuk semua.

    Setelah saya membaca tulisan ini , saya ada pertanyaan.
    ………………………………………………………………………………………………………..
    Dear Jelasnggak,

    Silakan jika anda memang ingin bertanya, asal tahu batasan2nya ya :

    1. Saya mengabdi pada ummat Buddha yang ingin memahami hal2 tertentu dalam Buddha-Dhamma yang belum ia pahami.
    2. Saya mengabdi pada komunitas non-Buddhis yang memang ingin mengerti Buddha-Dhamma.

    Diluar itu, seperti perdebatan2, saya tidak melayani.

    Okey ? 🙂
    ……………………………………………………………………………………

    Kalau agama budha tidak percaya adanya yang maha esa, bukankah seharusnya Budha itu dilarang di indonesia, karena tidak sesuai dengan pancasila (ayat 1).
    Tapi kenapa masih ada pemeluk budha di indonesia..?
    ………………………………………………………………………………………………………..
    My dearest brother,

    Siapa bilang agama Buddha bertentangan dengan Sila I Pancasila ?
    Bahkan, disadari atau tidak , penggunaan kosakata “PANCASILA” itu sendiri merupakan pengaruh dari Buddha-Dhamma yang dulu selama setidaknya kurang-lebih 14 abad berkembang di Nusantara sini ( sejak jaman Aji Saka hingga sekitar tahun 1478 M, begitu sejarah mencatat ) .

    Dalam Buddha-Dhamma, ajaran mengenai “PANCASILA” ( Lima aturan moralitas ), telah dipegang sejak milyaran tahun yang lampau, dalam masa yang sangat lama sekali, setidaknya sejak Buddha-Dipankara ( Buddha pertama yang tercatat dalam sejarah, dari keseluruhan ke-28 Samma-Sambuddha hingga Buddha-Gotama. Sebagai catatan , seorang Buddha muncul dalam masa yang sangat lama sekali, tidak sekedar dalam hitungan jutaan tahun. Seorang Boddhisatta ( calon Buddha ), harus menyempurnakan diri selama 4 Asankheyya Kappa + 100.000 Kappa. Padahal, 1 Asankheyya-Kappa itu menurut beberapa “suciwan” Buddhis = 10 pangkat 14 tahun , atau = 100.000.000.000.000 tahun. Coba anda hitung2 sendiri jika keseluruhannya yang telah tercatat ada 28 Samma-Sambuddha, berapa lamakah itu ? jadi bisa dibayangkan kan, sudah berapa lama tradisi “Pancasila” itu dirawat oleh para pengikut Buddha ? ).

    Sehingga, setidaknya sejak 4 Asankheyya-Kappa + 100.000 Kappa yang lampau ( saat itu Sang Buddha Gotama masih terlahir menjadi Petapa Sumedha, dan kemudian berikrar di depan Buddha-Dipankara untuk berjuang supaya bisa menjadi Samma-Sambuddha, serta diberi kepastian oleh Buddha Dipankara bahwa Petapa Sumedha kelak akan menjadi Samma-Sambuddha, dengan nama “Siddhata-Gotama” ; atau Buddha-Gotama ) hingga kemudian pada sekitar tahun 2.553 yang lampau ( kurang lebih 553 SM ) ketika Siddhata-Gotama berhasil mencapai Pencerahan-Sempurna ( menjadi Samma-Sambuddha ), PANCASILA tersebut telah dipegang oleh para pengikut Buddha ; hingga detik ini, dengan istilah/sebutan yang sama pula ( tidak-berubah ) :
    P A N C A S I L A .

    Kembali pada masalah Sila I Pancasila Dasar Negara RI
    Sila I Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia berbunyi :

    KETUHANAN YANG MAHA ESA.

    Nah, pengertian yang benar dari “Ketuhanan” ini adalah, suatu “Nilai2 Kebajikan” yang “Absolut” yang harus dituju dalam sebuah kehidupan etik dan moral.

    Buddha-Dhamma mempunyai “Nilai2 Kebajikan” yang “Absolut” seperti itu. Dan memang itulah tujuan ummat Buddha. Nilai2 Absolut itu, dalam Buddha-Dhamma adalah : N I B B A N A / N I R V A N A.

    Namun memang, dalam Buddhisme tidak diakui adanya “Tuhan-Pencipta” yang “Maha-Kuasa” seperti yang diajarkan dalam sistem2 ajaran lain.
    ………………………………………………………………………
    salahnya dimana ya..?
    Trus yang salah siapa..?

    Budha yang salah, atau pemerintah RI yang salah.?
    ………………………………………………………………………

    Pemerintah RI dan Buddha-Dhamma tidak salah,
    yang salah adalah yang masih beranggapan bahwa “Ketuhanan YME” sebagai suatu sosok “Tunggal” sebagai “maha-pencipta” dan “maha-kuasa”.

    Padahal, pengertian benar dari kata “Ketuhanan” itu sendiri adalah seperti sudah saya terangkan diatas.
    Okey ?

    Semoga jawaban saya ini membantu, memuaskan keingin-tahuan anda ini.

    ………………………………………………………………………

    thanks.
    ………………………………………………………………………
    Terimakasih kembali, jelasnggak 🙂

    Semoga Anda Senantiasa Selamat Sejahtera,
    Sadhu,Sadhu,Sadhu.

    • lovepassword~RE said

      Buddha-Dhamma mempunyai “Nilai2 Kebajikan” yang “Absolut” seperti itu. Dan memang itulah tujuan ummat Buddha. Nilai2 Absolut itu, dalam Buddha-Dhamma adalah : N I B B A N A / N I R V A N A.

      1. Apakah kebajikan itu sama dengan kebaikan? Seingatku bukankah konsep Nirwana menurut ajaran Budha juga terlepas dari kemelekatan terhadap baik dan buruk.
      …………………………………………………………………………………………………….

      Dear Lovepassword,

      Mari kita bahas satu-persatu , okey ?
      Penjelasan saya itu ada dua (2) kalimat :

      PERTAMA : Buddha-Dhamma mempunyai “Nilai2 Kebajikan” yang “Absolut” seperti itu
      KEDUA : Nilai2 Absolut itu, dalam Buddha-Dhamma adalah : N I B B A N A / N I R V A N A.

      Meskipun kalimat itu saya ucapkan dalam satu paragraf, namun sesungguhnya “mengandung” dua pengertian yang berbeda. Saya mohon anda, dan rekan2 semuanya mengerti, saya menjawab komentar sembari bekerja. Sehingga, waktu untuk menjawab juga tidak terlalu leluasa. Mengenai hal ini sepertinya saya sudah pernah menerangkan, jadi semestinya sudah bukan suatu masalah lagi.

      Karena keterbatasan waktu, saya tidak menjelaskan dua pengertian dari dua kalimat itu. Sekarang saya akan menjelaskannnya :

      PERTAMA : Buddha-Dhamma mempunyai “Nilai2 Kebajikan” yang “Absolut” seperti itu

      Yang saya maksudkan dengan nilai2 Kebajikan yang absolut ( mutlak ), ialah nilai2 luhur/kesempurnaan yang Mutlak diperlukan bagi perjuangan semua-makhluk ( Sabbe-satta ) untuk merealisasi pencerahan-sempurna.

      Nilai2 luhur / kesempurnaan itu ialah :

      1. Catur Paramita
      Catur ( Empat ) Paramita ( Kesempurnaan ) itu adalah sebagai berikut :
      a. Maitri / Metta – Cinta-kasih
      b. Karuna – Kasih-sayang
      c. Mudita – Simpati
      d. Upeksa / Upekkha – Keseimbangan atau Ketenangan

      Catur-Paramitha ini juga dikenal dengan “Brahma-Vihara”.
      Sebagaimana semua aliran spiritual jaman Sang Buddha mengetahui, bahwa “Brahma” adalah sebutan bagi “Maha-Dewa” atau “Tuhan-Yang-Maha..”.

      Nah, untuk “Maha-Brahma” tersebut, yang hidup di alam Rupa-Dhatu, memiliki empat sifat-luhur : cinta-kasih (metta), kasih-sayang (karuna), simpati (mudita), dan keseimbangan-batin (upekha).

      Bahkan, ajaran Brahmavihara ini dulu diajarkan oleh Sang Buddha pada dua Brahmana yang bingung menentukan bagaimana caranya supaya bisa mencapai “Kemanunggalan-Atman-dengan-Brahman”. Oleh Sang Buddha, lalu diajarkanlah Brahmavihara, atau Catur-Paramitha ini.

      2. Sadparamita
      Sad ( enam ), Paramita ( Kesempurnaan ). Keenam kesempurnaan / Sadparamita itu adalah sebagai berikut :
      a. Dana Paramita – Kesempurnaan Kemurahan Hati
      b. Cila / Sila Paramita – Kesempurnaan Moralitas / Tata-susila
      c. Ksanti / Khanti Paramitha – Kesempurnaan Kesabaran
      d. Wiryya / Viriya Paramitha – Kesempurnaan Ketekunan Mental
      e. Dhyana / Jhana Paramitha – Kesempurnaan Pemusatan Perhatian
      f. Prajna Paramitha – Kesempurnaan Kebijaksanaan

      Nah, Catur-Paramitha dan Sad-Paramitha inilah nilai2 Luhur/Kebajikan yang mutlak / harus dipenuhi bagi semua-makhluk yang ingin mencapai pencerahan-sempurna.

      Karena itulah, para Boddhisatta, selama empat (4) asankkheyya-kappa + seratus ribu ( 100.000 ) kappa mengarungi tumimbal-lahirnya demi menyempurnakan kesepuluh paramitha ( kesempurnaan ) ini, hingga ketika kelahiran-kembalinya yang terakhir kali sebagai manusia, ia mampu merealisasi ke-Buddha-an, menjadi Anuttara-Samma-Sambuddha.

      KEDUA : Nilai2 Absolut itu, dalam Buddha-Dhamma adalah : N I B B A N A / N I R V A N A.

      Sebenarnya jika saya menggunakan istilah “nilai” mungkin juga tidak tepat.
      Nibbana inilah, kondisi-batin yang telah terbebas dari samsara ; benar seperti anda nyatakan, bahwa ketika seseorang merealisasi Nibbana, maka dia telah melampaui “baik” dan “buruk”.

      Perbuatan yang dilakukan oleh para Arahanta dan para Buddha, yang oleh umumnya makhluk mereka sebut “baik”, tidaklah lagi bisa disebut sebagai perbuatan dalam artian “karma”, karena perbuatan itu sudah tidak menghasilkan tunas2 kelahiran kembali seperti umumnya para makhluk yang belum merealisasi ke-Buddha-an dan ke-Arahata-an.

      Jadi, begitu lovepassword. Dan anda benar dengan pernyataan anda bahwa ketika seseorang merealisasi Nibbana, maka ia telah melampaui “baik” dan “buruk”.
      ……………………………………………………………………………………………………………..

      2. Kalo keburukan ditinggalkan kalo kebaikan kelak juga bakal ditinggalkan. (Dalam bahasa anda : Setelah sampai ke seberang maka rakit cuma memberatkan. ) Mengapa jalan masuknya harus lewat kebaikan ? Apakah ada penjelasan untuk hal ini?
      ……………………………………………………………………………………………………………..

      Untuk mulai menapaki jalan-pencerahan, seseorang pertama-tama harus memiliki hal dibawah ini ( bahkan secara alamiah, dengan sendirinya akan memiliki hal2 dibawah ini ) :

      – Pengertian Benar ( Pali : Samma-ditthi )
      – Pikiran Benar ( Pali : Samma-samkappa )

      Pengertian benar ( Samma-ditthi ), adalah langkah awal, sebuah visi, cara pandang terhadap alam semesta dan seisinya. Dengan pengertian yang benar, seseorang akan melihat dunia ini dengan apa adanya. Ia akan mampu menembus setiap ilusi akan kebahagiaan yang ditawarkan oleh kesenangan duniawi / inderawi. Dalam setiap kesenangan inderawi tidak akan ditemukan kekekalan. Itulah sebabnya mengapa kesenangan duniawi / inderawi disebut “KOSONG”, “RENDAH” ( Pali ; Dukkha, Du=Kosong, Kha=Rendah ), karena kesenangan duniawi KOSONG dari kekekalan, dari keabadian. Kebahagiaan sejati adalah kekal-abadi, sementara kesenangan duniawi / inderawi adalah tidak kekal dan serba sementara saja.

      Pengertian-Benar ini adalah yang disebut dengan “Jalan-Visi”. Ini adalah tahap awal, kemudian kita harus mentransformasikannya kedalam seluruh hidup dan kehidupan kita.

      Pengertian-Benar ( Samma-ditthi ). adalah sebuah pengertian yang menembus arti dari :

      a. Empat Kesunyataan Mulia
      b. Ti-Lakkhana ( Tiga Corak Umum )
      c. Hukum Paticca-Samuppada
      d. Kamma-Niyama ( Hukum Karma )

      Ketika ia menembus Empat-Kesunyataan-Mulia, ia akan mengerti bahwa :

      a. Hidup ini adalah penderitaan ( Dukkha sacca = Kebenaran suci tentang ‘penderitaan’ )
      b. Sebab penderitaan adalah nafsu-keinginan ( Samudaya sacca = Kebenaran suci tentang penyebab ‘penderitaan’ ; ialah nafsu-keinginan : Tanha )
      c. Lenyap/Berakhirnya Penderitaan (Nirodha sacca = kebenaran suci tentang padamnya ‘penderitaan’ ; ialah : NIBBANA )
      d. Jalan menuju lenyap/berakhirnya penderitaan ( Magga sacca = Kebenaran suci tentang jalan untuk terbebas dari ‘penderitaan’; ialah : ARIYA-ATTHANGIKA-MAGGA ).

      Nafsu-keinginan, inilah yang menjadi bahan-bakar bagi semua makhluk untuk bertumimbal lahir.
      Inilah “Keburukan” ( sesuai dengan pertanyaan anda” nomor dua tersebut diatas ).

      Bila dijabarkan secara lebih mendalam, maka “keburukan” yang dimaksud, adalah tiap bentuk pikiran yang didasari oleh tiga-api : Keserakahan akan keindriyaan (lobha), kemarahan/kebencian (dosa), dan kebodohan-batin (moha).

      Tiga-api itulah yang “membakar” dunia, begitu Sang Buddha pernah bersabda. Dan pemadaman dari ketiga api itulah “pembebasan”.

      Setelah seseorang memiliki “Pengertian-Benar” dalam memandang hidup, kehidupan, dan alam-semesta, maka ia akan memiliki pikiran-benar ( samma-samkappa ).

      Pikiran adalah pemimpin. Pikiran sendirilah yang mengotori dan atau mensucikan seseorang. Pikiran sendirilah yang membentuk sifat seseorang. Pikiran sendirilah yang mengendalikan nasib seseorang. Pikiran yang tidak benar, yang jahat, akan menjatuhkan derajat kemuliaan seseorang. Sedangkan pikiran yang benar, yang baik, akan mengangkat derajat kemuliaan seseorang. Suatu bentuk pikiran dapat menyelamatkan atau sebaliknya, menghancurkan dunia.
      Unsur kedua dari Jalan Mulia, yakni Pikiran Benar ( Samma Sankhappa ), akan membantu mengikis habis pikiran tidak baik dan tidak benar dan kemudian mengembangkan pikiran baik dan benar.

      Pikiran kita hanya dapat diubah seluruhnya oleh Pengertian Benar / Pandangan Sempurna, yang merupakan pengalaman spiritual atau pencerahan batin, bukan oleh kekuatan intelektual, atau pembuktian rasional. Pikiran Benar / Sempurna merupakan Pengertian Benar / Pandangan Sempurna yang mengalir kedalam emosi kita dan mengubahnya secara total. Pikiran Benar mempunyai sudut pandang negatif dan positif.

      SUDUT PANDANG “NEGATIF” DARI PIKIRAN-BENAR :
      1 Nekkhamma
      Artinya melepaskan kesenangan duniawi atau tidak mementingkan diri sendiri.

      2 Avyapada
      Artinya tanpa kebencian. Ia merupakan perwujudan cinta kasih, kehendak baik dan penuh kebajikan. Vyapada, secara harafiah artinya “berbuat jahat”, dan karenanya juga “membenci”.

      3 Avihimsa
      artinya tanpa kejahatan, tanpa kekerasan, tanpa kekejaman, atau kasih sayang. Himsa berarti “kekerasan atau kejahatan”, dan vihimsa adalah “dengan sengaja menyebabkan kesakitan atau penderitaan”.

      SUDUT PANDANG POSITIF DARI PIKIRAN-BENAR =

      Seperti yang sudah saya terangkan dari jawaban saya atas komentar anda terdahulu, maka ada nilai-luhur/kesempurnaan yang mutlak harus dilaksanakan bagi seseorang yang ingin meraih pencerahan-sempurna :

      1. Sadparamita
      Sad ( enam ), Paramita ( Kesempurnaan ). Keenam kesempurnaan / Sadparamita itu adalah sebagai berikut :
      a. Dana Paramita – Kesempurnaan Kemurahan Hati
      b. Cila / Sila Paramita – Kesempurnaan Moralitas / Tata-susila
      c. Ksanti / Khanti Paramitha – Kesempurnaan Kesabaran
      d. Wiryya / Viriya Paramitha – Kesempurnaan Ketekunan Mental
      e. Dhyana / Jhana Paramitha – Kesempurnaan Pemusatan Perhatian
      f. Prajna Paramitha – Kesempurnaan Kebijaksanaan

      2. Catur Paramita
      Catur ( Empat ) Paramita itu adalah sebagai berikut :
      a. Maitri / Metta – Cinta-kasih
      b. Karuna – Kasih-sayang
      c. Mudita – Simpati
      d. Upeksa / Upekkha – Keseimbangan atau Ketenangan

      So, my dear…,

      Itulah sebabnya, mengapa jalan masuknya harus melalui “Kebajikan”, harus melalui “pemurnian-pikiran”, harus melalui “Jalan-Visi” dan kemudian mentransformasi pikiran supaya dipenuhi nilai2 Luhur, sebagai sarana untuk melenyapkan “tiga-api” yang membakar dunia tersebut ( Lobha, Dosa, Moha ).

      Okey lovepassword,
      Semoga, jawaban saya ini membantu dan menjelaskan pertanyaan anda yang kedua ini. 🙂

      …………………………………………………………………………………………………………………………

      3.Terkait dengan soal rakit itu, mumpung kelihatannya kita semua sudah rada kalem, hi hi hi, saya tanya ulang saya perjelas deh ya. Saya yakin anda barusan meditasi vipassana.Pasti tambah kalem deh. 🙂 Dalam soal kalem, kamu cukup mengagumkan kadang-kadang. Maksudku waktu tanya : Apakah ke seberang mutlak butuh rakit , mengapa kok nggak feri saja misalnya, atau pesawat terbang. Tentu saja itu juga pertanyaan kiasan. Bukan masalah aku nggak tahu maksud pertanyaanku. Maksudku gini : Kalo toh endingnya kemelekatan akan dilepas bahkan termasuk kemelekatan pada Budha sendiri, mengapa jalan masuknya harus Budha? Apakah ada alasan lain?
      …………………………………………………………………………………………………………………………
      Oh, my dear 🙂

      Saya pun juga menjawab dengan kiasan, sesuai dalam sutta itu sendiri 🙂
      Bukankah maksud lovepassword adalah, “Mengapa harus melalui jalan Buddha ? Mengapa tidak bisa melalui Jalan yang lain ? ” begitu kan .. 🙂

      Mengapa harus melalui BUDDHA ? Mengapa bukan melalui jalan lain ? Apakah ada alasannya ?

      My dear , tentu ada alasannya 🙂
      Saya akan cuplikkan sebuah sutta yang menjelaskan hal ini, yaitu Culasihanada Sutta ; Majjhima-Nikaya Sutta ke-11 :

      Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Savatthi di Hutan Jeta, Taman Anathapindika. Disana Beliau berkata kepada para Bhikkhu demikian : “Para Bhikkhu” – “Bhante”, jawab mereka. Yang Terberkahi berkata demikian :

      Para Bhikkhu, hanya di sinilah terdapat seorang petapa, hanya disinilah petapa kedua, hanya disinilah petapa ketiga, hanya disinilah petapa keempat. Doktrin-doktrin yang lain kosong akan petapa : demikianlah kalian seharusnya mengaumkan raungan singa kalian dengan benar.”

      “Mungkin saja, para Bhikkhu, para kelana sekte lain bertanya : “Tetapi dengan kekuatan [argumen] apa, atau dengan penopang [keabsahan] apa maka para mulia berkata demikian ?”… dst.

      ” Para kelana sekte lain yang bertanya demikian bisa dijawab dengan cara ini : “Kalau demikian, para sahabat, bagaimana tujuannya, apakah satu atau banyak ?” Bila menjawab dengan benar, para kelana sekte lain akan menjawab demikian : “Para sahabat, tujuannya adalah satu, bukan banyak.”

      Dalam penjelasan, diterangkan, frasa “hanya-disini” berarti hanya di dalam ajaran Buddha. Empat petapa (samana) yang diacu disini merupakan empat tingkat siswa-agung, yaitu : Pemasuk-Arus, Yang-Kembali-Sekali-Lagi, Yang-tidak-kembali-lagi, dan Arahat. Khotbah “Raungan-Singa” (sihanada) ini merupakan raungan-keunggulan tanpa ketakutan yang diucapkan Sang Buddha.

      Para pengikut sekte lain, semuanya akan mengatakan bahwa tujuannya adalah “Kesempurnaan-Spiritual”.
      Walaupun demikian, mereka tidak bertujuan mencapai ke-Arahata-an. Ke-Arahata-an, dicapai saat merealisasi “NIBBANA” ; kondisi-batin diatas duniawi, sebagai hasil pemadaman dari ketiga-api ( Lobha,Dosa,Moha ).

      Umumnya sekte lain ( selain Buddha-Dhamma ) menunjukkan pencapaian-pencapaian lain sebagai tujuannya, sesuai dengan pandangan-pandangan mereka.

      Para Brahmana menyatakan bahwa “Penyatuan-Atman-dan-Brahman” adalah tujuannya. Dengan anggapan bahwa “Maha-Brahma” adalah “Sang-Pencipta, Awal-Mula-Segala-Sesuatu, Maha-Kuasa, Tujuan-Semua-Makhluk,dll.”. Namun oleh Sang Buddha, telah berulangkali dijelaskan, bahwa pendapat adanya “Sang-Pencipta” seperti ini adalah kekeliruan semata ( Brahmajala-Sutta ).

      Para petapa lain, akan menyatakan bahwa para Dewa dengan “cahaya-gemerlap”-lah yang menjadi tujuannya.
      Para kelana menyatakan tujuannya adalah para Dewa dengan “Keagungan-yang-Memancar”.
      Sedangkan para pengikut sekte Ajivaka akan menyatakan bahwa “Pikiran-yang-Tak-Terbatas”-lah yang akan menjadi tujuannya.

      Dengan demikian, jelas terdapat perbedaan mendasar, apa yang menjadi tujuan ajaran lain dengan apa yang menjadi tujuan kehidupan spiritual menurut ajaran Buddha.

      ” Tetapi, para sahabat, apakah tujuan itu untuk orang yang dipengaruhi oleh nafsu atau yang bebas dari nafsu ? Bila menjawab dengan benar, para kelana sekte lain akan menjawab demikian : “Para sahabat, tujuan itu adalah untuk orang yang bebas dari nafsu, bukan untuk yang dipengaruhi oleh nafsu.” —

      “Tetapi para sahabat, apakah tujuan itu, untuk orang yang dipengaruhi oleh kebencian atau yang bebas dari kebencian ?” Bila menjawab dengan benar, mereka akan menjawab : “Para sahabat, tujuan itu adalah untuk orang yang bebas dari kebencian, bukan untuk yang dipengaruhi oleh kebencian.” —

      “Tetapi para sahabat, apakah tujuan itu untuk orang yang dipengaruhi oleh kebodohan batin atau yang bebas dari kebodohan batin ? Bila menjawab dengan benar, mereka akan menjawab : “Para sahabat, tujuan itu adalah untuk yang bebas dari kebodohan batin, bukan untuk yang dipengaruhi oleh kebodohan batin.” —

      “Tetapi para sahabat, apakah tujuan itu untuk orang yang dipengaruhi nafsu-keserakahan atau yang bebas dari nafsu-keserakahan ?” Bila menjawab dengan benar, mereka akan menjawab :”Para sahabat, tujuan itu adalah untuk orang yang bebas dari nafsu keserakahan, bukan untuk yang dipengaruhi oleh nafsu keserakahan.” —

      “Tetapi para sahabat, apakah tujuan itu untuk orang yang dipengaruhi oleh kemelekatan atau yang bebas dari kemelekatan?” Bila menjawab dengan benar, mereka akan mengatakan : “Para sahabat, tujuan itu adalah untuk orang yang bebas dari kemelekatan, bukan untuk yang dipengaruhi oleh kemelekatan.”–

      “Tetapi para sahabat, apakah tujuan itu untuk orang yang memiliki visi atau yang tanpa visi ?” Bila menjawab dengan benar, mereka akan mengatakan : “Para sahabat, tujuan itu adalah untuk orang yang memiliki visi, bukan untuk orang yang tanpa visi.” —

      “Tetapi para sahabat, apakah tujuan itu untuk orang yang menyukai dan menolak, atau untuk orang yang tidak menyukai dan menolak? ” Kalau menjawab dengan benar, mereka akan mengatakan : “Para sahabat, tujuan itu adalah untuk orang yang tidak menyukai dan tidak menolak, bukan untuk orang yang menyukai dan menolak.” —

      Tetapi sahabat, apakah tujuan itu untuk orang yang bergembira di dalam pengembangan dan menikmatinya, atau untuk orang yang tidak bergembira di dalam pengembangan dan menikmatinya? ” Bila menjawab dengan benar, mereka akan mengatakan : “Para sahabat, tujuan itu adalah untuk orang yang tidak bergembira di dalam pengembangan dan tidak menikmatinya, bukan bagi orang yang bergembira dan menikmati pengembangan.”

      Mari kita bahas cuplikan khotbah diatas terlebih dahulu, sebelum kita lanjutkan pada khotbah berikutnya.

      Mengenai kalimat “Menyukai dan Menolak” ( anurudhapativirodha ) berarti bereaksi dengan rasa-tertarik melalui nafsu, dan dengan penolakan melalui kebencian.

      Kata “Pengembangan” ( Papanca ), disini merupakan aktivitas mental yang dikuasai oleh keserakahan dan pandangan-pandangan.

      “Para Bhikkhu, ada dua pandangan ini : pandangan mengenai dumadi dan pandangan mengenai tanpa-dumadi. Petapa atau brahmana mana pun yang bergantung pada pandangan dumadi, mengambil pandangan dumadi, menerima pandangan dumadi, akan menolak pandangan tanpa-dumadi. Para petapa atau brahmana mana pun yang bergantung pada pandangan tanpa-dumadi, mengambil pandangan tanpa-dumadi, menerima pandangan tanpa-dumadi, akan meolak pandangan dumadi.”

      Pandangan mengenai dumadi ( bhavaditthi ) merupakan eternalisme, kepercayaan pada suatu diri yang abadi ; pandangan tanpa-dumadi ( vibhavaditthi ) merupakan paham pembinasaan, yaitu penyangkalan terhadap prinsip kesinambungan apa pun sebagai suatu landasan kelahiran-ulang dan retribusi karma. Mengambil satu pandangan dan menolak yang lain berarti melumpuhkan pernyataan sebelumnya bahwa tujuan itu adalah bagi orang yang tidak menyukai dan tidak-menolak.

      “Petapa atau brahmana mana pun yang tidak memahami seperti apa adanya asal-mulanya, lenyapnya, pemuasannya, bahayanya, dan jalan keluarnya dalam hal dua pandangan ini akan DIPENGARUHI OLEH NAFSU, DIPENGARUHI OLEH KEBENCIAN, DIPENGARUHI OLEH KEBODOHAN BATIN, dipengaruhi oleh nafsu-keserakahan, dipengaruhi oleh kemelekatan, tanpa visi, cenderung lebih menyukai dan menolak, serta mereka akan bergembira dan menimati pengembangan. Mereka tidak terbebas dari kelahiran , usia-tua, dan kematian ; dari dukacita, ratap-tangis, rasa-sakit, kesedihan, dan keputusasaan; mereka tidak terbebas dari penderitaan, demikian Ku-katakan.”

      Penjelasan dalam Majjhima-Nikaya adalah sebagai berikut :
      Sebagai asal-mula ( samudaya ) dari pandangan-pandangan ini, disebutkan ada delapan kondisi :
      – Panca-khanda
      – Ketidaktahuan (avijja).
      – Kontak,
      – Persepsi
      – Pemikiran,
      – Perhatian yang tidak bijaksana,
      – Teman-teman yang buruk [ yang tidak mengerti dan menempuh jalan-suci ]
      – Suara orang lain.

      Kelenyapannya ( atthangama ) merupakan Jalan Pemasuk-Arus yang menghapus semua pandangan salah.

      Pemuasannya ( assada ) bisa dipahami sebagai pemuasan kebutuhan psikologis yang diberikan ; bahayanya ( adinava ) merupakan ikatan terus-menerus yang dibawanya ; jalan-keluar ( nissarana ) dari hal-hal tersebut adalah NIBBANA.

      “Petapa atau Brahmana manapun yang memahami seperti apa-adanya asal-mulanya, lenyapnya, pemuasannya, bahayanya, dan jalan keluarnya dalam hal dua pandangan ini akan tidak memiliki nafsu, tanpa-kebencian, tanpa-kebodohan-batin, tanpa nafsu keserakahan, tanpa-kemelekatan, memiliki visi, tidak cenderung menyukai dan tidak menolak, serta mereka tidak bergembira dan tidak menikmati pengembangan. Mereka terbebas dari kelahiran, usia-tua, dan kematian ; dari dukacita, ratap-tangis, rasa-sakit, kesedihan, dan keputusasaan; mereka terbebas dari penderitaan, demikian Ku-katakan.”

      MAHASIHANADA-SUTTA
      Lebih lanjut , dalam Mahasihanada-Sutta ; Majjhima-Nikaya, Sutta ke-12, Sang Buddha menerangkan adanya LIMA-TUJUAN DAN NIBBANA :

      ” Sariputta, ada lima tujuan ini. Apakah yang lima itu ? NERAKA, ALAM-BINATANG, ALAM-MAKHLUK-HALUS, ALAM-MANUSIA, dan PARA-DEWA.”

      Dalam tradisi Buddhis yang belakangan ini, para ASURA, yaitu RAKSASA atau “ANTI-DEWA”, ditambahkan sebagai alam terpisah sehingga ada enam-tujuan ( lima tujuan tambah satu : “Asura” ).

      Alam para Dewa itu yang dimaksud adalah alam dari para dewa Kamadhatu, Rupadhatu, hingga Arupadhatu.

      Sang Buddha memahami kesemua alam tersebut. Sang Buddha juga memahami jalan menuju kesemua alam tersebut, dan memahami bagaimana para makhluk yang setelah memasuki “Jalan” ke-alam2 tersebut, kemudian akan muncul kembali di masing2 alam tersebut ( sesuai “Jalan”-nya masing2 yang telah dipilih ).

      Nah, Sang Buddha, menegaskan dalam banyak kesempatan, bahwa tujuan-sejati bagi kehidupan spiritual yang diajarkannya adalah menuju pada : NIBBANA ; yakni pengakhiran dari seluruh siklus samsara yang “membelit” makhluk2. Sang Buddha tidak menuntun para makhluk menuju alam2 “Surga”.

      Bahkan, untuk menuju alam2 surga, seseorang tidak perlu menempuh Jalan yang ditunjukkan Sang Buddha.
      Semua makhluk bisa memasuki alam2 surga, asalkan memiliki :

      1. HIRI : Perasaan malu berbuat jahat,
      2. OTAPPA : Perasaan takut akan akibat perbuatan jahat,

      Serta kemudian merawat LIMA-ATURAN-MORALITAS ( Pancasila ) dengan sebaik-baiknya :
      1. Tidak membunuh makhluk hidup apapun juga,
      2. Tidak mengambil barang yang tidak diberikan,
      3. Tidak melakukan perbuatan sex yang tidak benar.
      4. Tidak berucap dusta,
      5. Tidak meminum minuman keras, barang madat yang menyebabkan lemahnya kesadaran.

      Cukup mempunyai hal2 tersebut diatas, seseorang pasti telah memasuki jalan ke surga, dan kelak setelah mati akan terlahir di alam surga. Mudah bukan ?
      Inilah, banyak jalan menuju surga, tapi kemudian Sang Buddha menegaskan ( melalui khotbah2Nya, salah satunya yang saya cuplik/kutip diatas ) bahwa hanya ada satu Jalan menuju Nibbana, yaitu “Ariya-Atthangika-Magga”.

      Kita perlu ingat, bahwa “Ariya-Atthangika-Magga” ini adalah Kesunyataan Mulia yang ke-empat dari “Cattari-Ariya-Saccani”. Ini adalah “Jalan menuju lenyap/berakhirnya penderitaan”. Kapan dan dimanakah berakhirnya penderitaan? Saat ini juga, disini juga, saat kita berhasil memadamkan ketiga api [ Lobha ( keserakahan/nafsu-indriya ), Dosa ( Kemarahan/Kebencian ), dan Kebodohan-batin ( Moha ) ].

      Hal berbeda dari “Jalan-ke-Surga” dengan “Jalan-ke-Nibbana” adalah ; untuk ke-surga, seseorang tidak perlu suci, bahkan surga itu sendiri masih dalam lingkup “Alam-Keindriyaan”.
      Namun untuk menuju “Nibbana”, kesucian itu adalah yang ditempuh. Itu sebabnya, para pengikut Buddha, setelah “Melihat-Nibbana” untuk pertama kalinya, ia akan berjuang dengan sekuat tenaga, melenyapkan segala nafsu-indriya, melenyapkan keserakahan, melenyapkan kemarahan/kebencian, melenyapkan kebodohan-batin ( kebodohan batin adalah : kebodohan karena tidak bisa melihat hidup sebagai penderitaan, sebab penderitaan, lenyapnya penderitaan, dan jalan menuju lenyapnya penderitaan ).

      Inilah lovepassword, sehingga, anda seharusnya sudah bisa melihat perbedaannya bukan ?

      Pada ajaran spiritual lain, semua mengajarkan, ” Kehidupan itu ada aspek duniawi dan rohani. Sehingga, spiritualitas pun seharusnya duniawi dan rohani ; kita tidak perlu meninggalkan keduniawian dan melulu konsentrasi pada kerohanian.”

      Dulu pula ada yang menyatakan pada saya, bahwa untuk menuju Tuhan seseorang tidak harus suci.

      Iya, saya meng-iyakan..memang benar. Pandangan itu tidak-salah.
      Tapi, itu bukan yang dituju oleh Sang Buddha dan para siswa-Nya.

      Demikian , Lovepassword,

      Semoga, jawaban ini bisa menjelaskan

      May U Always b Happy and Well,
      Sadhu,Sadhu,Sadhu. 🙂

      • lovepassword~RE said

        Kalo saya tidak salah memahami, menurut anda, seseorang yang masuk surga tidak harus suci dulu. Yang ini memang saya juga setuju karena menurut saya yang namanya manusia suci itu yah mana ada. Maksudku gini : Surga selain terkait dengan hasil usaha manusia memang terkait dengan kebaikan Tuhan , ini jika kita melihatnya memakai sudut pandang agama non budhist.

        Anda juga berkata : Kalo untuk masuk surga nggak harus suci, tetapi untuk mencapai nibbana harus suci.

        Saya agak bingung apa yang anda maksud suci di sini. Maksudku kesucian itu apakah dilihat dari sisi masa lalu, masa depan atau sekarang, sebab jika dilihat secara keseluruhan selama hidup, saya rasa nggak ada manusia yang suci.

        Apakah kesucian di sini identik dengan pertobatan, sehingga dosa/karma masa lalu yang buruk bisalah dianggap ikut lenyap. Atau setiap karma harus ditebus dulu baru seseorang dianggap suci . Adakah karma yang tidak perlu ditebus?

        SALAM

        Semoga Anda Sejahtera
        ………………………………………………………………………………………………………………
        Dear Lovepassword…,

        Wah, berarti anda memang belum memahami ajaran Buddha nih… ,

        Seperti sudah berulangkali saya singgung, dalam ajaran Buddha, tahap “purification” atau pensucian diri itu , dalam tradisi Theravada, ada empat tahap :

        1. Sotapatti-Magga-Phala.
        2. Sakadagami-Magga-Phala.
        3. Anagami-Magga-Phala.
        4. Arahatta-Magga-Phala.
        ( Untuk lebih jelasnya, nanti coba anda klik artikel TANDA-TANDA PENCERAHAN )

        Seseorang yang merealisasi tingkat kesucian pertama, disebut seorang “Pemenang-Arus”. Pemenang-Arus ini maximal akan bertumimbal lahir selama tujuh (7) kali lagi, untuk menuntaskan latihannya, mengikis habis kekotoran batin, hingga benar2 merealisasi kesucian-tertinggi.

        Seseorang yang merealisasi tingkat kesucian kedua, adalah seorang yang disebut dengan “Yang-Kembali-Sekali-Lagi” ;artinya hanya akan terlahir satu kali lagi sebagai manusia untuk menuntaskan latihan dan mengikis habis kekotoran batin, dan setelah itu merealisasi kesucian-tertinggi.

        Seseorang yang merealisasi tingkat kesucian ketiga, disebut sebagai “Yang-Tak-Kembali-Lagi”, sebab, disaat kita telah mencapai tingkat Anagami-Magga-Phala, kita tidak akan pernah terlahir lagi sebagai seorang manusia, juga tidak akan sekedar terlahir di alam surga-surga kammadhatu, namun, kita akan langsung menuju “SUDDHAVASA”, yaitu dalam lingkup alam RUPA-JHANA, tepatnya JHANA IV

        Yang terakhir, adalah seseorang yang telah berhasil merealisasi Arahatta-Magga-Phala, ini adalah kesucian tertinggi.

        BAGAIMANAKAH MELATIH DIRI ?
        Nah, Sang Buddha menunjukkan bagaimana kita harus melatih diri, semua terangkum dalam “Ariya-Atthangika-Magga” atau “Jalan-Ariya-Beruas-Delapan” yang sering saya singgung2 kemarin.

        Diringkas lagi, maka formulanya menjadi :
        SILA –> SAMADHI –> PANNA

        Mengenai SILA, untuk ummat awam ada PANCASILA,
        Lalu bila ummat tersebut berkembang , akan melanjutkan melatih diri dengan ATTHANGASILA ( Delapan Sila )
        Berkembang lagi, menjadi DASASILA ( Sepuluh-Sila ),
        Setelah itu, semakin berkembang, ia akan memasuki kehidupan ke-Bhikkhu-an, bergabung dalam Sangha, untuk menempuh latihan yang lebih tinggi, melaksanakan 227 Sila-Patimokkha.

        Ini saya berikan isi2 Sila tersebut dari PANCASILA s/d DASASILA

        PANCASILA :
        1. Aku bertekad melatih diri menghindari pembunuhan makhluk-hidup.
        2. Aku bertekad melatih diri menghindari pengambilan barang yang tidak diberikan.
        3. Aku bertekad melatih diri menghindari perbuatan asusila.
        4. Aku bertekad melatih diri menghindari ucapan-bohon.
        5. Aku bertekad melatih diri menghindari minuman memabukkan hasil penyulingan atau peragian yang menyebabkan lemahnya kesadaran.

        Yang dimaksud dengan “MAKHLUK-HIDUP” dalam sila pertama itu adalah semua makhluk-hidup yang berjiwa : manusia, hewan, bahkan hingga para Dewa,Hantu, Setan, Jin sekalipun.
        Tumbuhan tidak termasuk, karena tidak “berjiwa”. Namun, para Bhikkhu tetap dilarang memusnahkan kehidupan tumbuh2an.

        ATTHANGASILA :
        1. Sama dengan Pancasila.
        2. Sama dengan Pancasila.
        3. Aku bertekad melatih diri menghindari perbuatan tidak-suci.
        4. Sama dengan Pancasila.
        5. Sama dengan Pancasila.
        6. Aku bertekad melatih diri menghindari makan makanan setelah tengah hari.
        7. Aku bertekad melatih diri menghindari menari, menyanyi, bermain musik, dan pergi melihat pertunjukan ; memakai , berhias dengan bebungaan, wewangian, dan barang olesan (kosmetik) dengan tujuan untuk mempercantik tubuh.
        8. Aku bertekad melatih diri menghindari penggunaan tempat tidur dan tempat duduk yang tinggi dan besar ( mewah ).

        DASASILA =
        1. Sama dengan Pancasila.
        2. Sama dengan Pancasila.
        3. Sama dengan Atthangasila.
        4. Sama dengan Pancasila.
        5. Sama dengan Pancasila.
        6. Sama dengan Atthangasila.
        7. Aku bertekad melatih diri menghindari menari, menyanyi, bermain musik, dan pergi melihat pertunjukan.
        8. Aku bertekad melatih diri menghindari memakai, berhias dengan bebungaan, wewangian, dan barang olesan (kosmetik) dengan tujuan untuk memperindah tubuh.
        9. Sama dengan SILA KE-8 dari Atthangasila.
        10. Aku bertekad melatih diri menghindari penerimaan emas dan perak (uang).

        Nah, untuk 227 SILA PATIMOKKHA, lovepassword bisa search / googling, atau bisa ke situs samaggi-phala. 🙂
        :::::::::::::::::::::::::::::::

        Nah, lovepassword, keberhasilan seseorang dalam merealisasi tingkat2 kesucian , semua tergantung akumulasi kamma2 kita sendiri.

        Bila terlalu banyak kamma buruk, maka tentu rintangannya jauh lebih banyak. Bila sudah mendengar ajaran Buddha, setidaknya dia telah mendengar “Jalan” untuk keluar dari lingkaran samsara. Tinggal bagaimana kammanya menuntun, bila berjodoh, dia bisa segera melatih diri, terus-menerus, diteruskan hingga kehidupan berikutnya, hingga berhasil menyelesaikan seluruh latihan, merealisasi kesucian-tertinggi, memotong arus samsara.

        Sehingga, realisasi tingkat kesucian ini BERBEDA dengan konsep pertobatan dalam agama2 tertentu, yang dilakukan dengan mengaku diri telah bersalah, lalu dimaafkan oleh pemuka agamanya, selesai.
        Tidak, sama sekali tidak begitu.
        Kita sendiri yang harus melatih diri, membimbing diri , hingga akhirnya benar2 tuntas, selesai memotong semua kamma2 kita, tidak ada lagi tunas bagi kelahiran kembali kita, dan tidak akan terlahir dalam rahim lagi. 🙂
        Dan lamanya waktu kita dalam menyelesaikan latihan ini, semua tergantung kamma2 kita sendiri yang terakumulasi sejak “waktu-yang-tak-terhitung-lamanya” kita berkelana dalam samsara ( selama kita berkelana, kita sesungguhnya telah banyak mengumpulkan kamma baik maupun kamma buruk, termasuk, sesungguhnya sudah pernah bertemu dan mendengarkan ajaran Buddha ( karena jumlah total Samma-Sambuddha adalah 28 Samma-Sambuddha, sejak Buddha-Dipankara hingga yang terakhir Buddha-Gotama, dan semuanya mengajarkan hal yang sama ) ).

        Okey lovepassword, semoga pemaparan saya ini membantu menjawab pertanyaan anda.
        May Happiness Always b With U,
        Sadhu,Sadhu,Sadhu.

        • lovepassword~RE said

          Kalo tingkat kesucian seseorang terkait dengan akumulasi karma tidak saja selama hidup tetapi bahkan pada kehidupan-kehidupan sebelumnya ( mengingat konsep kelahiran kembali dalam agama Budha ), mungkinkah sekarang ini ada manusia yang bisa mencapai pencerahan ? Maksudku gini : Setiap manusia kan punya kesalahan tuh, setiap kesalahan itu punya akibat(karma buruk). Lha ketika detik demi detik kita selalu berbuat salah entah sengaja atau tidak dan kita harus menebus itu semua – apakah kemudian pencerahan itu menjadi sesuatu yang riil ada pada manusia.
          Apalagi mengingat setahu saya di agama Budha , karma baik dan karma buruk memiliki jalan sendiri-sendiri. Dalam artian setiap perbuatan memiliki karma masing-masing. Perbuatan baik tidak meniadakan karma buruk atas tindakan yang salah di masa lalu. Karma buruk itu tetap ada tetapi gambarannya sama seperti garam, kalo air tawarnya semakin banyak maka efek asinnya menjadi lebih sedikit tetapi bukan berarti lalu garam itu sendiri dianggap tidak ada.

          Kalo logikanya demikian, maka bukankah yang namanya karma buruk itu akan selalu ada , tidak akan lenyap ? Hanya saja mungkin efeknya sedikit atau banyak. Tetapi karma buruk itu masih ada bukan?
          …………………………………………………………………………………………………………….
          Dear Lovepassword… 🙂

          Kesucian tertinggi, tentunya baru bisa diraih setelah semua kamma-buruk terselesaikan. ( tapi kamu harus tahu, “Kamma” itu berbeda dengan “Vipaka”. “Kamma” itu artinya = Kehendak / Perbuatan. Sedangkan “Vipaka”, itu artinya = Buah-Kamma ; yang dipetik dari benih “taburan” Kamma kita ).

          Saya pernah membaca sebuah sutta ( hanya lupa, di sutta mana, nanti saya carikan ), bahwa selama kamma ( kehendak/perbuatan ) buruk masih ada, maka tidak akan mungkin ada pencerahan.
          Namun, setelah berhentinya kamma-buruk, dan kita mencapai Pencerahan, tetap ada buah-buah dari kamma buruk kita di masa lampau yang bisa berbuah.

          “Vipaka” yang menimpa para suciwan seperti ini disebut sebagai : Karma/kamma yang berlaku untuk jangka waktu tidak terbatas ( Aparapariyavedaniya Kamma ). Tidak ada seorangpun yang bebas dari Kamma golongan ini.Sang Buddha Gotama, pernah dipersalahkan dalam hubungan dengan terjadinya pembunuhan terhadap seorang wanita pengikut para petapa terlanjang. Hal itu merupakan akibat karena ia mencaci seorang Pacceka Buddha dalam salah satu kehidupan Beliau yang lampau. Angulimala, murid Sang Buddha ; dia adalah mantan pembunuh yang sadis dan kejam, setelah ia mencapai Arahat, ia tetap menuai buah kamma-buruknya, yaitu mati mengenaskan ditangan orang2 yang dendam kepadanya.

          Para Arahat, tetap merasakan kesakitan fisik, kelelahan, dll. Tapi, mereka sudah tidak merasakan kesakitan batin. Untuk orang2 yang belum merealisasi kesucian, jika ia menghadapi situasi seperti yang dialami Angulimala, ia akan ketakutan, sedih, menangis. Tapi para Arahat tidak akan lagi mempunyai emosi seperti itu. Inilah yang disebut “Kebebasan-Batin”. Tiada sedih, tenang inderanya, damai, tidak tergoyahkan oleh hal2 duniawi ( suka-duka, dipuji-dicela, terkenal-dicampakkan, dll. ) .

          Nah, logika anda benar. Maka dari itu, pencerahan tidak bisa direalisasikan dalam satu kehidupan saja.

          Namun, bukan berarti pencerahan saat ini adalah hal yang mustahil.
          Telah banyak yang merealisasi pencerahan ( meski hanya pada tingkat pertama, kedua, ketiga ) pada masa kehidupan yang sekarang. Mengapa bisa begitu, karena diantara kita semua, sebenarnya pernah mengumpulkan banyak kamma-baik, juga suatu saat dimasa lampau pernah mendengar ajaran Buddha, pernah berniat suatu saat ingin menempuh “Jalan-Pembebasan”, untuk mengakhiri siklus samsara.

          Salah satu contoh, Ajahn Chah, seorang Guru meditasi terkenal ( Guru dari Ajahn Brahmavamso ) , diakui oleh banyak pihak sebagai “Arahat” abad ini. 🙂 Pengakuan ini tentunya tidak datang dengan mudah dan sekonyong-konyong. Dan yang mengakui pun tidak hanya satu atau dua orang saja. Namun hampir semua masyarakat Buddhis sedunia.

          Lovepassword, Kita sendiri yang bisa mengetahui, apakah kamma baik kita telah masak untuk menempuh “Jalan-Suci”, atau belum.

          Secara sederhana, kita sendiri yang bisa mengetahui apakah kita masih suka marah-marah meledak-ledak, apakah kita masih suka menangis, apakah kita masih suka tertawa terbahak-bahak, apakah kita masih diliputi nafsu-indriya, apakah kita masih dicengkeram keserakahan, kemarahan, kebodohan-batin ; semua itu kita sendiri yang bisa mengetahuinya.
          ………………………………………………………………………………………………………….

          ========= Sehingga, realisasi tingkat kesucian ini BERBEDA dengan konsep pertobatan dalam agama2 tertentu, yang dilakukan dengan mengaku diri telah bersalah, lalu dimaafkan oleh pemuka agamanya, selesai.

          ===> Waduh kali ini kayaknya anda yang salah tangkep deh. Perasaan yang namanya tobat itu juga nggak seenak itu deh. hi hi hi . Pertama : Menurut apa yang anda sebut sebagai agama lain itu biasanya pertobatan itu ditujukan kepada Tuhan bukan kepada pemuka agama. Lha posisi pemuka agama disini kalopun oleh beberapa agama/aliran kadang memang diada-adakan, biasanya posisinya sekedar sebagai penyampai atau penegas. Gampangannya kalo ngomong kapok tapi di dengar orang banyak kan lebih bisa dibantu agar tetap dalam pertobatannya gicu. Jadi pointnya : Dalam Islam, Kristen, atau agama yang lain mungkin . Yang namanya Tobat itu terkait hubungan manusia dengan Tuhan, bukan urusan dimaafkan atau tidak dimaafkan oleh pemuka agama .

          Kedua : Perlu saya tegaskan lebih lanjut, dimana posisi Keadilan dan Pertobatan dalam agama lain tersebut. Di dalam agama-agama lain setahu saya :
          Ada dua konsep yang memang harus dilihat secara seimbang, misalnya konsep Takdir dan Usaha Manusia, konsep Keadilan dan Pertobatan dsb.
          Konsep Takdir atau gambaran kasarnya bisa kita lihat sebagai faktor eksternal, sedangkan Usaha Manusia bisa kita lihat sebagai faktor internal.
          Keberhasilan/ketidakberhasilan sesorang tergantung dari faktor internal dan eksternal ini. Sisi jelek dari konsep Takdir kalo mau dicari kejelekannya Orang bermasalah bisa saja menyalahkan kehendak Tuhan, hi hi hi. Misalnya korupsi-korupsi sendiri kemudian Tuhan dibawa-bawa, ngomongnya romantis betul : Mungkin ini kehendak Tuhan bla..bla..bla sehingga saya harus masuk penjara. Sisi jelek dari konsep Usaha Manusia , kadang ini bermasalah bagi orang2 tertentu yang sudah merasa berhasil. Karena gue pinter jenius maka gue berhasil. Itu kalo sudut pandangnya yang jelek-jelek.
          Lha sudut pandang yang baik bagaimana ? Kalo menurutku sih : Ketika berhasil sadarilah bahwa keberhasilan seseorang itu tidak semata2 tergantung dari hasil usaha kita sendiri tetapi juga faktor2 lain di luar kita. Sehingga mudah-mudahan tidak terlalu sombong. Sebaliknya ketika kita gagal, jangan terlalu cepat menyalahkan pihak-pihak luar, tetapi upayakanlah melihat dalam diri sendiri dulu. Teorinya sih begicu saya rasa. Kalo prakteknya : Kecenderungan manusia termasuk saya untuk meninggikan diri sendiri ketika berhasil dan sebaliknya mencari kambing hitam ketika gagal memang masih tinggi. Hi hi hi.

          Karena anda berkali-kali sempat membahas masalah usaha ini, maka saya klarifikasi sedikit di atas.

          Oke, sekarang bagaimana dengan konsep Pertobatan Sendiri. Konsep Pertobatan di dalam agama lain juga terkait dengan dua konsep besar yang saya bahas sebelumnya.

          Di dalam agama lain : Konsep Tobat bukankah konsep yang ada secara sendirian . Ada konsep lain yaitu Keadilan. Ketika kita berbicara Keadilan maka esensinya ya mirip-miriplah sama hukum karma anda itu: Yang baik bakal dapat baik, yang jahat akan memetik jahat pula. Di dalam Islam ada konsep Timbangan dibandingkan antara kebaikan dan keburukan, di dalam Kristen ada hukum tabur tuai : siapa yang menanam ilalang alangkah anehnya jika mengharapkan strawberri. Hi hi hi. Esensinya sekali lagi sama : Yang baik dapet baik yang jahat dapat nggak enak. Kalo detailnya memang mungkin beda, misalnya dalam Islam, baik dan jahat ditimbang atau dicompare, sedangkan misalnya dalam Budha : Sependek pengetahuan saya masing2 mendapat balasannya sendiri-sendiri.
          ……………………………………………………………
          Mengenai “kamma” , ada kamma yang bisa “kadaluwarsa” ( ahosi-kamma ), sehingga tidak semua kamma harus berbuah. Ini yang anda belum mengerti. Coba dibaca-baca lagi artikel “Hukum-Karma” diatas 🙂
          ……………………………………………………………
          Kalo kita melihat dari sisi baiknya, saya rasa mudah : Tujuan konsep Keadilan adalah Anjuran supaya orang menghindari perbuatan jahat dan supaya manusia berbuat baik . Pada sisi lain adanya konsep Tobat tujuannya adalah agar manusia yang kebetulan atau kebeneran sudah terlanjur pernah berbuat jahat mendapatkan kesempatan untuk menjadi orang baik.

          Lha sekali lagi kalo konsepnya kemudian dijungkir balikkan itu memang bisa jadi masalah : Karena toh kalo bertobat diampuni maka korupsi dulu sekarang sebanyak-banyaknya tobatnya nanti kan bisa. Atau bisa saja timbul pemikiran gini karena Zakat misalnya menyucikan harta, maka saya maling sekarang nggak papa entar saya mbayar zakat deh. Lha itu konsep keblinger karena menjungkir balikkan tatanan. Esensinya itu memberi kesempatan bagi yang jahat untuk menjadi baik, bukan lalu justru dibalik pemikirannya membenarkan yang baik menjadi jahat dengan dalih akan ada pengampunan. Karena harap dilihat juga ada sisi Kematian yang secara umum dalam agama2 lain Tidak Tahu kapan datangnya. Ya kalo sempat bertobat kalo nggak? Sekian sedikit klarifikasi dari saya.
          ……………………………………………………………………………………………..
          Nah, karena kematian datang tiba2, sebaiknya kita segera membimbing diri kita, bener khan.. 🙂
          ……………………………………………………………………………………………..

          SALAM

          Semoga Anda Sejahtera.
          ………………………………………………………………………………………………
          Terimakasih atas pemaparan anda lovepassword 🙂

          Semoga Anda Senantiasa Selamat Sejahtera ,
          Sadhu,Sadhu,Sadhu.

        • Dear All my Beloved Brothers and Sisters,

          Dikarenakan sedang banyak pekerjaan, saya belum ada waktu untuk menjawab pertanyaan2 anda.

          Termasuk untuk lovepassword, saya belum bisa menjawab dan melanjutkan diskusi dengan tuntas. 🙂

          Sehari hanya 24 jam waktu yang kita punya, dan bagi saya :

          8 jam dari jam 08.00 WIB s/d jam 16.00 WIB saya gunakan untuk bekerja.
          3 jam dari jam 16.00 WIB s/d jam 20.00 WIB untuk rumah dan orang tua, serta istirahat , dan menerima tamu.
          4 jam dari jam 20.00 WIB s/d jam 24.00 WIB untuk puja-bhakti dan samadhi.
          6 jam dari jam 24.00 WIB s/d jam 06.00 WIB untuk tidur beristirahat.

          Begitu seterusnya rutinitas saya.

          Dan menjawab pertanyaan rekan2, seperti lovepassword, jelasnggak, Ko CY, dll, semuanya saya lakukan sembari bekerja. Jika pekerjaan sedang luang dan longgar, saya bisa menjawab tuntas pertanyaan2. Bila sedang penuh pekerjaan seperti beberapa hari ini, saya tidak bisa dengan tuntas berdiskusi dengan anda.

          Semoga bisa dimengerti dan dimaklumi.

          Semoga menjelaskan. 🙂

          May All Beings b Happy and Well,
          Sadhu,Sadhu,Sadhu.

    • jelasnggak~RE said

      Namun memang, dalam Buddhisme tidak diakui adanya “Tuhan-Pencipta” yang “Maha-Kuasa” seperti yang diajarkan dalam sistem2 ajaran lain.

      –> okey kalau gitu…

      Jadi TuH@nnnya ummat budha adalah : nilai kebajikan yang absolut.
      ……………………………………………………………………………………………….
      Dear Jelasnggak 🙂

      Anda telah salah memahami 🙂

      Ummat Buddha tidak mempunyai Tuhan dalam artian “Maha-Dewa” yang diakui sebagai “Maha-Pencipta”, “Maha-Kuasa”, yang kemudian dengan beriman padanya, semua makhluk akan selamat dan terjamin kelak terlahir di alam surga. Konsep seperti ini ditolak oleh Sang Buddha.

      Namun, bila harus merumuskan “Ketuhanan” menurut agama Buddha, maka itu adalah :

      “Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang”

      Yang artinya :

      “Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak”.

      Dimana hal tersebut merujuk pada : NIBBANA.

      Nibbana ini adalah “Kondisi-batin” yang dicapai saat merealisasi “Pembebasan-Sempurna” dari arus “Samsara”.
      Nibbana ini, bukanlah “Maha-Dewa” , bukanlah “Maha-Pencipta”, bukanlah “Maha-Kuasa”. Bukan, Nibbana bukan itu.

      Coba anda baca2 lagi diskusi terdahulu supaya mengerti , okey 🙂
      …………………………………………………………………………………………………………

      Pemerintah RI dan Buddha-Dhamma tidak salah,
      yang salah adalah yang masih beranggapan bahwa “Ketuhanan YME” sebagai suatu sosok “Tunggal” sebagai “maha-pencipta” dan “maha-kuasa”.

      Padahal, pengertian benar dari kata “Ketuhanan” itu sendiri adalah seperti sudah saya terangkan diatas.
      Okey ?

      –> Tunggu… tunggu…

      Jadi, menurut budha, ajaran di luar Budha mengenai Tuh@n itu salah ya mas..?
      ………………………………………………………………………………………..
      My dear…,
      kalimat saya yang anda kutip tersebut diatas, secara explisit maupun implisit, tidak menyatakan seperti yang anda simpulkan itu.

      “Ketuhanan”, haruslah dipahami sebagai “Yang-Mutlak, Yang-Tidak-Tercipta, Yang-Tidak-Terlahir, Yang-Tidak-Berkondisi”.
      Sehingga, “Ketuhanan”, tidak seharusnya dimengerti dengan bahwa seseorang di Indonesia semuanya harus mempercayai adanya Satu Tuhan saja, yang-Tunggal, yang-wajib-disembah.

      ………………………………………………………………………………………..
      Kalau gitu…..

      Itu berarti, agama kristen, dan islam telah melanggar sila I pancasila.

      iya kan..?

      Wah…

      seharusnya pemerintah RI melarang agama kristen dan islam ada di indonesia, karena mereka tidak sesuai dengan sila I.

      Kenapa Pemerintah ngga melarang ya sampai saat ini..?

      Wah.. berarti pemerintahnya yang salah dong…?

      he he he he…..

      .
      .

      .

      salam
      …………………………………………………………………………………….
      My dear, jelasnggak…,

      Hayoo…, anda jangan mulai berdebat-kusir yah 🙂 , nanti saya sentlik loh 🙂

      My dear…,
      Saya tidak menyatakan hal2 yang anda nyatakan tersebut diatas. Okey ?

      Begini, ketika pengertian “Ketuhanan YME” harus dimengerti sebagai “Pengakuan terhadap Satu-Tuhan, Yang-Tunggal,” yang wajib disembah, maka, akan banyak agama2 di Indonesia yang otomatis tidak bisa diakui di Indonesia.

      Agama apakah itu ?

      1. Hindu : Hindu, bagaimanapun, sebenarnya menganut Polytheisme.
      2. Katholik : Dalam doktrin ke-Katholik-an, ada yang disebut Trinitas : Allah-Bapa, Putra, dan Roh-Kudus.

      dan juga lain2 kepercayaan , seperti Tao misalnya yang juga menganut polytheis ( banyak-dewa ).

      Nah, maka dari itu, pengertian “Ketuhanan YME” itu sendiri kemudian adalah “Yang-Mutlak, Yang-Tidak-Tercipta, Yang-Tidak-Berkondisi”.

      Dalam ranah pengertian tersebut, terserah masing2 agama mendefinisikannya.

      Dalam Islam, maka Allah-lah yang disebut “Yang-Mutlak”.
      Dalam Katholik, tentu Trinitas itulah “Yang-Mutlak”,
      dan lain2 sebagainya.

      Okey ,

      Semoga anda mengerti 🙂 😉

      Baik, jelasnggak, semoga ini menjawab pertanyaan2 anda.

      Semoga Anda, jelasnggak, Senantiasa Berbahagia, Damai, Sejahtera, Sentausa.
      Sadhu,Sadhu,Sadhu.

  42. lovepassword said

    @jelasnggak : Tumben elo nongol di sini. Hi hi hi

  43. @all

    gue boleh ikut???…
    ………………………………………………………………………………………………………
    Dear Ayruel Chana…,

    Ikut apa nih… 🙂
    Disini hanyala tempat belajar Buddha-Dhamma, atau juga tempat diskusi lintas agama ( diskusi lho, bukan debat 🙂 )

    Bagi siapapun yang hanya bertujuan berdebat, saya tidak menyediakan diri untuk itu… 🙂

    Aturan main disini adalah, bahwa Blog ini ditujukan untuk :

    1. Membantu ummat Buddha untuk memahami hal2 tertentu dalam Buddha-Dhamma yang belum ia pahami.
    2. Membantu komunitas non-Buddhis yang memang minat atau ingin-mengerti mengenai Buddha-Dhamma.

    By the way, jika hendak rutin berkunjung ke blog ini, silakan saja .. ,

    Okey Ayruel Chana…, 🙂

    May U Always b Happy and Well,
    Sadhu,Sadhu,Sadhu… .

  44. sujiatmoko~RE said

    Salam Sejati, Mas Ratnakumara…
    Semoga saudaraku berbahagia selalu.
    …………………………………………………………………………..
    Salam Sejati, Mas Sujiatmoko…,
    Semoga Mas Sujiatmoko juga selalu berbahagia… 🙂

    …………………………………………………………………………..
    Saya mungkin banyak membaca tulisan njenengan tentang ajaran Buddha ini. Saya lebih bisa memahami bahwa ajaran/pencerahan yang didapat Pangeran Sidharta ini lebih terfokus kepada tawawuf (dalam ajaran Islam).
    ……………………………………………………………………………

    Nah…,
    Mas Sujiatmoko, tahukah njenengan… 🙂
    Saya sudah menanti-nanti njenengan untuk komentar di blog ini,
    SEBAB, Artikel ini dibuat sebenarnya didasari oleh adanya pendapat dua orang :

    PERTAMA ; adalah Mas Sujiatmoko sendiri,
    KEDUA ; adalah pendapat dari rekan mas Sujiatmoko dalam GANTHARWA.

    Ketika saya membaca komentar mas Sujiatmoko di blog GANTHARWA yang mengatakan :

    @1006. sujiatmoko – 19 Juni 2009 :

    Setiap ciptaan disebut mahluk. dan setiap mahluk adalah ciptaan.
    ‘Thing’ yang menciptakan disebut sebagai pencipta, bisa diberi nama Tuhan… Allah…Gusti…Hyang Widi…BUDDHA…sesuka hati kita.

    Kemudian, sekitar tanggal itu juga, ada seorang murid GANTHARWA pula yang chattingan sama saya , yang menanyakan perihal konsep “Tuhan” dalam agama Buddha. Dan dia berpendapat, bahwa Buddha kan mengakui adanya “Tuhan-Pencipta” ( kurang lebih begitu yang dia sampaikan ).

    Karena kedua pendapat itulah, saya akhirnya hari MINGGU tanggal 21 JUNI 2009, selama DUA-BELAS-JAM ( 12 JAM ) membuat artikel yang berjudul “Tuhan “Yang-Maha…” di Mata Seorang Buddha” ini.

    Nah, sekarang akhirnya Mas Sujiatmoko sudah sudi berkomentar disini.

    Saya senang, karena, justru TARGET UTAMA itu adalah panjenengan Mas, tapi malah komentarnya baru setelah hampir TIGA-MINGGU artikel ini di upload…, Padahal saya sudah mengundang anda kan sejak tanggal 23 JUNI 2009 to mas, via komentar di blog GANTHARWA di artikel Kanjeng Ratu Kidul.

    Gimana to Mas..Mas… 🙂 🙂
    ……………………………………………………………….
    sama halnya dengan ajaran Katholik atau apapun yang disampaikan oleh Yesus dari Nazareth, Zoroaster, Mancurianisme, Kejawen dimana kesemuanya lebih mengutamakan pengelolaan hati dan pikiran.

    Sedangkan ajaran Yahudi lebih banyak terfokus pada implementasi kemasyarakatan. Dan Islam berada diantara kedua kubu ini. Ajaran Islam diibaratkan sebagai ‘jembatan’ atau penyeimbang antara kedua kubu ini. Hanya saja, faktor egositas dan kesalahan dalam penyampaian ajaran melalui dogma-dogma yang kurang layak utk diperdebatkan membuat ajaran ini terlihat keras dan tidak flexibel.
    …………………………………………………………………………………………………..
    Oh, begitu ya posisi Islam itu mas.. 🙂
    Terimakasih atas pemaparannya… 🙂

    …………………………………………………………………………………………………..
    Inilah mozaik pecahan cermin kebenaran sejati yang terhampar di alam semesta raya ini. Tidak ada yang salah dan tidak ada yang benar dalam mengartikan pencerahan yang didapat oleh masing-masing manusia. Semuanya memperoleh hak yang sama utk mengutarakan pendapatnya masing-masing.

    Hanya saja, sangat disayangkan bila orang tertentu memberikan title yang buruk kepada orang yang lain hanya karena berbeda cara pencitraan terhadap ‘pesan’ yang diterima.
    apakah kita akan memusuhi saudara kita yang lain hanya karena berbeda cara menilai sebuah pendapat ?
    Tentu tidak ….

    Biarlah masing-masing bekerja dan berjalan sesuai dengan norma-norma yang diyakininya tanpa harus dipertentangkan dan diperdebatkan. Karena pertentangan dan perdebatan yang tidak ada habisnya hanya akan membawa kerugian bagi kita sendiri.

    Pilihlah Cintamu…
    dan Cintailah pilihanmu …
    tapi jangan benturkan cinta dan pilihanmu…

    Surodiro Joyodiningrat
    Lebur dening Pangasuti

    Salam Sejati
    Sujiatmoko
    ……………………………………………………………………………………………..

    Besar harapan saya, setelah Mas Sujiatmoko membaca artikel ini, jadi bisa mengerti dan memahami, sebenarnya bagaimanakah Sang Buddha memandang konsep adanya “Tuhan-Pencipta” dan “Yang-Maha-Kuasa”.

    Saya juga berharap, Mas Sujiatmoko tidak lagi menganggap bahwa Sang Buddha adalah TUHAN bagi ummat Budha ( seperti komentar Mas Sujiatmoko pada blog GANTHARWA sebagaimana saya kutip diatas ). Karena memang Sang Buddha itu BUKAN TUHAN bagi ummat Buddha mas.
    Pengertian ini bagi kami sangat penting untuk dipahami oleh komunitas non-Buddhis mas.

    Sebab, memang ada agama lain yang menggunakan “patung” sebagai “image” Tuhan. Tapi, itu tidak terjadi dalam Buddhisme, sebab, Sang Buddha itu sendiri bukan Tuhan, Beliau tidak pernah mengangkat diri-Nya menjadi Tuhan, dan ummat-Nya pun tidak pernah memper-Tuhan-kan-Nya.. 🙂

    Oke ya Mas.., semoga Mas Sujiatmoko sekarang jadi bisa mengerti… 🙂

    Salam Sejati Mas Sujiatmoko…,
    Mugi Rahayu Ingkang Sami Pinanggih… 🙂

    • Fietria~RE said

      Jika menurut pengamatan saya, memang umat Buddha terpecah belah. Ada yang mengakui Tuhan itu ada, namun ada pula yang menganggap Tuhan itu tidak ada.

      Sama halnya, seperti contoh:
      Agama Ibrahim terpecah menjadi 3, yaitu: Yahudi, Nasrani dan Muslim. Umat Yahudi dan Muslim percaya bahwa nabi Isa adalah manusia, sementara umat Nasrani percaya Nabi Isa adalah Tuhan yang menjelma sebagai manusia.
      ………………………………………………………………………………………………
      Dear Fietria… 🙂

      Apakah begitu.. , setahu saya tidak itu…, coba deh Fietria baca artikel ini PEMERSATU THERAVADA DAN MAHAYANA

      Mengenai agama Ibrahim, iya setahu saya begitu ( seperti yang anda paparkan )… ,

      Okey my dear…,

      May Happiness Always b With U… ,
      Sadhu,Sadhu,Sadhu… .

      • Dear My Beloved Fietria,

        Terimakasih atas kerjasamanya yah… ,

        Saya juga sudah menghapus halaman “PENGUMUMAN”.

        Terimalah salam persahabatan dari saya.

        Mengenai artikel diatas, jangan disalahpahami .. ,
        Artikel tersebut hanya bertujuan untuk mensosialisasikan pandangan Buddha mengenai “Tuhan” dan “Ketuhanan”. Dan seperti yang sudah saya jelaskan, artikel ini dibuat karena didasari adanya pertanyaan dari rekan2 Non-Buddhis, mengenai bagaimanakah Sang Buddha memandang tentang konsep adanya “Tuhan “Yang-Maha..” seperti umumnya konsep2 agama lain.. .

        Saya, akan bersalah jika saya mengutip ayat2 dari kitab2 agama diluar Buddha-Dhamma ( seperti misalnya saja ( hanya misalnya saja loh ini.. ) yang dilakukan salah satu rekan kita dengan mengutip ayat2 Al-Quran lalu membahas dan mengkritiknya ),

        Sedangkan yang saya lakukan, murni mengutip sabda-sabda Sang Buddha yang mencerminkan pandangan Beliau tentang “Pencipta”, juga di artikel tentang “Awal Mula Penciptaan..” menceritakan bagaimana Sang Buddha memandang proses pembentukan alam semesta, kehancuran, dan lain-lain sebagainya.

        Okey, Fietria…,
        Semoga Fietria memahami ini yah… ,

        May you take care of yourself happily,
        Ratana Kumaro.

  45. jelasnggak~RE said

    Tergantung siapa yang bertanya itu.

    Jika yang bertanya belum mampu mencapai pencerahan-spiritualitas yang sebenarnya sehingga mampu memahami proses terjadinya alam semesta tersebut, maka pertanyaan itu akan menjadi sia-sia, sebab hanya akan dijawab dengan kesimpulan sepihak dan lewat “jalan-pintas” , yaitu : Mmmhh.. pastilah ada yang menciptakan ini semua…Kalau tidak ada yang menciptakan, lalu, bagaimana semua ini bisa terjadi ? Bukankah segala sesuatu harus ada penciptanya ?

    Namun, jika yang bertanya itu adalah yang memang kematangan batinnya sudah siap untuk itu ( demi pencapaian pencerahan ), maka, pertanyaan itu menjadi sangat berarti, sebab mereka akan mampu menembus dan memahami bahwa, semua terjadi bukan karena ada yang menciptakan, tetapi karena kebodohan / kegelapan-batin semata, yang kemudian bagaikan benang-kusut, berkelana tanpa pernah terhenti, tercengkeram oleh hukum-hukum alam yang bekerja dengan sendirinya.. Hanya pencerahan dan pembebasan-sempurnalah yang akan menghentikan semua ini.

    –>Ogitu..

    Jadi, pada dasarnya, anda mengatakan, orang2 yg memiliki kesimpulan “jalan pintas” itu adalah orang-orang yang belum mampu mencapai pencerahan spiritual.
    Sedangkan, budha dan pengikutanya adalah orang2 yang telah mampu mencapai pencerahan spiritual.

    Bukan begitu…?
    ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
    🙂
    ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

    ————–

    By the way, bila anda adalah seorang penganut kepercayaan adanya “Pencipta” tersebut, that’s no problem…,
    Kami disini kan bukan para “pemaksa”, namun hanya memaparkan ajaran Buddha saja

    O bukan..

    Kita kan lagi sama2 belajar…

    mana yang benar… mana yang masuk akal…

    begitu..
    ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
    Yah, lagi sama2 belajar… ,
    Tapi saya sudah pernah memeluk agama Kristen loh, Katholik juga pernah, Islam dulu yang paling lama 🙂
    Anda belum pernah khan, jadi pemeluk agama Buddha ( khususnya tradisi Theravada )..,
    Berarti ada perbedaan makna “belajar” antara kita berdua loh… 🙂
    ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

    ———

    Jawaban “Tidak-Ada” yang diperoleh para “suciwan” Buddhist, diperoleh setelah “MENCARI-TAHU” dengan seksama, dengan kemurnian-batin, kekuatan-batin, kesucian-batin ; artinya, itu merupakan jawaban yang didapat setelah tercapainya “Pencerahan”… ,

    —> Waktu para suciawan buddhist mencari tahu, apakah mereka tidak menggunakan akal sama sekali…?
    ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
    Sama sekali ya tidak… ,

    tapi, my dear.. ,

    Kesadaran spiritual, kekuatan-batin yang dihasilkan dari pemurnian batin, pensucian batin, dan pengolahan batin, itu berbeda dengan sekedar “akal” yang kita gunakan sehari-hari… ,

    Anda tahu prinsip “suryakanta”, atau “prisma” yang digunakan Galileo-Galilei ?
    Nah , itu bisa dijadikan perumpamaan / ibarat bagi sebuah “kekuatan-batin” yang telah dimurnikan, disucikan, dikonsentrasikan, sehingga menghasilkan berbagai macam kemampuan batin, yang mampu digunakan untuk menembus dan menyelidiki berbagai hal. 🙂
    ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

    —> ini mirip2 dengan Muhammad-nya Islam…. ngga ada yang ngeliat, ngga ada yang mengangkat menjadi nabi.. tiba2 dia mengaku menjadi nabi… dan orang2 disuruh percaya saja.
    :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

    Ya enggak lah, my dear.. 🙂

    Seseorang baru bisa disebut Buddha jika memiliki kualitas2 tertentu , misalnya :

    I. Memiliki ke-enam (6) Abhinna ( kekuatan-batin-istimewa ) secara lengkap, yaitu :

    1. Iddhividdhi : Berbagai jenis kekuatan batin , seperti :
    a. menciptakan diri sendiri menjadi banyak dalam rupa yang sama dan merubah diri kembali dari banyak menjadi satu,
    b. berjalan diatas air,
    c. berjalan di udara,
    d. melayang di udara,
    e. melunakkan batu,
    f. mendatangkan hujan di daerah tandus / kemarau panjang,
    g. menciptakan api,
    h. menciptakan sinar untuk melihat dalam gelap,
    i. melihat jarak jauh siang maupun malam,
    j. menghangatkan cuaca di tempat yang dingin,
    k. meringankan tubuh sehingga dapat mengikuti arus angin,
    l. mendatangkan angin ditempat yang ‘kurang-angin’,
    m. melihat benda-benda yang terhalang oleh sekat seperti tembok, melihat barang-barang yang ditutupi dalam suatu tempat ( penglihatan tembus ruang ),
    n. dan lain-lainnya.

    2. Dibbasota : Mendengar suara dari jarak jauh, tidak terhalang batas ruang dan waktu, termasuk mendengar suara-suara dari alam lain, baik alam surga maupun neraka.

    3. Cutupata Nana : Mengetahui kelahiran dan kematian semua makhluk hidup.

    4. Cetopariya-Nana : Dapat membaca pikiran / hati orang dan makhluk lain.

    5. Pubbenivasanu-ssati : Mengingat kehidupan lampau.

    6. Adapun kekuatan batin yang keenam adalah kekuatan ‘pandangan-terang’ ( vipassanannana ), yaitu kemampuan mengikis habis kekotoran batin ( asavakayanana ) yang berupa : keserakahan/nafsu-indriya ( lobha ), kemarahan/kebencian (dosa), dan kebodohan/kegelapan-batin (moha).

    II. Seorang Samma-Sambuddha memiliki Dasabalabana (10 Kemampuan Pandangan Terang) :

    1. Pandangan Terang tentang kemungkinan-kemungkinan dan ketidakmungkinan (thanathananana).
    2. Pandangan Terang tentang akibat-akibat karma (vipakanana).
    3. Pandangan Terang tentang praktik-praktik yang membawa pada bermacam-macam alam kehidupan (sabbatthagaminipatipadanana).
    4. Pandangan Terang tentang susunan unsur-unsur kehidupan (banadhatunana).
    5. Pandangan Terang tentang perbedaan kecenderungan-kecenderungan (nana-dhimuttikanana).
    6. Pandangan Terang tentang perkembangan kemampuan-kemampuan makhluk (indriyaparopariyattinana).
    7. Pandangan Terang tentang pencapaian Jhana dan kemundurannya karena ke-kotoran-kekotoran batin (jhanasankilesadinana).
    8. Pandangan Terang tentang kelahiran-kelahiran sebelumnya (pubbenivasanus-satinana).
    9. Pandangan Terang tentang kelahiran dan kematian makhluk-makhluk berda-sarkan perbedaan karma mereka (cutupapatanana).
    10. Pandangan Terang yang menghancurkan kekotoran-kekotoran batin untuk se-ketika dan untuk selama-lamanya (asavakkhayanana).

    III. Seorang Samma-Sambuddha memiliki 32 Tanda Istimewa Manusia Agung (Maha Purisa Lakkhana) sebagai berikut :

    1. Telapak kaki rata (suppatitthita-pado).
    2. Di telapak kaki terdapat lingkaran dengan seribu ruji, dengan bentuk lingkar dan pusat sempurna.
    3. Bentuk tumit bagus (ayatapanhi).
    4. Jari – jari panjang (dighanguli).
    5. Tangan dan kaki : lembut dan halus (mudu-taluna).
    6. Tangan dan kaki bagaikan jala (jala-hattha-pado).
    7. Tulang pergelangan kaki seperti kulit kerang (ussankha-pado).
    8. Kaki bagaikan kaki kijang (enijanghi).
    9. Bila berdiri tanpa membungkukkan badan, dengan kedua tangan-Nya dapat menyentuh atau menggosok kedua lutut-Nya.
    10. Alat kelamin terbungkus oleh selaput (kosohita-vatthaguyho).
    11. Warna kulit bagaikan perunggu berwarna emas.
    12. Kulit sangat licin sehingga tidak debu yang dapat melekat di tubuh-Nya.
    13. Pada setiap pori-pori di kulit-Nya tumbuh sehelai bulu.
    14. Rambut berwarna biru kehitan-hitaman tumbuh keriting ke atas berbentuk ling-karan kecil dengan arah berputar ke kanan.
    15. Potongan tubuh yang agung (brahmujju-gatta).
    16. Tujuh otot yang kuat (sattusado).
    17. Dada bagaikan dada singa (sihapubbaddha-kayo).
    18. Di kedua bahu tidak ada lekukan.
    19. Potongan tubuh bagaikan pohon nigrodha (beringin). Tinggi tubuh-Nya sama dengan rentangan kedua tangan-Nya, begitu pula sebaliknya.
    20. Bahu yang sama lebar (sama-vattakkhandho).
    21. Indera perasa sangat peka (rasaggasaggi).
    22. Rahang bagaikan rahang singa (sihabanu).
    23. Gigi : empat puluh buah.
    24. Gigi yang sama (sama-danto).
    25. Gigi yang tetap (avivara-danto).
    26. Gigi putih bersih.
    27. Lidah panjang (pahuta-jivha).
    28. Suara bagaikan suara brahma yang seperti suara burung karavika.
    29. Mata biru.
    30. Bulu mata bagaikan mata sapi (gopakhumo).
    31. Di antara alis mata tumbuh (sehelai) rambut halus, putih bagaikan kapas yang halus.
    32. Kepala bagaikan kepala berserban (unhisasiso).

    IV. Seorang Samma-Sambuddha mencapai dan membabarkan pengetahuan yang tidak pernah didengar sebelumnya ( berarti, sebelum munculnya seorang Buddha, ajaran tersebut belum pernah diajarkan siapapun ; ORIGINAL ).
    Dalam Dhammacakkappavattana Sutta, pada saat membabarkan Empat Kebenaran Mulia ( Cattari Ariya-Saccani ), masing-masing dinyatakan sebagai berikut :

    “Inilah Kebenaran Mulia tentang Dukkha. Demikianlah, o para bhikkhu, me-ngenai segala sesuatu (Dhamma) yang belum pernah saya dengar (pubbe ananussutesu) menjadi terang dan jelas ; timbullah pandangan, timbullah pe-ngetahuan, timbullah kebijaksanaan, timbullah penembusan, timbullah cahaya, … “.

    V. Semua Samma-Sambuddha mengajarkan Dhamma yang sama. Oleh sebab itu, maka sebelum ajaran seorang Samma-Sambuddha lenyap dari muka bumi ( dilupakan oleh semua manusia ), tidak akan mungkin muncul Sammasambuddha baru.

    Nah, my dear…,

    Semua hal tersebut bisa dilihat, bisa dibuktikan… ,

    Murid Sang Buddha semasa Beliau hidup, yang telah menjadi para Arahanta ( merealisasikan kesucian dan kebebasan tertinggi, dengan kekuatan-batin-istimewa ), jumlahnya mencapai puluhan-ribu. Dan, para Arahanta inilah, yang tepat setelah Sang Buddha parinibbana ( istilah orang umum ; Wafat-Agung ), menyusun Ti-Pitaka. Sehingga, Ti-Pitaka disusun dengan “murni” , terlepas dari semua keinginan duniawi seperti kekuasaan-politik, kekayaan, kemasyhuran, sebab penyusun Ti-Pitaka tersebut adalah para Arahanta sendiri.

    Misal, saya, seorang murid Sang Buddha. Saya saja , melaksanakan Pancasila ( tidak membunuh makhluk hidup apapun, tidak mengambil barang yang tidak diberikan, tidak berbuat sex yang tidak benar, tidak berucap dusta, tidak meminum minuman keras dan tidak mengkonsumsi barang-madat ) dengan tekad sekuat tenaga. Padahal, para Arahanta telah sempurna dalam menuntaskan latihan SILA yang jauh lebih tinggi ( terdiri dari 227 Sila Patimokkha ), juga memiliki pencapaian SAMADHI yang jauh lebih tinggi, dan memiliki PANNA ( Kebijaksanaan-Penembusan ) yang luar-biasa tinggi, sangat tinggi.

    Sehingga, anda bisa membayangkan sendiri, bagaimana kualitas seorang Arahanta yang menyusun Ti-Pitaka tersebut ; yang bersaksi atas keberadaan BUDDHA, serta bersaksi atas pencapaian2 BUDDHA. Bila masih kurang jelas mengenai kualitas seorang Arahanta, anda bisa baca artikel ini.
    :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

    —> Intinya, kalau saya tanya kepada anda, darimana anda tau bahwa universe itu TIDAK ADA yang menciptakan, maka jawaban anda adalah : ” Dari para suciawan ”

    bukankah begitu…?
    :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
    Siapa yang bilang begitu..,
    Saya tidak bilang begitu.. ,
    Anda menyimpulkan sendiri… 🙂
    :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

    ——–

    AKAL-lah yang mengambil kesimpulan, bukan hasil “Pencarian” dalam perjuangan “Pencerahan”.

    Serupa dengan pernyataan :

    “Segala Sesuatu Haruslah Ada yang Menciptakan, Bila tidak, Maka tidak Masuk Akal Sesuatu Bisa Ada”

    Maka, anti-thesis atas pernyataan itu adalah :

    “Jika Segala Sesuatu Harus Ada yang Menciptakan, Lalu, “SIAPAKAH YANG MENCIPTAKAN “SANG-PENCIPTA” ?”

    –> jadi intinya, anda mengatakan, kalau kita menggunakan akal, maka kita akan terbentur dengan pertanyaan anti thesis itu.

    Sebenarnya tidak juga.

    Begini.

    Kalau kita gunakan akal/rasio/logika, maka jawabannya dari anti thesis itu adalah :

    Sang Pencipta adalah Sesuatu yang KEKAL/ABADI. Sang Pencipta itulah yang MENCIPTAKAN ruang dan waktu sehingga ruang dan waktu itu menjadi ADA.
    Karena konsep “segala sesuatu ada yang menciptakan” berhubungan dengan ruang, waktu dan materi, dan karena Sang Pencipta itulah yang menciptakan Ruang, waktu dan materi, MAKAAA…
    Sang Pencipta itu tidak akan “terkena / terpengaruh” oleh konsep “segala sesuatu ada yang mencipta”.

    Pertanyaan ” Siapa yang menciptakan sang pencipta adalah pertanyaan yang inVALId ” secara logika.

    ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

    Begini saja, seperti yang sudah biasa saya nyatakan ( diskusi yang anda ajukan ini mirip seperti yang dilakukan Lovepassword, sehingga sebenarnya jawaban2nya pun bisa anda lihat pada diskusi saya dengan dia ), coba anda paparkan disini konsep2 yang anda sebutkan diatas :

    1. Sang-Pencipta. Siapakah “Sang-Pencipta” dalam konsep anda tersebut ? Silakan anda jabarkan, silakan kutip dari Kitab agama anda.
    2. Seberapa KEKAL-ABADI-kah Sang-Pencipta tersebut ? Coba anda jabarkan, silakan kutip dari Kitab agama anda.
    3. Sang Pencipta menciptakan Ruang dan Waktu. Kapankah Sang Pencipta menciptakan ruang dan waktu ? Apakah yang disebut ruang dan waktu ? Hingga sejauh manakah batasan ruang dan waktu yang diciptakannya ? Coba anda jabarkan, silakan anda kutip ayat2 dari kitab agama anda.

    Mengapa saya minta anda mengutip kitab anda, karena, supaya ada dasarnya, supaya tidak sekedar “debat-kusir” dan “omong-kosong” belaka.
    Saya juga, ketika menyatakan sesuatu hal, menggunakan dasar Ti-Pitaka , supaya ada dasarnya, supaya tidak sekedar “omong-kosong” belaka ; sehingga menjadi sebuah diskusi yang ilmiah.

    Coba deh, silakan… okey.. 🙂
    ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

    —————-

    Anda telah banyak menyimpulkan sesuatu secara pemikiran anda sendiri.

    Justru, dalam Buddhisme, seseorang HARUS-MEMBUKTIKAN sendiri tentang semua-hal, PANTANG-PERCAYA sebelum membuktikan sendiri. Inilah bedanya dengan ajaran lain yang lebih menekankan pada “percaya” ( atau iman ), dimana kepercayaan itu “tidak-bisa” dan “tidak-boleh” dipertanyakan, hanya bisa “di-IYA-kan” saja.

    –> Apakah anda sendiri telah membuktikan perkataan para “suciawan” tentang KETIDAK ADAAN PENCIPTA UNIVERSE itu..?

    Para suciawan berkata bahwa mereka telah mengetahui bahwa tidak ada yang menciptakan Universe. Sudahkah anda membuktikannya sendiri..?

    Bukankah dengan percaya kata-kata suciawan maka itu bukan berarti anda sedang menggunakan iman..?
    :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

    Apakah jawaban yang anda butuhkan ?

    Jawaban dari saya tidak akan memuaskan gejolak pikiran anda.

    So, come my dear…, Saya mengundang anda, untuk membuktikan semuanya… ,
    Datanglah pada Buddha-Sasana, latihlah oleh diri anda sendiri, buktikanlah oleh diri-anda sendiri.

    Janganlah percaya kepada sesuatu apapun juga, sekalipun itu dinyatakan oleh nenek-moyang, sekalipun itu sebuah warisan/tradisi. Sebab, semua belum tentu benar. Ini seringkali disarankan oleh Sang Buddha.

    Kalau anda menyimak setiap diskusi kita, saya sudah sering mengutip pesan2 Sang Buddha untuk selalu bersikap “tidak-mudah-percaya” sebelum membuktikan sendiri ; EHI-PASSIKO = Datang, Lihat, BUKTIKAN [!] , itu yang selalu dianjurkan Sang Buddha.

    Mari, kemarilah my dearest jelasnggak, datanglah “kemari”, buktikanlah oleh batin anda sendiri, hayatilah sendiri, sehingga anda memperoleh kebenarannya sendiri, mencapai “pencerahan” untuk anda sendiri…, supaya tidak perlu bertanya-tanya dan berdialog/berdebat-debat dengan siapapun juga…, come my dear… 🙂
    ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

    Thanks atas jawabannya
    salam
    :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

    Terimakasih kembali 🙂
    May U Always b Happy and Well,
    May U Attain Enlightenmet by Yourself… 🙂
    Sadhu,Sadhu,Sadhu… .

    • lovepassword said

      Yah, lagi sama2 belajar… ,
      Tapi saya sudah pernah memeluk agama Kristen loh, Katholik juga pernah, Islam dulu yang paling lama 🙂
      Anda belum pernah khan, jadi pemeluk agama Buddha ( khususnya tradisi Theravada )..,
      Berarti ada perbedaan makna “belajar” antara kita berdua loh… 🙂

      ===> Masalahnya kan juga sejauh mana anda benar-benar berupaya memahami mantan-mantan agama anda itu. Anda itu tahu beneran apa nggak? Hik hik hik. 😉

      Kalau anda menyimak setiap diskusi kita, saya sudah sering mengutip pesan2 Sang Buddha untuk selalu bersikap “tidak-mudah-percaya” sebelum membuktikan sendiri ; EHI-PASSIKO = Datang, Lihat, BUKTIKAN [!] , itu yang selalu dianjurkan Sang Buddha.

      Mari, kemarilah my dearest jelasnggak, datanglah “kemari”, buktikanlah oleh batin anda sendiri, hayatilah sendiri, sehingga anda memperoleh kebenarannya sendiri, mencapai “pencerahan” untuk anda sendiri…, supaya tidak perlu bertanya-tanya dan berdialog/berdebat-debat dengan siapapun juga…, come my dear… 🙂

      ===> Yah namanya membuktikan tetapi membuktikan lewat batiniah. Waduh gimana yah? Kalo anda berdiskusi dengan rekan-rekan atheis mereka pasti bingung atau malah tertawa ngakak mendengar namanya Pembuktian tetapi Pembuktian batiniah.

      Tetapi Karena bagaimanapun juga saya bukan seorang yang mengabaikan aspek batiniah – pendapat anda bisa lumayan saya terima. Dalam arti saya berempati dengan pendapat anda ini, tetapi secara logis bukan berarti setuju. Maklum tapi tidak 100% setuju.

      Masalahnya gini ya Mas Ratna, kalo kita bicara pembuktian memang mestinya itu objektif, lha pembuktian batiniah mana bisa objektif? Itulah salah satu hal yang dikritik oleh rekan-rekan atheis saya. Kalo anda konsisten dengan konsep Pembuktian maka anda harus membuktikan itu secara objektif. Lha lain persoalannya jika anda mengatakan bahwa memang ada sisi Iman ( terlepas apapun namanya dalam agama Budha ) dimana seseorang bisa saja percaya terhadap sesuatu hal yang sesungguhnya tidak terlalu dia mengerti. Lha kalo memang ada sisi yang tidak anda ketahui sepenuhnya tetapi anda sekedar percaya pada manusia-manusia lain yang mengklaim mereka tahu, padahal tahunya juga dari orang lain lagi. Itu juga bukan pembuktian namanya.

      Sebagai contoh : Seseorang bisa saja mengklaim mampu melihat Tuhan, mrngklaim ngobrol dengan malaikat, bisa sampe ke alam surga atau neraka, atau bisa saja merasa bisa melihat Nibbana. Merasa tercerahkan dan sebagainya. Lha pembuktian objektifnya seperti apa? Bagaimana membuktikan apakah gambaran itu ilusi atau tidak ? Lha itu kan bisa jadi masalah jika konsepnya adalah pembuktian. Saya rasa anda pahamlah maksud saya.
      Masalah dalam agama itu selalu gini . Masing-masing pihak mengklaim bahwa rasa duren itu enak karena dia merasa sudah makan duren. Lha pihak lain nggak boleh menghakimi karena dianggap belum makan duren. Point intinya gicu. Jadi yang merasa gicu aslinya ya memang bukan cuma anda saja. He he he. Kalo saya bicara dengan gaya anak TK dengan para atheis underklepon itu : Saya bisa saja ngomong gini. “Tuhan itu ada.” Lha buktinya apa? Kemarin dia dateng ngasih saya permen. Ateis ngomel-ngomel. “Lha ngapain anda ngomel, anda ya nggak tahu lah wong yang dikasih permen saya bukan anda. Ini bukti permennya. Lha kalo ateisnya tanya bukti objektifnya apa ? Lha kamu minta permen saja. Ntar kan permen itu pasti akan sampai ke kamu. Itu buktinya. Kalo kamu nggak percaya coba kamu minta permen.

      Atheis geleng-geleng sambil ngomel: Dasar wong edan. hi hi hi.

      Itulah yang anda sebut sebagai pembuktian batiniah tadi.

      Lha masalahnya juga nggak sesederhana seseorang pernah pindah agama atau nggak pernah. Lha wong sama-sama seagama saja ada yang mengklaim pernah melihat XYZ sedangkan umat yang lain nggak pernah lihat kok. Lha masalahnya kan tinggal percaya atau nggak percaya kalo kasusnya gicu. Saya kan sudah bilang, tidak setiap hal didunia ini bisa dibuktikan. Iya kan?

      Salam

      Semoga Semua Makhluk Berbahagia

  46. Ngabehi~RE said

    Kulanuwun mas, nderek baca2 artikelnya
    …………………………………………………………….
    Dear Mas Ngabehi…:)

    Silakan Mas , silakan dibaca-baca untuk tambahan wawasan / pengetahuan… ,
    Semoga bisa diambil sisi manfaatnya… ,

    May U Take Care of Yourself Happily 🙂
    Sadhu,Sadhu,Sadhu.

  47. wira jaka said

    absen ….. numpang baca dan sinau kawruh 😛

  48. tomy said

    Sejak terlahir kita telah dibentuk sedemikian rupa oleh lingkungan kita agar sesuai dengan apa yang berlaku di lingkungan itu.

    Kita dikotak-kotakkan, dimasukkan kedalam rumah kaca,

    meski seluruh alam jelas terhampar dihadapan kita namun rumah kaca kita mengungkung dan mengurung kita.

    Manusia kehilangan kesejatiannya.
    Alih-alih meneruskan evolusi menuju pemenuhan hidup, manusia malah terperangkap dalam sebuah ‘realita maya’.

    Kita dihadapkan pada sebuah pasar malam,
    semua menjadi komoditi untuk dijajakan.
    Rasa haus akan pemenuhan hidup menjadikan manusia konsumtif, dan memang dibentuk untuk konsumtif.

    Dalam pasar malam semua dijajakan sebagai ‘kebenaran’.
    Para penjual mengklaim bahwa dagangan mereka adalah kebenaran yang sejati.

    Di stand Kristen mereka menjajakan cinta kasih dan bahwa Allah telah mengutus PutraNya untuk menebus dosa manusia.

    Di stand Islam mereka jajakan fitrah manusia sebagai Rahmatan lil Alamin dan bahwa Muhammad telah membawa kebenaran bagi seluruh umat.

    Namun produk itu dikemas dalam merek-merek berbeda; ada kebenaran Kristen ala Katolik Roma, ada Islam Sunni, Syiah, Ahmadiyah, Budha Hinayana, Mahayana.

    Semua mengklaim sebagai penjual kebenaran yang sejati.

    Kita hidup dalam realitas maya ‘virtual reality’ .

    Kehausan akan pemenuhan hidup membuat manusia seperti orang yang kehilangan koin didalam rumah tapi ia mencari-cari diluar rumah dibawah tiang lampu jalan dengan pikiran didalam gelap tapi diluar dibawah lampu terang.
    Sungguh sebuah ironi.

  49. tomy said

    TUHAN SIAPAKAH SESUNGGUHNYA ENGKAU?
    Oleh : Suprayitno

    Beberapa pertanyaan di bawah ini sering menggoda manakala kita sedang mendekap erat dogma agama yang telah begitu dalam merasuk di relung keyakinan kita (tulang sumsum kita). Pertanyaan-pertanyaan itu adalah sebagai berikut :

     Kita sering memberikan “pernyataan” bahwa Tuhan itu “ADA”, apakah
    yang dimaksud dengan ADA?
     Apakah Tuhan suatu kenyataan atau bukan kenyataan?
     Jika Tuhan sebagai kenyataan, bagaimana cara menyatakan-Nya?
     Jika Tuhan “bukan sebagai kenyataan”, mengapa kita bisa
    membuat pernyataan? Atas dasar apakah pernyataan yang kita buat?
     Agama telah memberikan pernyataan tentang sifat-sifat Tuhan, seperti Tuhan Maha Kuasa, Maha Tahu, Maha Pencipta, atau hal-hal yang dilarang-Nya,dan yang diperintahkan-Nya. Apakah pernyataan-pernyataan itu dibuat berdasarkan pengetahuan atau hanya sekadar keyakinan (wahyu)? Jika pernyataan dibuat hanya berdasar keyakinan, bukankah keyakinan yang tidak sesuai dengan kenyataan adalah penyesatan yang nyata? Bagaimana cara menyatakan (bukti empirik) kalau tuhan itu maha tahu?
     Sesungguhnya yang disebut nyata itu seperti apa? Adakah kebenaran diluar yang nyata? Apa yang dimaksud BENAR?
     Agama sering mengaku “benar” tetapi tahukah kita bahwa kebenaran tidak butuh pengakuan dari siapa pun?
     Sebab, “Kebenaran” itu akan berbicara pada dirinya sendiri melalui kejelasan, kepastian dan kenyataan atau fakta. Bukan melalui pengakuan agama atau orang per orang. Kesalahan sering menimpa orang-orang yang tidak bisa membedakan antara fakta dengan opini. Antara yang sesungguhnya dengan asumsi (keimanan agama), antara kasunyataan dengan pangangen-angen. Contoh : kita pasti telah membuat kesalahan yang fatal, jika kita “memberi pernyataan” yang bersumber pada keyakinan bahwa tokoh proklamator kemerdekaan RI adalah Gus Dur. Mengapa salah? Karena pernyataan tersebut tidak sesuai dengan kenyataan/fakta. Faktanya, tokoh proklamator kemerdekaan RI adalah Soekarno-Hatta yang di proklamasikan pada tgl. 17 Agustus 1945. Berkeyakinan pada obyek yang nyata saja sering kali salah, apalagi berkeyakinan tentang obyek yang tidak nyata (ghaib), apakah peluang salahnya tidak jauh lebih besar? Pengetahuan yang nyata itulah yang membimbing kita pada jalan kebenaran, sedangkan keyakinan (iman) hanyalah menggiring kita pada kawasan yang penuh dengan fatamorgana atau lamunan.
     Agama sering membuat analogi tentang hubungan dengan Tuhan, sebagaimana kita berhubungan dengan sesuatu yang sifatnya nyata (riil). Contoh, tentang konsep “perantara” yakni bahwa tidak semua orang bisa berhubungan langsung dengan Tuhan. Alasannya, sama seperti orang biasa yang akan berhubungan dengan sang Presidennya, maka tidak mungkin orang tersebut bisa langsung menemui Presiden, pasti harus melalui “perantara” entah melalui sekretaris, staff pribadi atau satpam. Demikian juga tatacara berhubungan dengan Tuhan, pastilah harus melalui perantara (nabi) baru bisa ketemu/nyambung. Sebab nabi adalah utusan Tuhan, yakni orang yang dipercaya untuk menyampaikan wahyu-wahyu-Nya.
     Mereka (para nabi, ahli agama atau para ahli surga/penikmat agama), berangan-angan bahwa Tuhan seperti seorang presiden atau seorang raja yang memiliki istana dan dikelilingi oleh para asisten (pembantu). Bedanya, di kerajaan surga tersebut, Tuhan tak didampingi permaisuri atau selir-selir. Manusia “kebingungan” dalam menggambarkan wajah tuhan, apakah sosok lelaki atau perempuan. Akhirnya, disepakati bahwa tuhan itu bukan lelaki, juga bukan perempuan (tapi ada agama yang lebih suka memanggil dengan sapaan Tuhan Bapa). Manusia juga bingung dalam menelusuri akar sejarah lahirnya tuhan, sehingga oleh agama-agama disepakati bahwa “tuhan tidak berawal dan tidak berakhir”. Para staff atau pembantu tuhan sering dinamai macam-macam ada yang menyebut para malaikat, ada yang menyebut para dewa. Bagaimana mungkin semua itu dianggap sebagai “kebenaran” absolut? Dan bagaimana seharusnya manusia memperlakukan agama dan tuhannya, apakah harus diterima begitu saja atau harus dikritisi. Bagaian mana yang harus dikritisi dan bagian mana yang harus diterima apa adanya? Mengapa harus demikian? Terserahlah, agama dari sejak paham paganis (Yunani kuno) sampai dengan monotheis memang gudangnya para pengkhayal.
     Jika benar tuhan maha perkasa, berdiri sendiri, maha sempurna, tanpa ketergantungan dari siapa pun maka seharusnya Dia tak butuh sesuatu apa pun. Manusia tidak perlu berkorban untuk tuhannya, manusia juga tidak perlu menyembah-Nya. Buat apa tuhan disembah? Selama tuhan masih memerlukan sesuatu berarti dalam diri tuhan masih memiliki celah kekurangan. Dalam kenyataannya, umat beragama diwajibkan menyembah tuhan, sehingga banyak yang secara psikologis merasa sangat berdosa jika tidak melakukan persembahan tepat pada waktu yang telah ditentukan. Bahkan menyembah tuhan dijadikan sebagai pilar utama tegaknya sebuah agama (keimanan).
     Di sini tampak sekali bahwa angan-angan atau tafsir manusia terhadap Tuhannya sungguh sangat menggelikan karena bila kita komparasikan ternyata banyak hal yang kontradiktif antara pernyataan satu dengan pernyataan lainnya. Contoh, jika tuhan maha tahu pasti tuhan tidak pernah menguji, sebab ujian bersifat penggalian potensi. Padahal, sifat maha tahu dari tuhan berarti tak perlu menggali karena apa pun hasilnya, lulus atau tidak, gagal atau berhasil, maka Tuhan sudah mengetahui sebelumnya. Nah buat apa “pengetahuan tak terbatas milik tuhan” harus dibatasi dengan penyelenggaraan ujian bagi ciptaan-Nya sendiri? Aneh kan khayalan ini, katanya pengetahuan tuhan meliputi rahasia dalam batin dan yang diungkapkan melalui kata-kata/sikap, pengetahuan tuhan juga meliputi masa lalu, sekarang dan yang akan datang, apa tujuan tuhan main coba-coba? Mestinya tuhan sendiri yang menjawab pertanyaan ini.
     Tahukah kita, bahwa jika kita mengumpamakan keberadaan tuhan dengan sesuatu yang bersifat nyata atau riil sebenarnya sangat menyesatkan? Sebab Tuhan adalah abstrak atau ghaib yang tidak bisa dibandingkan dengan apapun dan siapa pun. Jika kita bisa membandingkan-Nya, berarti kita pernah tahu tuhan, sebab bagaimana mungkin kita membandingkan sesuatu yang kita tidak pernah memiliki pengetahuan tentang obyek yang dimaksud? Ingat bahwa tak ada yang bisa kita persamakan dengan Tuhan, sebab Tuhan tan keno kinoyo ngapa (tidak bisa kita bayangkan seperti apa tuhan itu), Menungso sak jagat raya ora ana sing WERUH GUSTI (tahu), yang ada hanyalah orang-orang yang BERKEYAKINAN (beragama). Bagaimana mungkin kita “bandingkan” sifat tuhan dengan manusia? Misal, manusia sering mengadakan ujian untuk mengetahui sejauh mana tingkat kemampuan seseorang, maka mana bisa kita membandingkan bahwa tuhan juga seperti manusia yang sering memberi ujian atau cobaan? Dari mana manusia memperoleh pengetahuan tentang tuhan, sehingga manusia bisa mengadakan perbandingan? Sekali lagi wahyu itulah sebenarnya biang keladi terjadinya kerancuan antara fakta dengan ilusi.
     Pantaskah kita atau agama mengobral keyakinan/keimanan sebagai pengetahuan (kebenaran)? Kalau kita tidak pernah “tahu” tentang Tuhan, sebaiknya jangan sekali-kali kita memberi “tahu” tentang Tuhan kepada orang lain. Podo-podo ora weruh kok arep nuntun wong liya? Nanti pasti akan terjadi penyesatan yaitu apa yang selama ini disangkanya sebagai kebenaran, jebul mung pangangen-angen. Kalau hanya sekadar pangangen-angen, semua orang boleh menafsirkan. Mengaku mendapat wahyu juga boleh, mengaku nabi utusan tuhan juga tidak dilarang, ada seorang perempuan mengaku dihamili Tuhan dan anak yang dikandung dan dilahirkan adalah anak tuhan juga boleh, sebab dalam hal “berketuhanan” tidak ada orang yang paling benar dan paling pintar. Orang lain mau percaya atau tidak, terserah saja. Agama memang kawasan yang sangat nikmat untuk berkhayal dan bermalas-malasan, sehingga ukuran benar dalam bertuhan, sangatlah subyektif.
     Yang tidak boleh dikerjakan oleh sesama manusia adalah “pemaksaan pangangen-angen”, biar saja agama untuk konsumsi pribadi (menjadi ranah privat), sampai degleng (mabok) juga tak apa, asal jangan dibawa ke ranah publik. Membawa agama pada ranah publik hanya akan menimbulkan berbagai permasalahan sosial yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Misal benturan dengan agama/kepercayaan lain atau terjadi persetubuhan yang intens antara penguasa agama dengan penguasa politik. Akhirnya agama masuk ke dalam urusan Negara, sehingga para pemimpin agama bisa mengatasnamakan tuhan untuk setiap bentuk tindakan/kebijakannya. Setiap warga Negara diwajibkan memeluk salah satu agama yang telah diakui oleh Negara. Jika seorang warga Negara menyatakan tidak memeluk salah satu agama atau menyatakan tidak beragama, konsekuensi politis maupun sosialnya akan sangat berat. Bisa jadi orang tersebut dituduh sebagai komunis yang harus diasingkan dan tidak akan pernah bisa menjadi pegawai pemerintah/negeri apa lagi sampai menduduki jabatan publik (apa pun). Dengan kelakuannya ini, agama tidak pernah merasa bersalah bahkan dianggapnya sebagai kewajiban untuk mengagamakan manusia, sebab orang yang tidak beragama dianggap sesat.
     Sepanjang sejarah umat manusia, posisi Tuhan dalam kehidupan sebenarnya hanyalah sebagai kesempurnaan “yang diimpikan” bukan realitas “yang sesungguhnya terjadi”. Sebab, yang sesungguhnya terjadi adalah manusia telah terhipnotik oleh konstruksi khayalan-khayalannya sendiri. Manusia akan “merasa puas” ketika dia bisa menjunjung tinggi Tuhannya melebihi kekuatan/ketinggian apa pun. Manusia juga akan puas ketika dia bisa “menyembah-Nya” dengan sepenuh perasaan hati dan kepasrahan sambil bertangis-tangisan bila perlu.
     Sifat egoisme manusia sangat nyata ketika manusia “boleh tidur”, tetapi “tuhan tak boleh tidur sedetik pun”. Tuhan harus selalu melek/terjaga karena tuhan yang mengatur perputaran jagad dan seluruh kehidupan. Ingat kata-kata Jawa yang sering meluncur ketika orang tersebut sedang menghadapi ketidakadilan maka ucapaan yang sering keluar adalah “Gusti ora sare”. Padahal, mestinya sambil “merem”pun tuhan bisa mengatur segala sesuatu yang Dia kehendaki sebab bukankah tuhan maha kuasa?
     Kesimpulan : Sesungguhnya, agama tak pernah mempertemukan kita dengan Tuhan, tapi justru mengikat tangan dan kaki kita supaya tidak bisa lari menggapai kebebasan berpikir. Agama menempatkan “keimanan” di atas segala-galanya, barangsiapa tidak mau beriman — tidak mau menuruti kehendak agama — maka orang tersebut akan dicap sebagai kafir. Dan orang kafir adalah musuh agama yang harus diperangi.
     Agama tidak menempatkan kebodohan, ketidakadilan, kekerasan, kemiskinan dan diktatorisme sebagai musuh utama yang harus diperangi. Makanya, banyak orang beragama tetapi tetap bodoh, miskin, bertindak tidak adil, pro kekerasan dan tidak demokratis (otoriter). Inilah anomaly atau penyimpangan agama yang benar-benar ada dihadapan kita. Agama lebih asyik masuk pada dunia ghaib sedang realitas kehidupan yang penuh dengan berbagai rintangan dan kekerasan sering hanya dihadapi dengan sikap pasrah, dianggap sebagai takdir atau cobaan/ujian dari tuhannya.
     Agama telah lupa — atau jangan-jangan memang sengaja melupakannya demi tujuan duniawi — bahwa Tuhan sebenarnya sangat simple/sederhana karena Dia tergantung pada bagaimana kita memikirkan-Nya. Di tangan agama, Tuhan telah dijadikan “barang” yang sangat menyeramkan sekaligus mengagumkan. Agama begitu licik “mempermainkan” Tuhan dengan kedok wahyu. Akhirnya, dengan mengaku mendapat wahyu dari tuhan itulah, agama telah tumbuh menjadi kekuatan sosial dan politik yang sangat menakutkan. Banyak pengikut agama yang bersedia menjadi “tentara tuhan” dengan menghunus pedang atau meledakkan bom untuk memerangi kaum kafir atau mereka yang dianggap menentangnya. Tetapi jarang sekali kita lihat rombongan “tentara atau pasukan kasih sayang tuhan” yang menebar pencerahan berpikir, kebijaksanaan hidup dan memberikan keadilan, kesejahteraan serta kemakmuran bagi seluruh umat, baik yang kafir maupun yang beragama apa saja.

     Anda beriman? Mohon tanggapannya. Dari suprayitno

    Suprayitno
    Sekretaris FPSP
    Jln.Tlogomukti Timur I/878
    Semarang

  50. tomy~RE said

    hehe Mas Ratana

    saya dan Mas Prayit sudah memaklumkan diri sebagai kafir dan penghuni neraka *bila ada*

    bukan sekedar neraka tapi intiping neraka
    ………………………………………………………………………………………………..
    Dear Mas Tomy 🙂

    kafir itu yang bagaimana ya .. 🙂
    Kalau kafir karena tidak menganut agama tertentu, apa yang harus ditakuti karena itu.

    Kalau sekedar masuk surga, gak usah ikut agama-agama-an, yang penting suka berderma ( Dana ), menjaga moralitas (Sila ) , dan tidak pernah berbuat jahat sekalipun.

    Lha walaupun menganut agama tertentu, sekalipun dinyatakan agama dari yang punya alam semesta, kalau kelakukannya dimana2 hanya bikin onar, ngerusak dan ngebakar rumah2 orang , batinnya dibakar api kemarahan dan kebencian, ya setelah mati nanti pasti kecemplung neraka.. . Bener gak mas Tomy 🙂
    ……………………………………………………………………..

    neraka cuma hantu yang menakuti orang merdeka
    surga cuma PUNCAK dari dambaan kepuasan nafsu manusia

    & Tuhan cuma ruang kosong dalam otak yang perlu diisi sesuatu
    …………………………………………………………………………………………
    Neraka & Surga, tepat saat inilah berada… ,
    Pada kebahagiaan hati, disanalah surga, dalam penderitaan batin, disitulah neraka.

    Jika selalu menanam kebaikan, hingga saat ajal menjemput, setelah mati pasti masuk surga.
    Jika selalu mempunyai hati yang kotor, curiga-mencurigai, marah / ngamukan meledak-ledak, berbuat jahat, sampai akhir hayat begitu, ya pasti kecemplung neraka.

    Seorang Dewa, bisa saja berdampingan dengan seorang hantu, dalam suatu ruang yang sama.
    Apa yang membedakannya ? Kondisi batin, timbunan kamma-baik-nya.

    Sang Dewa, hidup berbahagia, berkelimpahan, sejahtera.
    Sedangkan si Hantu hidup kelaparan, makan dari sisa2 makanan, makan dahak, makan lendir, makan tahi.

    Tuhan… Tuhan menciptakan manusia, atau manusia yang menciptakan Tuhan mas.. 🙂

    …………………………………………………………………………………………

    ayo nggugah wong melek
    melek mloka-mlaku tapi kok ngimpi wae
    ………………………………………………………………………………………..
    Yuk… Mari.. Ayo… 🙂
    ……………………………………………………………………………………….

    kapan2 kita kopdar bersama bila panjenengan berkenan berjumpa dengan kami orang2 mokaw/golongan hitam ini
    khan sama-sama di Semarang :mrgreen:
    ………………………………………………………………………………………….
    Wah, seneng sekali, boleh .., kapan , mari kita kopi darat… 🙂

    Maturnuwun Mas Tomy,

    May U Take Care of Urself Happily,
    Sadhu,Sadhu,Sadhu.

    • lovepassword~RE said

      kapan2 kita kopdar bersama bila panjenengan berkenan berjumpa dengan kami orang2 mokaw/golongan hitam ini

      ===> Whaduh golongan hitam mau berkumpul. Ha ha ha. Ada konsumsinya nggak? Pisang goreng atau pisang bakar? Lha aku ini golongan apa ya? Jangan-jangan malah nggak punya golongan.
      ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
      Dear Lovepassword,

      Silakan nanti kalau mau gabung sama2… 🙂
      Anda golongan apa ya.., ikut Golongan Karya ( Golkar ) saja, nanti bisa jadi makmur , he he… 🙂

      May Happiness Always b With U,
      Sadhu,Sadhu,Sadhu.

    • tomy~RE said

      Banyak orang takut dicap kafir, bahkan kata itu digunakan untuk membunuh sesama.
      Ibarat orang dijilat anjing harus bersuci dulu di 7 mata air biar nggak najis
      Lha kalo yang menjilat lidahnya orang ”woo kafir ya kowe” sampai 7 turunan najisnya tak hilang 😥

      Ada tidak ada tuhan kualitas hidup manusia ditentukan dalam pengambilan/ pembuatan keputusan dalam hidupnya, tidak sekedar ikut2an
      :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
      Apa yang lebih “mutlak”, membimbing diri ke arah hidup yang baik , menabur kamma2 baik, berderma, menjaga dan merawat moralitas diri dengan baik, ataukah,

      ber-Tuhan, tanpa mempedulikan kelalaian2 dalam membimbing diri ke arah hidup yang baik ?

      Yang “Mutlak”, adalah membimbing diri kita ke arah yang lurus, baik, benar, patut.
      Tanpa harus ber-Tuhan, asalkan diri ini dibimbing pada hidup yang lurus, baik, benar, patut, memiliki cinta-kasih pada semua makhluk, cinta akan kebajikan, dermawan, ber-Sila sempurna, tanpa cela, berpikiran jernih, bening, pasti kehidupan kita terarah pada hidup yang jauh lebih baik, lebih berspiritualitas, dan setelah mati, bila belum bisa mengakhiri samsara, maka pasti masuk surga.

      SURGA itu milik siapa ? Satu2-nya pemilik SURGA adalah, orang2 yang baik, ber-SILA sempurna, lurus, benar, patut, tanpa-cela, tidak pernah mempunyai niat jahat, tidak pernah terlibat dalam kekerasan2, bersih dari noda2, bersih dari kemarahan, bersih dari keserakahan.

      SURGA, bukan milik “Maha-Dewa” tertentu,
      SURGA, bukan milik “AGAMA” tertentu.

      Si penyembah “Maha-Dewa” meskipun sudah ber-agama sesuai kehendak “Maha-Dewa”, bila dirinya tidak baik, benar, lurus, patut, penuh kemarahan, penuh kebencian, berprasangka-buruk, suka mencaci-maki, dipenuhi keserakahan, membiarkan dirinya terlibat dalam penganiayaan makhluk2 hidup, maka, setelah mati, PASTI masuk neraka.

      Itulah HUKUM-KARMA ; Hukum-Keadilan-Moral. Hukum seperti ini, TIDAK-MEMIHAK.

      Demikian Mas Tomy,
      Semoga semua makhluk terbebas dari pembodohan dan kebodohan batin 🙂
      ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

      Bagiku agama adalah budi pekerti luhur bukan sekedar stiker yang dibuat rebutan anak kecil
      Yup, surga adalah disini saat ini seperti yang disabdakan Budha hidup adalah satu tarikan nafas, semoga kita dapat sungguh2 hidup sungguh2 mengada dalam setiap moment, dalam setiap tarikan nafas tidak lagi mengkerut dari kenyataan

      Keberadaanku setiap saat itulah Budha, itulah Mesias, itulah Rasul, itulah Dewa, itulah Hantu(Tuhan) *ungkapan kekafiranku*

      Let us take care of ourself happily
      Sadhu sadhu sadhu
      :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

      May Happiness Always b With U,
      Sadhu,Sadhu,Sadhu. 🙂

  51. pamuji rahayu…
    kangmas Ratana .. apa kabar.. sampun tansah dangu ndak ngindangi blog penjenengan.. maklum lagi ngupaya upa kangmas.. hehehe.. gimana kabar semarang…? wah makin panas apa yang dingin tetep banyumanik.. hehehe…? kangmas Tomy… gimana juga kabarnya… pedurungan dan kabluk gimana .. masih nguliti rambak yaa… hehehe.., eh salh nguliti sapi.. buat bikin rambak..? simpanglima apa masih tetep akeh ciblek apa dah ganti deblek…? hehehe.. maaf ngelantur nih…
    salam sihkatresnan..
    rahayu..,
    :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
    Salam Pamuji Rahayu Kadang Mas Hadi Wirojati 🙂

    Maturnuwun, kabar saya sangat baik sekali, tidak pernah tidak baik 🙂

    Sangat berbahagia saya menerima njenengan di blog ini, ditengah kesibukan bekerja mencari nafkah masih menyempatkan diri mampir ke blog ini , dan tidak sekedar itu, masuk ke blog ini sekaligus juga memberi kata2 indah nan mempesona penuh cinta dan kedamaian.. 🙂

    Semarang kabarnya baik2 saja, tetap kota tercinta saya… 🙂
    Kalau dingin, ya saya gak kedinginan kok 🙂
    Kalau pun panas, saya juga gak kepanasan kok 🙂

    Waduh , kok itu ada ciblek, deblek, dlsb itu apa ya , he he 🙂

    Salam Sih Katresnan Mas Hadi Wirojati,

    Mugi Panjenengan tansah Rahayu Karaharjan,
    Satuhu.

  52. Yoga Kiie~RE said

    numpang baca yooooo..??
    :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
    Dear Yoga Kiie 🙂
    Selamat datang di blog RATNA KUMARA
    :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

    oya sedikit pertanyaan buat om ratanakumaro,sejauh ini njenengan kan mempelajari dan memahami Buddha. pernahkah njenengan mencoba mempelajari dan memahami isi Al-Quran (sekedar perbandingan)? ibarat suatu kasus, kita kan ga cuman melihat dari 1 sisi saja, coba kita lihat sisi lain.
    ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
    Sebenarnya sudah pernah kok, Yoga.. 🙂

    Meskipun sebenernya “kurang-enak” juga menceritakan “riwayat” ini ( karena kan, sepertinya tidak etis ya 🙂 ), tapi ya sudahlah saya jawab untuk anda ini 🙂

    Saya, lahir dari keluarga muslim.
    Saya, dulu sangat lama sekali beragama Islam.
    Kemudian mencoba mempelajari agama2 lain, secara cukup intensif mempelajari beberapa agama, seperti Katholik, Kristen, Hindu.

    Terakhir, adalah memperdalam Buddha-Dhamma ini, dan ini.., untuk selamanya 🙂
    :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

    kalau dilihat dari sisi terapan, ajaran Buddah dan ajaran Al-Quran ga jauh berbeda kok. tapi dari sisi history nampak perbedaannya lhoo.. coba deh.. dari situ saya yakin pasti ada perbedaan dan hikmah yang terkandung. tanks
    ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
    Dari sisi terapan pun, sebenarnya juga berbeda secara mendasar kok.

    Misal, dalam hal2 sederhana berikut ini :
    1. Dalam Islam , ada perayaan Idul Qurban ; dalam Buddha-Dhamma, tidak ada perayaan Qurban ( kalau dalam Hindu , ada upacara seperti Idul Qurban tersebut ) . Yang ada, justru anjuran untuk melepaskan makhluk2 hidup yang terbelenggu, seperti melepaskan ikan ke sungai dan laut, melepaskan burung2 ke alam bebas, dan makhluk2 lainnya ( upacara ini, kalau tidak salah dalam bahasa Tiong Hoa dikenal dengan “Fang Shen” ). Mengapa tidak ada upacara Qurban ? Sebab, Sang Buddha melarang para siswa dan pengikut-Nya untuk meneteskan darah apalagi hingga menyebabkan pembunuhan makhluk hidup apapun juga ; ini adalah prinsip Avihimsa ( tanpa kekerasan, tanpa kekejaman ).
    2. Dalam Islam , menekankan prinsip “hablumminanas wa habluminallah” ( hubungan horisontal dan vertikal ; hidup keduniawian dan ibadah pada Tuhan Allah ) ; Dalam Buddha-Dhamma, bagi yang sudah masak buah kamma-nya, maka mutlak meninggalkan keduniawian, dan menyelesaikan siklus samsara ( menyelesaikan siklus samsara ini pun tidak sama dengan konsep “kembali pada Tuhan” loh , untuk lebih memperjelas, baca2 lagi artikel diatas ).
    3. Dalam Islam, nafsu-sex / indriya tidak harus dilenyapkan, dianjurkan menikah dan berketurununan, dan boleh mempunyai istri lebih dari satu asalkan si laki2 mampu dan bisa bersikap adil ; Dalam Buddha-Dhamma, bagi yang telah memahami dan masak buah kamma-nya ( yang tidak sekedar ummat-awam ), maka mutlak melenyapkan nafsu-sex/indriya sebab hal itu merupakan “pengikat” semua makhluk dalam samsara ( siklus tumimbal-lahir ) ; juga, dalam Buddha-Dhamma, ummat-awam pun tidak diharuskan menikah, sebab KEBAHAGIAAN terletak didalam hati masing2, kepuasan-batin masing2, dan itu tidak bisa ditemukan diluar hatinya sendiri ; kebahagiaan-sejati tidak berada pada sosok perempuan sebagai istri, tidak bisa ditemukan pada benda2 diluar dirinya sendiri, sebab semuanya tidak kekal, terserang kelapukan, karena itu hal apapun juga mengandung hakekat penderitaan. Bagi ummat-awam, yang mau menikah ya silakan, yang tidak menikah juga silakan.
    4. Dalam Islam, yang menjadi tujuan kehidupan rohani adalah diterimanya seluruh amal perbuatan selama hidup sebagai manusia oleh Tuhan Allah sehingga ia diperkenankan masuk dan hidup di surga ; Dalam Buddha-Dhamma, surga bukanlah tujuan-sejati, sebab surga itu sendiri tidak kekal. Meskipun usia kehidupan di alam surga itu sangat panjang ( tergantung tingkatan surga yang dimaksud, ada yang jutaan tahun, ada yang ratusan juta tahun, ada yang hingga milyaran tahun menurut hitungan waktu manusia ). Sehingga, yang menjadi tujuan-sejati bagi kehidupan spiritual Buddha-Dhamma adalah apa yang disebut sebagai “Nibbana” ( Nirvana ; Skt. ), yaitu “Pelepasan-Agung”, “Pengakhiran-Samsara”, saat tercabutnya tiga-akar : keserakahan/nafsu-indriya ( lobha ), kemarahan/kebencian (dosa), dan kebodohan/kegelapan-batin (moha).
    5. Dan lain2, dan seterusnya.

    Begitulah, Yoga, perbedaan2 “terapan” antara Islam dan Buddha-Dhamma.

    Mengenai pernyataan anda secara historis berbeda, iya, jelas, pasti berbeda. Sejarah kelahiran masing2 agama tersebut berbeda, kemudian cara-cara penyebaran agama masing2 juga berbeda, pola2 yang ditempuh berbeda, sifat2nya berbeda, tujuannya pun berbeda.

    Anyway, terimakasih atas kunjungan anda kesini yah,
    Juga terimakasih atas saran2 anda kepada saya untuk mempelajari dan memperdalam Islam ( masalahnya, saya sendiri dulu ummat Islam, dan cukup lama ( dari lahir hingga dewasa ) menjadi ummat Islam loh 🙂 ) , dan juga atas saran2 anda untuk menelaah sisi2 perbedaan antara Islam dan Buddha-Dhamma yang menurut anda bisa diambil hikmah yang terkandung dari perbedaan tersebut.

    Okey, my dear… 🙂
    May U Take Care of Yourself Happily,
    Sadhu,Sadhu,Sadhu.

    • Phin Phin said

      Sdr Ratna Kumara. Salam kenal. Sungguh tak diduga sdr Kumara adalah kelahiran Islam. Tetapi memahami Dhamma Buddha dgn akal pikiran dan batin yang terang. Salam hormat dari .Sadhu..Sadhu..
      .

  53. tomy said

    Mengapa ya, menurut pengamatanku, bangsa kita kok begitu bersemangat (dan sensitif banget) jika bicara agama, tuhan, wahyu, surga-neraka,pahala, haram-halal, malaikat, setan, iblis dan dosa? tetapi kalau berbicara masalah yang riil umpamanya mengenai good governance, kualitas pendidikan, kemajuan sain dan teknologi, kok aras-arasen, males gitu lho.

    Padahal jika bangsa kita ingin segera menjadi negara yang maju dan beradab, seharusnya jangan terus menerus mau menerima dicekoki racun agama (maaf agak kasar), tetapi harus dibangkitkan semangatnya untuk bangun mengejar ketinggalan dari negara-negara maju lainnya.

    Memang dinegara yang penduduknya masih miskin -dan kebanyakan tentu saja bodoh- jualan agama sangat laris manis. Tetapi, para pemimpin harus sadar, bahwa agama bukan solusi untuk mewujudkan cita-cita negara yang adil makmur sejahtera.Coba kita teliti bersama, sejauh ini ada gak negara berbasis agama yang yang kemajuan sain dan teknologinya melampaui negara-negara sekuler?kalau ada tolong sebutkan contohnya.

    Sebagai “agen moral” terbukti agama juga tidak bisa membendung kebejatan moral bangsa Indonesia, dimana antara bangsa yang religius dan tingkat korupsi berjalan paralel.

    Bicara penegakan moral mang susah banget ya, sebab dalam diri manusia ada standar ganda mengenai nilai-nilai baik dan buruk. yakni seperti yang pernah aku ungkapkan bahwa manusia selalu saja menuntut keadilan tetapi ketika orang tersebut menjadi penegak keadilan maka dia akan berbuat tidak adil.

    Moral itu (baca : hukum) barangkali akan efektif ditegakkan apa bila kemajuan teknologi telah mampu mengontrol gerakan-gerakan setiap manusia, sehingga ketika seseorang melanggar hukum pasti akan tertangkap oleh piranti teknologi. Contohnya, setiap pembunuhan atau perampokan pasti pelakunya akan tertangkap karena teknologi akan membuat gerakan seseorang selalu termonitor. Begitu juga jika ada aparat penegak hukum yang melanggar juga pasti akan terekam oleh rekayasa teknologi. Jadi, mereka takut melanggar hukum bukan karena merasa selalu diawasi oleh Tuhan, tetapi selalu dimonitor oleh kecanggihan teknologi yang pasti bisa dipertanggungjawabkan (tidak usah harus menunggu kematian dulu, seperti yang selalu diungkap oleh agama).

    Dengan demikian tak ada lagi kesempatan untuk mengelak atas kejahatannya. Nah, aku pikir kan lebih baik mencari atau menemukan teknologi yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dari pada menegakkan sumpah pocong dan presure dari agama.

    Ngrembug agama dan tuhan bisa berlama-lama bahkan berjam-jam, tetapi mengapa ketika ngrembug masalah yang riil (secara ilmiah) menjadi tidak menarik? Agama dan tuhan seperti narkoba,sungguh sangat enak untuk dinikmati sambil duduk-duduk, tak perlu keningnya berkeringat seperti kalau kita sedang menghadapi persoalan sains.

    Aku tidak benci dengan agama dan tuhan, cuma aku menyayagkan waktu manusia habis hanya untuk membayangkan/mendiskusikan apa kira-kira “isi pepesan” yang ada dihadapan mereka. Semestinya, tidak usah terlalu lama untuk tahu isinya, yakni beranikah kita bersama-sama membukanya/membongkarnya? itu saja!! Dan niscaya, ketika dibongar, pepesan itu (yang berbau sangat lezat dan harum) hanyalah pepesan kosong belaka.

    Waktu kita sangat berharga mengingat kondisi bangsa dan negara kita yang semakin jauh tertinggal dibanding negara-negara tetangga. Kapan kita akan menjadi bangsa yang maju jika otak anak bangsa terus menerus hanya dijejali dengan cerita-cerita mistik dan super mistik, dari sejak tingkat TK sampai dengan menjelang ajal?

    Ayo silakan diberi komentar, ibu/bapak, mas mbakyu sdr, sdri atau adek-adek tercinta.

    SUPRAYITNO

    • lovepassword said

      Boleh saya diajari cara membongkar pepesan caranya gimana ? 🙂 Hi hi hi .

      Dimonitor teknologi sama dimonitor Tuhan bedanya apa sih? Kebanyakan agnostik dan atheis nggak seneng dengan konsep monitor, tapi kok ya ada yang seneng dimonitor. 🙂

      Ngrembug agama dan tuhan bisa berlama-lama bahkan berjam-jam, tetapi mengapa ketika ngrembug masalah yang riil (secara ilmiah) menjadi tidak menarik? === Ya masih menariklah. Pemilu juga menarik.

  54. pamuji rahayu…,

    hehehe.. betul kangmas tomy ( prayitno -red) memang begitu adanya.. kita saling bertengkar adu cangkem hanya karena membahas dan membela agama dan tuhan.. padahal..mending menikmati pepes ikan emas…, jelas nikmat dan berpikir bagaimana caranya membuat pepes tanpa susah susah tahu tahu tinggal aem .. dan betul betul ada isinya hehehe.., mendingan kita dan mari bersama sama bertiwikrama budaya.. membangkitkan dan menciptakan dan berkarya untuk kemaslahatan bangsa negara.. demi mengejar ketinggalan ratusan tahun dari negara lain…, menjadi maju dan adil makmur.. menciptakan insan yang selalu sadar akan kebaikan hidup, kemudahan hidup, kemajuan hidup dan kesejahteraan serta kemakmuran negeri, memwariskan kepada generasi penerus.. supaya tidak seperti saat ini.., kita jangan hanya bisa mengoperasikan dan menggunakan alat teknologi saja dari negeri produsen tapi juga setidaknya menciptakan, tidak menjadi konsumen saja tapi juga menjadi produsen., mencoba buat pesawat terbang 98 % kandungan lokal.. malah bangkrut gara gara dikutuk dari berbagai kalangan.. akhirnya ya jadi terpuruk. mau menciptakan mobil maleo sendiri.. juga dikutuk.., akhinya terkutuk.. mau membuat kapal sendiri.. malah dijejali kapal bekas eks jerman.. buat senjata sendiri (ak) kwalitas kurang baik kena lumpur macet keburu dibedil musuh.., buat kereta .. desain dan sain monoton.. tanpa ada kemajuan, buat besi steel kalah sama China yang lebih murah…, punya sumber daya alam.. habis dijual ke orang..padahal ndak bisa diperbaharui…, punya minyak .. dicolong lewat bawah laut…, karena SDM kita rendah…yang bisanya cuma ngurusi atau dagang dan mabuk agama akhirnya..ya begini.. contoh kecil… saya punya lahan 1000 hektar.. tak diemin ndak diolah karena ndak ada modal dan kepndaian untuk mengolah.. lalu datang orang asing.. meneliti ternyata ada kandungan tambang…, orang asing bilang kesaya.. mas daripada lahan terbengkali ndak diolah .. lebih baik tak garap nanti sampean tak kasih 10%…, karena kita malas berpikir dan bekerja .. maka ya… boleh…diem tidur makan, dongeng, main, hura hura.. duduk manis… dapat setoran 10% dari hasil lahan olahan orang asing… lama lama entek dikeruk… ditinggal mlayu… , kita hanya mlongo mlompong ndomblong menyesal.., dan akhirnya jadi orang pengutang…, hehehe.. ironis ya kang..?… mohon maaf kangmas Ratana.. saya ngelantur dan ngomyang disini.., kiranya panjenengan maklum.., numpang corat coret ditembok panjenengan mugya kangmas Ratana tansah kanthi jembaring penggalih.. weninging bathos dan terima kasih sekali atas kebijaksanaan panjenengan..,
    salam sihkatresnan
    rahayu..,

    • suprayitno said

      untuk itu ayo mari kita dirikan atau paling tidak kita pikirkan bersama-sama bagaimana supaya negeri ini memiliki sistem pendidikan yang baik.

      Guru yang baik, murid yang baik, kurikulum yang baik dan sarana prasarana yang baik, niscaya akan segera mengentaskan bangsa ini dari berbagai macam keterpurukan.

      Tetapi jika ke empat syarat tersebut tidak bisa semuanya terpenuhi, maka guru yang baik mutlak harus dipenuhi.
      Pertanyaannya, seperti apa guru yang baik itu? guru yang baik menurut aku simpel aja yakni yang menyenangkan, meskipun guru yang menyenangkan tidak selalu guru yang baik. Tetapi, guru yang baik pasti menyenangkan, karena dia bisa mentransformasikan ilmunya dengan baik, sehingga pengembangan di bidang afeksi, kognisi dan bidang psikomotor dapat berjalan dengan harmonis.

      nah, berbicara hal-hal tersebut menurutku kan sangat terukur dan sangat membumi, jangan berbicara masalah “langit” terus. Nanti malah kita lupa bahwa kita sedang berdiri di atas bumi, yang kalau lapar perlu makan, kalau hujan perlu tempat berteduh, kalau haus perlu minum dst. Iya kan? nah simpel kan kehidupan ini? yang bikin sok ruwet itu sebetulnya agama, sori ya, jangan tersinggung.cool man….

  55. suprayitno said

    Gw ikutan nimbrung ah, biar rame. gw pikir, benar dan salah, baik dan jahat mang gak bisa dihapuskan dari kehidupan ini. Betapa pun semua agama mengajarkan untuk berbuat yang baik-baik kepada seluruh umatnya, toh kejahatan tidak pernah bisa dibasmi secara tuntas…tas…tas.

    Gw pikir hidup ini sederhana ajalah, sebab gw lebih simpel gak njlimet -kayak yang diajarkan para petinggi agama- dan gak perlu belajar sampai negeri china, arab atau india atau israel. Lihat aja hukum alam, bisakah listrik atau bolp di kamar anda menyala ketika hanya ada arus “positif”? mana yang sesungguhnya lebih baik arus positif atau negatif? kejahatan atau kebaikan? semua orang waras apalagi jika anda seorang yang beriman pasti akan memilih berbuat “kebaikan/kenbajikan” dari pada kejahatan. Tetapi bisakah kehidupan berjalan sendirian tanpa diiringi kejahatan?

    Barangkali hidup juga seperti itu, mana mungkin “roda kehidupan” akan bisa berjalan jika tidak ada nafsu sex, rasa lapar dan rasa haus? walau kita tahu bahwa nafsu sex, rasa lapar dan rasa haus sering menjadi biang keladi yang memdorong orang berbuat jahat.

    Baik dan jahat menurut aku sama saja nilainya, sama dalam arti kedua-duanya adalah “unsur kehidupan abadi” yang tak mungkin salah satunya dimatikan. Betapapun orang benci terhadap kejahatan, tetapi sama dengan kebaikan maka selama masih ada nafas kehidupan disitu pasti ada vbirus kejahatan.

    Hanya dalam kematian, kedua unsur itu telah melebur jadi satu.
    Mungkin pendapatku aneh ya? sebab pendapat ini bukan dari aliran agama apapun, cuma kira-kira ajalah. Sehubungan dengan itu, maka gw gak percaya adanya surga dan neraka setelah era kematian tiba. Sebab orang yang dalam kehidupannya “terjebak” dalam kejahatan – gw katakan terjebak sebab mungkin gak da sih orang yang dengan penuh kesadaran memilih hidupnya untuk berbuat jahat- bagi gw pahlawan juga. Pahlawan dalam arti sebagai apai yang mengorbankan dirinya untuk terus berputarnya roda kehidupan. Dari mana energi kehidupan jika diantanranya tidak dipasok dari unsur jahat?

    Walaupun begitu, berbuat baik tetap harus diutamakan. Bukan supaya kalau mati kecemplung surga, tetapi supaya tidak banyak musuh, supaya hidupnya tenang, supaya banyak teman dan supaya banyak rejeki yang tidak membahayakan jiwa raga. Itu saja, simpel kan gak perlu pakai rujukan dari nabi arab, india atau china. Gimana ada tanggapan?

  56. lovepassword~RE said

    Ha ha ha, idemu itu lumayan sableng dan orisinil. Kalo nggak terlalu jenius ya mungkin nggak bakal punya ide ajaib kayak kamu. 🙂 Sepanjang aku hidup berdiskusi dengan teman berbagai agama termasuk agama Budha bahkan para atheis – belum pernah denger tuh ada pelaku kejahatan diangkat jadi pahlawan. hi hi hi.

    Dari mana energi kehidupan jika diantanranya tidak dipasok dari unsur jahat? === Kamu yang salah mengambil analogi, kali ye. Darimana? ya dari kebaikan dong. Gelap itu ketiadaan cahaya. Sumber energi bukan dari gelap tapi dari cahaya. 🙂
    :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

    Coba Anda Klik Tautan Link Ini 🙂

    • tomy said

      Kalo ngomong soal Tuhan aku lebih suka menganggap bahwa tuhan itu sebenarnya adalah hidup kita sendiri.
      Rasulullah utusan tuhan memiliki arti rahsa ya rahsamu itu adalah utusan hidup
      Olehmu ngrasakake lapar, haus ingin dicintai itu menandakan kalo kita hidup .

      Hidup sendiri bukan baik bukan jahat seperti tuhan kalo manusia mau jujur & tidak cari menangnya (kepuasaan) sendiri sejatinya tidak sekedar Maha Kasih namun juga Maha Jahat.

      Hidup mengatasi segala peristilahan Baik & Jahat.

      Nah mungkin yang dimaksud oleh Mas Prayit saya coba mengambil contoh dalam dunia Kristen seperti kisah Yudas Iskariot yang menyerahkan Yesus kepada musuhh-musuhnya sehingga Yesus berhasil melaksanakan tugasnya didunia yaitu mengurbankan dirinya demi penebusan dosa manusia.
      Bagiku peran Yudas Iskariot sangat besar dalam kisah penebusan ini :mrgreen:
      tanpa dia bisa jadi program penebusan dosa yang sudah dinubuatkan sejak jaman Nabi Yesaya tidak berhasil
      Yudas Iskariot…. Pahlawan terlupakan bagiku 😉

      Yayaya hidup mengatasi peristilahan Baik & Jahat

      • lovepassword said

        @Mas Tomi dan Mas Prayit

        Setelah saya membaca tulisan anda, saya rasa saya beruntung karena telah bertemu dengan manusia-manusia antik macam kalian. Karena saya sendiri juga lumayan antik maka saya lumayan bisa mengapresiasi manusia-manusia yang orisinil seperti kalian. 😉

        Ketika saya ngobrol dengan seseorang kadangkala saya sudah bisa menebak apa yang mau dia omongkan bahkan sebelum dia berbicara. Lha manusia-manusia semacam itu kadang bisa jadi lumayan membosankan bagi saya. Karena itulah senang juga saya bisa berjumpa dengan manusia yang agak non konvensional seperti kalian ini.

        Anda mengklaim bahwa tulisan anda tidak berdasar agama manapun, yah kalo itu sih saya percaya. Tulisan anda ini dilihat dari banyak sisi – saya sampe muter-muter sambil sirsasana juga masih kelihatan antiknya. Umat Islam yang normal mungkin merasa aneh, umat Kristen juga sama pasti melongo. Hi hi hi. Konsep Tuhan Maha Kasih sekaligus Maha Jahat pasti membuat banyak agama melongo takjub.

        Omongan kamu soal Judas Iskariot juga pasti membuat orang-orang Kristen ngomel-ngomel karena dia kamu angkat jadi pahlawan. Kalo kamu nggak percaya ya kamu tanya saja sama si jelasnggak. he he he. “Pahlawan malang yang terlupakan, hi hi hi.”

        Tapi saya cukup yakin kalo melihat model-model kalian – kalian menulis seperti itu pasti bukan karena ketidaktahuan tetapi justru sengaja untuk memperlihatkan sisi lain menurut versi anda. Oke deh. Saya seneng dapet tulisan yang tidak umum.

        Hidup mengatasi peristilahan baik dan jahat ===> secara alamiah segalanya memang akan lenyap, yang baik juga akan berlalu yang jahat juga akan berlalu karena hidup itu sendiri juga pasti berlalu. Bukan konsep yang terlalu buruk. Tetapi itu juga tidak terlalu bisa menjelaskan mengapa jalan masuknya harus lewat kebaikan. Jika kejahatan dan kebaikan dianggap seimbang, lha apa alasan manusia supaya jadi orang baik ? Atau pada sisi yang berbeda : atas dasar apa kita mesti menghindari kejahatan?

  57. AGAMA BUKAN JALAN KEKERASAN

    Hampir semua agama yang kita kenal, selalu mengajarkan “anti kekerasan”. Tujuan beragama juga jelas yakni membuat seseorang menjadi lebih dekat dengan Tuhannya dan agar menjadi insan yang lebih baik, sabar dan lebih santun. Oleh karena itu, sejauh ini tidak ada satu agama pun yang mengajarkan seseorang menjadi brutal, liar dan jahat.Setidaknya, itulah klaim yang sering kita dengar.

    Namun, seringkali terjadi multi tafsir dalam menerjemahkan kata-kata “baik” . Sebab, ternyata “baik bagi agama/kepercayaan yang satu” belum tentu “baik bagi agama atau keyakinan yang lainnya”. Benar bagi agama yang satu, belum tentu dianggap benar bagi agama lainnya. Akhirnya, proses pengadilan -benar dan salah- yang dianggap sebagai “penodaan agama” juga sering dilakukan secara sepihak. Intinya, pemahaman dan aplikasi agama sering kali diajarkan sebagai “kebenaran tunggal yang absolute”. Sehingga ketika terjadi perbedaan pendapat dengan sesama pemeluk agama, berujung pada tindak kekerasan dalam menyelesaikan perbedaan tafsir tersebut.

    Mereka saling berebut “tuhan” siang dan malam tanpa jeda sepanjang waktu. Tuhan yang seharusnya “Maha Besar” dan milik semua umat, justru telah tersekap dalam kotak kecil sebagai “piala” yang diperebutkan mati-matian dengan segala aksioma dan dogma melalui balutan mistis yang bernama “teks” (ayat-ayat).
    :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
    Dear Mas Suprayitno 🙂
    Selamat datang di Blog Ratna Kumara ini Mas,
    Salam Kenal dan Salam Persahabatan dari saya 🙂

    Eh, Mas Prayitno, kata “mereka” itu ditujukan pada siapa ya Mas.. 🙂
    Kalau ditujukan termasuk pada Buddha-Dhamma, berarti anda belum membaca artikel saya diatas yah 🙂

    Buddha-Dhamma tidak pernah termasuk dalam golongan yang berebut “tuhan” dengan agama lain loh 🙂
    :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

    Teks kadang kala menjelma menjadi “berhala” baru yang melampaui rasionalitas (akal budi). Mengapa bisa terjadi? Sebab, manusia sering merasa “inferior” (lumpuh) ketika berhadapan dengan teks. Teks telah bermetamorfosa sebagai “kekuasaan alam semesta yang superior”. Pihak superioritas ini secara semiotis sering diterjemahkan atau ditandai sebagai “ Wahyu Tuhan”. Selanjutnya, Tuhan dan wahyunya telah diinjeksi atau didistribusikan melalui “selang infuse” yang bernama agama.
    ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
    Iya ya, diluar Buddha-Dhamma memang begitu, tapi sebenarnya tidak dalam Buddha-Dhamma.

    Jadi kalau Mas Prayitno memasukkan Buddha-Dhamma dalam kategori ini, berarti sekali lagi Mas Suprayitno belum menyimak dengan baik2 artikel saya diatas, dan semua diskusi saya dengan pengunjung.
    ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

    Dengan demikian “agama” senantiasa memiliki karakter bawaan (genetic) yang bersifat “mengagumkan” tetapi di sisi lain sekaligus “menyeramkan”. Mengagumkan karena agama benar-benar bisa membawa seseorang menjadi pelaku kehidupan yang penuh dengan keluhuran budi pekerti. Tetapi di sisi lain, bisa juga menjadikan seseorang menjadi sangat bengis, kejam, brutal, menyeramkan atau menakutkan dengan sikap tanpa kenal kompromi demi membela “kebenaran tuhan” dengan siap perang seraya meneriakkan mantra saktinya, misalnya “allahuakbar!!!” seraya menghantam sasaran.
    ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
    Waduh, Mas Prayit ini mungkin sedang marah dengan keadaan diluar sana ya Mas 🙂

    Hal yang anda nyatakan ini, juga tidak berlaku di dalam Buddha-Dhamma loh Mas 🙂

    Coba deh belajar Buddha-Dhamma, sehingga mengerti tidak semua agama itu sama.
    Seperti lagunya Pak Basofi Sudirman :

    Tidak Semua, Laki-Laki….iiiiii…,
    Bersalaaaa…aahh..Padamu… 🙂

    ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
    Agama hanya sedikit sekali mengajarkan “pengetahuan tentang Tuhan”, yang lebih banyak diajarkan hanyalah persoalan “keimanan atau kepercayaan”, yaitu bagaimana dan mengapa kita harus percaya terhadap keberadaan Tuhan. Sedangkan pengetahuan tentang Tuhan, yakni meliputi hal-hal apa sajakah yang bisa kita “keTAHUi” tentang Tuhan, hanya sedikit sekali diajarkan bahkan mungkin tidak diajarkan, sebab Tuhan memang bukan “obyek pengetahuan” melainkan “obyek kepercayaan/keimanan”..
    :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
    Nah, Mas Prayit, yang bagian ini kami mempunyai penjelasannya .

    Mengapa agama2 Theistik sedikit sekali menceritakan pengetahuan tentang Tuhan dan hanya menganjurkan untuk “meng-IMAN-i” saja ? untuk sekedar “percaya” dan “meng-IYA-kan” saja ?
    Karena….[?] 😉 😉 😉 🙂

    Kalau dalam Buddha-Dhamma, yang ada di alam semesta ini, yang mengatur secara teratur, hanyalah HUKUM-ALAM semata ( coba baca lagi artikel diatas ).

    Sedangkan “Dewa”2 tersebut, sebenarnya bukanlah “Pencipta”, bukanlah “Maha-Kuasa”.

    Fenomena telepati, kemampuan batin, melihat makhluk halus, kekuatan “rasa” batin untuk mengetahui pikiran orang / makhluk lain, mempunyai mata ketiga, dll.kemampuan supranatural, oleh agama Theistik diartikan sebagai PEMBERIAN-TUHAN.

    Padahal, itu semua sebenarnya berjalan sesuai hukum yang disebut “citta-niyama”, dimana batin yang dilatih, diarahkan, dan terutama setelah disucikan, akan mempunyai kemampuan2 supranatural seperti itu.

    Begitu Mas Prayit, penjelasan menurut Buddha-Dhamma 🙂
    :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

    Padahal, mestinya dengan “pengetahuan” kita akan mampu melihat sudut-sudat ruang kegelapan milik tuhan dan kebenaran, sedangkan melalui iman/kepercayaan kita berharap akan mampu memproyeksikan keterlibatan diri terhadap makro kosmos (Tuhan) atau manunggaling kawulo Gusti.

    Agama ibarat cat yang tertuang di atas kanvas, tergantung di tangan siapa cat itu ditorehkan. Bila yang menorehkan pelukis yang berbakat, maka akan sangat indah dan sangat berharga hasil lukisan (agama) itu. Sebaliknya, jika cat itu ditorehkan oleh orang yang sama sekali tidak memiliki jiwa seni maka hasilnya hanyalah pemandangan yang kering kerontang, berantakan dan “menyeramkan/menakutkan”. Pertanyaannya, termasuk jenis pelukis yang manakah diri kita?

    Baik atau buruk pemahaman agama kita, tergantung seberapa kita bisa memahami dan membedakan antara “keyakinan dengan pengetahuan”. Agama dan Tuhan harus dipeluk sebagai keyakinan bukan pengetahuan, sebab ketika agama dimasukkan dalam domain pengetahuan, akan terjadi tabrakan antara “obyektivisme” versus “subyektivisme”.
    :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
    Wah, pendapat anda yang ini saya tidak setuju .

    Albert Einstein berkata :

    “Agama Masa Depan adalah Agama Kosmik (berkenaan dengan Alam Semesta atau Jagad Raya). Melampaui Tuhan sebagai suatu pribadi serta menghindari Dogma dan Teologi (ilmu ketuhanan). Meliputi yang Alamiah maupun yang Spiritual, Agama yang seharusnya berdasarkan pada Pengertian yang timbul dari Pengalaman akan segala sesuatu yang Alamiah dan Perkembangan Rohani, berupa kesatuan yang penuh arti. Buddhism sesuai dengan Pemaparan ini. Jika ada agama yang sejalan dengan kebutuhan Ilmu Pengetahuan Modern, maka itu adalah Ajaran Buddha.”

    Ilmu pengetahuan tidak dapat memberikan jaminan dalam hal ini. Akan
    tetapi agama Buddha dapat memenuhi tantangan Atomik, karena pengetahuan adiduniawi
    dari agama Buddha bertitik awal di mana ilmu pengetahuan berakhir. Dan
    hal ini cukup jelas bagi seseorang yang telah mempelajari agama Buddha. Karena,
    melalui Meditasi Buddhis, unsur-unsur atomik penyusun materi telah dilihat dan
    dirasakan, dan juga penderitaan, atau ketidakpuasan (dukkha), tentang
    “kemunculannya dan kelenyapannya” (yang tergantung pada sebab-sebab) yang
    sering telah menjadikan dirinya sendiri sebagai apa yang kita sebut “jiwa / roh” atau
    “atma” –sebuah khayalan tentang Sakkayaditthi–, demikian ia dinamakan di dalam
    ajaran Sang Buddha.
    (Egerton C. Baptist, “Supreme Science of the Buddha” )

    “Saya sudah sering mengatakan, dan saya akan lagi dan lagi mengatakan,
    bahwa antara agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan modern terdapat suatu
    keterkaitan intelektual yang begitu erat”.
    (Sir Edwin Arnold)

    Jadi, Mas Suprayitno keliru jika menyatakan “Agama” jika dimasukkan dalam domain “pengetahuan” akan terjadi tabrakan/benturan.

    Sebab, segala hal yang ada dalam Buddha-Dhamma sesungguhnya sangat bisa dimasukkan dalam kategori “Pengetahuan” ( dalam bahasa Pali : NANA / NYANA ). Pengetahuan religious yang sangat mendalam, yang terbebas dari dogma dan takhayul.

    Sejak 2553 tahun yang lalu, Sang Buddha bisa merumuskan pengetahuan mengenai alam-semesta yang sekarang ini diakui kebenarannya oleh para ilmuwan. Supaya Mas Suprayitno mengetahuinya, silakan baca-baca artikel :
    ALAM SEMESTA, KEHIDUPAN DAN ALAM KEHIDUPAN I
    ALAM SEMESTA, KEHIDUPAN DAN ALAM KEHIDUPAN II
    ALAM SEMESTA, KEHIDUPAN DAN ALAM KEHIDUPAN III
    ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

    Apakah Anda siap, mau, mampu dan ihklas menelanjangi agama anda dihadapan anda sendiri? Apa tujuannya? Tujuannya jelas dalam rangka mencari dan menelusuri “sungai kehidupan” dimanakah sebenarnya hulu dan hilirnya air kehidupan itu? Bisakah kita menjadi manusia merdeka? yakni, merdeka dari segala macam tekanan dan perbudakan? Atau jangan-jangan, kita mempersilakan diri kita untuk selalu dijajah? Cobalah kita tanyakan pada diri pribadi masing-masing, termasuk jenis manusia yang manakah kita?

    Asal kita bisa membedakan antara “pengetahuan dan kepercayaan/keyakinan” aku yakin dan sangat percaya bahwa setiap manusia sesungguhnya bisa mencari dan menemukan agama sendiri-sendiri yang lebih pas dengan kondisi alam sekitarnya, tanpa harus menjadi umat yang membabi buta dari para nabi yang semuanya impor itu.
    :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
    Wah, terkait dengan pernyataan anda di paragraf atas, sebenarnya justru Sang Buddha itu selalu mengajak kita semua untuk “menelanjangi” agama.

    Ketika banyak pemuda warga suku Kalama yang ragu2 untuk mengikuti ajaran manakah yang sesungguhnya merupakan Kebenaran, karena banyak pemuka agama menyatakan “Agamaku yang terbaik, yang paling benar! Agama yang lain salah, tidak layak diikuti!” dan lain2, maka mereka meminta nasehat Sang Buddha.

    Dan Sang Buddha lalu menjawab =

    “Benar, warga suku Kalama, sudah sewajarnyalah kamu ragu-ragu, sudah sewajarnyalah kamu bingung. Dalam hal yang meragukan memang akan menimbulkan kebingungan. Oleh karena itu, warga suku Kalama, :

    janganlah percaya begitu saja berita yang disampaikan kepadamu,
    atau oleh karena sesuatu yang sudah merupakan tradisi,
    atau sesuatu yang didesas-desuskan.
    Janganlah percaya begitu saja apa yang tertulis di dalam kitab-kitab suci;
    juga apa yang dikatakan sesuai dengan logika atau kesimpulan belaka;
    juga apa yang katanya telah direnungkan dengan seksama;
    juga apa yang kelihatannya cocok dengan pandanganmu;
    atau karena ingin menghormat seorang pertapa yang menjadi gurumu.

    Tetapi, warga suku Kalama, kalau setelah diselidiki sendiri, kamu mengetahui, ‘Hal ini tidak berguna, hal ini tercela, hal ini tidak dibenarkan oleh para Bijaksana, hal ini kalau terus dilakukan akan mengakibatkan kerugian dan penderitaan, maka sudah selayaknya kamu menolak hal-hal tersebut.”

    “Tetapi, warga suku Kalama, kalau setelah diselidiki sendiri, kamu mengetahui, ‘Hal ini berguna; hal ini tidak tercela; hal ini dibenarkan oleh para Bijaksana; hal ini kalau terus dilakukan akan membawa keberuntungan dan kebahagiaan,’ maka sudah selayaknya kamu menerima dan hidup sesuai dengan hal-hal tersebut.”

    Mas Suprayitno, cobalah anda baca2 dulu artikel diatas ( “Tuhan “Yang-Maha…” dimata Seorang Buddha” ) juga artikel2 yang lain yang saya tunjukkan. Baca2 dulu setiap diskusi di halaman ini dan halaman yang lain, baru kemudian silakan memberi komentar. Coba deh.., oke-oke 😉 😉 🙂

    Okey Mas Suprayitno,
    May Happiness Always b With U,
    Sadhu,Sadhu,Sadhu.

  58. Lagi-lagi Jakarta diguncang bom. Pagi ini (17/7), sekitar pukul 7:30 yang lalu kawasan Mega Kuningan dikejutkan oleh dua kali ledakan bom yang terjadi di tempat berbeda. Ledakan tersebut berlokasi di dua hotel di kawasan Kuningan Jakarta Selatan, yaitu Hotel JW. Marriott dan Hotel Ritz Carlton. Kedua ledakan tersebut hanya berselang waktu sekitar tiga menit. Beberapa orang yang terluka segera dievakuasi ke rumah sakit terdekat dengan berbagai macam transportasi yang ada. Ledakan ini juga memicu kemacetan di seputaran Mega Kuningan yang merupakan salah satu kawasan terpadat Jakarta di awal jam kerja hari ini.

    Seperti yang diketahui, pada tahun 2003 yang lalu, di Hotel JW. Marriot juga pernah terjadi ledakan serupa yang dilakukan oleh teroris. Lokasi ledakan di JW. Marriott sendiri dikabarkan sekitar parkiran pintu masuk, tepatnya arah restaurant.

    Sedangkan Hotel Ritz Carlton sendiri sebenarnya menurut rencana akan menjadi tempat menginap Manchester United saat bertandang ke Indonesia pada hari Minggu yang akan datang. Hingga berita ini diturunkan, belum diperoleh keterangan yang pasti mengenai tentang kepastian perpindahan penginapan dan kedatangan Manchester United pasca ledakan ini terjadi.

    Belum diperoleh keterangan pula mengenai penyebab ledakan beruntun ini, apakah kejahatan ini terorganisir oleh teroris seperti halnya bom di JW. Marriott tahun 2003 yang lalu, ataukah murni kecelakaan saja.

    Sumber :

    http://www.beritanet.com/Technology/Communication/ledakan-jakarta.html

    ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
    SABBE SANKHARA ANICCA,
    SABBE SANKHARA DUKKHA,
    SABBE DHAMMA ANATTA ;

    Turut berduka-cita atas para korban ledakan bom di Jakarta, hari ini tanggal 17 Juli 2009.

    Semoga semua pihak bisa meredakan kemarahan/kebencian yang bagaikan api membakar di dalam batinnya masing2.
    Bila semua pihak bisa meredakan, mengikis kemarahan didalam dirinya tersebut, pastilah keamanan, kedamaian bisa tercapai.

    Pihak2 yang berwajib dan berwenang, kami harapkan segera mengusut tuntas perkara ini.
    Semoga para dalang peristiwa ini ( yang konon kabarnya ada keterlibatan dari teroris international, AL QAEDA ) segera dapat diamankan dan mempertanggungjawabkan tindak-kejahatannya di hadapan pengadilan negara dan rakyat Indonesia.

    Semoga keluarga korban tetap berada dalam ketabahan dan kesabaran (khanti).
    Semoga para korban terlahir kembali di alam2 kebahagiaan.

    Semoga, tidak terulang lagi peristiwa menyedihkan dan keji seperti ini, supaya tidak ada lagi korban2 yang berjatuhan karena menjadi mangsa nafsu-amarah sebagian pihak yang tidak bertanggungjawab.

    “ Sabbe Satta Sukhita Hontu, Nidukkha Hontu, Avera Hontu, Abyapajjha Hontu, Anigha Hontu, Sukhi Attanam Pariharantu”

    ( Semoga Semua Makhluk Berbahagia, Bebas dari Penderitaan, Bebas dari Kebencian, Bebas dari Kesakitan, Bebas dari Kesukaran, Semoga Mereka dapat Mempertahankan Kebahagiaan Mereka masing-masing )

    Mettacitena,
    Ratana Kumaro

  59. suprayitno said

    Lagi-lagi bom! dan sejauh ini pelaku pengeboman tidak pernah ada yang mengklaim sebagai golongan “orang-orang kafir”. Berarti, apa pun motif dan kepercayaannya, pelaku pengeboan pastilah orang-orang yang mempunyai agama dan jangan-jangan tindakannya juga atas nama agama/tuhan. Sejauh ini pelaku-pelakunya juga mayoritas dari kaum laki-laki. Jarang ada perempuan yang mau melakukan aksi bom bunuh diri, mungkin karena jiwa perempuan lebih baik kali ya?

    Oh…dunia, pelaku kejahatan itu pastilah ada yang menyebut sebagai “pahlawan” (sebagai suhada?), karena ditengah-tengah penderitaan yang amat sangat luar biasa itu, mungkin ada yang bersorak “mampuslah kau golongan kafir”.

    Jika kemungkinan itu ada, sungguh aku tak tahu harus berkata dan berbuat apa selain berdesah resah “Pada saat umur kita balita tidak pernah berkata apakah agamamu, apakah kamu percaya kepada tuhan atau tidak, seberapa banyak kekayaanmu, apakah sukumu atau hei kamu porno”.Balita sangat rukun ketika bermain tanpa dihalangi oleh sekat-sekat sosial dan agama, mereka juga tidak pernah dendam kesumat,ingin membunuh,sesekali marah memang wajar, tetapi tidak pernah menancam pembunuhan.

    Setelah tumbuh dewasa malah sulit untuk hidup rukun. gimana ya? mungkin kebutuhan manusia dewasa makin tak terbatas pada soal permainan saja kali ya?

  60. hadi wirojati~RE said

    pamuji rahayu…

    kang Prayitno dan kangmas Tomy.. katanya ngajak bicara masalah kemajuan atau kemunduran negara dan bangsa.. lha malah ngomongin TUHAN maning… kepriben tho.., katanya minta tanggapan.. malah mlincur ke Tuhan lagi.. wis pada bae…, kiyee…, hehehe.. kangmas ratana .. ngapunten paseban panjenengan dipake saba hehehe.,
    nuwun
    salam sihkatresnan
    rahayu…,
    ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
    Salam Pamuji Rahayu Mas Hadi Wirojati 🙂

    Maturnuwun atas sumbangan2 komentarnya , tentunya sesuai latar belakang njenengan, juga sesuai dengan visi dan misi njenengan … 🙂

    Ijinkah saya juga ikut berpendapat yah Mas… 🙂

    Menurut saya ;

    Sah2 saja bagi yang masih tertarik dengan kuat terhadap politik dan keduniawian untuk membahas hal2 yang bersifat politis. Saya juga tidak perlu menyalahkan, kita tidak perlu menyalahkan 🙂

    Sehingga, dalam hal ini pun sebenarnya kita juga tidak boleh menyalahkan ( atau “meredam” ) pembahasan tentang ada atau tidak-adanya “Tuhan-Pencipta”, hanya dengan alasan ( entah benar apa hanya alasan yang diada-adakan 🙂 ), topik tersebut “tidak bermanfaat” 🙂 .
    Sebab sesungguhnya, topik ini telah menjadi pembahasan para pecinta spiritualitas maupun para philosophia sejak jaman yang sudah lama sekali… 🙂

    Pencarian mengenai ada atau tidaknya “Tuhan-Pencipta” , memang tidak terelakkan lagi akan dibahas oleh para pecinta spiritualitas sejati.
    Spiritualis yang takut membahas “Tuhan”, menurut saya, sebenarnya adalah orang2 yang takut bila sampai bertemu pada kenyataan bahwa Kebenaran, akan menjadi memahitkan baginya, sebab berkebalikan dengan “kepercayaan” yang ia dan para leluhurnya anut selama ini 🙂

    Variasi-variasi pencarian mengenai ada tidaknya “Tuhan-Pencipta” ini akan mencakup banyak topik :

    Misalnya mengenai pencapaian kemampuan supranatural / adi-duniawi ;
    Bagi orang2 Theistik, kemampuan2 supranatural, dianggap sebagai “Gift” dari “Tuhan-Pencipta”.
    Sehingga, pencapaian kemampuan supranatural harus melalui “mantra”2 khusus, yang ekslusif milik sekte2 keagamaan tertentu.

    Sedangkan dalam Buddha-Dhamma dijelaskan, kemampuan2 supranatural, diperoleh murni dari pen-suci-an batin , pen-suci-an diri, dan terlatih dalam pemusatan-batin. Ini yang diterangkan dalam hukum yang disebut dengan “Citta-Niyama”.
    [ Sebagai catatan : Sang Buddha adalah satu-satunya Guru-Spiritual yang menolak keberadaan “Yang-Maha…” ; namun justru Beliau itulah satu-satunya pula yang mempunyai kemampuan supra-duniawi luar biasa yang tidak-ada bandingnya ; tidak ada yang bisa menandingi pencapaian Beliau ( Sang Buddha ) , baik dari alam manusia, dewa, Mara, maupun alam Brahma 🙂 ]

    Dan lain2 hal, dan lain2 hal… 🙂

    Blog saya ini memang tidak membahas hal2 politik, ekonomi, dan yang sejenis ( Gak apa-apa khan Mas Hadi.. 🙂 )
    Meskipun saya tentunya tetap “concern” / perhatian terhadap kemajuan dan kemunduran bangsa dan negara.

    he he… ,
    Ini sekedar mengajukan pandangan loh Mas, sebagai imbangan dari pandangan2 Mas Hadi dan rekan2 lainnya disini, gak apa-apa khan Mas 🙂 he he.. 🙂

    Nuwun,
    Mugi Rahayu ingkang sami Pinanggih,
    Satuhu. 🙂

    • CY~RE said

      Spiritualis yang takut membahas “Tuhan”, menurut saya, sebenarnya adalah orang2 yang takut bila sampai bertemu pada kenyataan bahwa Kebenaran, akan menjadi memahitkan baginya

      Menurut saya bukan itu alasannya, sebenarnya rasa takutlah yg berperan dalam hal ini. Orang takut kalau ternyata salah akan dihukum oleh Tuhan, bukannya kenyataan bhw kebenaran akan menyakitkan.
      Tuhan punya semua kekuatan supranatural, sedangkan manusia hanya terbatas kekuatannya, belum lagi kalau berhadapan dgn makhluk dari alam setan. nah.. siapa yg ga takut coba??
      :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
      Dear Ko CY,

      Yah, kembali lagi, berarti karena adanya : rasa-takut, iya kan …:)

      By the way , saya jadi punya pertanyaan ,

      Sebenarnya, siapakah yang lebih menakutkan : Tuhan, atau Manusia ?
      Siapakah yang akan memberikan cap/stempel “pembangkang” : Tuhan, atau Manusia ?
      Siapakah yang akan memberikan hukuman, siksaan, dan pembunuhan karena pembangkangan : Tuhan, atau Manusia ?

      Dalam sejarah, yang lebih menakutkan itu adalah Manusia itu sendiri.
      Sebab, siapakah selama ini yang mengacungkan pedang dan menebas leher manusia2 yang berbeda pandangan dengan ajaran agamanya : bukankah itu , manusia sendiri ?

      Siapakah yang selama ini melakukan tindak terorisme dengan jalan penge-bom-an daerah2 tertentu : bukankah itu, manusia sendiri ?

      Siapakah yang nyata2 NGAMUK2 dikala ada manusia lain yang memiliki ajaran atau mengikuti ajaran yang berbeda dengan ajarannya : bukankah itu, MANUSIA sendiri ?

      MANUSIA itu sendirilah yang mengadakan aturan, ajaran/kepercayaan, dan akan memberikan hukuman2 aniaya bagi manusia lainnya yang tidak mau mengikuti aturan dan ajaran/kepercayaan sesuai yang dia buat/dia anut.

      Bener apa gak ya, silakan dibahas… 🙂

      May All Beings Attain Enlightenment 🙂
      Sadhu,Sadhu,Sadhu.

    • tomy~RE said

      hehehe mohon dipersori Kangmas Hadi 😳

      lha tanggapannya masih masalah tuhan juga sih
      kalo gitu saya kirim2 puisi dulu ah dari Eyang Tunggul Jati

      Babaring Gesang wujud dumadi,
      Anggelar sawernaning agama,
      Mrata para umate,
      Tumeka wancinipun,
      Pra umat ngungkurna agami,
      Kang sih ngrasuk agama,
      Tan wruh kang satuhu,
      Amung nyekeh srengat,
      Sunyataning agama tan urip ning ati,
      Ngrasuk blongsong kewala.
      ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

      Dear mas Tomy,

      Terimakasih sumbangan puisinya.

      Mohon di translate ke bahasa Indonesia, karena pengunjung blog ini kebanyakan tidak tahu-menahu mengenai bahasa Jawa.

      Oh iya, mengenai pendapat yang menyatakan tidak pentingnya membahas TUHAN, maka, sebaiknya justru, dalam setiap hal , kita tidak perlu lagi menyebut-nyebut “Gusti” dalam setiap perbincangan, dan tidak perlu lagi menganggap adanya “gusti” tersebut… Inilah pengertian yang sebenarnya dari pernyataan “tidak penting membahas Tuhan” dari kalangan Buddhist.

      Jadi bukannya ketika dipertanyakan dan dikejar perihal “Tuhan” berkilah dengan mengatakan “tidak penting membahas Tuhan” tapi diluaran masih sembahyang pada “Tuhan”, masih menyebut “Gusti” , dan lain2 hal.

      He he ,

      Maaf yah, hanya pendapat saya saja sebagai pengasuh blog ini Mas… 🙂

      May All Beings B Happy and Well,
      Sadhu,Sadhu,Sadhu.

  61. pamuji rahayu…

    waduh… saya jadi ndak enak … merasa bersalah telah menyimpang dari topik dan isi blog kangmas ratana…, matur sembah nuwun atas pangeling penjenengan.. mugya tansah saged ngupaya apa yang panjenengan beberkan pada kami.., terima kasih sekali lagi .. kiranya saya mohon maaf ya kangmas…, mugya panjenengan kanthi renaning penggalih dan dengan tulus suci memberikan maaf…,
    matur sembah nuwun…,
    rahayu karaharjan sedayanipun.
    salam sihkatresnan.
    ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
    Salam Pamuji Rahayu Mas Hadi Wirojati 🙂

    Jangan begitu Mas Hadi… 🙂
    Panjenengan tidak salah kok Mas… ,
    Pendapat saya itu, saya tujukan pada semua orang , bukan khusus tertuju pada Mas Hadi.

    Seseorang harus berani melangkah ke wilayah manapun juga, untuk mengetahui kesejatian.
    Termasuk, ke wilayah dimana para leluhur men-TABU-kannya.

    Bagaimana mungkin , seseorang menganggap dirinya mencapai pencerahan, sedangkan masih ada satu wilayah yang belum diketahui kebenarannya secara PASTI [?] Dan kemudian, satu wilayah itu dibungkus rapat2 dengan CREDO ,“sudah, kita tidak usah merambah wilayah itu.., yang pasti, kita hanya harus “percaya”, meng-“iya”-kan saja, wilayah itu wilayah “keramat”, tempat dimana “Pencipta” kita bertahta, kita hanya hamba-hambanya saja, ciptaannya saja..”

    Begitu Mas Hadi..
    he he.. ,

    Jangan terus berhenti untuk berdiskusi di blog sini loh Mas.. 🙂
    Setiap orang berhak berpendapat, nah, saya sebagai pengasuh blog khan ya juga berhak mengutarakan sumbang-saran-olah-batin khan mas… 🙂

    Sumangga, dipun lajengaken diskusinipun… 🙂

    [ Oh iya, sekali lagi untuk semuanya saja, blog saya ini memang tidak membahas hal2 politik, seperti sarasehan kumpul2 secara massif, dan lain2 sebagainya seperti umumnya blog2 yang sudah ada. Karena memang itu bukan bidang ketertarikan saya. Masuk kedalam diri sendiri, bukan keluar menuju pada kumpulan massa. Mengarahkan batin pada hal2 yang benar, bersih, “mencerahkan” ; bukan mengarahkan batin keluar untuk membahas issue2 politik, dan lain2 yang tidak berkaitan dengan spiritualitas . Maturnuwun para kadhang sedaya 🙂 ]

    Rahayu, Raharja, Niskala, Satuhu… 🙂

  62. CY~RE said

    @Lovepassword

    Kalo menurutku sih : Ketika berhasil sadarilah bahwa keberhasilan seseorang itu tidak semata2 tergantung dari hasil usaha kita sendiri tetapi juga faktor2 lain di luar kita. Sehingga mudah-mudahan tidak terlalu sombong. Sebaliknya ketika kita gagal, jangan terlalu cepat menyalahkan pihak-pihak luar, tetapi upayakanlah melihat dalam diri sendiri dulu. Teorinya sih begicu saya rasa.

    Menurut saya ini yg ideal : Ketika berhasil sadarilah bahwa keberhasilan itu semata2 tergantung dari hasil usaha kita sendiri, dengan syarat mutlak : bila gagal itu juga karena kesalahan kita sendiri baik di masa kini maupun masa kehidupan sebelumnya.
    Dan kedua prinsip itu harus berjalan seiring, niscaya tidak akan pernah timbul rasa sombong. Jadi kalau mau hidup enak, berkelakuan yg enak lah. Kalo mau hidup susah, silakan berkelakuan nakal.
    Kalo menurut Sang Buddha : Kita menciptakan neraka kita sendiri, kita menciptakan surga kita sendiri. Kita adalah arsitek dari takdir kita sendiri. Ada yg setuju dgn saya? :))
    ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

    HUKUM KARMA ( Kamma-Niyama )

    • Tedy said

      Dear Bro CY,

      Kalo menurut Sang Buddha : Kita menciptakan neraka kita sendiri, kita menciptakan surga kita sendiri. Kita adalah arsitek dari takdir kita sendiri. Ada yg setuju dgn saya?

      Yup, saya yang setuju dengan anda. Hehehe…. 😀

      With metta,
      Tedy

    • lovepassword~RE said

      Mana ada orang yang berhasil sama sekali tidak dibantu faktor lain. Hi hi hi. Pasti ada yang namanya faktor dari dalam maupun faktor dari luar ( bantuan dari luar) . Kalo anda nggak percaya Tuhan, ya minimal anda boleh melihat dulu sesuatu yang lebih riil. Anda jadi seperti sekarang, apakah ada yang membantu anda? Anda bisa saja mungkin merasa orang lain yang membantu anda itu karena karma baik anda. Tetapi tentu saja itu bukan berarti karena itu karma baik anda, anda bisa menisbikan pertolongan pihak lain. Intinya : Adanya kesadaran untuk menghargai faktor dalam dan luar. Maksudku gicu sih.

      Tetapi kalo anda merasa tidak sombong walaupun anda merasa semuanya adalah hasil usaha anda ya silahkan saja. Berarti anda cocok dengan konsep anda.

      SALAM Iya
      ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
      Dear Lovepassword 🙂

      Just intermezo,

      Baru aja aku buka blog si jelasnggak.

      Ternyata, seru juga ya ngeliatin perdebatan-perdebatanmu 🙂

      seperti di yang ini :

      Maha Kuasa (debat terbuka)

      Kayaknya asyik yah permainan2 begitu itu, ngeliatnya seru 🙂
      Saya cuman bisa ngamatin aja, kalau pas blogwalking ( itu juga jarang sih 🙂 )

      Okey, Lovepassword,
      May Happiness Always b With U,
      Semoga Kamu Berhasil Meraih apa yang Kamu Cita-citakan selama ini 🙂
      Sadhu,Sadhu,Sadhu.

      • lovepassword said

        @Mas Ratna : Kamu manis deh. I lap yu. 😉

        Whaduh gw lagi dintai oleh intelejen tho iki. Gaswat..gaswat. He he he.

        Pa Kabar Mas Ratna… – Ingatkan saya kalo terlalu galak yah…? Bagaimanapun saya ini pengikut jalan tengah. Hik hik hik.

  63. SABDå~RE said

    SELAMATKAN GENERASI BANGSA

    Salam karaharjan, salam tresno asih, teruntuk para pembaca, diskuser, para sanak kadhang ingkang dahat kinurmatan dan semua yang mampir di pondok ini.
    Dua hari ini saya benar2 berkabung dan sedih melihat nasib bangsa ini yg kian terpuruk oleh ulah sebagian orang berduit, aktor politik yg gelap nuraninya.
    Celakanya, org-org yg banyak belajar agama secara TEKSBOOK, ekonomi yang sangat menghimpit, namun kurang berbekal ilmu pengetahuan, SEHINGGA terlalu mudah dijebak oleh situasi yang menjebak diri, dan MUDAH dimanfaatkan oleh siapapun SI RAJA TEGA, atau aktor politik yang oportunis dan egois.
    ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
    Dear Mas Sabdalangit ,
    Selamat datang di blog Ratna Kumara ini 🙂

    Nah, mas Sabdalangit,
    Mas Sabdalangit kan sering menyelenggarakan sarasehan2 antar rekan2 blogger.

    Sedikit sumbang saran dari saya ya Mas 🙂

    Sepertinya sarasehan tersebut akan menjadi forum yang tepat untuk digunakan meluruskan pandangan2 rekan2 yang masih diselimuti kemarahan, kebencian.

    Karena, sesungguhnya akar dari semua permasalahan ini adalah bercokolnya penyakit yang disebut kemarahan/kebencian (dosa) tersebut.

    Saya yakin mas Sabdalangit bisa melakukan itu. 🙂
    :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

    Agama tanpa ilmu pengetahuan yg luas, akan mudah diombang-ambing, lalu terpuruk dan mudah dipermainkan oleh situasi politik kacau. Sebaliknya ilmu pengetahuan tanpa agama akan menjadi mesin penghancur peradaban dan alam semesta. Ilmu dan agama idealnya bersanding saling melengkapi dan mendukung. Dan selalu mencari sisi positifnya hubungan keduanya. Agama harus lebih terbuka, karena norma agama mengatur tata moral dalam diri (inner world) untuk masing2 individu, alias pengendalian dari dalam diri. Karena agama sebagai WADAH NORMA (norma agama) agar tidak kacau (A=tidak, Gama=kacau) dalam kehidupan dunia yg serba DINAMIS.
    Agama ada untuk menata moral dan batin (dalam jagad kecil) agar selaras dengan hukum alam semesta. Serta TIDAK untuk menyerang dan mencelakai orang lain. Sanksi norma agama berupa “dosa/neraka”. Berbeda dengan NORMA SOSIAL dan HUKUM. Walau norma sosial dan hukum banyak mendapat inspirasi dari norma religi, namun kedua norma tsb orientasinya diterapkan utk implementasi ke lingkup tata moral masyarakat dengan konsekuensi sanksi sosial dan sanksi hukum.

    MAKA DARI ITU SAYA PRIBADI MENGAJAK PARA PEMBACA YG BUDIMAN, PARA SANAK KADHANG, PARA RAWUH DAHAT KINURMATAN di gubuk sederhana ini UNTUK TIDAK TERPANCING DAN TERPENGARUH OLEH TRAGEDI MARIOT II & RITZ. Biarlah di tingkat elit berkecamuk dan terjadi perpecahan, namun jangan sampai terjadi FRAGMENTASI di tingkat ARUS BAWAH.
    Kita semua harus tetap harus SOLID menjalin kerukunan, ketentraman, dan kedamaian GENERASI bangsa. Semua itu tergantung pada diri kita masing-masing. Kita pertahankan tradisi BERSAMA dalam PERBEDAAN.

    Oleh sebab itu perlu dan sangat perlu kita semua meningkatkan kesadaran setinggi-tingginya, agar supaya KESADARAN KITA LEBIH TINGGI dari segala macam SITUASI BURUK yang barusaja melanda negeri. Sehingga kita tidak mudah terpancing emosi. Sebaliknya MENJADI MUDAH menganalisa dan MEMAHAMI apa SESUNGGUHNYA yg terjadi. Kita tidak meraba-raba lagi, kita tidak berspekulasi, dan kita tidak berprasangka buruk yg salah kaprah. Jika kita SALAH BERSIKAP, hanya akan menambah keadaan semakin runyam.

    PALING UTAMA adalah, kita tingkatkan sikap eling dan waspadha, memasuki bulan AGUSTUS dan SEPTEMBER ’09. Bila alam pun akhirnya menjadi murka lagi, semoga kita semua, bangsa ini, selalu diberikan keselamatan jiwa raga, dan mampu melewati masa-masa sulit saat ini dan di saat yang akan datang. Semoga kesadaran kita semakin tinggi, seiring waktu berjalan detik demi detik.
    :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

    Sebenarnya yang terjadi menurut saya adalah,

    Adanya kelompok2 extreem-kanan ( extreem-kanan adalah istilah yang digunakan untuk menyebut suatu gerakan ekstrim dari kelompok agama ; sedangkan ekstrim-kiri adalah istilah yang digunakan untuk menyebut suatu gerakan ekstrimis dari kubu komunis ; ~ RED ) yang hingga kini masih bergerilya. Dan, kabarnya, gerakan2 terorisme ini ( yang kabarnya dipimpin Nurdin M.Top ), saat ini semakin kuat karena menjalin dengan jaringan teroris internasional : AL – QAEDA.

    Kalau saya pribadi, tidak sependapat kalau gerakan teroris di JW Marriot dan Hotel Rits kemarin Jumat ( 17/07/09 ) merupakan gerakan terorisme yang diciptakan oleh elit-politik ( seperti yang dihembuskan, dinyatakan bahwa itu adalah gerakan dari lawan2 politik SBY ).

    Namun, bila menunggangi momentum PEMILU dan momentum akan hadirnya klub sepak bola Manchester United, maka saya setuju. Sebab, sebuah gerakan2 terorisme seperti itu ( yang bersifat radikal, revolusioner, separatisme, sporadis, dll ), selalu menunggangi momentum2 dimana masyarakat sedang teralihkan perhatiannya kesana.

    Oiya, mengenai ramalan mas Sabdalangit itu, terimakasih.. Kemarin Sabtu malam saya sudah mendengar juga ramalan dari Mama Laurent, bahwa hingga bulan Agustus , September, Oktober, mama Laurent menengarai masih akan terjadi ancaman2 bom lagi.

    Kalau RAMALAN SAYA, biarlah menjadi konsumsi saya pribadi saja, he he… ,

    Karena Sang Buddha melarang para siswa-Nya untuk terjun kedalam dunia ramal-meramal 🙂

    :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

    salam hormat,
    salam karaharjan,
    salam asah asih asuh,
    salam sih katresnan
    selamatkan generasi bangsa
    Jayalah NKRI
    ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

    Nggih Mas Sabdalangit,
    Silakan, dalam sarasehan mas Sabdalangit nanti para sadherek diingatkan untuk menjaga kedamaian, keharmonisan, untuk senantiasa mengikis kemarahan, kebencian, supaya tentram 🙂

    Saya sendiri tetep berkutat di dunia Buddhist saja. 🙂
    Kalau dalam kalangan ummat Buddha sendiri, kami menjamin tidak akan ada gerakan2 terorisme dan separatisme seperti hal itu. Ini persembahan kami untuk NKRI.
    Jayalah NKRI.

    May All Beings b Happy,
    Sadhu,Sadhu,Sadhu.

    • sujiatmoko said

      Salam Sejati, Poro Kadhang …

      Saya kurang setuju dengan statement mas Ratna mengenai Al Qaeda sebagai teroris international. Label tsb adalah pemberian dari Amerika untuk mendapat dukungan khalayak internasional bahwa yang diperangi oleh amerika adalah kekuatan muslim fundamentalis. Amerika khawatir kekuatan kaum muslim ini menjadi sangat kuat. Dengan demikian pengaruh dendam kekalahan pada peperangan di Jerusalem antara Sultan Salahuddin & KIng Richard (Templar Knight)masih melekat kuat dalam benak mereka.

      Lihat lagi bagaimana AS memusuhi negara Irak mati-matian. bahkan berani memfitnah Irak memiliki senjata bio-kimia, nuklir jelajah benua yang pada akhirnya hanya hisapan jempol. Hanya karena Irak menolak menjual minyaknya kepada AS maka AS menebarkan benih kebencian mengenai irak kepada dunia internasional melalui media masa dan media lainnya.

      Lihat lagi ketika perang Diponegoro berkecamuk, Belanda (VoC) mati-matian memberikan label teroris/pembuat onar/pelepas kepala manusia kepada Pangeran Diponegoro. Pada kita tahu bahwa P. Diponegoro hanya mengupayakan menghilangkan penindasan manusia satu kepada manusia lain. P. Diponegoro hanya meminta kepada VoC bahwa jalan yang akan dibuat oleh VOC tidak melintas di tengah makam leluhurnya.

      Oleh karena itu, kita jangan terpancing/ terpengaruh oleh label-label yg diberikan manusia kepada manusia lain… Apapun bentuknya.
      Tamburo maninten …. jika kita bingung menerima mana yg benar dan mana yang salah. Karena Yang Sejati akan memberikan pengetahuannya kepada akal-pikiran kita.

      Surodiro joyodiningrat …
      lebur denig pangastuti.

      Salam Sejati
      Sujiatmoko

  64. wira jaka said

    Salam untuk semua ….

    disekusi yang sangat menarik ….. semoga bermanfaat bagi kita semua yang memang berbeda2 latar belakang.

    saya sebatas menikmati dan mengagumi para sederek sekalian ….

    salam,

  65. suprayitno said

    THE LAST BOMB

    Mungkinkah bom bunuh diri di hotel JW Marriott dan Ritz Carlton
    tanggal 17 Juli 2009 yang baru lalu –yang telah merenggut korban
    nyawa dan harta benda– merupakan bom terakhir (the last bomb) yang
    dilakukan oleh para terorist?

    Kita yang mencintai cara-cara demokratis, perdamaian, musyawarah,
    keamanan, kemanusiaan yang adil dan beradab, niscaya berharap tak ada
    lagi cara-cara kekerasan (peledakan bom) untuk mencapai tujuan.
    Andaikata yang melakukan bom bunuh diri tersebut oknum orang kafir pun
    –karena didorong egonya untuk mewujudkan cita-cita perjuangannya
    (ideologinya)– saya kira tetap saja perbuatan itu bukanlah “jalan
    perjuangan” yang pro kemanusiaan. Apalagi jika yang melakukan
    pengeboman kelompok atau orang-orang yang beriman (beragama) atas nama
    tuhan demi meraih tujuan sucinya (sacred missions), pastilah
    samasekali tidak bisa dibenarkan.

    Suka atau tidak, rentetan peristiwa bom bunuh diri yang telah beberapa
    kali terjadi di tanahair kita tercinta, justru dilakukan oleh
    oknum-oknum atau kelompok orang yang beriman (beragama). Meskipun
    fakta itu masih diperdebatkan –dan kadang disangkal– tetapi hampir
    semua pelaku atau perakit bom yang berhasil ditangkap oleh aparat
    kepolisian, semua berlatar nelakang agama tertentu.

    Kita sebagai masyarakat awam tentu bertanya, mengapa bisa terjadi
    kekerasan atas nama agama/tuhan? Bukankah dari berbagai perbincangan
    dan pernyataan yang disampaikan oleh para pemuka agama selalu
    menegaskan bahwa agama tertentu tersebut tidak pernah mengajarkan
    kekerasan, pembunuhan atau pengrusakan? Jika benar demikian, dimanakah
    sesungguhnya letak missing understandingnya (kekeliruan pengertian),
    mungkinkah telah terjadi miss interpretasi (salah tafsir) atau bahkan
    telah terjadi penyimpangan/penyesatan ajaran? Jika dugaan ini benar,
    tentu harus segera diadakan “pelurusan”. Pertanyaannya, bagaimana cara
    yang paling efektif untuk proses dialog/dialektika supaya tercapai
    “pemurnian/purifikasi” dari ajaran tersebut? Agar nantinya, kesalahan
    tafsir –bila memang ada– tidak terus menggelinding menjadi bola
    salju yang makin mengkristal, membentuk kekuatan destruktif yang akan
    menghancurkan usaha-usaha penegakkan kemanusiaan yang adil dan
    beradab.

    Kita tahu, sekali sebuah ideologi, agama, atau keyakinan telah dianut
    atau dipeluk oleh masyarakat luas, maka terlepas dari ideologi
    tersebut salah atau benar, baik atau buruk, masuk akal atau tidak akan
    sangat sulit diberangus.Penanganan secara represif –hukuman yang
    berat bagi para pelaku– mungkin saja efektif untuk menghentikan
    “aktivitas fisiknya” tetapi pasti tidak akan mudah menghentikan
    “aktivitas idenya”.

    Oleh karena itu, meluruskan konsep sebuah ideologi atau agama bukanlah
    pekerjaan mudah. Harus diciptakan situasi yang kondusif untuk
    terselenggaranya dialektiaka dan pendalaman secara ontologism maupun
    epsistemologis dari setiap fenomena empirik maupun yang transendental.
    Apakah cukup ruang kebijaksanaan yang disediakan oleh para pemuka
    agama dan para pendidik bagi generasi muda khususnya? save our young generations from terrorist disaster!!!!!

  66. Fietria~RE said

    Mama Laurent kan peramal palsu. Saya pernah mengingat salah satu ramalannya bahwa (waktu itu tahun 2008 kalau tidak salah) gunung merapi akan meletus seminggu kemudian, tapi kenyataannya tidak terjadi.
    :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
    Wah, saya kok malah belum pernah denger itu ramalan…,
    Berarti mama Laurent gak bener2 punya kemampuan cenayang yah mbak Fiet .. ?

    Oh iya, menjawab pertanyaan mbak Fiet di blognya Mas Jel.., yang dulu koment di blog mbak Fiet itu bukan saya mbak. Khan sudah saya bilang dulu… 😉

    Okey Mbak Fiet,
    Aku berharap, Semoga Fietria Senantiasa Bahagia, Damai, Sejahtera, Sentausa,
    Sadhu,Sadhu,Sadhu.

  67. lovepassword said

    Kalo menurutku, tampilan kotak komentarmu perasaan enakan yang lama deh. Lebih jelas siapa nanggepin siapa. Hi hi hi

  68. Karim~RE said

    Namobudhaya Bro Ratana,
    Saya setuju dengan pendapat sdr. Lovepassword bahwa kolom komentar anda yang dulu jauh lebih user friendly.

    Sabbe Satta Bhavantu Sukhittatta.
    Mettacittena, Karim
    ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
    Namo Buddhaya Bp.Karim,

    Menimbang saran2 Bp.Karim dan Lovepassword,
    Baiklah, saya kembalikan Tema Blog ini kepada tema yang sebelumnya, demi kenyamanan para pengunjung.

    Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta,
    Sadhu3x.

  69. Andy Su~RE said

    Ratnakumara, saya panggil kakak aja ya ^_^ saya msih 23 thn sih 😀
    :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
    Namo Buddhaya Andy Su,

    Iya , terserah Andy saja mau memanggil saya dengan “predikat” apa 😉

    Tapi, usia tidaklah menjadi pembatas seseorang dalam belajar dan merealisasikan Dhamma.

    Ada juga, seseorang yang hingga hampir meninggalpun, belum bisa memahami Dhamma, dan belum bisa sedikitpun merealisasikan Dhamma dalam kehidupannya. 😉
    :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

    kak ratna, saya pikir forum ini arahnya jdi tdk jelas…

    kita disini utk mendapatkan pengetahuan tentang dharma kan ?

    dlm artikel yg pernah saya baca, entah disini ato d blog lain tertulis bahwa, ajaran dharma bkn utk mencari siap yg lebih benar, ajaran mana yg paling benar, ataupun mencari siapa yg akan menjadi pemenang, bukannya begitu ? (maaf kata2nya banyak yg lupa, tpi kira2 intinya gitu ^_^ )

    sebaiknya kita disini, lbh sabar n bijak, tdk mudah terpancing perdebatan, postingan yg memicu perdebatan nga perlu di reply, dan teman2 se-dharma pun harap begitu. ( saya dari buddha maitry, walaupun gitu saya tdk ingin dianggap sebuah perbedaan oleh saudara se-dharma saya yang lain, kita kan saudara )

    untuk yang dari penganut lain, mohon saudara2 sekalian tidak ikut2an bikin heboh di forum ini, para buddhies disini kumpul untuk belajar dharma sama halnya seperti para muslim bljr di pesantren, mesjid ataupun para kristiani bljr di gereja. Mohon pengertian saudara2 penganut lain untuk bisa menghormati dan memberikan ruang untuk para buddhies belajar dharma.
    ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
    Dear Andy Su,

    Terimakasih atas masukannya.

    Iya, saya juga mempertimbangkan komentar mana yang perlu saya jawab, dan mana yang tidak perlu saya jawab.

    Saya menganggap, beberapa rekan dari agama lain ( seperti lovepassword, jelasnggak, dll. ) yang mengajukan komentar disini ( yang mungkin bagi Andy Su terkesan “membuat-heboh-suasana” ), saya rasa juga ingin mengerti Buddha-Dhamma, meskipun melalui “pintu” yang terkesan agak “heboh” tersebut.

    Dan untuk komentar2 yang berisi kemarahan2, si komentator telah saya beri peringatan untuk tidak melakukan hal tersebut. Bila masih melakukan, maka komentarnya tidak saya tampilkan di sini.

    Masukan dari Andy Su ini sangat bagus sekali. Saya senang hati menerimanya dan akan saya perhatikan baik2.
    Anumodana atas masukan bermanfaat ini yah… 😉

    ::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
    “orang bijak memiliki hati yang lapang”

    semoga kak ratna bisa lebih mengontrol forum ini…
    maaf sebelumnya, bukan ingin mengurui kakak, karna saya justru ingin belajar lebih banyak dari kak ratna ^_^
    maaf jga untuk yang lain, klo kata2 saya tidak berkenan…jika anda orang bijak maka anda bisa memaafkan dan memaklumi kata2 saya

    salam sejahtera, semoga forum ini dapat terus maju
    thank, andy su
    :::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
    Iya, saya akan berusaha lebih kuat lagi untuk bisa mengontrol forum ini dengan baik 😉

    Kita sama2 siswa Sang Buddha kok, jadi, sudah sewajibnya sama2 belajar, saling asah-asih-asuh… .

    Dhamma ini memang sungguh sangat dalam, sulit untuk diterima dengan logika, hanya bisa dialami oleh para bijaksana dalam batin masing2, demikian Sang Buddha seringkali bersabda.

    Okey Andy Su,
    Sekali lagi terimakasih ya atas masukan2 dari Andy yang sangat bagus dan bermanfaat ini.

    May Happiness Always b With U,
    Sadhu,Sadhu,Sadhu.

  70. ary~RE said

    “Tujuan-Sejati” dalam kehidupan spiritual Buddha-Dhamma adalah menuju pada apa yang dalam bahasa Pali disebut dengan :

    “Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang”

    Yang artinya :

    “Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak”.
    “menuju … dapat diartikan mengabdi, oleh sebab mahluk dilahirkan, dijelmakan, dan terbatas. tidak mungkin sesuatu yang terbatas, dijelmakan, dilahirkan melewati keadaannya menjadi sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak dijelmakan dan yang mutlak. sehingga arti menuju dapat diartikan sebagai mengabdi.
    Semoga semua mahluk dapat berbahagia.
    __________________________________________
    Dear Ary,

    tidak mungkin sesuatu yang terbatas, dijelmakan, dilahirkan melewati keadaannya menjadi sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak dijelmakan dan yang mutlak

    Ary, pertama-tama, apakah anda mengerti makna “yang-tidak-dilahirkan”, “tidak-dijelmakan”, dan “yang-mutlak”, apa tidak ? Kalau anda seorang Buddhist, berarti pasti anda akan mengerti apa yang dimaksudkan tersebut, jadi saya tidak perlu bertanya. Tapi kalau anda non-Buddhist, maka perkenankan saya mengajukan pertanyaan tersebut diatas pada anda ya… 😉 Dan, kalau anda non-Buddhist, perkenankan pula saya membantu menjelaskannya pada anda ya, gak apa2 khan… 😉

    Ary, Jangan keliru persepsi dengan konsep “Tuhan-Pencipta” ( Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, yang berbicara dan memberi wahyu kepada para “utusan”2-nya ) ya..,
    karena “Tuhan-Pencipta” tersebut kalau dalam pandangan Buddha masih dalam lingkup “Dilahirkan, dijelmakan, dan tidak-mutlak”.

    “Yang-Mutlak”, “Yang-Tidak-Dijelmakan”, “Yang-tidak-Terlahir”, itu mengacu pada “kondisi-batin” diatas duniawi, yaitu : Nirvana.

    Nir = Tanpa ( Nir ini merupakan kata yang bersifat negasi )
    Vana = Jalinan nafsu keinginan

    Jadi, singkatnya, saat seseorang merealisasi “Nirvana”, ia merealisasi kondisi batin yang “Tanpa-Nafsu-Keinginan” apapun juga.

    Bagaikan nyala api yang padam , itulah Nibbana. Tidak ada lagi tunas2 kelahiran kembali dan sudah tidak akan terlahir lagi dalam seluruh alam kehidupan manapun ( termasuk alam Tuhan ), itulah yang dimaksud dengan “Tidak-Terlahir”, “Tidak-Dijelmakan”.

    Terurainya “Panca-Khanda” ( Batin dan unsur2 tubuh : air, api , udara, tanah ), tidak lagi mengacu pada “alam” manapun ( termasuk alam surga tempat Tuhan berada ), karena itulah ini disebut sebagai “Yang-Mutlak”.

    Realisasi Nibbana / Nirvana ada dua tahap ( meskipun sesungguhnya satu, tapi pembagian ini menunjukkan kondisi “kebebasan” yang dialami ketika masih hidup dengan yang dialami ketika “parinibbana”, saat “Panca-Khanda” ( batin dan tubuh ) benar-benar terurai dan padam ) :

    SA-UPADISESA NIBANNA

    Mereka yang mencapai Nibbana, dengan batin yang telah bebas, tapi karena jasmani-Nya masih ada, maka dia masih menjadi obyek penderitaan jasmaniah. Yang pertama ini disebut sebagai Nibbana dengan sisa dasar ( Supadisesa Nibbana ). Para Buddha dan Arahat ketika masih hidup, mereka disebut merealisasi Sa0puadisesa-Nibbana ; batin mereka telah benar2 terbebas dari seluruh akar-akar kelahiran kembali, terbebas dari ketiga api dunia : keserakahan/nafsu-indriya (lobha), kemarahan/kebencian (dosa), dan kebodohan-batin (moha), dan melampaui “baik” dan “buruk” ( ucapan, pikiran, dan perbuatan-Nya, yang oleh banyak manusia dikategorikan sebagai “baik”, sesungguhnya tidak dapat dikatakan demikian, karena “baik” akan membawa buah kamma “baik”. Sedangkan para Buddha dan Arahat, segala yang dilakukan, diperbuat, tidak membawa “efek” buah karma baik bagi mereka sendiri, meskipun sangat bermanfaat bagi semua makhluk ).

    ANUPADISESA NIBBANA

    Setelah para Buddha dan Arahat parinibbana ( atau, “Wafat-Agung” ), batin beliau2 tersebut dibebaskan dari penderitaan jasmaniah dan saat itu seseorang mencapai Nibbana Sempurna. Ini disebut Nibbana tanpa sisa dasar ( anupadisesa nibbana ), atau seperti sudah saya sebutkan diatas, disebut juga sebagai Nibbana Sempurna ( Parinibbana ).

    Jadi, koreksi dari saya, anda keliru kalau beranggapan manusia tidak bisa merealisasikan “Yang-Mutlak”, “Yang-Tidak-Tercipta”, “Yang-Tidak-Terlahir”. Karena, saat kita masih hidup sekarang pun, kita semua bisa merealisasikannya, merealisasikan pembebasan-sempurna dari samsara, merealisasikan Nirvana / Nibbana.

    Semoga cukup membantu menjelaskan,

    Semoga Anda, rekan Ary, Senantiasa Berbahagia, Selamat, Sejahtera, Damai, Sentausa.

    Sadhu,Sadhu,Sadhu.

  71. Dalam sebuah diskusi “hangat” dalam account facebook Wirajhana-Eka , yang membahas tentang ajaran agama timur-tengah yang dalam kitabnya menyatakan bahwa : 1). Matahari beredar mengelilingi bumi , 2). Bumi itu datar.

    Wirajhana Eka: Agama Langit Bilang Kaya Gini: Matahari Yang Beredar Bukannya Bumi!..Mmmhh Trus, Bumi Itu Datar!

    Ratana Kumaro
    Buktikanlah sendiri, benarkah Tuhan pencipta itu ada atau tidak. Jangan hanya karena “iklan” dari orang2 tertentu yang menyatakan dia telah bertemu “Tuhan-Pencipta” dan mendapat perintah2 dari “Tuhan-Pencipta” lalu kita percaya begitu saja ; ber-iman pokoknya “iya”.. ^_^ Letakkanlah segala semangat untuk membela keberadaan “Tuhan-Pencipta”, lalu, … Read Moretempuhlah “lelaku” dengan sungguh2 untuk membuktikan, benarkah ada “Tuhan-Pencipta” yang menciptakan alam-semesta ; bila ada, seperti apa bentuknya, kapan dia menciptakan semesta,berapakah usianya, dimanakah ia tinggal dan menetap.. Endapkanlah semua emosi untuk membela ajaran adanya “Tuhan-Pencipta”, lalu carilah dengan sungguh2.. Kalau sudah ketemu , barulah percaya.. tapi kalau belum ketemu, maka janganlah lagi terlalu bersemangat membela keberadaan “Tuhan-Pencipta”.. Kalau akhirnya ternyata memang tidak-ada “Tuhan-Pencipta” terimalah kenyataan itu, karena itulah kebenaran-sejati.. , dengan begitu kita semua terbebas dari kebodohan-batin.
    Yesterday at 10:43am ·

    Wirajhana Eka
    hehehe…pas banget.
    Yesterday at 2:00pm

    Arif Gunawan Sulistiyono
    sebelum nuduh saya mlintir, lihat dulu ini omongan: “Alasan dia “does not prevent that its surface has been made flat” adalah mengada2.” di situ anda nolak bahwa ARDH yang dimaksud ibn baz adalah earth’s SURFACE

    saya tahu kapan ibn baz wafat, dan saya tau klarifikasi dilakukan sebelum dia koit. sampai sekarang, saya belum nemu buku yang sampeyan maksud. temen saya yang di arab kagak pernah liat ada buku ini

    apapun itu (anggap saja buku itu pernah ada), ibn baz dah mengklarifikasi sikapnya yang mengakui bahwa bumi itu bulat. lalu, kenapa anda ngotot bilang bahwa beliau memfatwakan bahwa bumi itu datar?… Read More

    di titik ini, anda memilih menerima KEBENARAN yang sedap di telinga anda, dan membunuh KEBENARAN LAIN bahwa ibn baz mengakui bumi bulat

    jadi, sebelum anda-anda mencari Tuhan yang gaib itu, sebaiknya belajar dulu mencari FAKTA yang terlihat ini. kalo mencari kebenaran yang terlihat ini aja gagal, gimana mencari Yang Tak Terlihat? 🙂
    Yesterday at 4:53pm

    Wirajhana Eka
    Rif..
    Hah! Bukannya mengaku salah koq malah berkilah?!

    Ibn Baaz mengutip ayat ini:
    [..] & at the EARTH, how it was made FLAT (Sutihat) [88:20]… Read More

    trus terjemahan di komentarnya jadi begini:
    “..does not prevent that its SURFACE has been made flat”

    disitu EARTH, di sini SURFACE..jelas sekali kalo ini mengada2!

    Sementara tulisan gw,

    NYATA-NYATA tertulis begini:
    “kata PERMUKAAN/tanah/bumi kan sama aja = ardh”

    Bahkan ketika gw terjemahan ke INDONESIA, ngga gw rubah artinya,

    ‘tidak mencegah bhw “ardh” dibuat datar’

    Lo udah NYATA salah menuduh bahwa gw akan BERANGGAPAN “Ardh HARUS berarti BUMI”!

    Rif,
    salah satu yang gw tanya kan jelas sekali: Komentarnya DIPUBLISH tahun berapa..bukan kapan sesi tanya jawabnya.

    Rif,
    kalo lo belum nemu bukunya TIDAK SAMA artinya dgn bukunya ngga ada, toh. Nah, carilah bukan berkilah

    Rif,
    Kalo tulisan gw aja lo plintir seenak jidat dan BUKANNYA memilih ngaku salah tapi malah berkilah..Jelas sekali kalo lo lebih nyari PEMBENARAN bukan KEBENARAN.
    Yesterday at 6:23pm

    Lie Ming Fuk
    Tuhan seperti cerita orang-orang buta yang mencari tanduk kelinci. mereka tak pernah membuktikan namun sangat percaya, mereka percaya bahwa kelinci memiliki tanduk namun tidak pernah mengetahui apa yang mereka percayai, apa lagi membuktikan ??? sangat setuju dengan Mas Ratana buktikan dulu baru percaya. Jangan selalu memakan placebo.
    Yesterday at 7:28pm

  72. ATTENTION :

    Artikel diatas ini telah diperbaiki / direvisi dengan menambahkan sutta-sutta ( baik Theravada maupun Mahayana ) yang sebelumnya belum dituliskan di artikel tersebut.

    Semoga Bermanfaat.
    Ratana Kumaro

  73. @RatanaKumaro

    RATANAKUMARO =====> Mari kita sama-sama melepaskan atribut kita masing-masing… ,

    Saya tidak akan menggunakan atribut saya sebagai ummat agama tertentu, dan anda juga tidak perlu menggunakan atribut anda sebagai ummat agama tertentu.

    Marilah kita berdiskusi sebagai seorang pecinta spiritualitas yang “bebas” dari atribut apapun juga.

    PENGHIBUR =====> Kadang saya fikir awak ini adalah seorang Free Thinker, tak mengapa saya tidak keberatan. namun perlu saya jelaskan disini, bahawa kenyataan saya BUKANLAH Teori, ini adalah Hakikat Kebenaran. saya tidak akan membicarakan dengan bahasa yang terlalu rumit, saya ingin berbicara sehingga kanak-kanak yang beruisia 5 tahun boleh memahaminya dengan baik.

    RATANAKUMARO =====> Darimana anda tahu bahwa Tuhan itu hanyalah Satu-Tuhan saja yang diwartakan dalam agama anda ? Pernahkah anda benar-benar menyelami kehidupan hingga tak berujung dan hanya bertemu SATU-TUHAN saja ?

    Darimana anda benar-benar tahu bahwa Tuhan tidak pernah beranak dan tidak diperanakkan ?

    Kalau anda sudah pernah tahu dan menyaksikan, tunjukkan pada saya yang mana yang anda maksud dengan Satu-Tuhan tersebut, yang telah bertemu “Face to face” dengan anda, dan dimana Satu-Tuhan tersebut tidaklah beranak dan tidak diperanakkan… .

    PENGHIBUR =====> Sebelum saya bicara lebih jauh tentang hal ini, saya ingin bertanya dan inginkan anda membuktikan pada saya,

    (1)Pernahkan anda melihat “Face To Face” dan terangkan bagaimanakah WAJAH (Rupa):

    (a) Angin
    (b) Elektrik
    (c) Oksigen
    ___________________________________________________

    Dear mas Penghibur 😉

    He he he… ,

    Mas Penghibur, anda ingin melihat Angin, Elektrik, Oksigen ?

    Saya sudah melihatnya, tapi kalau saya terangkan pada anda, apa anda akan percaya ?

    Saran saya, datanglah pada Guru2 meditasi Buddhis yang terkemuka, terutama carilah Guru2 meditasi Buddhis yang hidup di hutan, mereka umumnya telah mengembangkan samadhi hingga tingkat tertinggi. mintalah kepada Guru meditasi tersebut latihan meditasi “KASINA” . Setelah itu, praktikkanlah meditasi tersebut. Maka, anda nanti akan melihat sendiri, seperti apakah wujud ANGIN, ELEKTRIK, OKSIGEN.

    Jika saya menerangkan, maka anda hanya akan menganggap saya membual.

    Jika nanti anda telah berhasil dalam meditasi “KASINA”, maka anda akan mengerti, bahwa yang menciptakan AIR,TANAH, API, UDARA itu adalah pikiran anda sendiri [!].

    Mas Penghibur yang baik, saya tidak ingin berdebat dengan anda, karena perdebatan pastilah tidak akan membawa manfaat, kecuali nantinya anda bisa-bisa menyimpan kemarahan akibat terbawa emosi 😉

    Basically, ada perbedaan antara anda dengan saya, yaitu :

    Saya adalah seorang YOGI , seorang MEDITATOR . Seorang Yogi atau meditator Buddhis adalah seorang yang mengalami semua hal oleh dirinya sendiri, kemudian karena oleh sebab itu maka barulah dia ‘YAKIN’.

    Sedangkan anda, adalah ummat sholeh yang ber-IMAN. Dalam hal ini, sesungguhnya saya sangat senang berkenalan dengan anda, sebab anda adalah seorang yang SHOLEH, seorang yang BAIK. Dan, saya boleh percaya jikalau melalui iman anda itu, anda telah menjadi seseorang yang bermanfaat bagi orang-orang disekitar anda.

    Akan tetapi, dalam Buddhisme, SEMUANYA TIDAK DIAWALI DENGAN “IMAN”, tetapi diawali dengan MEMBUKTIKAN, setelah MEMBUKTIKAN , baru YAKIN.
    ___________________________________________________

    Untuk menerangkan 3 subjek ini, anda memerlukan AKAL untuk berfikir, nah sekarang saya tambah lagi satu:

    (d) Akal

    Bagaimana anda percaya bahawa 4 subjek ini wujud? sedangkan anda tidak melihat sama sekali! Bolehkah anda membuktikan pada saya? kerana anda bersungguh dengan fahaman “Face to Face”.
    _______________________________________________

    Jika ingin melihat AKAL, ikutlah retret meditasi VIPASSANA. Nanti anda akan mengerti sendiri 😉
    _______________________________________________

    (2) Jika Tuhan bukan 1, pada anda Tuhan ada berapa? Boleh anda buktikan pada saya?
    _______________________________________________

    Anda cobalah cari Guru meditasi Buddhis tersohor di tempat asal / tinggal anda , mintalah pada Beliau pelajaran “SAMADHI”. Tapi benar2lah minta pelajaran, jangan mengajak berdebat. Bukankah anda ingin dibuktikan, ingin ditunjukkan ?

    Jika anda tinggal satu wilayah dengan saya , anda bolehlah datang pada saya, nanti saya akan buktikan pada anda. 😉
    _______________________________________________

    (3) Al-Quran adalah Kitab Suci yang paling Agung dimuka bumi ini, kerana ia adalah wahyu Allah swt dan Kitab Suci Al-Quran juga adalah untuk anda juga, dan anda dipertanggungjawabkan terhadap kitab ini. Sama ada anda suka atau tidak.

    (4) Tuhan tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, boleh jelaskan pada saya, apakah kepentingan Tuhan beranak dan diperanakkan?
    _________________________________________________

    Mas Penghibur yang baik hati, Ini hanya akan jadi debat kusir saja.. ,

    Sebab, anda belum juga pernah melihat Tuhan anda itu, tetapi anda kemudian memperdebatkan konsep bahwa “TUHAN TIDAK BERANAK DAN TIDAK DIPERANAKKAN”. Darimana anda tahu kalau Tuhan anda itu tidak beranak, sementara ANDA SENDIRI BELUM PERNAH BERTATAP MUKA DENGANNYA DAN MELIHAT KEHIDUPAN SEHARI-HARINYA ?

    Lebih baik kita sudahi saja diskusi ini mas Penghibur..,
    Anda bisa menggunakan ajaran Buddha ini sebagai sekedar wacana untuk diri anda sendiri.. dan saya juga tidak perlu memaksakannya kepada anda, demikian sebaliknya. Baik begitu bukan ?

    _____________________________________________________

    RATANAKUMARO =====> 1). Jika jelas-jelas ia berwujud, mengapa disebutkan bahwa ia adalah “Yang-Tidak-Tercipta” ( bagaimana mungkin tidak tercipta sementara jelas-jelas “tercipta” / ber-wujud ) , “Yang-Mutlak” ( bagaimana mungkin bisa dikatakan “Yang-Mutlak” sementara jelas-jelas ada wujudnya ; setiap yang bisa ditunjukkan wujudnya, diakui bahwa itu ber-wujud, jelas-jelas bukan “Yang-Mutlak”, karena setiap wujud tunduk pada hukum alam ke-tidak-kekal-an. )

    PENGHIBUR =====> Allah swt itu dikatan WUJUD, BUKAN bermaksud DIA WUJUD seperti makhluk ciptaan-Nya. Wujud Allah swt adalah wujud sedia ada dan Dia berdiri dengan sendiriNya. Wujud Allah swt tiada Permulaan dan Tiada Penghabisan.

    Berbeza dengan makhluk ciptaan-Nya, wujud saya dan anda saudara Ratanakumaro adalah WUJUD yang TERCIPTA, kerana kita dilahirkan ibu kita, begitu juga ibu bapa kita mereka juga dilahirkan, TETAPI WUJUD Allah swt adalah WUJUD TIDAK TERCIPTA. perlu saya tegaskan disini, adana TIDAK BOLEH menyamatarafkan Allah swt dengan makhluk ciptaan-Nya. Ini kesalahan yang besar.

    Allah swt diluar dari Sifat Musnah, Allah swt tidak akan musnah atau tidak berkekalan, kerana Allah swt Maha Kekal dan Maha Hidup. Allah swt diluar dari takdir kerana takdir itu adalah ciptaan Allah swt untuk hamba-Nya.

    RATANAKUMARO =====> 2). Jika jelas-jelas ia berwujud, maka mengapa diterangkan bahwa ia tidaklah memiliki “awal-mula”. Sebab, segala sesuatu yang berwujud, pastilah memiliki “awal-mula”. Jika anda tidak percaya, selidikilah segala sesuatu yang ber”wujud” itu, termasuk sesuatu yang disebut “ghaib” yang seakan-akan dianggap “tidak-bisa-dibayangkan”, itu tetaplah ditemui wujudnya dan mempunyai awal-mulanya. Akan tetapi, unfortunately, dari agama-agama theistik sendiri tidak pernah mampu menerangkan bagaimana kehidupan Tuhan-nya yang ber”wujud” itu dimulai.

    PENGHIBUR =====> Sekali lagi saya tegaskan disini, wujud Allah swt itu dengan sendirinyatidak ada permulaan dan tidak ada kesudahan. Anda memang benar segala sesuatu yang anda lihat mempunyai permulaan dan penghabisan, tetapi Allah swt diluar dari sifat ini. Kerana Sifat musnah dan fana tidak ada pada Allah, sifat musnah dan fana adalah untuk semua makhluk ciptaan-Nya.

    Untuk membuktikan apa? Inilah yang dikatakan perbezaan di antara makhluk dan Pencipta iaitu Allah swt. Allah swt adalah Dzat yang Maha Kekal, tetapi suatu yang dikatakan makhluk ciptaan-Nya pasti akan menemui ajal atau musnah.

    “Allah swt Tidak Sekali-Kali Musnah Atau Berubah, Tetapi Semua Ciptaan-Nya Pasti MenemuiPerubahan Dan Akhirnya Musnah”

    Saya yakin anda faham, bahawa inilah perbezaan antara Allah swt dengan makhluk ciptaan-Nya. Suatu yang dicipta Allah swt bererti mempunyai permulaan dan akhiran, sekaligus tidak seorangpun di antara makhluk-Nya boleh menyatakan mereka adalah Tuhan. Tuhan hanya Allah swt dan Maha Kekal.

    RATANAKUMARO =====>
    1). Tidak ada satu Issara / Isvara / Mahesvara ( ini saya gunakan kosakata Buddhisme saja supaya lebih pas untuk pembaca Buddhis ) atau sosok yang manapun yang merupakan “Pencipta” alam-semesta seisinya dan semua makhluk.

    2). “Yang-Mutlak”, “Yang-Tidak-Tercipta”, “Yang-Tidak-Terlahir”, “Yang-Tidak-Berkondisi” itu bukanlah Issara / Isvara / Mahesvara atau sosok yang manapun yang dianggap sebagai “Pencipta” alam-semesta seisinya dan semua makhluk. Karena, sudah jelas seperti point pertama saya nyatakan, dalam perjalanan spiritual, anda tidak akan pernah menemukan sosok “Pencipta” alam-semesta dan seisinya , kecuali hanya akan bertemu sosok-sosok Issara / Isvara / Mahesvara yang mengklaim diri bahwa ia adalah “Tuhan-Pencipta”, Penguasa seluruh alam-semesta ; dan klaim ini tidak terbukti kebenarannya maka tidak bisa diakui keabsahannya , kecuali seseorang meng-iman-inya sebagai kebenaran itu menjadi lain cerita ( karena iman / keyakinan / kepercayaan tidaklah bisa serta-merta disebut sebagai kebenaran, paham ? Karena, kebenaran haruslah bisa dibuktikan kebenarannya, tidak sekedar diimani. ) .

    PENGHIBUR =====> Saya tidak keberatan dengan poin ini, didalam Islam DILARANG SAMASEKALI menyekutukan Allah swt dengan apa pun, tidak ada! Allah swt tidak akan dilihat semasa kita di dunia ini, tetapi ia membekalkan wahyu yang disampaikan oleh Utusan-Nya dan yang terakhir itu adalah nabi Muhammad saw.
    ______________________________________
    Smile 😉 😉
    ______________________________________

    Kali ini anda mempunyai pandangan yang sama dengan Islam, dan sekali lagi saya ingin katakan anda adalah Seorang Penganut Buddha tetapi hati anda adalah Islam kerana anda mengatakan ini :

    (1) Karena, sudah jelas seperti point pertama saya nyatakan, dalam perjalanan spiritual, anda tidak akan pernah menemukan sosok “Pencipta” alam-semesta dan seisinya

    (2) “kecuali hanya akan bertemu sosok-sosok Issara / Isvara / Mahesvara yang mengklaim diri bahwa ia adalah “Tuhan-Pencipta”, Penguasa seluruh alam-semesta ; dan klaim ini tidak terbukti kebenarannya maka tidak bisa diakui keabsahannya”

    RATANAKUMARO =====> Yang saya, maupun Buddhisme, tolak adalah adanya sosok “Pencipta” alam-semesta yang “TUNGGAL” atau “Maha-Kuasa” yang “TUNGGAL” dalam bentuk apapun. Tapi, keberadaan “Tuhan” yang dianggap dan anda anggap “pencipta” dan “Maha-Kuasa” itu, saya sendiri mengakui, dan pula mengakui bahwa itu ber-Wujud ( semoga anda sendiri tidak mengingkari bahwa Tuhan yang anda anggap sebagai pencipta itu adalah ber-”WUJUD”. Karena, dulu ada seorang ummat agama theistik yang ketika saya kejar bahwa Tuhan itu berwujud, dia menolak menjawab , malah memberi jawaban berbelit-belit yang tidak sesuai konteks pertanyaan. )

    PENGHIBUR =====> Allah swt adalah Tuhan Maha Esa, sama ada manusia suka atau tidak, percaya atau tidak, mengimani atau tidak, Allah swt hanya Dialah Allah satu-satunya dan tidak ada yang lain.

    (1) Jika anda menentang tentang Tuhan Maha Tunggal, maka jelaskan pada saya Tuhan Maha Kuasa itu bagaimana, Tuhan Maha Pencipta itu bagaimana?
    ________________________________________________
    Sepertinya ini sudah jelas dari jawaban2 saya sebelumnya, dan juga sudah tertulis dalam artikel diatas. 😉 😉
    ________________________________________________

    (2) Sifat Wujud Allah adalah salah satu cabang Ilmu Tauhid dalam Islam dan saya tidak mengingkarinya,. cuma yang saya takkan terima adalah jika anda maksudkan wujud Tuhan itu sama seperti wujud makhluk ciptaan-Nya. Wujud Allah swt TIADA PERMULAAN dan TIADA PENGHABISAN. sangat jelas Sifat yang berdiri pada dzat Allah swt adalah bersalahan (bertentangan) dengan makhluknya.

    “Allah Wujud, Kita juga Wujud, tetapi Allah swt WUJUD yang KEKAL HIDUP, tetapi WUJUD kita Ada Permulaan dan Ada Akhiran”
    ______________________________________________

    Silakan dibaca-baca ulang artikel saya diatas, dengan sangat teliti, diresapi, kemudian jadikanlah itu wacana tambahan pelajaran buat anda. Saya tidak memaksakan anda untuk mengikuti pandangan saya , demikian juga sebaliknya. 😉
    ______________________________________________
    By, Penghibur
    ______________________________________________
    May Happiness Always b With U,
    Sadhu,Sadhu,Sadhu.

    • @RATANA KUMARA

      Saya akan buat bidasan terakhir untuk semua jawapan anda, dan selepas itu saya akan tamatkan diskusi dengan anda.

      Apa pun thanks kerana sudi diskusi dengan saya, hasil perbincangan ini akan saya copy dan akan saya bidas lebih jauh dalam Blog saya, saya tak nak ramai yang Murtad kerana tidak memahami erti Hidup.

      “Padahal Akal Itu Adalah Ciptaan Allah swt, Masakan Kamu Mengingkari-Nya.”

      TAMAT

      By, Penghibur
      _____________________________________
      Dear Penghibur,

      Anda keliru memahami.. .

      Buddhism adalah sebuah ajaran yang menuntut penyelidikan, namun itu tidak menggunakan “AKAL” sebagaimana yang anda maksud.. .

      Justru , Buddhism itu melampaui “AKAL” yang anda maksudkan itu… .

      Anda tahu, seperti apakah contoh orang yang menggunakan semata-mata “AKAL” ? Orang yang menggunakan “AKAL”-nya semata-mata contohnya adalah :

      “Aduh , ada bencana alam… , ini pasti karena “Tuhan” marah…”

      Lalu dia mencoba menggunakan “AKAL”-nya, mengingat-ingat hari kejadian, tanggal kejadian, jam, detik, dan lain-lain sebagainya ; dan kemudian menyimpulkan , “Oh.. pantas saja, lha itu kan hari (semisalnya saja – pen ) Kamis Pon, tanggal 13, jam 07.58 .. “.. , lalu diputarlah otaknya, mengait-ngaitkannya dengan ayat-ayat dari “KITAB-SUCI”-nya.. kemudian jadilah statement dia, “Nah, betul kan, dalam SURAT “ABCDE” ayat : 58 ada tertulis “bla bla bla”… Ini, ini pertanda kebesaran Tuhan-ku, Dia hebat, firman yang tertulis dalam kitab-suci ternyata ada kaitannya!”

      Anda lihat, bagaimana “AKAL” dengan “licik”-nya bermain-main diatas penderitaan ratusan nyawa yang melayang ? Hanya demi hegemoni “agama”-nya ?

      Karena keterbatasan “AKAL”- pula lah , manusia-manusia yang belum mencapai pencerahan menyimpulkan, “bahwa alam-semesta ini diciptakan oleh sesosok “Tuhan-Pencipta” tertentu.”

      Dan, Buddhisme menolak kesempitan “AKAL” seperti itu. Buddhisme, mengajarkan manusia untuk menggunakan segenap kemampuan spiritual yang dilatih hingga mencapai “puncak” pencapaiannya, kemudian menyelidiki segala sesuatu hal oleh dirinya sendiri. Dan, setelah membuktikannya, barulah seorang Buddhis sejati boleh mempercayai suatu hal / pokok permasalahan, seperti misalnya, “Siapakah “AKU” ?” ini, Apakah “AKU” ini ? “Apakah benar bahwa alam-semesta ini diciptakan oleh “Tuhan-Pencipta” tertentu, atau, teori “Tuhan-Pencipta” tersebut hanyalah klaim sepihak saja yang tidak terbukti kebenarannya ? “ dan lain-lain, dan seterusnya.

      Metode yang digunakan Buddhisme, bukanlah metode berbasis “AKAL” sebagaimana para ilmuwan / scientist menggunakannya, meskipun akhirnya banyak pula ilmuwan yang TIDAK BISA TIDAK SEPAHAM ( tidak bisa menolak mengakui kebenarannya ) dengan apa2 yang diajarkan dalam Buddhisme ( mengenai proses pembentukan alam-semesta, mengenai diri manusia, dan lain-lain sebagainya )

      Buddhisme, bukanlah agama DOGMA.

      Kami tidak mengawali semua hal dengan IMAN kepada DOGMA yang diajarkan dalam agama apapun juga, termasuk dalam Buddhisme sendiri. Dalam Buddhisme, ummat Buddha sangat dianjurkan untuk menyelidiki segala sesuatu hal , termasuk ajaran Buddha itu sendiri. Inilah hal yang paling mendasar yang membedakan Buddhisme dengan ajaran2 lain ; dimana di dalam ajaran2 lain segalanya dimulai dari IMAN, kemudian belajar dengan berdasarkan IMAN, meskipun para penganut ajaran itu sendiri belum pernah mengetahui dengan pasti apa yang di- IMAN-i itu.

      Demikian, mas Penghibur.. .

      Semoga bisa dimengerti dan dipahami.. .

      May Happiness Always b With U 😉

      • Penghibur said

        @RatanaKumaro

        PERHATIAN : Penggunaan HURUF BESAR Adalah Untuk Perhatian Semata-Mata.

        Terlebih dahulu saya memohon maaf sekiranya ada terkasar bahasa, niat saya bukan nak mencaci apath lagi menghina, apapun nantikanlah bidasan saya peringkat terakhir, saya ingin berkongsi sesuatu, selepas ini saya takkan menjawab apa juga ulasan anda dan SAYA DENGAN BERBESAR HATI MEMBERI KEBEBASAN KEPADA ANDA untuk DELETE SEMUA POST saya DALAM BLOG Anda!

        Line Internet tak ok, susah saya nak reply, ni dah masuk 14 kali saya mencuba, apapun nantikan yer…. ini yang terakhir, saya janji, saya takkan bincang dengan anda lagi selepas ini.

        RATANA KUMARO =====> Buddhism adalah sebuah ajaran yang menuntut penyelidikan, namun itu tidak menggunakan “AKAL” sebagaimana yang anda maksud.. .

        PENGHIBUR =====> Penyelidikan berdasarkan apa? Hehehe 🙂 Sebenarnya anda menggunakan AKAL dan sedang bermain-main dengan AKAL dan KESELARIAN KEMAHUAN HATI anda, sebenarnya AKAL andalah yang licik! Liciknya AKAL anda shingga ANDA merasakan DIRI ANDA sempurna! Anda tidak menyedari hakikat itu. Anda sebenarnya tidak memahami apa itu INTIPATI SEBENAR KEBENDAAN! Jika anda faham peringkat terakhir dari semua ini, anda pasti akan menemui bahawa Tuhan itu WUJUD, sekaligus menolak fahaman Ajaran Buddha yang penuh kontroversi.

        Saya akan bahas kemudian. jangan anggap saya lari yerrr.. hehe saya tetap akan kongsi apa yang saya maksudkan..

        By, Penghibur

      • Jujur Saja said

        Om Kumara.. menurut Anda apakah Anda sudah mencapai penyelidikan itu?? bagaimana hasilnya?? bisakah dishare kepada kami? tentu sebagai budhist yg menginginkan manusia lain hidup bahagia Anda tidak keberatan mensharenya, bukan? terimakasih banyak pencerahannya.

    • @RatanaKumara

      Salam Sejahtera saya ucapkan buat saudara RatanaKumara, semoga sihat sejahtera. Tentu anda menanti lama tindakbalas saya kan. Maaflah busy sikit, maklumlah banyak kerja nak buat.

      RATANAKUMARA =====> Mas Penghibur, anda ingin melihat Angin, Elektrik, Oksigen ?

      Saya sudah melihatnya, tapi kalau saya terangkan pada anda, apa anda akan percaya ?

      Saran saya, datanglah pada Guru2 meditasi Buddhis yang terkemuka, terutama carilah Guru2 meditasi Buddhis yang hidup di hutan, mereka umumnya telah mengembangkan samadhi hingga tingkat tertinggi. mintalah kepada Guru meditasi tersebut latihan meditasi “KASINA” . Setelah itu, praktikkanlah meditasi tersebut. Maka, anda nanti akan melihat sendiri, seperti apakah wujud ANGIN, ELEKTRIK, OKSIGEN.

      Jika saya menerangkan, maka anda hanya akan menganggap saya membual.

      Jika nanti anda telah berhasil dalam meditasi “KASINA”, maka anda akan mengerti, bahwa yang menciptakan AIR,TANAH, API, UDARA itu adalah pikiran anda sendiri [!].

      PENGHIBUR =====> Anda melihat Angin, Elektrik, Oksigen! Dasyat, cuma saya ingin anda terangkan bagaimana rupanya? Adakah Angin, Elektrik dan Oksigen adalah berbentuk 4 segi, 6 segi, panjang, lebar dan apa saja bentuknya?

      Perkara terpenting disini adalah apabila saya mengatakan “Pokok Kelapa”. Semua orang tahu bagaimanakah bentuk Pkok Kelapa? Tapi bila sebut Angin, Elektrik dan Oksigen, tiada siapa boleh menerangkan.

      jangankan Angin, Elektrik, Oksigen! Malah Matahari yang merupakan salah satu hamba Allah yang menyinari bumi pun, tiada siapa yang mampu Face To Face dengannya (Matahari) dan anda memerlukan alat bantuan untuk membantu anda melihatnya (Matahari).

      Nah saya katakan disini, anda memerlukan ALAT! Apakah alat itu untuk melihat Matahari? Semua sedia maklum. berbalik kepada MELIHAT Allah swt, sedangkan Matahari pun manusia tidak mampu melihatnya Face To Face, inikan Allah swt Dzat Yang Maha Agung!

      PERHATIAN : Kita Perlu ambil perhatian terhadap pernyataan RatanaKUmara

      RATANAKUMARA =====>

      (1) Anda keliru memahami.. .

      Buddhism adalah sebuah ajaran yang menuntut penyelidikan, namun itu tidak menggunakan “AKAL” sebagaimana yang anda maksud.. .

      (2) Jika nanti anda telah berhasil dalam meditasi “KASINA”, maka anda akan mengerti, bahwa yang menciptakan AIR,TANAH, API, UDARA itu ADALAH PIKIRAN ANDA SENDIRI [!].

      PENGHIBUR =====> Saudara RatanaKumara, mohon anda mengambil perhatian

      (1) Anda mengatakan bahawa Ajaran Buddha menuntut penyelidikan TAPI tidak menggunakan AKAL! Kemudian anda menyatakan diperingkat terakhir dari MEDITASI KASINA, anda mengatakan bahawa yang menciptakan Air, Tanah, Api, Udara adalah fikiran kita manusia.

      Ini bererti anda sedang BERFIKIER dan menggunakan AKAL, AKAL tidak boleh dipisahkan dengan manusia. Sebab itu saya katakan anda TETAP menggunakan AKAL!

      Anda tentu faham mengapa saya menyatakan anda tidak mengerti tentang “INTIPATI SEBENAR KEBENDAAN”. Jika anda fahami dengan sebaiknya, peringkat terakhir dari Hakikat Kebendaaan ini adalah semua Imej yang anda lihat adalah tidak wujud samasekali melainkan ia adalah Imej Bayangan yang terbentuk di dalam otak manusia. Dunia luar ini sebenarnya tidak wujud sama sekali.

      Anda perhatikan komputer di depan anda, jari jemari anda, tubuh anda, semuanya adalah imej bayangan yang dibentuk oleh otak. Semua ini anda dapat merasainya kerana tangan yang menyentuh, mata yang melihat, telinga yang mendengar, hidung yang menghidu diantara sebab anda merasakan anda benar-benar wujud.

      Dunia ini sebenarnya adalah ISYARAT ELEKTRIK YANG TERBENTUK DI OTAK semata-mata. Jika saya katakan semua ini adalah ISYARAT ELEKTRIK, maka siapa yang melihat? Siapa yang mendengar?, siapa yang menyentuh? siapa yang menghidu bau wangi atau busuk?

      (2) Buat RatanaKumara, saya yakin anda pernah bermimpi, di dalam mimpi anda mungkin menjadi Prsiden Indoseia, yang memimpin negara selama 10 tahun dengan jayanya, di dalam mimpi anda akan melihat sedang makan malam dengan artis pujaan anda, anda adalah seorang kaya, atau di dalam mimpi anda mel;ihat anda membunuh seseorang, kemudian adnda menymbunyikan diri kerana ketakutan dari pihak berkuasa.

      Di dalam mimpi anda mungkin melihat yang anda sedang sakit tenat dan pada bila-bila masa anda akan mati, anda juga akan merasai anda terlibat dengan sebuah kemalangan yang teruk menyebabkan anda cacat kerana kaki anda tempang atau putus, anda dapat mesarakan kesakitan di dalam mimpi. Sesungguhnya di dalam mimpi anda merasakan ia benar-benar berlaku.

      Tetapi adakah saudara RatanaKumara mengetahui bahawa di dalam mimpi TIDAK ADA MATA UNTUK MELIHAT! TIDAK ADA TELINGA UNTUK MENDENGAR! TIDAK ADA TANGAN UNTUK MENYENTUH! TIDAK ADA KAKI UNTUK MELANGKAH, TIDAK ADA HIDUNG UNTUK MENGHIDU BAU DAN WANGI!

      Siapakah sebenarnya yang melihat, mendengar, merasa, menyentuh dan menghidu?

      Hakikat di dalam mimpi yang anda merasakan benar-benar belaku akan berubah apabila seseorang mengejutkan anda dari tidur dan mengingatkan anda supaya bersiap untuk pergi kerja, apa yang berlaku dalam mimpi anda sebenarnya tidaklah wujud sama sekali di dunia realiti ini. beginilah hakikat kita sekarang, sekali lagi kita akan dikejutkan dari mimpi panjang ini oleh Tuhan iaitu Allah swt.

      PERSOALAN:Siapakah sebenarnya yang melihat, mendengar, merasa, menyentuh dan menghidu? Soalan ini terjawab bahawa makhluk itu adalah ROH!

      ROH inilah yang melihat, merasa, menyentuh, mendengar dan menghidu sebenarnya. Segala kebendaaan yang anda lihat disekeliling anda adalah isyarat elektrik yang terbentuk di otak, sebenarnya anda tidak mencapai wujud materi ini. Saya tidak menolak berkenaan tentang wujud sebenar materi ini tetapi apa yang saya maksudkan adalah kita tidak tercapai akan kewujudan materi sebenar.

      Oleh sebab itulah kita tidak mampu melihat Allah swt dengan mata kepala kita sendiri, kerana segala yang kita lalui saat ini adalah sebuah ilusi, imej bayangan dan sensasi-sensasi yang diberi Allah swt kepada ciptaan-Nya.

      Kita adalah umpama orang yang sedang menonton TV, kita akan mampu melihat imej di TV selagi siaran dilangsungkan kerana pancaran dari stelit. Jika pancaran ini ditamatkan, maka semua imej akan terpadam samasekali.

      Allah swt adalah Tuhan Yang Maha Kuasa Lagi Maha Tunggal, Maha Mutlak yang menciptakan dan mentadbir dengan berterusan tanpa hentinya (Rahmat-Nya) Dialah Allah yang menciptakan imej bayangan dan sensasi-sensasi kepada makhluk ciptaan-Nya, jika Allah swt menamatkan imej bayangan ini, maka semuanya akan tamat,

      Kewujudan sebenarnya adalah Allah swt sahaja, hanya Allah swt SAHAJA! semua yang anda lihat dan rasa tidak ada samasekali. Hanya Allah swt sahaja.

      RATANAKUMARA =====> Sebab, anda belum juga pernah melihat Tuhan anda itu, tetapi anda kemudian memperdebatkan konsep bahwa “TUHAN TIDAK BERANAK DAN TIDAK DIPERANAKKAN”. Darimana anda tahu kalau Tuhan anda itu tidak beranak, sementara ANDA SENDIRI BELUM PERNAH BERTATAP MUKA DENGANNYA DAN MELIHAT KEHIDUPAN SEHARI-HARINYA ?

      PENGHIBUR =====> Oleh kerana itulah saya ada memberi sedikit gambaran tentang Sifat WUJUD Allah swt. Sebenarnya yang WUJUD adalah Allah swt sahaja, Allah swt WUJUD tidak bersebab, tidak dilahirkan, tidak diciptakan, tiada permulaan dan tiada penghabisan.

      Hanya Dialah Allah swt satu-satunya yang WUJUD.

      RATANAKUMARA =====> Lebih baik kita sudahi saja diskusi ini mas Penghibur..,
      Anda bisa menggunakan ajaran Buddha ini sebagai sekedar wacana untuk diri anda sendiri.. dan saya juga tidak perlu memaksakannya kepada anda, demikian sebaliknya. Baik begitu bukan ?

      PENGHIBUR =====> Saya ada sedikit hadiah untuk anda disini, terimalah dan bacalah dari awal hingga bab akhirnya, Harun yahya di antara Tokoh Muslim yang terkemuka dunia, beliau adalah da’i besar muslim dan ada menulis buku berkenaan Agama Buddha

      http://www.harunyahya.com/buddhism01.php

      Saya memohon maaf jika kata-kata saya sebelum ini agak tegas dan kasar, saya tidak berniat begitu, apa pun saya ingin menyatakan pada anda, bahawa saya akan menjelaskan serta mengembangkan lagi Topik “Rahsia Disebalik Jisim”.

      Berkenaan anda menyatakan Agama Buddha tidak bergantung kepada AKAL semata-mata, begitu juga Muslim, kami Umat Islam tidak bergantung kepada AKAL semata-mata, kerana Ilmu islam sangat luas, anda mesti pernah mendengar Dalil Aqli dan Dalil Naqli, jika AKAL tidak sampai, maka umat Islam wajib merujuk wahyu Allah swt iaitu Kitab Suci Al-Quran.

      RatanaKumara, ingartlah bahawa Tuhanmu iailah Allah swt, Dialah yang menciptakanmu daripada tiada kemudian anda ada disini dan mampu berbicara, kemudian anda akan akhiri kehidupna anda dengan menemui mati, sesudah itu anda akan dibangkitkan pada Kehidupan Yang Hakiki.

      Sebagai mana anda dikejutkan dari mimpi anda, begitulah akhirnya kehidupan anda dan saya serta sesiapa sahaja bahawa KITA SEKALI lagi AKAN DIKEJUTKAN DARI MIMPI PANJANG INI. Distulah Kehidupan Sebenar.

      “Apabila Kita Diberi AKAL, Bererti Kita Mempunyai PILIHAN,
      Apabila Kita Diberi PILIHAN, Maka Ada BENAR Dan SALAH,
      Apabila Ada BENAR Dan SALAH, Maka Ada DOSA Dan PAHALA,
      Apabila Ada DOSA Dan PAHALA, Maka Ada SYURGA Dan NERAKA,
      Apabila Ada SYURGA Dan NERAKA, Maka Ada SYARIAT Allah,
      Apabila Ada SYARIAT Allah, Maka ISLAM Lah Jalannya,
      Apabila ISLAM Jalannya, Maka Al-Quran Kitab-Nya,
      Apabila Al-Quran Kitab-Nya, Maka Ucaplah “Laa ilaha illallah Muhammadar rasulullah”

      “Kebenaran Islam Jelas, Nyata, Terang Seperti Terangnya Matahari Di Hari Siang”

      TAMAT

      By, Penghibur
      ___________________________________________-
      Dear Penghibur 😉

      “Alhamdulillah” [ 😉 ] , awak sehat2 saje dan masih penuh semangat pula.

      Dari kemarin, sudah kurang lebih tiga komentar awak tulis sebagai “TAMAT” , tapi kok gak tamat2 jua ?

      Gak apa2 bro Penghibur, berarti awak masih kangen dan penasaran sama “Ratana Kumaro” 😉 awak pusing-pusing teruslah di blog saye ini … 😉

      [ he he…, saya lagi belajar bicara bahasa Malaysia ini, maaf kalau belepotan 😉 ]

      Peace & Love my brother 😉
      May U Always b Happy and Well 😉

      • Penghibur said

        @RatanaKumara

        Jika begitu, maafkanlah kelemahanku,

        By, Penghibur

      • phang~RE said

        saya rasa sangat tidak tepat kalo kita menilai ajaran lain dengan menggunakan kaca mata ajaran yang kita pegang….hehhehehe…
        _______________________________
        Dear Phang,

        gak apa2 Bro, tamu saya yang satu ini, mas Penghibur ini, sesungguhnya malah membuat saya “segar” lho, karena saya benar2 terhibur membaca komentar2nya… 😉
        _______________________________
        Saya rasa bukan Otak deh yang menjadi tempat terjadinya pikiran… dan orang2 yang telah melakukan meditasi biasanya bisa mengetahui hal ini….
        _______________________________
        harap dimaklumi Bro, beliau – Penghibur – kan memang bukan Buddhis dan belum pernah bermeditasi. Jadi, dalam konsepsinya, pintu pikiran ada di otak.

        Istilah teknis yang anda maksudkan “hadayavatthu”-kah ? Tapi kalau misal kita diskusi dengan rekan non-Buddhis menggunakan istilah ini sepertinya tidak tepat juga, karena mereka bisa2 gak paham, bener gak kira2 ini Bro… Karena itu, terkadang, bila diskusi dengan rekan2 non-Buddhis, saya menggunakan “simbol” otak ini juga bro, saya rasa ini masalah teknis, tergantung siapa lawan bicaranya Bro…bener kan bro… 😉

        Peace and Love 😉

        • Penghibur said

          @Phang & Ratana

          Ratana, saya yakin anda tak kisah saya join lagi. Harap jangan disalah mengerti sekaligus anda faham saya hanya ingin koreksi berkenaan Otak dan fikiran.

          Sebenarnya anda tidak faham tulisan saya, OTAK ini sebenarnya, tidak ada apa pun didalamnya, melainkan molekul-molekul lipid dan protein, yang juga wujud pada organisma-organisma lain. Selain itu, tiada apa di otak, ia adalah tempat yang gelap gelita dan sangat sunyi dari dunia luar dan tidak memiliki sebarang benda yang boleh melihat imej untuk membentuk kesedaran atau menjadikan kewujudan yang kita panggil diri sendiri.

          Sebenarnya kewujudan itu adalah ROH, saya dah jelaskan, jawapannya ROH, Roh lah yang melihat, menyentuh, merasa, mendengar, berfikir dan sebaginya. Sebenarnya otak manusia juga adalah persepsi dan ia tidak wujud sama sekali. Ia hanyalah Kepala dan Otak Khayalan.

          PENGHIBUR =====> Harun Yahya menyatakan Materialis mendakwa bahawa apa yang dikemukakan beliau (Harun Yahya) mengenai Formasi Persepsi Di Dalam Otak adalah Falsafah, tetapi, dakwaan bahawa “Dunia Luar” seperti yang kita gelar, adalah satu himpunan persepsi bukannya satu perkara falsafah tetapi sebuah fakta sains.

          Bagaimana imej dan perasaan di dalam otak telah diajarkan di semua Sekolah Perubatan secara terperinci.. Fakta ini, yang telah dibuktikan oleh sains abad ke-20 khususnya oleh Fizik, menunjukkan dengan jelas bahawa KEBENDAAN TIDAK MEMPUNYAI REALITI dan SEMUA ORANG SEDANG MENONTON “MONITOR DI DALAM OTAK”

          Semua orang yang mempercayai sains, sama ada dia seorang Buddha atau seorang atheis, atau siapa sahaja yang berpegang kepada pandangan-pandangan lain, perlu menerima kenyataan ini. Seorang materialis mungkin dapat menafikan kewujudan Sang Pencipta, tetapi tidak dapat menafikan realiti saintifik ini.

          Kewujudan Yang Mutlak, Yang Hakiki adalah Allah Tuhanku dan Tuhan kamu, hakikat persepsi-persepsi ini adalah penciptaan yang berterusan dan konsisten, jika tidak ada Allah swt maka apa yang kita gelar sebagai KEBENDAAN akan hilang dan lenyap.

          Ia seperti sebuah televisyen yang gambarnya terus dimainkan selagi isyaratnya terus dipancarkan. Jadi siapakah yang membuatkan roh kita melihat bintang-bintang, bumi, tumbuh-tumbuhan, manusia, tubuh kita dan semua yang kita lihat?

          (Surah Al-Ikhlash 112:1-4)
          “Katakanlah; Dialah Allah Tuhan Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan dan Dia tiada sesuatupun yang setara dengan-Nya.”

          By, Penghibur

  74. Penghibur said

    @RatanaKumaro

    RATANAKUMARO =====> ”Dengan mata, seseorang dapat melihat pandangan memilukan; Mengapa Brahma itu tidak menciptakan secara baik? Bila kekuatannya demikian tak terbatas, mengapa tangannya begitu jarang memberkati? Mengapa dia tidak memberi kebahagiaan semata? Mengapa kejahatan, kebohongan dan ketidak-tahuan merajalela? Mengapa memenangkan kepalsuan, sedangkan kebenaran dan keadilan gagal? SAYA MENGANGGAP, BRAHMA ADALAH KETIDAK-ADILAN . Yang membuat dunia yang diatur keliru.” [Bhuridatta Jataka, Jataka 543]

    Apabila, O para bhikkhu, makhluk-makhluk mengalami penderitaan dan kebahagiaan sebagai hasil atau sebab dari ciptaan Tuhan (Issaranimmanahetu), maka para petapa telanjang ini tentu juga diciptakan oleh satu Tuhan yang jahat/nakal (Papakena Issara), karena mereka kini mengalami penderitaan yang sangat mengerikan.

    [Devadaha Sutta, Majjhima Nikaya 101]

    “Bila ada Sang Maha Kuasa yang dapat mendatangkan bagi setiap mahluk ciptaanya kebahagiaan atau penderitaan, perbuatan baik maupun jahat, maka yang maha kuasa itu diliputi dosa, sedangkan manusia hanya menjalankan perintahnya saja.”

    ( Mahabodhi Jataka No.528 )

    PENGHIBUR =====> Berdasarkan ayat-ayat diatas ternyatalah bahaawa Agama Buddha bergantung kepada Akal semata-mata, bolehlah saya menyimpulkan kalian BerTuhankan Hati, kerana Akal memikirkan dan Hati merasa.

    Wujud Allah swt itu tidak bersebab, tiada permulaan, bukan dilahirkan, tidak dijadikan.

    Maha Suci Allah swt dari ucapan yang tidak layak bagiNya, mengapa Ajaran Agama selain dari Islam, sanggup menyatakan Tuhan itu kejam, Tuhan itu Lemah, Tuhan itu Berdosa, Tuhan itu direndah-rendahkan lebih rendah dari makhluk ciptaan-Nya.

    Maha Suci Allah dari ucapan demikian, sesungguhnya kamu langsung tidak mengenali Allah swt. Percaya hanya pada WUJUD Kuasa Mutlak, tetapi menyimpang dari yang sebenarnya, begitu juga umat Kristian yang menganggap Tuhan menjadi Jesus. Semua ini adalah taklid buta. Nauzubillah.

    Taubatlah anda sekalian, marilah datang kepada satu kalimah yang tidak ada perbezaan antara kami dan kamu, tidak kita mempersekutukan atau meletakkan sifat Tuhan kepada suatu yang haram pada-Nya, dan sedarlah bahawa Allah swt benar-benar wujud.

    By, Penghibur

    • CosmicBoy said

      @ Penghibur,

      Hehehe…

      Kapan mau belajar (jadi badut)?

      Tahun depan????

    • CY said

      @Penghibur
      Mengapa anda harus memaksakan pemahaman anda itu kepada orang lain? Menyimpang menurut anda kan belum tentu menyimpang menurut kami?? Pahamilah bahwa di Dunia ini semua hal relatif.
      Satu hal lagi, kami harus ber taubat dari hal apa?? Apakah ada kejahatan yg kami perbuat sehingga menyusahkan makhluk lain sehingga anda minta kami bertaubat??

  75. [ Sebuah komentar saya dari blog mas Tomyarjunanto =

    http://tomyarjunanto.wordpress.com/2009/10/16/logosentris-dan-stigma-antikris/#comment-1036 ]

    Dear All , saudara-saudari yang terkasih 😉

    @ Mas Suprayitno ,

    Mas Suprayitno berkata :

    tapi sesungguhnya yang aku maksudkan adalah, cara kita mendekati ke Allohan/Ketuhanan menggunakan pendekatan yang lebih rasional ketimbang mistik.

    Sebab tuhan itu bagiku hanyalah masalah semiotis, nah supaya gathuk ya harus di komparasikan dengan kenyatan-kenyataan yang lebih terukur.

    Saya selama beberapa bulan ini telah cukup banyak membaca komentar2 dari mas Suprayitno terutama di blog mas Tomy ini dan blog saya sendiri.

    Sesungguhnya, ada hal yang saya setujui dari pendapat mas Prayit. Juga, terkait dengan artikel mas Tomy mengenai “logosentris” ini.

    Alih-alih menemukan kesejatian diri ia malah terperangkap oleh penanda seperti Tuhan, Tanah Terjanji, Surga dll. Logos menjadi semacam komoditas yang diperdagangkan & diperebutkan.

    Benang-merahnya adalah, manusia dogmatis umumnya tidak berangkat dari “ketidaktahuan”, dari “emptiness” dari “pure-mind”… , tetapi berangkat dari “iman” terhadap ajaran agama.. ,

    Bila berangkat dari “iman” atas ajaran agama, maka dia tidak pernah menemukan kesejatian. Tepat seperti sepenggal kalimat mas Tomy yang ini : ” Alih-alih menemukan kesejatian diri ia malah terperangkap oleh penanda seperti Tuhan…dst.”

    Yang semula hendak dicari adalah, kesejatian, mengenai alam-semesta, diri ini, kehidupan, tujuan-hidup dan lain2 sebagainya. Namun, karena sudah berangkat dari “iman” , maka ia tidak akan pernah menemukan kesejatian yang ia cari2 tersebut, sebab dalam pikirannya telah terinduksi, bahwa kesejatian itu adalah “Tuhan” seperti yang dikonsepsikan oleh ajaran2 kepercayaan dan agama yang diajarkan turun-temurun dan diindoktrinasikan kedalam cetak-biru batinnya.

    Bila sudah begini, maka sudah tidak diperlukan lagi pencarian, karena mencari seperti apapun, yang ketemu di depan mukanya adalah “LOGO” yang sudah disuntikkan kedalam segenap pikirannya, baik dalam alam-sadar maupun bawah-sadar.

    Yang lebih parah lagi, bila Tuhan itu diberi “nama” khusus sesuai ajaran yang dianutnya, maka akhirnya seperti yang banyak terjadi di sekitar kita, pemaksaan keyakinan/kepercayaan.

    Dan, kebenaran pun menjadi kabur, karena apa-apa yang seharusnya hanyalah ranah “kepercayaan” digeneralisasi sebagai “kebenaran” ; padahal antara (sekedar) “kepercayaan” dengan “kebenaran” ( yang-sejati ), itu adalah dua hal yang jauh berbeda.

    MEMAHAMI BENCANA ALAM

    Banyak pemeluk2 agama / ajaran tertentu mengexploitasi penderitaan, kegagalan, dan berbagai frustasi yang dialami oleh ummat manusia untuk kepentingan agamanya.

    Semisal, bila di daerah tertentu sebagian besar penduduknya mengalami kesusahan, tertimpa musibah, maka akan diberi stempel seturut perintah ego-nya, “Itu karena penduduk wilayah itu tidak mengenal Tuhan “ABCDE”.. , coba kalau mereka semua mengenal Tuhan “ABCDE”, pasti nasibnya akan berbeda. Maka dari itu, sadarlah dan bertaubatlah, kembalilah kepada Gusti “ABCDE” yang ESA dan Maha-Kuasa!… dst.”

    Contoh yang nyata adalah, peristiwa bencana-alam yang datang bertubi-tubi.

    Karena peristiwa itu, lalu muncul statement2 tendensius dari orang2 yang menyebut dirinya “spiritualis” , “pejalan-spiritual”. Bahkan, ini tidak hanya muncul dari mulut satu orang saja, tapi banyak orang di negara ini termasuk hingga lembaga agamanya ( Majelis Agama tersebut ) ikut memberikan statement senada. Statement itu kurang-lebih berbunyi demikian :

    Bencana ini semua terjadi karena adalah kehendak “Tuhan” ( ia menyebut nama Tuhannya spesifik sesuai agamanya ) . Ini pertanda bagi kita semua supaya hendaknya sadar dan kembali kepada sebenar-benar ajaran ke-ESA-an “Tuhan” ( kembali ia menyebut nama “Tuhan”-nya dengan spesifik sesuai dalam agamanya dengan berbagai terminologi agamanya ). Agama yang mengajarkan sebenar-benar ke-ESA-an “Tuhan” adalah sebenar-benar petunjuk sejati, dan selama ini masyarakat Indonesia telah melupakan … dst. (dengan banyak menyebutkan istilah2 / kosakata2 agamanya yang bersifat tendensius / “mengarahkan” )

    ( Padahal, bila masalahnya adalah mengenai kembali pada “Tuhan” yang disebutkannya tersebut, maka masalah akan menjadi rumit ketika bilamana mayoritas korbannya dan wilayah tempat terjadinya itu, adalah orang2 dan wilayah yang menganut kepercayaan yang ia seru2kan untuk kembali dipeluk dengan teguh tersebut. Coba, bagaimana bila yang terjadi adalah demikian, apakah tidak menjadi hal yang me-“wirang”2-kan ( mempermalukan ) diri sendiri ?

    Dan, bila sekalipun permasalahannya adalah mengenai “MORALITAS” yang dianggapnya telah “bejad”, maka… serukanlah saja hal2 mengenai perbaikan moralitas tanpa harus membawa2 nama “Tuhan” dan agamanya. Toh, belum tentu dengan meyakini “Tuhan” sebagaimana diseru2kan itu seseorang menjadi ber-moral luhur, sementara banyak pula manusia2 ber-MORAL “sempurna” tetapi tidak meyakini Tuhan dan agama yang dia seru2kan dan bahkan tidak pernah menjadi korban bencana alam tersebut… Bagaimana bila faktanya demikian ? )

    Yang disayangkan adalah, tanpa disadari, orang2 dan sekelompok orang dalam lembaga agama yang merasa dirinya “spiritualis” tersebut, telah mengexploitasi penderitaan yang dialami oleh masyarakat demi pembenaran atas ajaran agamanya sendiri, ditambah lagi, ia telah “menimpakan-tangga” terhadap orang-orang yang sudah “terjatuh” tersebut ( sudah jatuh tertimpa tangga pula ) dengan menjatuhkan penghakiman bahwa mereka telah bersalah karena telah melupakan agama ( tentu saja yang dimaksud adalah agama yang dianut oleh si pengucap tersebut , tampak jelas pada statementnya yang tendensius tersebut ).

    Dan, kalau kita mau jujur, inilah contoh2 orang yang batinnya telah terpenjara dengan “konsepsi” ; atau istilah mas Tomy : LOGOSENTRIS

    Banyak orang2 menyebut2 “Tuhan” – bahkan kemudian lengkap dengan “nama”-nya spesifik sesuai ajaran agamanya – dalam rangka berkomentar akan sesuatu kejadian. Tentunya, tak dapat dihindari, ucapan2nya menjadi “terbingkai” untuk mengarahkan pembaca supaya “membenarkan” ajaran agamanya. Dan, inilah yang tanpa disadari telah dilakukan oleh banyak manusia. 😉

    LALU HARUS BAGAIMANA ?

    Menurut saya ( tanpa harus disepakati, karena tidak memaksakan pendapat juga ; ) Dalam menanggapi sesuatu hal, tidak perlu membawa-bawa nama “Tuhan”. Karena, bahkan apakah si pengucap yang membawa2 nama “Tuhan” itu sendiri telah benar2 menyaksikan oleh dirinya sendiri, bahwa konsepsi Tuhan ( yang bernama “ABCDE” atau pun “FGHIJ” atau nama yang lain2nya ) seperti yang ia sebut2kan itu, benar2 merupakan sosok “pribadi” yang “berkuasa” atas alam-semesta seisinya dan yang telah “menciptakan” segala sesuatu ? Bila telah meyaksikan bahwa ia memang “berkuasa” dan “pencipta”, bagaimana kisah penciptaannya itu berlangsung sesuai pengalaman spiritual diri sendiri tersebut ? Seberapa “berkuasa”-nya Tuhan konsepsi-nya itu ? Dan jika memang ada sosok “pribadi” pencipta itu, seperti apakah dia, tinggal dimana, ? dan lain-lain sebagainya, dan lain2 sebagainya.

    Inilah, bila tidak berhati-hati, maka orang akan terjebak dalam “logosentris” seperti yang mas Tomy maksudkan :

    Alih-alih menemukan kesejatian diri ia malah terperangkap oleh penanda seperti Tuhan…dst.

    “TUHAN” konsepsi, , muncul atas desakan psikologis dan pencarian manusia atas kesejatian hidup dan kehidupan ; lantas, karena ke-tidak berdaya-annya, muncullah konsepsi “Tuhan” sebagai “hal-ikhwal”, sebagai “penguasa”, sebagai “pencipta”.

    Ditambah runyam lagi, bila ada seorang tokoh berpengaruh dalam sejarah hidup manusia, yang melalui pencariannya lalu bertemu dengan sesosok “pribadi” non-manusia tertentu, yang “ghaib”, dan kemudian mengklaim diri dengan menyatakan, “Aku adalah Tuhan, Pencipta, Penguasa, Pengendali dari semua, Bapa dari yang telah ada dan yang akan ada…dst.” , lantas seorang tokoh berpengaruh yang mengalami hal itu mempercayai pernyataan2 pribadi non-manusia yang “ghaib” tersebut dan kemudian mewartakannya pada orang-orang disekitarnya dan orang2 menjadi mempercayainya, maka, “Tuhan-konsepsi” ini kemudian menjadi “CREDO” ; dogma yang tidak boleh dibantah dan menyebar luas dalam masyarakat , yang akhirnya menjadi sumber malapetaka dan bencana-spiritual, termasuk ekses2 peperangan fisik, pertumpahan2 darah, dan lain2 sebagainya.

    Padahal, tokoh berpengaruh yang mengalami hal itu , belum tentu juga telah menyelidiki hingga tuntas, “benarkah sesosok “pribadi” yang memberikan “wahyu”2 tertentu itu adalah benar2 yang berkuasa atas alam-semesta dan semua makhluk ? Benarkah ia memang pencipta semua makhluk dan alam-semesta ? Apakah benar, bahwa alam-semesta ini diciptakan oleh sesosok pribadi tertentu dan Ia adalah yang berkuasa atas semua makhluk dan alam semesta ? Pertanyaan2 yang menuntut pengungkapan “KEBENARAN-SEJATI” seperti itu, belum tentu telah benar2 terjawab dengan tuntas.

    Maka, sejauh manusia terhenti pada konsepsi yang ditawarkan ini, hingga disitu sajalah pencapaian spiritual / “pencerahan”-nya.

    Sebatas kisah2 “penciptaan” yang diceritakan dalam kitab2 agama, sebatas pada pengakuan bahwa hal2 yang tidak dapat ia jangkau semuanya adalah wilayah “Tuhan” yang telah dibingkai dalam konsepsi2 tertentu tersebut.

    MEMECAHKAN BELENGGU SPIRITUAL

    Konsepsi2 dan “logo”-sentris inilah yang sesungguhnya telah membelenggu kemampuan manusia yang sesungguhnya dahsyat luar-biasa untuk memahami alam-semesta seisinya. Dengan berpedoman pada bingkai “logosentris” dalam kemasan “CREDO ( dogma yang tidak boleh dibantah, hanya di”iya”kan saja ) , maka, “puncak-spiritual” / “pencerahan” yang seharusnya bisa diraih manusia, menjadi “TER-KEBIRI” ; bagaikan seorang kasim yang dipotong alat-vitalnya.

    Apakah kita semua hendak meneruskan pola2 “pemenjaraan-spiritual” yang seperti ini ?

    Memang, “kebebasan-pencarian-spiritual” seperti ini susah dipahami. Dan, justru inilah yang seringkali menimbulkan salah-paham antara beberapa “pejalan-spiritual” yang bertipikal bebas dan radikal ( radix = akar ; radikal disini saya maksud mencari jawaban atas kebenaran sejati hingga tuntas sampai ke akar2nya ) sebagaimana saya maksud tersebut dengan ummat2 agama tertentu yang berpegangan pada “iman” dan “dogma”.

    Dan, inilah yang seringkali membuat orang salah-paham dengan pola-pola saya pribadi ; dimana saya memilih untuk membuktikan segala sesuatu oleh diri-sendiri, akan tetapi banyak orang2 sebagai lawan-bicara telah mula2 berpegangan pada “iman” ajaran tertentu, seperti misal “iman” terhadap “Tuhan-Pencipta”.

    PERILAKU PERNUJUMAN

    Banyak pula, kemudian orang2 yang telah berpegangan pada “iman”, ketika berjalan di dalam perjalanan spiritualnya mendapatkan “vision” atau penglihatan2 tertentu akan apa yang sedang terjadi dan apa yang akan terjadi, lalu dikait2kan bahwa itu petunjuk dari “Tuhan”-nya. Lalu menceritakan kesana-kemari pada orang2 lain.

    Apakah fungsi dan guna-nya ?

    Sementara, banyak pula orang2 yang mencapai tataran spiritual tertentu, yang juga mampu melihat kesejatian, mengenai apa yang sedang terjadi, dan apa yang akan terjadi justru tidak bercerita kesana-kemari tentang apa yang dilihatnya, tetapi lebih memilih untuk “menawarkan-solusi” berupa perbaikan2 kualitas diri dengan tanpa menceritakan pengalaman spiritualnya , sebab ia mengetahui, bahwa apa yang dialaminya sesungguhnya adalah hal yang biasa dan tidak istimewa.

    Hal seperti ini juga sering menjadi salah-paham. Orang2 yang berpegang pada “iman” tersebut diatas, yang merasa telah diwahyui oleh “Tuhan”-nya , lantas men-cap orang yang berikutnya, yang memilih lebih giat menawarkan solusi dengan ajaran2 kebajikan dan moralitas, sebagai orang2 yang “TEORITIS”, tanpa pernah mengalami suatu pengalaman spiritual yang “ghaib”. Padahal, apakah seseorang yang mengalami pengalaman spiritual yang “luar-biasa” sekalipun harus diwartakan kesana-kemari ?

    AKHIR KATA

    Sampai pada kalimat terakhir. Bahwa, “logosentris” dan “Tuhan-Konsepsi” adalah merupakan “BELENGGU-SPIRITUAL” terkuat dan terbesar dalam hidup manusia.

    Bila memang hendak merealisasi “Pencerahan-Sejati”, seseorang harus berani memecahkan belenggu ini ( termasuk dengan berani meninggalkan dogma yang paling mendasar : dogma tentang adanya “Tuhan-Pencipta” ), keluar dari penjara-spiritual yang dibuatnya sendiri ini. Kemudian, melangkah dan menyelami kehidupan tanpa batas, alam-semesta yang tak terkira luasnya dan tak terkira usianya ini.. dengan begitu, kebenaran-sejati akan benar2 bisa kita raih, bisa kita dapatkan , bukan “kebenaran” konsepsi yang diajarkan turun-temurun.

    Semoga Bermanfaat. 😉

    May All Beings b Happy and Well 😉
    Ratana Kumaro.

    • Phin Phin said

      Sayangnya, penduduk terbesar dunia yaitu negara cina menganut politik komunis walaupun secara garis besar menganut ajaran Buddha.Padahal etnis cina memiliki sejarah peradaban yg tinggi dan budaya yang kurang lebih sejalan dgn ajaran Buddha. Negara yg tidak mau belajar dari sejarah dan mengamalkan ajaran Buddha. Begitulah Buddha yg bersabda tentang kedatangan Maittreya.Cepat atau lambat. Begitulah sebuah roda yg selalu berputar.

  76. Sebuah kutipan komentar atas diskusi saya dengan mas Suprayitno dari link dibawah ini =

    LOGOSENTRIS DAN STIGMA ANTIKRIS

    Semoga bermanfaat bagi semua yang membacanya 😉
    ___________________________________________

    Dear mas Suprayitno 😉

    Siip mas Prayit… Sangat Sepaham mas… ,

    Jalan pencarian spiritual ini memang unik.
    Orang harus mulai mencari dari “pertanyaan”, mempertanyakan segala sesuatu ; bukan memulai dari meng-iman-i sesuatu.

    Maka pantas saja, dari yang orang awam / tidak mengerti spiritualitas, sampai yang bangkotan yang suka spiritualitas susah memahami pencarian “pencerahan-sejati” seperti ini.

    Yang awam yang tidak mengerti pencarian “spiritualitas” , kalau bertemu dengan tipe2 seperti anda, pasti akan mengajak debat-kusir mas.., artinya, perdebatan yang tidak berasal dari pengalaman-spiritualitas dan hanya retorika2 / omong-kosong belaka.

    Di sisi lain, yang merasa spiritualis tetapi berangkat dari “iman”, juga bisa2 sama2 mengajak debat tak berujung. Mengapa ? Karena mata-batinnya sudah “bledugen” , penuh debu ; ya debu2 dogma yang dia amini sebelum berjalan mencari “pencerahan”.

    Baik yang beragama, maupun yang tidak beragama.. , selama dirinya masih berangkat dari kepercayaan akan adanya TUHAN-PENCIPTA, dirinya masih terbelenggu dengan kuatnya oleh dogma yang tidak disadarinya ; karena dogma yang sesungguhnya ( dan sangat halus tidak terasa ) itu ya dogma tentang adanya “TUHAN PENCIPTA”. Dan, selama itu pula, dia tidak akan pernah bertemu kesejatian, karena, setiap kejadian, akan dia kait2kan dengan “Tuhan” yang sudah ada di benaknya itu.

    Misal, dapat wangsit / petunjuk berupa suara dan penglihatan, dikait2kan dengan Tuhan. Bisa menyembuhkan orang, dikait2kan dengan Tuhan. Kenapa bisa begitu ? Karena di pikirannya sudah “nongkrong” konsep tentang “TUHAN YANG MAHA KUASA”. . Hal seperti ini, tidak hanya terjadi pada orang2 dari agama2 tertentu, tetapi juga dari kalangan aliran2 kepercayaan non-agama. [!]

    Orang2 tua leluhur Jawa sejak beberapa abad yang lalu sesungguhnya sudah bijak dengan menyuruh anak-cucunya mencari sendiri benar tidaknya konsepsi adanya “Tuhan-Pencipta” , ketika ditanya , “Tuhan pencipta itu ada apa tidak ?” , maka dijawab, “Carilah sendiri, dibuktikan, ada apa tidak!” .

    Ini sesungguhnya kalimat diplomatis [!]. Jika orang2 tua jaman bebebarapa abad2 yang lalu, terutama sejak runtuhnya Majapahit, menjawab dengan tegas bahwa “Tuhan-Pencipta” itu “TIDAK-ADA” , maka bisa2 lehernya digorok dan dipenggal seperti nasibnya si “SYEKH SITI JENAR”.

    Tapi sayangnya, ( yah, tapi ini menurut hemat saya pribadi 😉 ) oleh generasi muda kultur Jawa sekarang ini kalimat itu dipahami dengan makna yang berbeda ; bahwa mencari ya mencari , tetapi sudah di “panjer” bahwa tetep ada “TUHAN-PENCIPTA” – ini sudah paham yang bercampur2 dengan konsep2 ajaran yang masuk belakangan beberapa abad ini.

    Kemudian, sekarang yang terjadi adalah nasehat bijak dari leluhur tersebut hanya jadi kalimat2 retoris yang indah tapi tidak dipahami maknanya dengan sungguh2. Jadi, seharusnya kita diminta mencari dengan sungguh2, dan berawal dari “mempertanyakan” serta bertujuan mendapatkan jawaban, tetapi era2 sekarang ini menjadi berubah, yakni diawali dari “Ada GUSTI, dan aku hendak MANUNGGAL dengan GUSTI!” . Ini sudah SEMEDI yang salah-arah ; karena sudah diawali dengan belenggu “DOGMA”. ; karena dogma apapun seharusnya ditanggalkan jika memang benar2 hendak mencari kesejatian [!].

    Kalau di perjalanan ketemu pribadi non-manusia yang “ghaib” , penuh wibawa, penuh cinta-kasih dan kedamaian, dengan bercahaya sangat terang luar biasa berbeda dari yang pernah ditemui sebelum2nya, lalu menyatakan, “Aku ini TUHANmu, Pencipta, Maha-Agung, Maha-Kuasa..dst.” , ya lantas jangan percaya begitu saja.. harus ditelusur lebih lanjut hingga tuntas. Dan disinilah seringkali para pejalan-spiritual gagal , dan akhirnya “MANDEG” sampai disitu saja. Sampai akhirnya menjadi “hamba” , atau mungkin yang lebih baik sedikit merasa sudah bertemu dan “manunggal” .

    Pencarian itu harus hingga tuntas, hingga bagaimanakah alam-semesta ini berawal, bagaimanakah awal-mula terjadinya “DIRI”-ku, dan seterusnya, dan seterusnya.

    Jika, yang ketemu adalah suatu “proses” dari masa yang sudah sangat lama sekali, trilyunan tahun yang lampau bahkan lebih melewatinya , dan tanpa adanya campur tangan “sosok-Pencipta” dalam proses2 tersebut, maka ya itulah kebenarannya [!]. Jangan lantas otak yang sudah dikotori dengan “konsep” adanya “Tuhan-Pencipta” ini ikut berperan dengan mencampuri fakta yang ditemui dan kemudian jadi keliru menarik kesimpulan : ada “TUHAN-PENCIPTA” tapi tidak kelihatan, dan lantas akan jadi lebih parah dan runyam lagi kalau kemudian dikait2kan dengan Tuhan dari agama tertentu. Ini namanya sudah lepas dari objektivitas maupun subjektivitas ; existensi itu tidak dihayati dengan apa adanya tapi dikontaminasi dengan “konsep”2 yang sudah ditanamkan dan “NYANTHOL” dengan kuat dalam otak dirinya-sendiri.

    Saya katakan hal tersebut diatas sebagai “Lepas dari objektivitas”, karena tidak apa adanya ; juga “lepas dari subjektivitas”, karena menarik kesimpulan tidak berdasar atas “pengalaman-sejati” dari apa yang dialami oleh diri-sendiri itu ; sehingga kebenaran-sejati atas “existensi” yang dialami menjadi terkaburkan lagi, menjadi bias kembali ; diselimuti kabut dogma2 yang halus luar biasa karena sudah “bercokol” kuat dalam otaknya.

    Dan, kembali lagi , disni pula lah banyak “pejalan-spiritual” gagal dalam pencariannya ; karena tidak bisa memisahkan ajaran / kepercayaan turun-temurun yang diajarkan padanya ( entah mungkin dari orang-tuanya, dari Pak-Dhe-nya, dari Guru kebatinannya, atau dari leluhur beberapa generasi yang lalu, atau dari seorang “Nabi” sekalipun ) ; dengan pengalaman / pengetahuan-langsung atas kesejatian.

    Demikan mas Suprayitno , tambahan dari saya 😉

    Semoga bermanfaat 😉

    Hayu…Rahayu…, Niskala… s a t u h u !

  77. Michael said

    Wah! saya kagum! sampai ndak sempet nelen

    • “The religion of the future will be a cosmic religion. The religion which based on experience, which refuses dogmatic. If there’s any religion that would cope the scientific needs it will be Buddhism….”

      “I cannot conceive of a God who rewards and punishes his creatures, or has a will of the kind that we experience in ourselves. Neither can I nor would I want to conceive of an individual that survives his physical death; let feeble souls, from fear or absurd egoism, cherish such thoughts. I am satisfied with the mystery of the eternity of life and with the awareness and a glimpse of the marvelous structure of the existing world, together with the devoted striving to comprehend a portion, be it ever so tiny, of the Reason that manifests itself in nature.”
      [Albert Einstein,_The World as I See It_]

      Sumber =

      http://www.some-guy.com/quotes/einstein.html

  78. tomy said

    salam cinta kasih Dhammamitta
    lama saya tidak berkunjung & bertegur sapa
    saya memang lagi cuti ngeblog nih, kebanyakan fesbukan & lebih suka diskusi lewat email
    yah mungkin kalau sudah ada pencerahan baru saya akan mulai menulis kembali di blog, & sambil menunggu saya akan coba sering berkunjung & bertegur sapa dengan para sahabat di dunia maya ini.

    sebentar lagi akan Waisak, sebelumnya saya ucapkan Selamat Waisak Mas Ratana, semoga semua makhluk hidup berbahagia

  79. Ibrahim Dharma Saputra said

    Terima kasih,Ratana Kumaro atas bimbingan Dhamma nya,Sabbe Satta Bhavantu Shukitata
    Salam,
    Ibrahim DS

  80. Buddha Sidharta hanya mengetahui “TUHAN YANG MAHA” itu pada pribadi BRAHMA, dewa pencipta menurut kepercayaan/ paham ajaran yang berkembang di India saat itu. Saya setuju dengan pemikiran Buddha yang logis itu. Namun kelihatan Buddha tidak mengetahui ada TUHAN YANG MAHA yang lain yang terdapat pada bangsa Yahudi yang mereka sembah yang biasa disebut “YAHWEH”. Saya mengerti kalau “TUHAN YANG MAHA” yang terdapat di India itu harus bertanya kepada Buddha, artinya itu BUKAN TUHAN/ DEWA YANG MAHA TAHU!. Jika TUHAN YANG MAHA TAHU itu pasti tidak perlu bertanya pada Buddha….Namun sayang Buddha juga “TIDAK MAHA TAHU” sebab beliau juga tidak TAHU ada TUHAN YANG MAHA yang disebut YAHWEH yang menciptakan segala sesuatu termasuk pangeran Siddharta itu sendiri. PENCIPTA sejati tidak perlu TANYA sesuatu yang Dia udah tahu sejak semula….!!!! Jadi jika Buddha yang TIDAK MAHA TAHU itu, bagaimana ia bisa menyatakan : “TIDAK ADA TUHAN!” seperti layaknya seseorang ateist saat berteriak, ” TIDAK ADA TUHAN” yang ternyata didalam hidupnya ia tidak mengetahuinya???

  81. Saya mengerti Buddha menyatakan tidak ada ” TUHAN YANG MAHA” itu yang ditujukan kepada BRAHMA yang katanya pencipta tapi harus bertanya kepada Buddha, yang menurut pemikiran Buddha, sangat tidak masuk akal BRAHMA yang katanya Penciptakan itu tidak tahu segalanya dan harus bertanya kepada buddha yang telah ia ciptakan itu. Berarti itu bukan ” TUHAN YANG MAHA!!!”. Jadi pemikiran Buddha itu logis dan bukan sesuatu yang luar biasa dan aneh jika beliau meminta muridnya jangan mempercayai kepada “TUHAN YANG MAHA” seperti itu. Namun Buddha tidak mengetahui ada SATU PRIBADI yang disebut “TUHAN YANG MAHA” yang dipercayai oleh bangsa Yahudi yang disebut “YAHWEH” yang tidak perlu bertanya, meminta nasihat dan pertimbangan kepada siapa pun. Sayang Buddha tidak mengenal DIA dan ajaran-Nya sehingga Buddha bisa dikatakan juga bukan “YANG MAHA” itu……

  82. saya suka blog anda…

  83. saya suka blog anda..

  84. Awam said

    saya sgt tertarik ajaean buddha,gmn cra ikutan forum ini,sya coba register tp sllu ggal,mhon ptunjuk

  85. suriya said

    Penjelasan yg bagus. Teliti dgn referensi ayat2 suci. Saya sangat gembira. 🙂 akan saya pakai utk menjelaskan kpd yg lain. Tks

  86. Bentz Tmgr said

    Saudara Ratna Kumara terima kasih untuk tulisannya.

  87. jon said

    TOP SECRET
    All, kalian mungkin ga percaya apa yg akan kusampai kan ini. Cerita ttg kisah journey to tha west. Cerita sun-go-kong adalah benar apa adanya. Cuman tidak sama persis seperti yg difilmkan. Kitab suci yg diambil waktu itu adalah Al-quran. Gimana all?

  88. It’s very straightforward to find out any matter on web as compared to textbooks, as I found this post at this site.

  89. azfa said

    saya rasa sampai detik ini saya belum menemukan orang sebijak gautama ,saya mau nanya kalau sekira gautama tidak mengenal yang maha kuasa , dari mana dharma budha datang dan hadir pada dirinya , sehingga muncul kebenaran sejati sang budha itu sendiri,atas petunjuk siapa budha itu mendapatkannya, kalau sekiranya nibbana lepas dari kuasanya sang ilahi atau tuhan ( bukan artian dewa-dewi dalam agama hindu ) itu sendiri . siapa yang ada dan merasa ada nibbana itu sendiri

  90. azfa said

    “ Ketahuilah para bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Duhai para Bhikkhu, apabila tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. ”

    Ungkapan di atas adalah pernyataan dari Buddha yang terdapat dalam Sutta Pitaka, Udana VIII : 3, yang merupakan konsep Ketuhanan Yang Mahaesa dalam agama Buddha. Ketuhanan Yang Mahaesa dalam bahasa Pali adalah Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang yang artinya “Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak”. Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu yang tanpa aku (anatta), yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat digambarkan dalam bentuk apa pun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak berkondisi (asamkhata) maka manusia yang berkondisi (samkhata) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi.

  91. azfa said

    dari 500 tahun sm sidharta gautama lahir dan 500 tahun kemudian isa almasih lahir ( yesus ) dan 500 tahun kemudian muhammad lahir beliua orang – orang bijaksana dan kasih sayang pada ummatnya, lemah lembut dan rahmatan lil alamin ( rahmat bagi sekalian alam ) kenapa umatnya jarang meniru jalan mereka , semuanya berperang untuk kepentingan diri sendiri di dunia,

    • templar said

      Ia tapi dari 3 tokoh itu cuma 1 yang berani menjamin Keselamatan, dan cuma 1 yang bisa menggenapi yang sudah tertulis ber abad-abad dalam alkitab

      lagian Masehi itu di hitung dari mesias datang!

  92. situ said

    Silakan menyimak : http://gerakanalmahdi.wordpress.com
    ………………………………………………
    SEBUAH HIKMAH & PELAJARAN
    (Khusus untuk anak-anakku)
    ………………………………………………
    Yang jelas bukan dari saya yang menulis. Tapi dari seseorang yang memang tidak mau diketahui jati dirinya, karena diblognya tidak tertulis siapa yang menulis.
    Silakan direnungkan semua pihak….

  93. I needed to share this unique posting, “TUHAN YANG-MAHA DIMATA SEORANG BUDDHA
    RATNA KUMARA” together with my best buddies
    on facebook. Ijust simply needed to spread your very
    good publishing! Thx, Katie

  94. Remarkable! Its actually awesome post, I have got much clear idea concerning from this post.

  95. Wow! Finally I got a web site from where I can in fact obtain useful facts concerning my
    study and knowledge.

  96. dudul said

    baru tau ya…kasihan kan tuhan allah lu cuman jagger doang yang suatu saat akan mati juga

    lha wong di alkitab dibilang matahari mengelilingi bumi!

  97. Johne452 said

    Very informative blog post.Really thank you! Keep writing. ecbefkdddgdb

  98. templar said

    coba beli bukuberikut

    KEKRISTENAN SEJARAH ATAU DONGENG
    by JOSH MCDOWELL

    Diskusi Ismael – Ishak 1: Alkitab Yang Bermasalah
    by : Mukamil, kamil

    lalu baca

    Pertanyaan
    semua orang baik itu pasti punya dosa (baik PIKIRAN dan Perbuatan) kan????
    lalu bagaimana ia ke surga?

    bukankah Surga itu tempat suci???
    kalau aaada dosa sedikit memang bisa masuk ya???

  99. Amsar Jun said

    anggaplah MahaBrahma bukan Tuhan sesuai pengertian sdr-sdr, lalu apakah sdr bisa melepaskan diri sdr dari kekuasaan MahaBrahma, sejauh bulan dan matahari berputar dalam lebih 1000 dunia, Maha Brahma mempunyai kekuasaan, kemegahan, dan kemuliaan, keparkasaan, pengaruh…. jadi tdk perlu berpikir yang tinggi-tinggi, lewati satu dunia saja, bisa keteter dan kacau balau.

  100. Dharma said

    Prtkenalkan saya Hindu, menarik ulasan anda, dan ngomong2 Brahma dlm Hindupunjuga dikemal sbg makhluk agung yg memiliki usia dgn hitungan kalpa

    Saya kira cuma masalah ‘bahasa’ saja, seperti manunggaling kawula dan gusti itu yg menurut anda ‘bersatu’ dgn mha brahma, tidaklah seperti itu.

    Konsep kami dlm Hinduisme, Nirgunam Brahma yg artinya diluarr jangkau pikir manusia dan sagunam brahman yg artinya emanasi2 kekuatan personifikasi dri Tuhan, dan mosal anda gal suka dgn term Tuhan itu bolehlah itu diganti dgn emanasi2 kekuatan alam, seperti Bayu yg artinya udara dll.

    Kembali ke topik awal tentang ‘moksha’ dlm keyakinan kami atau manunggaling kawula dan gusti, kalau versi kami sbg pengnut Hindu, moksha itu adalah kembali ke yg tak dapat dijangkau pikiran, ntah itu namanya Parama Brahman, Mahesvara atau yg lainnya, seperti ungkapan ‘amor ring Acintya’ yg artinya melebur kembali ke ketiadaan,yg tak terjangkau pikiran

    Dlm hindupun kami sdikit skali membahas aspek nirgunam karena memang diluar jangkau pikiran, makanya Nirgunam Brahman dlm keyakinan kami dipanggil dgn sebutan ‘TAT’ atau ITU, yg dlm upanishad dikatanan Na iti Na iti (nei neti) yg artinya ITU bukan ino juga bukan itu.

    Ngomong berikut cuplikan Nasadiya Sukta dalam rg Veda Keadaan sebelum penciptaan disebut dalam Nasadiya sukta yang mengisahkan asal mula alam semesta di Rgveda 10.129:
    Tiada yang termanifestasikan atau tak termanifestasikan. Sehingga tiada debu dan tiada langit di luarnya. Apa yang melingkupinya, di mana naungannya? Apa suara yang dalam dan tak-terjelaskan itu?
    Tiada kematian atau keabadian. Tiada perbedaan antara siang dan malam. Hanya Ia atas kehendakNya sendiri tanpa udara. Tiada apapun selain itu.
    Sebelumnya hanya ada kegelapan, semuanya ditutupi kegelapan. Semuanya hanya cairan yang tak terpisahkan (Salila). Apapun itu, ditutupi dengan kekosongan. Yang satu lahir dari panas.
    Sebelum itu (sebelum penciptaan) keinginan (untuk mencipta) bangkit dari diriNya, lalu dari pikiranNya bibit pertama lahir. Manusia yang bijak dalam berpikir menemukan yang termanifestasikan terikat dengan yang tak-termanifestasikan.
    Cahayanya menyebar menyamping, ke atas dan bawah. Ia menjadi pencipta. Ia menjadi besar atas kehendaknya sendiri ke bawah dan atas.
    Siapa yang tahu, siapa yang akan memberitahu dari mana dan mengapa penciptaan ini lahir, karena dewa-dewa lahir setelah penciptaan ini. Sehingga, siapa yang tahu dari siapa semesta ini dilahirkan.
    Dari siapa penciptaan ini dilahirkan, Ia mendukung atau tidak. Ia bertahta di langit tertinggi, mungkin Ia tahu atau mungkin tidak.

  101. Ruel said

    Diantara semua yg koment mungkin Lovepassword yg terbodoh

  102. matsonet said

    sekedar pembanding

    http://jagadawanguwung.blogspot.co.id/2017/08/sang-penciptamenurut-buddha.html

  103. Andy said

    Kalau menurut saya buddha itu ajaran para tekad dan bukan ajaran umum tekad arti seseorang yang telah menyadari maka dari itu masih banyak hal hal yang tidak sesuai yg terjadi di vihara seperti pemahaman bahwa dengan membawa dupa lilin sudah di anggap sebuah ibadah….. Memang terlalu rumit untuk di jelaskan kepada yang belum memahami. itu sebab saya katakan ini ajaran para yg sudah memiliki tekad

  104. andy2r said

    Terima kasih banyak atas pencerahan nya. selamat malam.

Tinggalkan Balasan ke CY~RE Batalkan balasan